Arsha mendapat kabar jika Kakek dan Nenek sang suami beserta kedua mertuanya akan datang ke Vietnam. Tentu saja Arsha bahagia karena mereka jarang bertukar kabar melalui sambungan telepon tidak seperti dengan keluarganya sendiri, bahkan dengan Opa Beni saja—Arsha sering menanyakan kabar melalui pes
“Trus apa kata Abang?” sang Nenek yang bertanya. “Kata Abang, Abang mau tidur di hotel aja ... bawa cewek mungkin,” jawab Arsha melebihkan meski nyatanya Kama meminta pengertiannya “Wah, Kakek pecat jadi cucu!” sang Kakek mengultimatum. “Siapa yang dipecat jadi cucu?” suara bariton Kama menggeleg
Sengaja Arsha memberikan tatapan tajam ke arah sang suami yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan hanya melilitkan handuk pada pinggangnya. “Mesti ya mandi malem-malem, sok pamer otot segala ... gue ‘kan jadi pengen,” Arsha membatin namun raut wajahnya ia buat segarang mungkin. Selama member
Arsha mengerjap membuka matanya yang terasa sedikit bengkak setelah tadi malam menangis. Tidak lama memang Arsha memeras air matanya karena Kama berkali-kali mengingatkan jika ia menangis terlalu lama bisa mengakibatkan mata bengkak dan besok pagi kedua orang tua juga Kakek dan Nenek akan bertanya-
“Kakek dan Nenek mau mengunjungi beberapa sahabat dulu, nanti kita ketemu di pesta ya Bang ... jangan lupa undangannya di awa,” ujar sang Kakek berbalas anggukan dari Kama. “Ya ... nanti Caca sama siapa kalau Nenek pergi duluan?” celetuk Arsha membuat para orang tua tergelak. “Ya sama Abang lah, C
Kama harus berterimakasih kepada sang Bunda yang telah memilihkan gaun terbaik untuk Arsha. Longdress bodycon lengan panjang, dengan bagian tertutup namun tetap tidak meninggalkan kesan seksi karena bagian pundaknya terbuka sama halnya dengan bagian pinggang sehingga Kama bisa menyentuh secara lang
“Kebetulan sekali,” kata Pak Andi. “Dunia ini sempit ya,” istri Pak Andi menimpali. Benak Vina berkelana setelah mendengar nama panjang Arsha, Marthadidjaya tersemat di belakangnya. Marthadidjaya terkenal di kalangan pebisnis dan sudah menjadi hal lumrah jika para pengusaha menjodohkan anak-anak
Arsha menatap kosong dada Evan yang sedang berdansa dengannya, melupakan keberadaan Kakek dan Nenek Kama yang mungkin saja akan berprasangka buruk jika melihat dirinya berdansa bersama pria lain. Menantu Gunadhya yang satu itu masih belum bisa mengendalikan emosi meski umurnya sudah menginjak dua p
“Kok malah dipelototin?” Pertanyaan Kejora itu membuat Zhafira berhenti berpikir. “Heu?” Zhafira menoleh. “Pake ini.” Zara memberikan sarung tangan plastik kepada Zhafira. “Pake ini makannya?” Dengan polosnya Zhafira bertanya. “Iya sayang, kamu pesen Fufu ... makanan khas Afrika, jadi makan kuah
“Kok kita baru bisa liburan bareng sekarang ya?” celetuk Arsha sambil memilih pakaian yang terpajang di butik di mana mereka berada saat ini. “Kak Caca ‘kan sibuk produksi anak terus.” Kejora yang menyahut terlebih dahulu. “Kak Zara sibuk jadi dokter.” Kejora menambahkan. “Zhafira sibuk kerja,” t
“Ca ... itu perut kamu kemana-mana!” tegur Kama, melirik perut istrinya. “Emang kenapa? Perut Caca enak diliat, kan? Walau udah punya anak empat tapi rata ... kenceng.” Sang istri berkilah, keras kepala. Kama mengembuskan napas, tidak baik berdebat di depan anak-anak mereka yang saat ini sedang d
“Mau kemana?” Kama yang duduk di kursi meja makan bertanya sambil memindai istrinya dari atas ke bawah. Sport-braa dipadankan legging panjang dengan motif senada kemudian hanya memakai cardigan hoodie tanpa sleting atau kancing di bagian depannya. “Perut kamu enggak akan masuk angin itu, sayang?”
“Biasanya kalau gue curhat sama cewek, pasti berakhir di atas ranjang ... dan gue paling pantang bawa cewek dari Nightclub ke atas ranjang gue ... enggak bersih.” Satu detik setelah Arkana berkata demikian, ia mendapat siraman minuman dari Lovely yang kemudian pergi meninggalkan meja para pria tampa
Kelima pria tampan melangkah beriringan memasuki sebuah Nightclub. Wajah rupawan, tubuh atletis dengan tinggi menjulang dan outfit dari brand terkenal dunia menjadikan mereka incaran para gadis. “Lo pada pernah nyesel enggak sih, kerena memutuskan menikah?” celetuk Arkana bertanya. Kini mereka su
“Bang ... keringetan ih, bau ... Caca udah mandi ... turunin.” Arsha meronta berharap Kama menurunkannya. “Kan bisa mandi lagi,” balas Kama santai. Jika Arsha tidak salah liat, pria itu sedang menyeringai pertanda tidak baik untuk kesehatan jantungnya. “Bang turunin dulu ... Caca mau kasih Asi bua
Setelah drama baby blues beberapa bulan lalu, kini Arsha bisa menikmati perannya sebagai Ibu dengan bantuan baby sitter. Tidak ada tangis maupun uring-uringan berganti dengan kebahagiaan yang membanjirinya setiap hari. Arsha memang harus dibimbing dan Kama adalah orang yang tepat untuk itu. Mungk
Mungkin saat ini pun Arsha menangis karena itu, perlahan Kama mendorong benda bercat putih dan menemukan istrinya sedang duduk di lantai memeluk kedua lutut dan menenggelamkan wajahnya di sana. Dari jauh Kama sudah bisa melihat jika ketiga anaknya sedang terlelap di box bayi masing-masing. “Sayang