"Kenapa nggak ada orang yang datang? Apa di lantai ini nggak ada orang?" gerutu Yasmin dalam hati.
Anehnya tidak ada satu pun orang yang datang membantu Yasmin. Di lantai tersebut ada banyak ruangan dan juga staf hotel. Seharusnya ada orang yang mendengar suara Yasmin saat ini, namun sayang, gadis itu tidak mendapat bala bantuan.
"Bisa diam nggak!" seru pria itu dingin.
Pria yang membawa Yasmin tak lain adalah Bastian yang memang saat ini sedang mencari mempelainya yang kabur.
"Saya mau dibawa ke mana? Kamu punya urusan apa sama saya?" omel Yasmin.
"Kamu jangan macam-macam sama saya, ya! Saya akan laporin kamu ke polisi!"
Walaupun Yasmin merasa takut dan terancam, tapi gadis itu masih berani meninggikan suaranya di depan pria asing itu. Yasmin tak tahu lagi harus berbuat apa saat ini. Sulit baginya untuk lepas dari cengkraman tangan kuat milik pria itu, tenaga gadis itu tidak sebanding. Yasmin mulai lelah memberontak dan berteriak pada pria asing itu.
"Tolong jangan apa-apakan saya! Saya masih ingin hidup," rengek Yasmin dengan wajah memelas. Gadis itu pasrah. Ia diseret menuju ke salah satu ruangan yang ada di lantai 15.
"S–saya nggak mau masuk ke sana! Tolong saya! Saya nggak mau ke sana!"
Yasmin makin kalang kabut saat dirinya hendak memasuki salah satu ruangan dengan pria asing tersebut. Begitu pintu terbuka, Yasmin langsung dibuat shock oleh ratusan pasang mata yang kini tertuju padanya, lebih tepatnya mereka berdua.
“Tunggu! Tempat apa ini? Kok seperti aula pernikahan?” gumam Yasmin dalam hati.
Yasmin pikir, ia akan dimasukkan ke sebuah ruangan gelap dan akan diikat oleh pria yang menculiknya itu. Namun, imajinasi liar yang terlintas di pikiran Yasmin menguap begitu saja usai dirinya melihat penampakan tak terduga yang ada di dalam ruangan tersebut.
"Ini … benar aula pernikahan, ya?" batin Yasmin. "Kenapa aku dibawa ke sini? Ini acara pernikahan siapa?"
Gadis itu akhirnya berhenti meronta. Yasmin mengedarkan pandangan ke sekeliling aula mewah yang ada di depan matanya saat ini.
Dilihat dari dekorasinya, nampaknya aula itu disiapkan untuk pernikahan keluarga konglomerat. Aula pernikahan tersebut jauh lebih besar dari aula pernikahan yang disewa oleh Yasmin, dan dekorasi pelaminan di aula tersebut juga jauh lebih mewah dari dekorasi yang disiapkan Yasmin di lantai bawah.
"Kenapa saya dibawa ke sini?" tanya Yasmin dengan dahi yang sudah banjir dengan keringat dingin.
Saat ini, Bastian dan Yasmin tengah bergandengan menuju ke pelaminan.
Gadis itu disorot oleh ratusan orang yang ada di gedung tersebut. Sepertinya mereka semua adalah tamu undangan di acara itu.
"Mempelai pengantin sudah tiba!" Suara pembawa acara membuat Yasmin terperanjat.
“Bastian, Anggi, kalian ke mana aja? Ini acara nikahannya kalian kok malah dua-duanya ngilang, cepat kalian ke pelaminan biar acaranya segera dimulai!” ucap Marissa begitu melihat putranya datang dengan mempelai wanitanya.
“Iya, Ma, maaf tadi Anggi sempat nggak enak badan dan harus ke toilet cukup lama,” kilah Bastian dengan raut tenang.
Marissa pun memahami alasan Bastian dan tak bertanya lebih lanjut. Ia justru memberi kode pada keduanya untuk segera ke pelaminan.
“Tunggu dulu!” Yasmin menatap wajah pria asing yang membawanya paksa tadi dengan saksama. Wajahnya cukup tampan dan postur tubuhnya gagah.
Dari pakaian yang dikenakannya sudah jelas jika pria itu bukanlah orang jahat. Pakaiannya lebih seperti pakaian yang kerap digunakan oleh pengantin pria.
“Ja–jangan bilang kalau aku jadi pengantin wanitamu di sini?” tanya Yasmin setengah berbisik pada Bastian.
Bastian menundukkan wajahnya dan mensejajarkan mulut dengan telinga Yasmin. “Bukannya sudah jelas dari apa yang kamu lihat di tempat ini. Jadi jangan banyak bicara dan lakukan saja tugasmu sesuai kesepakatan yang sudah kita buat!”
“Kesepakatan? Kesepakatan apa maksudnya?” Yasmin bertanya bingung.
Bastian menatap tajam ke arah Yasmin. Menurut Bastian, perempuan yang bersamanya sangatlah cerewet dan banyak bicara, berbeda sekali dengan sikapnya sebulan yang lalu saat membuat kesepakatan via telepon.
"M–maaf, Tuan. Sepertinya ada kesalahan di sini. S–saya bukan ...."
"Kamu adalah pengantin di acara ini," bisik pria itu. "Kamu adalah pengantinku."
“Apa yang harus kulakukan? Kenapa aku terjebak di acara pernikahan orang lain?” pekik Yasmin dalam hati.
“Mari, kedua mempelai silakan untuk naik ke pelaminan.” Suara sang MC kembali mengejutkan Yasmin. Mau tak mau dia dan pria itu melanjutkan langkah sambil bergandengan tangan menuju ke pelaminan karena akad nikah akan segera dilaksanakan.
“Situasi macam apa ini? Kok tiba-tiba banget aku jadi mempelai pengganti di nikahannya orang yang bahkan aku nggak kenal!” gerutu Yasmin bimbang.
Kini Yasmin sudah berdiri di pelaminan bersama dengan mempelai pria yang tidak dikenal olehnya. Gadis itu benar-benar tak mengerti, kenapa ia bisa terseret dalam acara yang tidak diketahui olehnya itu.
Yasmin sudah berusaha menjelaskan, tapi pengantin pria yang duduk di sampingnya tak mau mendengarkan dirinya. Beberapa kali Yasmin berusaha meninggalkan pelaminan, tapi gadis itu dijaga ketat oleh sang pengantin pria dan ia bahkan menerima ancaman.
"Jangan pergi ke mana-mana! Awas kalau kamu sampai kabur lagi! Saya sendiri yang akan menjebloskanmu ke penjara!" ancam pria itu.
Gadis itu tak bisa berkutik sedikitpun. Yasmin merasa terus diawasi oleh pria di sampingnya. Ditambah lagi, gadis itu juga menjadi pusat perhatian di ruangan tersebut. Jika Yasmin melakukan sesuatu yang ceroboh, gadis itu hanya akan mempermalukan dirinya sendiri di depan banyak orang.
‘Siapa sebenarnya orang-orang ini?’ batin Yasmin frustasi.
Gadis itu mengamati sekeliling dan melihat papan nama pengantin yang terpajang di ruangan tersebut. "Bastian Wijaya? Apa itu nama lengkap laki-laki yang duduk di sampingku sekarang?" batin Yasmin.
Sejak tadi pembawa acara terus menyebut nama Yasmin dengan nama perempuan lain. Yasmin hanya bisa pasrah tanpa menjelaskan apa pun saat orang-orang memanggil namanya dengan nama perempuan yang tidak ia kenal.
"Aku harus gimana sekarang? Mereka semua udah salah orang," batin Yasmin merasa bersalah.
Dengan terpaksa, Yasmin melewati prosesi pernikahan dengan Bastian tanpa ada kendala. Acara berjalan dengan lancar, meskipun mereka salah mengambil mempelai pengantin wanita. Orang tua Bastian terlihat begitu bahagia, saat melihat putra kesayangan mereka bersanding dengan pengantin wanitanya di pelaminan. Mereka menghampiri Bastian, kemudian memeluk pria itu dengan erat.
"Selamat, Bastian! Mama bahagia sekali. Akhirnya kamu menikah juga," ucap Marissa.
"Papa juga ikut senang, sekarang kamu udah punya istri. Semoga kalian bisa membangun rumah tangga yang bahagia bersama," sahut Randy.
Bastian hanya mengangguk, tanpa mengucapkan apa pun pada kedua orang tuanya itu. Yasmin juga ikut mendapatkan ucapan selamat dan pelukan dari orang tua mempelai pengantin pria.
"Jangan nunda-nunda terlalu lama, ya? Mama tunggu cucu dari kalian," ucap Marissa menatap hangat ke arah Yasmin dan Bastian secara bergantian.
Yasmin mengangguk dengan canggung. Mau tak mau, gadis itu harus memperlihatkan senyum bahagia di depan orang tua Bastian, agar mereka tidak curiga.
"Papa titip Bastian, ya, Nak Anggi! Tolong cintai dia dan sayangi dia dengan sepenuh hati," pinta Randy.
"I–iya, Pa," jawab Yasmin kikuk.
Yasmin tak tega menghancurkan senyum bahagia orang tua Bastian. Setidaknya, Yasmin bisa memainkan perannya sebagai pengantin Bastian sampai acara pernikahan mereka selesai.
‘Lalu setelah ini apa? Apa aku juga akan menghabiskan malam pengantin dengan pria ini?’ Yasmin menggumam bimbang dalam hatinya.
*
"Selamat, Bastian! Semoga pernikahanmu langgeng sampai akhir hayat," ucap teman-teman Bastian pada pria itu.Satu persatu tamu undangan mulai naik ke pelaminan untuk memberikan ucapan selamat pada kedua mempelai pengantin.“Selamat ya, semoga langgeng!” Entah tamu ke berapa yang sudah mengucapkan selamat pada Yasmin dan Bastian. Tanpa beban, Yasmin menyahut satu persatu ucapan selamat dari para tamu itu dengan senyuman manisnya. Yasmin tak bisa mengacaukan hari bahagia tersebut. Gadis itu tahu betul bagaimana rasanya saat melihat pernikahannya hancur. Yasmin tak mau orang-orang yang ada di gedung tersebut ikut merasakan kekecewaan yang ia alami karena kegagalan pernikahan. Yasmin sudah bertekad untuk tidak merusak acara ini.Yasmin terus tersenyum dan menyambut semua ucapan selamat dari orang-orang asing itu. Perlahan, Yasmin mulai menikmati acara pernikahan itu. Yasmin bahkan merasa sedikit terhibur. Pernikahan gadis itu tidak sepenuhnya hancur. Walaupun tersesat di acara pernikah
“Kamu!” sentak Bastian melotot tajam ke arah Yasmin.Yasmin melayangkan tamparan kencang ke wajah Bastian, hingga membuat pipi pria tampan itu memerah. Kalimat Bastian yang terlalu kasar membuat Yasmin tak bisa menahan diri."Jangan kurang ajar, ya! Kamu pikir aku perempuan mata duitan?" omel Yasmin. "Aku nggak paham maksud perkataan kamu dan aku juga nggak pernah nerima uang sepeser pun dari kamu."Bastian mengusap pipinya yang terasa perih karena tamparan dari Yasmin. Pria itu terus menatap Yasmin dengan sorot mata penuh amarah."Dia pikir aku ngelakuin pernikahan ini demi uang? Padahal aku nggak terima uang dari dia sama sekali, kenapa dia seenaknya saja ngerendahin aku dan ngata-ngatain aku?" batin Yasmin geram."Dasar munafik!" gerutu Bastian."Apa kamu bilang?" sungut Yasmin makin tidak terima mendengar Bastian menyebut dirinya munafik."Kenapa? Kamu tersinggung?" cibir Bastian. "Kamu seneng 'kan nyari uang pakai cara kotor seperti ini?"Yasmin mengerutkan kening. "Aku? Nyari ua
Keheningan sejenak menggantung di udara.Bahu mungil itu terasa begitu kecil dalam pelukannya. Tubuhnya gemetar, dadanya bergetar karena isakan yang belum juga mereda. Aroma lembut yang samar menguar dari rambutnya, bercampur dengan wangi parfum yang memudar.Bastian membeku.Kesadaran menghantamnya telak.‘Sial. Apa yang baru saja aku lakukan?’ rutuknya dalam hati.Tak ada yang berani menyentuhnya selama ini. Orang-orang di sekitarnya selalu menjaga jarak, seolah ada tembok tak kasatmata yang mengelilinginya. Bahkan wanita-wanita yang berusaha mendekatinya pun tahu, bahwa menyentuhnya tanpa izin adalah kesalahan besar.Tapi dengan Yasmin?Ia baru saja menarik perempuan ini ke dalam pelukannya. Dan anehnya, ia tak ingin langsung melepaskannya.Namun, egonya ternyata jauh lebih kuat.Dengan cepat, ia mendorong tubuh Yasmin pelan, menciptakan jarak di antara mereka. Tatapannya kembali dingin, suaranya terjaga dari emosi apa pun. "Sudah cukup menangisnya."Yasmin masih terisak. Tapi kali
“Apa-apaan dia. Kenapa dia cerita sebanyak itu padahal belum terlalu mengenalku,” gumam Bastian saat dirinya sudah ada di luar kamar hotel. Bastian meninggalkan Yasmin sendirian lagi di ruangan hotel itu. Tapi kali ini, tak butuh waktu lama sampai Bastian kembali ke kamar sambil membawa sebuah paper bag di tangannya.Klek!Yasmin menoleh sekilas. Ia masih dalam posisi duduk di tepi ranjang meratapi nasibnya dan memikirkan langkah apa yang harus dia ambil. “Pakai ini. Saya yakin gaun pengantin itu membuatmu tidak nyaman,” ucap Bastian, nada suaranya terdengar tegas seraya mengulurkan paper bag itu ke arah Yasmin.“Ini apa?” Yasmin bertanya polos.“Pakai saja, tapi saya tidak tahu seperti apa gaya pakaian yang kamu suka. Setidaknya pakai baju itu membuat kamu lebih nyaman daripada terus memakai gaun pengantin,” ucapnya panjang lebar. Ini pertama kalinya Bastian berucap panjang lebar selain membahas masalah pekerjaan.Yasmin menatap dirinya. Benar apa yang dikatakan Bastian. Gaun penga
8)“Tuan, kami sudah mendapatkan hasil rekaman CCTV saat Non Yasmin pergi dari acara,” ucap salah satu orang suruhan Pram lewat sambungan telepon.“Apa kamu sudah menemukan Yasmin?”“Sudah, Tuan. Menurut rekaman, setelah keluar dari venue, Non Yasmin masuk ke lift. Tetapi, bukan turun ke lantai bawah, melainkan naik ke lantai atas. Dan saat Non Yasmin keluar dari lift di lantai 15, seorang pria menyeretnya pergi secara paksa.”“Apa? Jadi Yasmin diculik?” Pram langsung berdiri dari posisi duduknya. Ia paling tidak bisa mendengar saat putrinya dikasari seperti itu.“Kemungkinan begitu, karena tampaknya Non Yasmin terus teriak dan berontak saat dibawa pria itu. Tapi anehnya ….”“Anehnya apa?”“Anehnya, Non Yasmin masuk ke sebuah ruangan yang merupakan venue pernikahan seseorang.”“Apa?!” “Iya, Tuan. Sepertinya terjadi sesuatu dan Non Yasmin terlihat cukup lama berada di dalam ruangan itu.” Pram menyugar rambutnya. “Oke, sekarang bisa kamu cari tahu identitas pria yang menyeret paksa Ya
9)"Masa kamu masih nggak tau apa yang dilakukan pengantin baru di malam pertama?" tanya Randy dengan senyum yang terkendali, sambil menatap anaknya yang duduk di depannya.Bastian terbatuk, hampir tersedak oleh secangkir kopi yang baru saja ia angkat dari meja. Senyum Randy terasa begitu tajam, seperti ada sindiran halus yang tidak bisa dihindari. Mata Bastian beralih ke Marissa yang masih tersenyum penuh arti. Tentu saja, dia baru menyadari apa yang ada di pikiran mereka.Marissa terkikik kecil, matanya menyipit, tidak bisa menahan tawa yang datang dengan melihat ekspresi Bastian yang terkejut dan sedikit canggung."Jangan bilang kamu nggak tahu, Bas." Marissa melanjutkan dengan nada menggoda. "Kamu itu pengantin baru, Bas. Harusnya ada sedikit lebih banyak aksi, bukan cuma duduk manis begini saja." Senyumannya mengembang lebih lebar, jelas sekali dia menikmati momen ini.Bastian hanya bisa diam, menatap ibunya yang sepertinya menikmati lelucon ini. Tidak pernah sekalipun Bastian me
10)“Segera siapkan mobil saya sekarang. Saya harus pergi ke suatu tempat.” Suara tegas pria paruh baya itu menggema di ruang tamu.Sementara pria berusia 30-an yang berperawakan sedikit cungkring itu mengangguk, seraya bersedia melakukan apa yang diperintahkan tuannya.Sebuah notifikasi pesan masuk ke ponselnya. Kini orang suruhannya itu mengirimkan sebuah foto. Kening Pram mengernyit dalam.“Siapa orang-orang yang duduk bersama dengan Yasmin ini? Apa mereka orang baik, atau punya maksud buruk pada putriku. Tak akan kubiarkan mereka menyakiti Yasmin,” ucap Pram penuh tekad. Tangannya mengepal kuat.Begitu sopirnya mengatakan jika mobilnya sudah siap digunakan, Pram segera bergegas pergi tanpa membuang waktunya lagi. Mobil alphard hitam itu pun melaju meninggalkan pekarangan rumah dengan kecepatan sedang. Tak lama, kendaraan itu sudah berbaur dengan kendaraan lainnya di jalanan beraspal.“Bisa dipercepat jalannya? Saya sedang terburu-buru sekarang!” titah Pram.“B–baik, Tuan.” Sang s
11) Lima menit yang lalu …. Marissa mengetuk meja dengan jari-jemarinya, matanya sesekali melirik ke arah lorong yang mengarah ke toilet. Bibirnya yang tadinya membentuk senyum hangat kini sedikit mengerucut, tanda mulai tak sabar. "Bas, kok Anggi lama banget ya di toilet?" tanyanya, berusaha terdengar santai, tapi ada nada khawatir dalam suaranya. Bastian yang sedang mengaduk kopinya menoleh sekilas ke arah lorong, lalu kembali ke cangkirnya. "Mungkin dia butuh waktu lebih lama di toilet, Ma. Tadi kayaknya dia agak canggung dengan pembicaraan kita, jadi mungkin Anggi butuh jeda biar bisa menata hatinya supaya tenang." “Duh, Mama yang buat dia nggak nyaman ya dengan ocehan tentang cucu?” Marissa menyadari kesalahannya. “Mungkin, Ma. Makanya Mama tolong kurangin ngoceh soal momongan sama Anggi, ya,” timpal Randy. “Papa bener, Ma. Bastian paham kok kenapa Mama ngebet banget punya cucu. Tapi mungkin Anggi belum siap,” sahut Bastian membenarkan ucapan sang ayah. Marissa mendengku
Bab 15Jemari Yasmin terasa dingin saat dia merapikan tali tasnya. Kepalanya sedikit menunduk, pikirannya masih penuh dengan bayangan pertemuan dengan Bella yang akan terjadi sebentar lagi.‘Tenanglah, Yasmin. Kamu hanya akan bertemu dengan Mama kamu, orang yang sudah melahirkan dan membesarkanmu,’ batin Yasmin terus berkecamuk. Gemuruh dadanya terus memburu saat adegan panas antara calon suaminya dan Bella berputar di kepalanya tanpa bisa dicegah. ‘Astaga … apa aku sanggup melewati ini?’ Yasmin ragu apakah dia berani menatap mata sang mama lagi seperti dulu. Ia yakin semuanya tak lagi sama sejak pengkhianatan Bella dan Aditya terkuak. “Naiklah.” Suara bariton nan datar milik Bastian berhasil membuyarkan lamunan Yasmin. Bastian membuka pintu mobil untuknya,“Makasih, tapi aku bisa sendiri,” ucap Yasmin merasa sungkan saat dibukakan pintu oleh Bastian. Dia berdiri diam sejenak sebelum akhirnya masuk.Bastian pun membeku. Ia baru saja sadar jika sudah bersikap berlebihan dengan membu
14)Keheningan di ruang tamu mulai terasa lebih ringan, tetapi ada sesuatu yang masih mengganjal di benak Yasmin. Jemarinya saling meremas, hatinya berdebar tak karuan.Ia ingin bertanya, tetapi ragu untuk mengutarakannya.Bastian melirik ke arahnya sekilas, seakan menyadari kegelisahan Yasmin. Pram juga tampaknya menangkap ekspresi putrinya yang sedikit berbeda.“Kamu mau ngomong sesuatu, Yasmin?” tanya Pram akhirnya. “Kalau iya, katakan saja sekarang.”Yasmin mengangkat wajahnya. “Aku cuma mau tahu satu hal, Pa.”Pram tidak langsung merespons. Matanya meneliti ekspresi Yasmin, seolah mencoba menebak pertanyaannya.“Bagaimana keadaan Mama sekarang?” Suara Yasmin terdengar hati-hati.Sejenak, Pram hanya diam. Ada perubahan tipis di ekspresinya, sesuatu antara kecewa dan enggan membahasnya.“Apa dia baik-baik saja?” lanjut Yasmin, meskipun ada bagian dalam hatinya yang takut mendengar jawabannya.“Apa kamu masih peduli sama Mamamu setelah apa yang dia lakukan di hari pernikahanmu?” tan
13)Setelah insiden tadi, Pram langsung pulang ke rumahnya. Ia masih berpikir keras tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Yasmin setelah kabur dari pernikahannya kemarin. “Yasmin, apa yang sebenarnya terjadi sama kamu dalam semalam, kenapa bisa tiba-tiba kamu sudah menikah dengan pria lain?” Pram bermonolog.“Apa itu pernikahan paksa? Atau ini pelarian atas sakit hatimu setelah melihat apa yang dilakukan Aditya dan Bella?” gumamnya lagi masih menerka-nerka.Lamunan Pram buyar, ketika seorang pria berjas hitam masuk ke ruangan kerjanya, menyerahkan berkas tebal kepada Pram.“Tuan, ini adalah semua informasi yang berhasil kami kumpulkan tentang pria yang bersama Nona Yasmin tadi.”Pram menerima berkas itu, membuka halaman pertama, lalu mulai membaca.Laporan itu mencantumkan berbagai macam detail mulai dari latar belakang keluarga, bisnis yang dijalankan, hingga sepak terjang pria bernama Bastian dalam dunia usaha. Yang lebih mencengangkan adalah usia Bastian yang sudah menginjak ke
12)Bastian menggenggam tangan Yasmin dengan erat saat mereka melangkah kembali ke meja tempat orang tuanya menunggu. Yasmin tak bisa menolak sentuhan itu karena memang dia harus bersikap selayaknya suami istri di depan semua orang.Meski begitu, Yasmin masih bisa merasakan sisa ketegangan yang menggelayuti dirinya setelah pertemuannya dengan Pram. Jantungnya belum sepenuhnya stabil, pikirannya pun masih berkecamuk.‘Gimana caranya aku jelasin ke Papa tentang semua situasi rumit ini? Aku yang kabur dari pernikahanku sendiri tiba-tiba saja menikah dengan orang yang sama sekali nggak aku kenal?’ Batin Yasmin terus berkecamuk. Hingga tak terasa langkah kaki mereka sudah berhasil membawanya kembali ke meja di mana Marissa dan Randy menunggunya.Marissa yang sejak tadi gelisah langsung bangkit dari kursinya saat melihat mereka datang. Wajahnya penuh kekhawatiran, tatapannya tertuju pada Yasmin seakan ingin memastikan bahwa menantunya benar-benar baik-baik saja."Anggi, kamu nggak apa-apa,
11) Lima menit yang lalu …. Marissa mengetuk meja dengan jari-jemarinya, matanya sesekali melirik ke arah lorong yang mengarah ke toilet. Bibirnya yang tadinya membentuk senyum hangat kini sedikit mengerucut, tanda mulai tak sabar. "Bas, kok Anggi lama banget ya di toilet?" tanyanya, berusaha terdengar santai, tapi ada nada khawatir dalam suaranya. Bastian yang sedang mengaduk kopinya menoleh sekilas ke arah lorong, lalu kembali ke cangkirnya. "Mungkin dia butuh waktu lebih lama di toilet, Ma. Tadi kayaknya dia agak canggung dengan pembicaraan kita, jadi mungkin Anggi butuh jeda biar bisa menata hatinya supaya tenang." “Duh, Mama yang buat dia nggak nyaman ya dengan ocehan tentang cucu?” Marissa menyadari kesalahannya. “Mungkin, Ma. Makanya Mama tolong kurangin ngoceh soal momongan sama Anggi, ya,” timpal Randy. “Papa bener, Ma. Bastian paham kok kenapa Mama ngebet banget punya cucu. Tapi mungkin Anggi belum siap,” sahut Bastian membenarkan ucapan sang ayah. Marissa mendengku
10)“Segera siapkan mobil saya sekarang. Saya harus pergi ke suatu tempat.” Suara tegas pria paruh baya itu menggema di ruang tamu.Sementara pria berusia 30-an yang berperawakan sedikit cungkring itu mengangguk, seraya bersedia melakukan apa yang diperintahkan tuannya.Sebuah notifikasi pesan masuk ke ponselnya. Kini orang suruhannya itu mengirimkan sebuah foto. Kening Pram mengernyit dalam.“Siapa orang-orang yang duduk bersama dengan Yasmin ini? Apa mereka orang baik, atau punya maksud buruk pada putriku. Tak akan kubiarkan mereka menyakiti Yasmin,” ucap Pram penuh tekad. Tangannya mengepal kuat.Begitu sopirnya mengatakan jika mobilnya sudah siap digunakan, Pram segera bergegas pergi tanpa membuang waktunya lagi. Mobil alphard hitam itu pun melaju meninggalkan pekarangan rumah dengan kecepatan sedang. Tak lama, kendaraan itu sudah berbaur dengan kendaraan lainnya di jalanan beraspal.“Bisa dipercepat jalannya? Saya sedang terburu-buru sekarang!” titah Pram.“B–baik, Tuan.” Sang s
9)"Masa kamu masih nggak tau apa yang dilakukan pengantin baru di malam pertama?" tanya Randy dengan senyum yang terkendali, sambil menatap anaknya yang duduk di depannya.Bastian terbatuk, hampir tersedak oleh secangkir kopi yang baru saja ia angkat dari meja. Senyum Randy terasa begitu tajam, seperti ada sindiran halus yang tidak bisa dihindari. Mata Bastian beralih ke Marissa yang masih tersenyum penuh arti. Tentu saja, dia baru menyadari apa yang ada di pikiran mereka.Marissa terkikik kecil, matanya menyipit, tidak bisa menahan tawa yang datang dengan melihat ekspresi Bastian yang terkejut dan sedikit canggung."Jangan bilang kamu nggak tahu, Bas." Marissa melanjutkan dengan nada menggoda. "Kamu itu pengantin baru, Bas. Harusnya ada sedikit lebih banyak aksi, bukan cuma duduk manis begini saja." Senyumannya mengembang lebih lebar, jelas sekali dia menikmati momen ini.Bastian hanya bisa diam, menatap ibunya yang sepertinya menikmati lelucon ini. Tidak pernah sekalipun Bastian me
8)“Tuan, kami sudah mendapatkan hasil rekaman CCTV saat Non Yasmin pergi dari acara,” ucap salah satu orang suruhan Pram lewat sambungan telepon.“Apa kamu sudah menemukan Yasmin?”“Sudah, Tuan. Menurut rekaman, setelah keluar dari venue, Non Yasmin masuk ke lift. Tetapi, bukan turun ke lantai bawah, melainkan naik ke lantai atas. Dan saat Non Yasmin keluar dari lift di lantai 15, seorang pria menyeretnya pergi secara paksa.”“Apa? Jadi Yasmin diculik?” Pram langsung berdiri dari posisi duduknya. Ia paling tidak bisa mendengar saat putrinya dikasari seperti itu.“Kemungkinan begitu, karena tampaknya Non Yasmin terus teriak dan berontak saat dibawa pria itu. Tapi anehnya ….”“Anehnya apa?”“Anehnya, Non Yasmin masuk ke sebuah ruangan yang merupakan venue pernikahan seseorang.”“Apa?!” “Iya, Tuan. Sepertinya terjadi sesuatu dan Non Yasmin terlihat cukup lama berada di dalam ruangan itu.” Pram menyugar rambutnya. “Oke, sekarang bisa kamu cari tahu identitas pria yang menyeret paksa Ya
“Apa-apaan dia. Kenapa dia cerita sebanyak itu padahal belum terlalu mengenalku,” gumam Bastian saat dirinya sudah ada di luar kamar hotel. Bastian meninggalkan Yasmin sendirian lagi di ruangan hotel itu. Tapi kali ini, tak butuh waktu lama sampai Bastian kembali ke kamar sambil membawa sebuah paper bag di tangannya.Klek!Yasmin menoleh sekilas. Ia masih dalam posisi duduk di tepi ranjang meratapi nasibnya dan memikirkan langkah apa yang harus dia ambil. “Pakai ini. Saya yakin gaun pengantin itu membuatmu tidak nyaman,” ucap Bastian, nada suaranya terdengar tegas seraya mengulurkan paper bag itu ke arah Yasmin.“Ini apa?” Yasmin bertanya polos.“Pakai saja, tapi saya tidak tahu seperti apa gaya pakaian yang kamu suka. Setidaknya pakai baju itu membuat kamu lebih nyaman daripada terus memakai gaun pengantin,” ucapnya panjang lebar. Ini pertama kalinya Bastian berucap panjang lebar selain membahas masalah pekerjaan.Yasmin menatap dirinya. Benar apa yang dikatakan Bastian. Gaun penga