Mai akan memastikan Kama sibuk dan tidak bisa mengantar Arsha kembali ke hotel. Mai berencana memperkenalkan Kama pada satu klien potensial yang bisa pria itu prospek untuk bisnisnya. Mai hingga berani merelakan klien tersebut untuk perusahaan Kama demi bisa membawa Kama ke atas ranjang. Pada keny
“Ca ...,” panggil Kama lembut, menarik tangan Arsha yang sedang merapihkan pakaian ke dalam koper. “Caca mau pulang,” ketus Arsha seraya menghela kasar tangan Kama. “Iya ... kita pulang sekarang tapi denger aku dulu, Ca.” “Caca mau pulang ke Indonesia!” Arsha berseru meninggikan nada bicara men
Demi menghargai pilihan Kama untuk berkencan, Arsha terus melangkah dengan semangat. Lama-lama perjalanan ini cukup menyenangkan, Arsha menyandar di tubuh Kama ketika tour guide mempersilahkan para pendaki untuk beristirahat sejenak. Atau Kama merangkul pinggangnya saat ia nyaris terjatuh atau men
Semenjak menaiki mobil, Nufaira menatap ke arah luar melalui jendela di sebelah kirinya. Benaknya tidak berhenti berpikir bagaimana bisa Arsha mengetahui rencana Mai. Mai pasti sudah memperhitungkan jika membawanya ke restoran di dalam Mall pada saat hari kerja tidak akan diketahui siapapun. Para
“Lagi apa?” bisik Kama tepat ditelinga Arsha kemudian melabuhkan kecupan di pipinya. “Abaaaaang, udah pulang?” seperti biasa, keceriaan Arsha menghangatkan suasana apartemen. Kama mengulas senyum simpul melihat Arsha yang tampak bahagia dengan kepulangannya sore ini, jarang-jarang ia bisa pulang c
Kama hanya tersenyum, mengusap kepala Arsha dengan lembut. “Di Negara ini, hal itu merupakan hal yang wajar dan sering dilakukan pengusaha yang enggak datang sama pasangan ... mulai sekarang aku enggak akan menggandeng Nufaira lagi kalau kamu enggak suka.” “Trus mau ngegandeng siapa?” Arsha berha
“Pergi dulu ya, Ca ...,” pamit Kama setelah menghabiskan sarapan paginya, ia pun beranjak berdiri. “Siapa yang pergi?” tanya Caca membuat langkah Kama tertahan, terdapat kerutan di kening pria itu. “Aku,” jawab Kama yang mematung di samping Arsha, masih bingung dengan pertanyaan sang istri tadi.
Lift akhirnya berhenti di lantai sembilan, suasana sangat lengang. Hanya ada beberapa ruangan saja tanpa kubikel-kubikel seperti di lantai lain yang Arsha lalui ketika pintu lift terbuka. Arsha perlahan melangkah sambil matanya bergerak menyisir lantai tersebut, mencari keberadaan seseorang untuk