Beranda / Romansa / Jodoh Malaikat Pelindung / 3. Keputusan Mengakhiri

Share

3. Keputusan Mengakhiri

Penulis: Sayap Ikarus
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-01 17:31:18

"Makasih udah mau ketemu sama Alpha ya Sa," ucap Ran, ibunda Sasa lega.

"Kuharap ini keputusan terbaik ya Bunda," ujar Sasa berusaha mematri senyumnya. Tekadnya sudah bulat untuk bertemu dengan sosok Alpha di upacara peringatan HUT Tentara Indonesia hari ini.

"Kenalan aja dulu, nggak harus langsung nikah kok. Alpha juga nggak akan minta buru-buru," kata Damar, ayahanda Sasa yang bersiap untuk memimpin upacara.

Sasa hanya mengangguk pada sang ayah. Setelah memutuskan untuk membuang perasaannya pada Badai, Sasa akhirnya memilih untuk menerima perjodohannya. Ia tak mau terlibat lebih dalam dengan Badai yang sudah memiliki pacar, tak mau lebih sakit lagi meski ciuman pertama yang Badai berikan padanya begitu membekas.

"Nggak akan ketemu dicari di sana, dia pasukan elite, pasti dapet tugas khusus, nggak akan ada di pasukan upacara," gumam Ran yang sangat paham saat mata Sasa mengitar sejak masuk ke barisan tamu undangan, menebak-nebak siapa Alpha dan bagaimana wajahnya.

"Bunda tau aja aku lagi nyari Alpha," desis Sasa tersenyum malu. Ia penasaran, tapi tak mau mengaku secara terang-terangan.

Sasa pikir, ini akan menjadi hiburan untuknya yang sedang berusaha melupakan Badai. Baginya, meski itu adalah ciuman pertama, Badai harus ia hapus dari hidupnya demi tidak menyakiti Arleta, sosok perempuan yang memiliki hati Badai saat ini. Sasa sudah bertekad, hari ini, Badai selesai di hatinya.

"Sa, penghormatan bendera," bisik Ran menyadarkan anak cantiknya agar berdiri dan memberikan penghormatan.

"Ah, iya Bunda," kata Sasa tergagap, buru-buru berdiri.

Upacara digelar khidmat dengan Damar bertindak sebagai inspektur upacaranya. Meski mengaku selalu bosan dengan acara-acara semacam ini, Sasa sudah berjanji pada ayah dan bundanya untuk tidak memprotes apapun.

"Ayah diminta kasih penghargaan ke prajurit terpilih, ketemu sama Alpha abis prosesi itu ya," ujar Ran.

"Santai aja Bunda, aku juga nggak buru-buru," ucap Sasa tanpa antusiasme yang berarti.

Ran senyum dikulum, sementara Sasa membuang pandangan. Di mulut ia bisa berkata tidak sedang terburu-buru, tapi harus ia akui bahwa ia cukup penasaran pada sosok Alpha. Bukankah jika sang ayah rela memasrahkan dirinya pada lelaki asing, bibit, bebet dan bobot Alpha memang sudah menjadi perhitungan matang?

"Lo ngelindur Sa," desis Sasa pada dirinya sendiri. "Saking kebayang-bayang bibirnya sampe lo liat orang yang mirip dia di sini," katanya gemas.

Terlihat di kejauhan sana, sosok lelaki yang sangat mirip dengan Badai tengah tersenyum membawa satu map besar. Lelaki ini berseragam PDU lengkap dan sangat gagah.

"Gimana?" Ran yang mendengar anak gadisnya menggumam sendirian, mendekat penasaran.

"Enggak Bunda," Sasa menggeleng cepat. Terjebak dalam bayang-bayang Badai akan membuatnya tak bisa berkutik dan Sasa tidak mau itu terjadi.

"Yok ke ruang Garuda, acara ramah-tamah digelar di sana," ajak Ran begitu tahu bahwa Sasa enggan untuk jujur padanya. Alih-alih memaksa, Ran membebaskan anak gadisnya bertumbuh dewasa dengan pemikirannya sendiri tanpa campur tangan darinya.

Mengiringi sang ibunda, Sasa tak bisa menutupi debar degup jantungnya yang semakin lama semakin kencang terasa. Kenapa? Bukankah ia tidak perlu gugup untuk bertemu dengan Alpha yang sebenarnya sama sekali tidak ia inginkan untuk menjadi suaminya?

"Sa!" sambut Damar senang, ia rentangkan sebelah tangannya ke arah Sasa. "Pak Anwar dan Bu Riana, orang tuanya Alpha," sebutnya.

Sasa mendekat, ia salami dua perwira militer yang sama-sama terlihat keren itu. Pantas saja ia dijodohkan dengan anak mereka, latar belakang keluarga Alpha tidak diragukan lagi kualitasnya.

"Di mana ini jagoannya?" tanya Damar mengitarkan pandangan.

"Siap, saya Ndan!" sebut sebuah suara dari kerumunan orang-orang berseragam yang saling mengobrol.

Sasa ikut menoleh ke arah sumber suara. Degh. Seorang lelaki berperawakan tinggi yang sangat familiar dengan seragam Pakaian Dinas Upacaranya, mendekat. Topi pet terselip di jemari kanannya, senyum lelaki ini terkembang. Sebaliknya, semakin Alpha mendekat, mata Sasa semakin membulat. Semua oksigen bak berkumpul di depan matanya hingga itu justru membuatnya gelagapan dan sesak, 'Badai, kan?'

"Sasa, pasti udah pernah ketemu Alpha ya di kampus?" tebak Damar bersandiwara.

Tak ada tanggapan. Sasa masih menatap lekat ke arah Badai yang tampil dalam balutan seragam lengkap dengan tanda pangkat di pundaknya itu. Bibir Sasa bergetar hebat saking tak adanya kata yang bisa keluar dari mulutnya. Jadi, tadi yang ia lihat itu adalah benar-benar Badai?

"Kenalan dulu Sa," kata Ran gemas karena sang anak gadis hanya membeku di tempatnya berdiri.

"Mohon ijin Komandan," kata Badai membungkukkan badan hormat pada Damar dan juga kedua orang tuanya. "Mbak Sasa," ujarnya menoleh Sasa kemudian.

Mata Sasa mengembun, tapi ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis.

"Badai," desah Sasa terbata. Setitik air matanya membasahi pipi, tak kuasa lagi ia tahan agar mutiara itu tidak tumpah.

"Cherry Blossom," balas Badai semakin melebarkan senyumnya.

"Indonesian Special Force?" desis Sasa bingung.

"Intelligence and Kontra Terorism," sahut Badai menegaskan identitas aslinya.

"You must be kidding me!!" sengal Sasa sebelum akhirnya ia terhuyung hampir jatuh.

Sigap, Badai memeluk tubuh mungil Sasa, sang sakura kehilangan kesadarannya.

###

Bab terkait

  • Jodoh Malaikat Pelindung   4. Identitas Asli

    Setia menunggui Sasa yang masih angkuh dalam ketidaksadarannya, Badai tak banyak bicara. Ia tahu betul bahwa sepulang dari Kuliah Kerja Lapangan mereka di Bali, Sasa pasti menderita kelelahan. Pun dengan ditambah beban pikiran atas hubungan mereka yang sudah pasti berat di pihak Sasa. "Eung," terdengar Sasa mengerang kecil, ia berusaha untuk membuka mata perlahan dengan tangan yang reflek memegangi kepalanya. Semua orang di dalam ruangan kesehatan segera mendekat ke ranjang begitu tahu Sasa sudah mulai sadar. Giliran Badai yang salah tingkah dan kikuk, ia menepi, membiarkan Ran dan Riana lebih dulu mengecek kondisi kesehatan Sasa. "Sa, gimana, pusing?" tanya Ran perhatian. "Apa yang dirasain?" lanjutnya. Sasa menggeleng lemah, sambil sesekali mengerang, ia berusaha bangun. Lalu, matanya menangkap sosok Badai di sudut ruangan. Lelaki ini berdiri kaku tanpa suara, menatapnya lekat. "Aku nggak pa-pa Bunda, lima menit lagi kita pulang aja ke rumah, aku pengin istirahat," ucap S

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-02
  • Jodoh Malaikat Pelindung   5. Rasa Kecewa

    Di pihak Sasa, setelah Badai melepas pelukannya, ia lirik Badai dari kaki hingga kepala. Lelaki ini sempurna seperti yang selalu dilihatnya. Kini, jauh lebih sempurna dan memesona dengan seragam Pakaian Dinas Upacara membalut atletis tubuhnya. "Letnan Satu," gumam Sasa masih tidak percaya. 'Mafia? Geng motor? Preman? Lo gila udah sempat mikir tangan kasarnya gara-gara dia jadi tukang nyangkul, Sa!' "Siap!" sahut Badai sigap. "Kenapa?" tanya Sasa singkat. 'Kenapa jadi tambah ganteng banget ni orang.' "Ya? Ijin," Badai menatap Sasa bingung. "Ah, kamu ada dalam misi saya," ucapnya. "Bukan, bukan itu yang aku maksud. Kenapa kamu mau dijodohin sama aku? Apa karena itu perintah dari Ayah?" Ada jeda panjang setelah Sasa melempar pertanyaan jebakan itu. Badai tak buru-buru menjawab, salah langkah, ia bisa kehilangan respect Sasa terhadapnya. "Kamu punya Arleta, calon istri yang kamu banggain," ucap Sasa lagi, tak sabar menunggu tanggapan dari Badai. "Ijin, biar kamu tau aja, cal

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-02
  • Jodoh Malaikat Pelindung   6. Sedingin Tatapan

    Praktis, setelah pertemuan mengejutkan dua hari sebelumnya dengan Badai yang berseragam sangat tampan, Sasa mendiamkan Damar dan Ran. Tidak ada satupun orang di dalam rumah yang diajaknya bicara. Ia marah sekali, tapi tak tega jika harus mengomeli sang Ayah di situasi yang tidak menguntungkan seperti ini. "Kamu udah sehat Sa? Nggak mau istirahat barang sehari atau dua hari lagi?" tanya Ran saat melihat anak gadisnya keluar kamar sudah dengan setelan siap berangkat kuliahnya. "Iya," jawab Sasa singkat. "Masih ngambek sama Ayah?" tanya Damar yang juga sedang menikmati sarapannya. "Masih," sahut Sasa lagi, cuek sekali. "Alpha itu pasukan khusus Sa, unit intelejen yang sistem kerjanya adalah klandestin, Sasa tau itu kan?" tanya Damar. "Bunda," Sasa justru berpaling pada Ran. "Aku nggak sarapan," pamitnya melengos. "Sakura Kadita Rumi!!" seru Damar keras-keras. Mau tidak mau, Sasa menghentikan langkahnya. Tak menoleh, ia mematung, menunggu kalimat Damar selanjutnya. "Alph

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-02
  • Jodoh Malaikat Pelindung   7. Menata Hati

    "Nggak bakalan ilang juga kalau lo tinggal ngedip, Dai," kata Choki, teman satu kelas Badai dan Sasa yang menjadi akrab dengan Badai karena satu kamar saat menginap di Bali. "Sialan," sungut Badai bak terpergok tengah mengagumi keindahan tubuh Sasa. "Saingan lo ketua HIMA, Men," ucap Choki. "Kalau cuma Diaz gue nggak peduli," gumam Badai songong. "Nggak penting juga mikirin mereka." "Lo bilang nggak penting tapi mata lo sampe mau copot ngeliatin dia mulu." "Sok tau," sahut Badai tersenyum miring. "Gue ngeliatin presentasinya Pak Solihin," ujarnya mencari alasan. "Ya, ya, ya, serah lo deh," ujar Choki tak mau terlalu peduli juga dengan masalah pribadi Badai. Kebekuan panjang yang tercipta antara Badai dan Sasa sejauh ini sebenarnya menyiksa mereka masing-masing. Badai tidak memiliki keberanian untuk datang ke rumah Sasa karena Damar memang mencegahnya. Sementara Sasa baru hari ini berangkat ke kampus dan mereka bertemu mata, tapi tak saling bicara. "Langsung pulang Sa? Ki

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-02
  • Jodoh Malaikat Pelindung   8. Kedatangan Tiba-Tiba

    "Aku belom coba masuk ke Unit Kegiatan Mahasiswa, ada yang udah masuk dari masing-masing fakultas?" Badai menatap satu per satu anggota tim elite-nya, sebagai seorang leader Indonesian Special Force, ia memang rutin mengadakan pertemuan khusus dengan keempat anggotanya."Aku udah bisa masuk ke Himpunan Mahasiswa Bang," ucap Fadil, prajurit dari korps Angkatan Laut berpangkat Letda yang ditugaskan untuk posisi intelejen Fakultas Seni dan Budaya, sandi nama Hades."Yang lain?" gumam Badai menyisir satu per satu wajah rekan satu timnya. "Fakultas Ekonomi rada susah, tapi aku nunggu ada penjaringan untuk Himpunan Mahasiswa. Harapannya, aku bisa masuk Dewan Pertimbangan atau BEM Fakultas, tapi seleksinya masih lama dan kita perlu gerak cepet," sahut Lion, si tampan ceria dari korps Angkatan Darat, berpangkat sama dengan Badai, sandi nama King. "Kamu, ada perkembangan apa Romeo?" tanya Badai beralih pada Anung, si pendiam yang terampil dari korps Angkatan Udara berpangkat Letda, dengan sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • Jodoh Malaikat Pelindung   9. Tidak Terima

    "Aku nggak peduli sama misi apa yang kamu emban sampe harus menyusup sebagai mahasiswa di kelasku dan aku nggak mau tau itu," tembak Sasa tanpa memberi Badai kesempatan bertanya, ia baru berbicara setelah Lion dan yang lainnya pergi. "Kuanggap aku nggak pernah tau identitas aslimu dan jangan pernah ngajak aku interaksi lagi!" tegasnya. "Kamu boleh marah dan membenciku, Sa, tapi kumohon, untuk satu hal ini, turutin permintaanku. Ini soal Diaz," desah Badai lirih. "Kenapa Mas Diaz?" tantang Sasa sinis. "Aku udah minta Ayah buat batalin perjodohan. Nggak ada alasan kamu buat ngelarang aku deket sama siapapun!" "Menurutku, dia bukan orang baik-baik, Sa.""Terus apa kamu orang baik-baik?" sambar Sasa tak disangka. "Dari tampang dan penampilan, bukannya justru kamu yang keliatan bukan orang baik-baik? Apa karena kamu seorang leader tim khusus jadi kamu ngerasa Diaz nggak baik?" tegasnya. Badai tertawa sengak, "Yang menurutmu berbahaya berarti malah aku?" tanyanya. "Iya bukan? Seenaknya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • Jodoh Malaikat Pelindung   10. Memastikan Perasaan

    "Gimana kerjaan Dai? Lancar? Kita jarang saling kirim kabar lewat WA juga ya, abis gimana, aku selesai kerja juga udah sore banget, kamu kalau lagi dinas jarang pegang hape," desis Arleta tersenyum simpul.Badai benar-benar menbuat janji temu dengan Arleta, perempuan yang sudah ia pacari selama hampir 2 tahun lamanya ini. Selain ingin memastikan arah hubungan mereka yang mengambang, Badai perlu melihat reaksi Arleta perihal perjodohannya. Sejak awal, keluarga Arleta yang sekadar tahu Badai adalah seorang prajurit berpangkat kecil dan bergaji tak seberapa memang terkesan tak merestui hubungan keduanya. Selama itu pula Badai berjuang memantaskan diri, merahasiakan pangkat dan posisi aslinya demi kepentingan rahasia negara."Ya gimana? Kamu mau resign aja dan jadi istriku biar gampang ngasih kabar? Malah nggak perlu sering-sering ngasih kabar kalau kita udah serumah," pancing Badai setengah melamar."Akunya sih mau, tapi apa kata Papa sama Mamaku kalau aku nggak kerja. Tau sendiri kan ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-05
  • Jodoh Malaikat Pelindung   11. Cemburu Keliru

    Badai mengangguk pelan, tak lagi memiliki hal lain untuk disampaikan. Diam-diam, pikirannya justru melayang jauh, senyum Sasa melintas tanpa sengaja dan ia segera menggoyangkan kepalanya untuk menepis itu semua. Tidakkah kini ia tengah bermain hati? Bagaimana ia bisa membayangkan wajah perempuan lain saat ia sedang bersama kekasih hatinya?"Aku anter nggak?" tawar Badai setelah ia dan Arleta sama-sama menyelesaikan makan malamnya."Gimana nganternya coba? Kan aku bawa mobil," ucap Arleta heran. "Ya motor kutinggal dulu di sini, nanti aku balik ke sini lagi pake ojek," ujar Badai terdengar ribet."Nggak usah ah, ribet deh kamu harus bolak-balik ke sini. Nanti kabarin aja kalau kamu udah sampe kantor, dinas malam kan kata kamu?" Badai mengangguk, "Iya," jawabnya. "Kamu hati-hati ya," pesannya mengiringi langkah Arleta hingga perempuannya itu masuk ke dalam mobil.Sepeninggal Arleta, Badai masuk kembali ke dalam restoran. Ia habiskan lagi minumannya yang baru berkurang setengah sambil

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-05

Bab terbaru

  • Jodoh Malaikat Pelindung   119. End Game

    Interaksi mesra keduanya, juga candaan Badai yang kini seringkali menghangatkan suasana membuat Sasa tak hanya menikmati bulan madu mereka, tapi juga menyembuhkan semua rasa sakit yang bertubi diterimanya. Badai membuat Sasa tidak pernah menyesali satupun keputusan yang diambil setelah mereka saling mengenal dan berbagi rasa, termasuk kekecewaan saat tahu bahwa Badai pernah dinikmati perempuan lain. Kini, Sasa sudah berlapang dada menerimanya. Ia juga tak mau ambil pusing dengan apapun yang Arleta perbuat untuk meretakkan hubungannya dengan Badai. Semakin lama, ia akan kebal dengan sendirinya."Cari makan di pinggiran danau aja ya Yang?" tawar Badai setelah ia dan Sasa siap untuk menikmati sore hari Luzern yang menawan."Emang ada yang buang Mas?" tanya Sasa polos sekali."Yang buang?" alis Badai bertaut."Lha katanya mau nyari," gumam Sasa."Apa sih Nduk," Badai terbahak. "Maksudku beli, bukan nyari dalam arti yang sebenernya," terangnya."Iya, aku juga cuma bercanda, bukan karena ak

  • Jodoh Malaikat Pelindung   118. Yang Terpilih (21+)

    Adalah Luzern, kota kecil dengan pemandangan indah nan romantis di malam hari ini yang akhirnya ditetapkan Sasa dan Badai untuk menghabiskan sisa waktu 8 hari mereka setelah dua hari tinggal di Frankfurt, Jerman. Badai tahu, Luzern adalah kota sempurna bagi ia dan Sasa untuk menumbuhkan cinta, merajut kembali asa pernikahan mereka yang sempat koyak karena perpisahan dan rasa sakit yang sempat melanda. Suasana kota yang tenang, aroma angin yang manis, juga pemandangan alamnya yang menakjubkan langsung membuat Sasa jatuh cinta. "Kota ini adalah pilihan yang tepat banget buat bulan madu," bisik Sasa sambil sesekali menggigiti telinga suaminya sensual. Badai tersenyum simpul, tangannya sudah menangkup kedua dada Sasa yang tanpa balutan. Musim dingin baru saja berlalu, cuaca menghangat, matahari bersinar cerah. Baru siang tadi mereka tiba di hotel dan berniat untuk berjalan-jalan sore harinya. Alih-alih beristirahat, sang pengendali naga tak tahan untuk melakukan aksinya."Aku goyang Mas

  • Jodoh Malaikat Pelindung   116. Memulai Bulan Madu

    "Bentar," Badai menepuk pundak istrinya sebentar dan berjalan mendekati seorang petugas avsec di dekat pintu keberangkatan bandara.Melihat keanehan suaminya dan bagaimana Badai dan dirinya dikawal oleh petugas itu menuju check in counter tentu saja membuat Sasa bingung. Namun, ia tidak banyak bertanya, ia ikuti saja langkah Badai yang melepas genggaman tangannya untuk mengurus dokumen keberangkatan bulan madunya."Kenapa sih Mas? Ada masalah sama dokumen kita?" tanya Sasa sambil melempar senyum dan melambaikan tangan pada beberapa orang wartawan."Enggak, aman aja," jawab Badai."Terus tadi ngapain?" gumam Sasa penasaran."Badai kudu dipisahin sama pacarnya kan kalau lagi naek pesawat?""Hem?" dahi Sasa berkerut, bingung dengan maksud sang suami. "Aku? Kita nggak bisa duduk deketan di pesawat?" tanyanya sedikit panik."Nggak gitu," Badai menahan tawa. Dibawanya Sasa duduk setelah tiba di executive lounge. "Ini kan penerbangan sipil, handgun-ku musti didaftarin dulu dan dititipin, ala

  • Jodoh Malaikat Pelindung   115. Hari Bahagia Untuk Sasa

    Arleta tercekat, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa selain lanjut berjalan dan turun dari pelaminan. Hatinya tak menyangka, Badai akan sekejam itu padanya dan keluarga."Siapa Ibuk?" tanya Sasa heran."Mamanya," desis Badai. "Aku biasa manggil Ibuk ke beliau," tambahnya.Sasa mengulum bibir merah meronanya, hatinya tergerak, "Mungkin kita nggak boleh terlalu kejam Mas. Sekedar jenguk pun aku nggak akan keberatan," ujarnya."Aku udah nitip salam, itu udah cukup Nduk," kata Badai mantap. "Aku harus jaga perasaan banyak orang, sedangkan dia justru berusaha menyakiti dirinya sendiri dan mamanya dengan memelihara harapan. Aku sekarang adalah suami orang. Banyak pelajaran yang kuambil setelah kita sama-sama dipisahkan. Jadi, biarin kujaga kamu dan keluargaku sebaik mungkin!" ikrarnya.Sasa tak lagi membantah. Jika ini memang keputusan yang sudah menjadi keyakinan sang suami, ia tinggal mengikuti. Sebenarnya Sasa juga bahagia karena Badai menjadikannya prioritas utama dengan tak lagi memedulik

  • Jodoh Malaikat Pelindung   114. Resepsi Impian

    Akhirnya, apa yang Sasa impi-impikan sebagai pernikahan khayalan masa kecil putri cantik Damar, terlaksana. Berbalut kebaya modern nan elegan, Sasa menuntaskan langkahnya di samping Badai dalam prosesi pedang pora nan sakral. Sebagai tanda jasa karena pengorbanan luar biasa Badai dalam menyelesaikan perlawanan Organisasi Kriminal Bersenjata bersama tim, ia dianugerahi kenaikan pangkat. Kini, Sasa adalah istri seorang Kapten Akai Badai Bagaspati. "Kamu sengaja ngebiarin banyak wartawan yang ngeliput acara kita?" gumam Badai berbisik pada sang istri saat keduanya menyelesaikan prosesi pedang pora dan duduk di pelaminan. Sasa mengangguk, "Iya, biar aku nggak diserang sama rumor jahat lagi. Jadi, nanti kalau aku hamil, aku bisa menikmati kehamilanku dengan bahagia dan tanpa beban. Jujur, aku ngerasa bersalah banget karena selama kehamilanku dulu, aku nggak jaga Gala dengan baik Mas," ungkapnya. "Bukan salah kamu Nduk, semua udah jadi kehendak Allah, gitu kan kata kamu?" "Iya Mas, tapi

  • Jodoh Malaikat Pelindung   113. Pasangan Serasi

    Melajukan mobil kesayangan Badai itu meninggalkan halaman rumah, Sasa menemukan jalanan sudah mulai lengang oleh orang-orang yang berangkat menuju tempat kerja. Meski ramai lancar, Badai tetap saja khawatir dan merasa was-was saat sopirnya adalah Sasa, si labil manja nan imut itu."Apa aku perlu nemuin Arleta ya Mas?" tanya Sasa memecah keheningan, setidaknya ia membuat Badai lupa pada ketegangannya."Buat apa?" gumam Badai bingung."Kita nikah udah lama, udah banyak yang terlalui berdua kan ya? Kok dia kayak masih nggak rela ngelepasin Mas Badai gitu.""Terus kamu mau ngomong apa kalau udah ketemu sama dia?" tantang Badai.Sasa mengedikkan bahunya, "Ngobrol sebagai selayaknya perempuan yang udah pernah menikmati Mas Badai," katanya santai sekali."Nduk!" Badai mendesis."Emang bener gitu kan? Setelah dulu nggak berhasil nyerang kepercayaanku ke Mas Badai, sekarang dia nyoba nyerang aku secara mental lewat media sosial," desis Sasa terdengar kesal tapi tak tahu harus bagaimana melampi

  • Jodoh Malaikat Pelindung   112. Go Public

    Sasa cembetut, matanya tak lepas dari layar ponsel di tangannya. Saat Badai keluar dari kamar mandi seusai mandi pagi, ekspresi yang sama masih ia temui."Something's wrong, Love?" tegur Badai yang langsung menyadari bahwa ada yang aneh di layar ponsel istrinya."Mantan Mas Badai nyebelin deh," sungut Sasa jujur."Kenapa lagi dia?" tanya Badai langsung nyambung."Dia komentar di postingan foto yang aku pasang di Instagram. @arletanyumnyum kan nama akunnya? Childish banget gitu," gerutu Sasa jengah."Kamu emang posting foto apa?""Posting foto Mas Badai. Cuma nggak ngeliatin muka aja sih. Pas kemaren dari rumah sakit itu, aku kan foto punggungnya Mas, lha aku posting pake caption so called him BOJO pake huruf gede semua tulisan bojonya. Lha kok dia tiba-tiba masuk komentar ngatain aku!" lapor Sasa bersungut-sungut."Ngatain apa sih?" tanya Badai sabar."Aku dibilang pelakor! Kan aku kesel, ya emang sih aku pelakor," Sasa tertawa penuh kemenangan, "tapi dia kan war-nya cuma sepihak, aku

  • Jodoh Malaikat Pelindung   111. I Always Love You (21+)

    Badai menggeleng lemah, "Mereka yang ngarahin senjatanya ke tim langsung kulumpuhin, kubidik tangan dan kakinya. Langsung diamanin sama Raider 2, diobatin, biar tetep selamat. Umur mereka masih muda, ideologi yang tercetak di kepalanya masih bisa diperbaiki. Tapi kalau yang sekiranya bawa bom atau basoka, terpaksa dilumpuhkan selamanya," jawabnya dengan suara bergetar, tersirat penyesalan di sana."Aku paham," kedua tangan Sasa menangkup rahang Badai. "Bukan salah Mas Badai, jangan jadi beban pikiran ya Mas," hiburnya lembut.Senyum Badai terkembang, ia peluk seketika tubuh mungil sang istri dengan sebelah tangannya yang tidak terluka. Ia tenggelamkan wajahnya di ceruk leher Sasa, mencari kenyamanan dan kehangatan di sana."Aku pengin banget melepas rindu, tapi tangan Mas Badai kayaknya lagi nggak bisa diajak enak-enak," bisik Sasa nakal."Hem?" Badai menegakkan kepalanya, melirik wajah cantik istrinya sebentar, "siapa bilang nggak bisa enak-enak? Yang sakit kan tangannya, bukan nagan

  • Jodoh Malaikat Pelindung   110. Mendengarmu Bercerita

    "Ehem,"Badai berdehem seraya memejamkan matanya untuk menahan sakit. Setelah Badai pulang dan mendapat banyak hari cuti, Sasa memutuskan untuk kembali ke rumah pribadi mereka dan tidak lagi menginap di rumah sang ayah. Lagipula, dengan tinggal di rumah sendiri, Badai dan Sasa akan lebih bebas melepas rindu."Ada ya orang jago nembak kepala sama dada tapi diobatin lukanya meringis-meringis kesakitan gini," desis Sasa manyun."Gimanapun aku tetep manusia Nduk. Aku punya sisi manjaku sendiri dan itu cuma kutunjukin ke istriku. Lagian, boleh kan manja sama istri yang udah nggak kutemui berbulan-bulan lamanya?" gumam Badai sambil meniup-niup luka robek lebar di lengannya itu."Untung nggak kena tulang ini tu, kalau sampe kena tulang kan bisa berpengaruh ke kemampuan menembak Mas kan?""Iya," Badai membenarkan. "Udah kepalang basah. Aku kudu milih ngorbanin timku atau pasang badan, kupilih pasang badan biar timku bisa keluar dari barak dulu baru aku yang paling terakhir," ceritanya."Mas l

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status