“Oke ... thanks ya Bian ... jangan bilang Abang Kama kalau Caca telepon lo, ya!” Arsha memutuskan sambungan teleponnya setelah Fabian memberitau nama dan nomor kamar rawat adik dari Nufaira. Ketika memasuki loby, Caca memindai rumah sakit terbesar di kota itu untuk mencari lift, banyak perawat be
Rachel menyimpan ponsel suaminya kembali ke atas nakas sebelum Aarash keluar dari kamar mandi. Suara gemericik air masih terdengar tapi jantung Rachel terasa mau copot dengan tangan bergetar membaca setiap kalimat yang wanita lain kirim kepada suaminya. Suaminya membalas dengan kalimat biasa yang
“Tapi aku merasa bersalah, Rash!” Nabila maju satu langkah mengikis jarak. “Kamu merasa bersalah atau kamu enggak rela karena aku menikah dengan wanita lain?” Nabila menggelengkan kepala. “Jujur, aku merindukanmu ... aku kembali ke Indonesia untuk kamu,” Nabila melirih, menundukan kepalanya berha
Pintu lift tertutup kembali menyisakan Aarash dan Rachel di dalam sana dengan suatu masalah rumah tangga. Rachel menunduk, memejamkan mata sekilas, napasnya tersendat. Jantung Rachel dengan kuat menggedor-gedor rongga dadanya membuat sesak. Tidak perlu ditanya lagi bukan, apa yang Aarash dan Nabi
Kama meletakan paperbag berisi kotak nasi di atas meja tepat di hadapan Arsha yang sedang asyik menonton film di saluran tv berbayar. Semenjak beberapa hari lalu Arsha datang ke kantor Kama membawa makan siang dan berujung dengan pertengkaran rumah tangga sesaat karena Arsha salah paham melihat Kam
“Abang enggak pantes ngomong gitu,” kata Arsha di sela gelak tawanya. *** “Ca ... gue boleh liburan ke sana, enggak?” Pertanyaan itu tercetus setelah panjang lebar Rachel melakukan salam pembuka di awal sambungan teleponnya bersama Arsha. “Lo berantem sama Kak Aarash, ya?” tebak Arsha tepat sa
“Lo mulai ngelukis lagi, Ca?” tanya Rachel sambil mengagumi salah satu karya Arsha yang disembunyikan di dalam walk in closet. Baru beberapa jam lalu Rachel tiba di Vietnam, dijemput langsung oleh Arsha bersama seorang driver. Kama tidak mengijinkan Arsha mengendarai mobil sendiri setelah kecelaka
Aarash : Ca, udah ketemu Rachel? Kamu berdiri di tempat yang mudah dilihat Rachel biar dia enggak nyari-nyari. Aarash : Ca, jangan lupa ajak Rachel makan siang. Aarash : Ca, bantuin Kakak. Bilang sama Rachel kalau Kakak nyesel. Aarash : Ca, Rachel lagi apa? Aarash : Ca, Kakak kangen sama Rachel
“Kok malah dipelototin?” Pertanyaan Kejora itu membuat Zhafira berhenti berpikir. “Heu?” Zhafira menoleh. “Pake ini.” Zara memberikan sarung tangan plastik kepada Zhafira. “Pake ini makannya?” Dengan polosnya Zhafira bertanya. “Iya sayang, kamu pesen Fufu ... makanan khas Afrika, jadi makan kuah
“Kok kita baru bisa liburan bareng sekarang ya?” celetuk Arsha sambil memilih pakaian yang terpajang di butik di mana mereka berada saat ini. “Kak Caca ‘kan sibuk produksi anak terus.” Kejora yang menyahut terlebih dahulu. “Kak Zara sibuk jadi dokter.” Kejora menambahkan. “Zhafira sibuk kerja,” t
“Ca ... itu perut kamu kemana-mana!” tegur Kama, melirik perut istrinya. “Emang kenapa? Perut Caca enak diliat, kan? Walau udah punya anak empat tapi rata ... kenceng.” Sang istri berkilah, keras kepala. Kama mengembuskan napas, tidak baik berdebat di depan anak-anak mereka yang saat ini sedang d
“Mau kemana?” Kama yang duduk di kursi meja makan bertanya sambil memindai istrinya dari atas ke bawah. Sport-braa dipadankan legging panjang dengan motif senada kemudian hanya memakai cardigan hoodie tanpa sleting atau kancing di bagian depannya. “Perut kamu enggak akan masuk angin itu, sayang?”
“Biasanya kalau gue curhat sama cewek, pasti berakhir di atas ranjang ... dan gue paling pantang bawa cewek dari Nightclub ke atas ranjang gue ... enggak bersih.” Satu detik setelah Arkana berkata demikian, ia mendapat siraman minuman dari Lovely yang kemudian pergi meninggalkan meja para pria tampa
Kelima pria tampan melangkah beriringan memasuki sebuah Nightclub. Wajah rupawan, tubuh atletis dengan tinggi menjulang dan outfit dari brand terkenal dunia menjadikan mereka incaran para gadis. “Lo pada pernah nyesel enggak sih, kerena memutuskan menikah?” celetuk Arkana bertanya. Kini mereka su
“Bang ... keringetan ih, bau ... Caca udah mandi ... turunin.” Arsha meronta berharap Kama menurunkannya. “Kan bisa mandi lagi,” balas Kama santai. Jika Arsha tidak salah liat, pria itu sedang menyeringai pertanda tidak baik untuk kesehatan jantungnya. “Bang turunin dulu ... Caca mau kasih Asi bua
Setelah drama baby blues beberapa bulan lalu, kini Arsha bisa menikmati perannya sebagai Ibu dengan bantuan baby sitter. Tidak ada tangis maupun uring-uringan berganti dengan kebahagiaan yang membanjirinya setiap hari. Arsha memang harus dibimbing dan Kama adalah orang yang tepat untuk itu. Mungk
Mungkin saat ini pun Arsha menangis karena itu, perlahan Kama mendorong benda bercat putih dan menemukan istrinya sedang duduk di lantai memeluk kedua lutut dan menenggelamkan wajahnya di sana. Dari jauh Kama sudah bisa melihat jika ketiga anaknya sedang terlelap di box bayi masing-masing. “Sayang