Arsha menatap kota Hanoi di bawahnya saat pesawat yang ia tumpangi tinggal landas untuk mengudara membawanya pulang kembali ke Indonesia. Meninggalkan seseorang yang kita cintai tapi sedang membenci kita itu rasanya sangat berat. Dada Arsha terasa sesak menahan agar matanya tidak mencurahkan apa y
“Mau Mas Aarav ... atau kamu yang ngabarin Kak Aarash tentang masalah ini? karena kalau Kak Aarash tau otomatis Rachel akan tau juga seluruh Gunadhya.” Aarav tidak bisa menyembunyikan adiknya terus, masalah ini harus segera diselesaikan dan salah satu caranya adalah meminta bantuan keluarga. Arsh
“Caca? Kapan dateng? Kenapa enggak bilang mau pulang?” Arsha menyeret langkahnya menuju meja di mana ketiga wanita berumur itu sedang duduk dengan sebuah senyum hangat menyambutnya. Dimana Rachel? Seharusnya ia menghubungi Rachel dulu sebelum ke sini. Arsha menyalami dan mengecup punggung tangan
“Papa tau apa artinya kalau selama dua minggu Abang Kama enggak pulang dan enggak menyelesaikan masalah dengan Caca?” Nenek Rena bertanya kepada sang suami yang duduk anteng di sampingnya. Kini keduanya dalam perjalanan menuju Vietnam, kebetulan mereka langsung mendapat jadwal penerbangan saat itu
Sang kepala asisten rumah tangga membuka pintu untuk siapapun yang berada di belakangnya. “Tuan dan Nyonya Gunadhya!” Wanita paruh baya itu berseru terkejut. Sama terkejutnya dengan Rena juga Andra yang mendapati kedua orang tua Arsha berada di sana. Akbi mengangguk sedikit disertai senyum tipis
Seluruh keluarga inti Kama maupun Arsha sudah mengetahui berita mengenai keretakan rumah tangga mereka. Kecuali Opa Beni, semua merahasiakan dari beliau karena khawatir penyakit jantungnya akan kambuh. Hanya tinggal menunggu waktu yang di minta Daddy untuk mendengar keputusan Kama. Selama semingg
Kama termenung mendengar rentetan informasi yang ia terima dari Vina. Harapan sang istri terkabul, Arsha sukses dalam pamerannya di London. Tidak tanggung-tanggung seorang Ratu dari kerajaan Inggris yang membeli lukisannya. Kama menatap pena yang ia mainkan di atas meja, lalu tersenyum ironi. Ten
Kama mengembuskan napas berat, menunduk menatap lantai kamar mandi dengan kedua tangan menopang pada meja wastafel berbahan marmer. Ia telah memutuskan untuk melepaskan Arsha dengan banyak pertimbangan dan menurutnya keputusan ini adalah benar. Arsha tidak pernah membutuhkannya, wanita itu bisa su
“Kok malah dipelototin?” Pertanyaan Kejora itu membuat Zhafira berhenti berpikir. “Heu?” Zhafira menoleh. “Pake ini.” Zara memberikan sarung tangan plastik kepada Zhafira. “Pake ini makannya?” Dengan polosnya Zhafira bertanya. “Iya sayang, kamu pesen Fufu ... makanan khas Afrika, jadi makan kuah
“Kok kita baru bisa liburan bareng sekarang ya?” celetuk Arsha sambil memilih pakaian yang terpajang di butik di mana mereka berada saat ini. “Kak Caca ‘kan sibuk produksi anak terus.” Kejora yang menyahut terlebih dahulu. “Kak Zara sibuk jadi dokter.” Kejora menambahkan. “Zhafira sibuk kerja,” t
“Ca ... itu perut kamu kemana-mana!” tegur Kama, melirik perut istrinya. “Emang kenapa? Perut Caca enak diliat, kan? Walau udah punya anak empat tapi rata ... kenceng.” Sang istri berkilah, keras kepala. Kama mengembuskan napas, tidak baik berdebat di depan anak-anak mereka yang saat ini sedang d
“Mau kemana?” Kama yang duduk di kursi meja makan bertanya sambil memindai istrinya dari atas ke bawah. Sport-braa dipadankan legging panjang dengan motif senada kemudian hanya memakai cardigan hoodie tanpa sleting atau kancing di bagian depannya. “Perut kamu enggak akan masuk angin itu, sayang?”
“Biasanya kalau gue curhat sama cewek, pasti berakhir di atas ranjang ... dan gue paling pantang bawa cewek dari Nightclub ke atas ranjang gue ... enggak bersih.” Satu detik setelah Arkana berkata demikian, ia mendapat siraman minuman dari Lovely yang kemudian pergi meninggalkan meja para pria tampa
Kelima pria tampan melangkah beriringan memasuki sebuah Nightclub. Wajah rupawan, tubuh atletis dengan tinggi menjulang dan outfit dari brand terkenal dunia menjadikan mereka incaran para gadis. “Lo pada pernah nyesel enggak sih, kerena memutuskan menikah?” celetuk Arkana bertanya. Kini mereka su
“Bang ... keringetan ih, bau ... Caca udah mandi ... turunin.” Arsha meronta berharap Kama menurunkannya. “Kan bisa mandi lagi,” balas Kama santai. Jika Arsha tidak salah liat, pria itu sedang menyeringai pertanda tidak baik untuk kesehatan jantungnya. “Bang turunin dulu ... Caca mau kasih Asi bua
Setelah drama baby blues beberapa bulan lalu, kini Arsha bisa menikmati perannya sebagai Ibu dengan bantuan baby sitter. Tidak ada tangis maupun uring-uringan berganti dengan kebahagiaan yang membanjirinya setiap hari. Arsha memang harus dibimbing dan Kama adalah orang yang tepat untuk itu. Mungk
Mungkin saat ini pun Arsha menangis karena itu, perlahan Kama mendorong benda bercat putih dan menemukan istrinya sedang duduk di lantai memeluk kedua lutut dan menenggelamkan wajahnya di sana. Dari jauh Kama sudah bisa melihat jika ketiga anaknya sedang terlelap di box bayi masing-masing. “Sayang