Beranda / Romansa / Jodoh Dalam Perjanjian / 3. Surat Perjanjian

Share

3. Surat Perjanjian

Penulis: MamGemoy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-08 15:32:54

***

"Saya terima nikah dan kawinnya Noura Arumi binti Sugiarto dengan mas kawin seperangkat alat shalat serta uang satu juta rupiah dibayar tunai!"

"Sah?"

"Sah!"

"Sah …!"

Dengan sekali hembusan napas, Prawira mengucapkan lafas akad, dan resmi menjadikan Noura sebagai istrinya. Dia tidak menyangka, akan selega ini rasanya. Seakan seluruh beban yang tak dia harapkan terasa ringan seketika. Statusnya telah berubah, menjadi seorangpun suami. Otomatis tanggung jawab pun kian bertambah. Semua janji yang dia ucapkan di depan saksi, penghulu serta dihadapan tamu, akan menjadi pertanggungjawaban di hari akhir kelak. Namun, pernikahan ini baru awal dari sebuah perjalanan. Akankah dia bisa menjalani rumah tangga dengan wanita itu?

Di sisi lain, setetes air mata jatuh tanpa dipaksa di pipi wanita yang kini telah resmi menjadi seorang istri. Semua karena keterpaksaan yang membuatnya harus mengalah demi kebahagiaan sang Ayah. Pria yang merupakan cinta pertama, yang melakukan banyak hal demi hidupnya. Noura menangis tanpa suara. Rasa haru serta sedih harus dia terima, menerima pria yang tidak dia cintai sebagai suami. Aliran darah terasa berdesir hebat tatkala mengingat status pria di samping.

Wanita itu terus membatin, "ini hanya sementara, demi Ayah."

Setelah penghulu membacakan doa, Prawira pun diminta untuk mencium sang istri. Tubuhnya diputar ke kiri, begitu pun Noura memutar ke kanan. Tangannya diangkat mengarah ke kepala Noura yang sedang tertunduk. Hal pertama yang harus dia lakukan sebagai suami. Walau raut wajahnya terlihat tenang, tapi tidak dengan batin Prawira saat ini. Terlihat dari tangan yang bergetar saat menyentuh puncak kepala istrinya, Prawira gugup, dan Noura merasakannya.

"Allahumma inni as-aluka khairaha wa khaira maa jabaltaha alaihi, wa a'udzubika min syarriha wa syarri maa jabaltaha alaihi." (Ya Allah, aku memohon darimu kebaikan istriku dan kebaikan dari tabiat yang kau simpankan pada dirinya. Dan aku berlindung kepadamu dari keburukan istriku, dan keburukan dari tabiat yang Kau simpankan pada dirinya).

Doa yang dipanjatkan mengundang banyak pasang mata tersentuh, menahan haru, pertanda mereka menyadari betapa seriusnya Prawira akan tanggung jawab. Benar, Prawira akan bertanggung jawab, apa pun yang terjadi pada istrinya. Itulah janjinya kini.

Hal yang sama pun dirasakan wanita cantik bergaun pengantin itu. Desiran kini dua kali lebih hebat dari yang pertama dia rasakan. Setelah suara pria yang kini sah menjadi imam-nya, mendoakan dirinya. Sangat tulus terdengar dari indera miliknya. Hingga Noura merasakan keningnya dikecup oleh kelembutan untuk beberapa saat. Apakah ini? Kenapa dia tampak merasa sangat senang? Apakah tanpa sadar dia telah menerima pernikahan ini? Noura tersenyum disertai tetesan air mata. Kemudian mengecup punggung tangan sang suami tanpa dipaksa.

Acara akad selesai, sekarang berlanjut dengan acara resepsi sederhana. Para tamu undangan berjejer menunggu antrian memberi selamat serta doa kepada kedua mempelai. Yang membuat kedua pengantin itu terkejut, bagaimana bisa persiapan yang hanya tiga hari bisa mendatangkan tamu sebanyak ini? Tidak hanya warga kampung Ciptoasih, beberapa warga dari kampung lain juga datang ke acara dadakan ini. Biarpun hanya sederhana, Pak Sugiarto sepertinya sudah mempersiapkan segala kemungkinan. Sengaja makanan dipersiapkan dengan jumlah banyak. Tidak hanya tamu undangan, siapa pun warga yang datang akan disambut dengan baik.

Senyuman manis tidak pernah hilang dari wajah kedua mempelai. Entah karena terpaksa atau harus tampak bahagia. Tentu saja pengantin baru harus terlihat bahagia. Pernikahan yang Noura anggap palsu, tidak begitu bagi pandangan orang-orang. Mereka dipuji sebagai pasangan pengantin paling serasi. Tampan dan cantik, bak Raja dan Ratu di atas pelaminan.

***

Prawira baru selesai melaksanakan solat magrib serta isya yang dijamak. Kerumunan tamu undangan masih ada hingga pukul delapan malam. Dan mereka baru bisa istirahat, setelah memutuskan untuk meninggalkan acara lebih dulu. Pria itu melipat sajadah dan menyampirkan di punggung kursi, lalu mendekat pada Noura yang telentang di tempat tidur.

"Nou, bersih-bersih dulu, terus solat," tutur Prawira lembut sambil menggoyangkan bahu istrinya.

Noura yang tidak tidur, membuka matanya malas. Dia melenguh dan mencoba untuk bangkit. Tanpa melihat sang suami, Noura langsung menuju kamar mandi. Tiga puluh menit kemudian, Noura keluar dan langsung terjingkat kaget. Menatap pria yang tengah bersila di tepi tempat tidur sambil mengaji. Noura menggeleng, seketika dia teringat, bahwa pria itu telah resmi menjadi suaminya.

Setelah selesai solat, Noura tak melihat Prawira ada di kamar. Entah ke mana perginya pria itu. "Biarlah, apa peduliku," batinnya.

Namun, beberapa menit kemudian, Prawira kembali masuk dengan membawa nampan berisikan dua piring makanan, lengkap dengan dua gelas air putih. Ternyata suaminya itu pergi mengambilkan makanan untuk mereka.

Prawira meletakkan nampan di meja yang biasa digunakan Noura untuk belajar dulu. Dia pun mengalihkan pandangan pada sang istri yang sedang duduk menghadap cermin meja rias. Noura yang sedang memoles wajah dengan krim malam. Tanpa sengaja mata mereka bersitatap dari pantulan cermin. Prawira menoleh ke arah lain dengan cepat, begitu pun juga dengan Noura.

"Ayo, makan dulu, Nou." Prawira memberikan makanan serta air bagian Noura, lalu meletakkan di depan wanita itu. "Saya tidak tahu apa kesukaan kamu, Saya ambilkan yang sekiranya kamu mau."

Noura melihat isi piring itu. Nasi dengan porsi yang cukup, ikan nila goreng, sayur nangka, pucuk ubi rebus dan sambal tomat kesukaannya. Tanpa sadar bibirnya melebar ke samping. Seperti puas dengan pilihan makanan yang diberikan. "Terima kasih, Mas Jak … ehh, Mas ... Prawira," ucap Noura sedikit ragu.”

"Prawira … mulai sekarang panggil nama asli saya saja. Saya ingin terbiasa dengan identitas asli saya," ujar Prawira. Dia pun berbalik dan duduk memakan makanan miliknya.

Wanita itu tersenyum tipis, perasaan asing perlahan berkurang. Mendapat perhatian yang belum pernah dia dapatkan seistimewa ini, membuat hatinya sedikit menghangat. "Boleh juga, perhatiannya," batin Noura. "Tapi, tetap saja dia penuh misteri." Baginya Prawira masih sosok misterius.

Mereka akhirnya makan tanpa suara. Setenang suasana di tepian danau yang jarang didatangi makhluk hidup. Padahal suara musik masih terdengar cukup keras di luar sana. Seolah mereka tidak mempedulikan apa pun yang terjadi di luar.

Beberapa menit kemudian, suasana hening masih saja terjadi. Setelah Prawira meletakkan piring makanan di dapur, dan kembali duduk di kursi meja belajar. Noura tampak membuka salah satu laci pada meja rias, mengeluarkan secarik kertas putih dengan beberapa baris kalimat di atasnya. Prawira hanya mengamati setiap gerak gerik istrinya itu.

Noura bangkit dan meletakkan kertas itu di hadapan Prawira. "Mas Prawira … saya rasa ini saatnya kita membuat kesepakatan. Saya sudah menulis beberapa poin di sini. Mas juga bisa menambahkan poin sendiri, asal tidak merugikan saya."

“Surat perjanjian?”

“Ya, tentu saja. Tempo hari saya sudah bilang, kan. Saya tidak menyetujui pernikahan ini begitu saja. Jadi inilah yang harus saya lakukan.” Noura tak sabar menunggu respon pria itu.“Mas Prawira ... kita sudah sepakat, kan?”

“Ya.” Mata Prawira  kini tertuju pada kertas tersebut.

Sungguh miris, ternyata pernikahan ini benar-benar akan menjadi seperti ini. Sesuai dengan perkataan wanita itu tempo hari, dan Noura mewujudkannya sekarang, dengan menyodorkan surat perjanjian pernikahan. Prawira pun membaca poin pertama hingga ke lima.

Pernikahan hanya akan berlangsung selama satu tahun. Tidak akan ada hubungan suami-istri. Bersikap layaknya pasangan, terutama di depan ayah. Jangan mencampuri urusan pribadi masing-masing. Dan yang terakhir, jika sebelum setahun salah satu pihak merasa tidak mungkin melanjutkan pernikahan, boleh mengakhiri terlebih dahulu.

Haruskah seperti ini?

Bab terkait

  • Jodoh Dalam Perjanjian   4. Apa yang disembunyikan?

    Prawira menghela napas berat. Tidak tahukah wanita itu? Hal yang dipikirkan Prawira sudah tidak sama. Sejak setelah dia melafaskan akad, sejak pertama dia mengecup kening wanita itu. Prawira telah berjanji dalam hatinya, janjinya bukan sekedar amanah, bukan juga karena sekedar rasa balas budi. Tetapi, kesungguhan yang akan dia pertanggungjawaban di hadapan Allah."Bagaimana, Mas? Ada poin yang harus ditambahkan?" tanya Noura dan Prawira menggeleng. "Kalau begitu, silakan tanda tangan." Dia menyerahkan pulpen hitam di hadapan Prawira.Tanpa kerelaan dalam hati, Prawira pun menandatangani perjanjian itu. Tangannya bergetar, tanpa bisa dia kendalikan. Sebuah pernikahan seharusnya tidak boleh dibuat seperti ini. Salah, tentu saja ini salah. Namun, dia juga tidak bisa memaksa sang istri untuk menerima dirinya kini. Biarkanlah sekarang berjalan apa adanya."Terima kasih, Mas Prawira." Noura pun menandatangani bagiannya.Kini mereka kembali terdiam setelah urusan perjanjian selesai. Prawira

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Jodoh Dalam Perjanjian   5. Berbeda sikap

    Suara azan subuh berkumandang sangat merdu. Prawira terbangun karena nyanyian itu memanggil untuk melaksanakan ibadah. Setelah mandi dan rapi dengan baju koko juga sarung, pria itu membangunkan sang istri. Noura menggeliat, melenguh merasakan tubuhnya tergoncang.Noura membuka mata dan langsung mendorong tangan pria itu. "Mau apa kamu, Mas!" Dia langsung beringsut ke belakang. Menyilangkan kedua tangan di dada."Saya cuma membangunkan kamu, ayo subuhan dulu," jawab Prawira datar mengembalikan tangan ke posisi semula. Dia mundur selangkah.Tatapan mata Noura lurus sejajar pada pria di hadapannya. "Tapi jangan pegang-pegang juga. Panggil aja, kan bisa." Dia menatap nyalang."Maaf, saya sudah panggil kamu beberapa kali tadi," jawab Prawira kemudian. Ini hari pertama sebagai suami istri, dan mereka sudah berdebat.Tak memperpanjang masalah, wanita itu beranjak dari tempat tidurnya. Langsung masuk ke kamar mandi dengan wajah masam. Dia mengerutu entah apa, menutup pintu sedikit keras.Praw

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Jodoh Dalam Perjanjian   6. Pesan ayah

    Di meja makan sudah menunggu Pak Sugiarto serta Noura. Prawira yang sudah berganti pakaian, langsung menghampiri mereka. Sarapan sudah tertata di tengah meja. Sekilas dia memandang Noura yang tersenyum, lalu Pak Sugiarto. Prawira mengangguk sopan. Ini pertama kalinya pria itu duduk bersama di meja makan, sebagai seorang menantu. Sebelumnya Prawira jarang mau ikut makan dengan ayah dari istrinya itu."Jaka, duduk sini. Mulai sekarang kamu harus makan satu meja dengan saya. Jangan nolak lagi kayak kemarin-kemarin," ujar Pak Sugiarto."Iya, Yah." Prawira pun duduk berseberangan dengan mertuanya itu, sementara Noura di sebelah. Dia melihat hidangan di meja makan. Sarapannya pagi ini sepertinya akan terasa sangat nikmat.Tanpa diminta, Noura mengambilkannya makanan. Menanyainya mau makan apa, sambil tersenyum ramah. Layaknya seperti suami sungguhan, dia dilayani. Sepertinya wanita itu memainkan peran sangat baik. Prawira pun harus melakukan hal yang sama, bersikap mesra pada sang istri dan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Jodoh Dalam Perjanjian   1. Permintaan ayah

    "Ayah … Nou nggak mau. Dia …."Tatapan mata Noura nyalang melihat pada Jaka yang duduk diseberangnya. Sedangkan pria itu hanya berwajah datar setelah Pak Sugiarto mengatakan keinginan. Apalagi, tentu saja Jaka sudah tahu tentang hal ini sebelumnya."Menikah dengan, Mas Jaka? Yang benar aja, Yah. Noura baru kenal dia juga tiga hari ini. Tau nama aslinya juga tidak. Sama dirinya sendiri saja dia tidak ingat. Kami tidak dekat, ngobrol juga jarang. Kenapa tiba-tiba Ayah suruh Nou nikah sama dia?" Noura lantas menolak setengah merengek."Karena pilihan Ayah jatuh pada Jaka, Nou." Pak Sugiarto memberi alasan.Noura tampak bersedekap, menegangkan otot wajah. Dia terlihat sangat marah. "Kamu juga, Mas. Kenapa diam aja, sih? Pasti kamu sudah setuju dari awal, kan?" Sekarang matanya beralih menatap pria itu, nyalang.Jaka hanya bisa diam melihat wanita itu mendengus, menajamkan matanya. Terlihat dia menahan rasa di dirinya. Hati pria itu sama sekali tidak dipaksa, dia ikhlas menerima keputusan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Jodoh Dalam Perjanjian   2. Dia amnesia

    Panggilan sang ayah membuat langkah wanita itu terhenti. Dia kembali berbalik setelah menghela napas ringan. Bagaimanapun juga dia ingin tetap tenang menghadapi ayah yang sangat dia cintai itu.“Ayah harap kamu segera mempersiapkan diri. Ayah melakukan semua ini juga untuk kebaikan kamu. Ayah akan mengatur semuanya, jadi kamu terima beres saja.”“Nou harap Nou tidak akan kecewa dengan keputusan ayah ini.” Balasan singkat Noura mengakhiri obrolan mereka. Percuma saja dia membantah. Biarlah dia menerima untuk saat ini.Jaka mengekor langkah wanita itu dengan matanya hingga menghilang dari pandangan. Dia menyimpulkan, Noura yang keras kepala, tidak terima akan keputusan sang ayah. Namun, wanita itu tak menunjukkan emosi yang berlebihan, tak sekali pun dia meninggikan suara. Jaka dapat melihat, seperti apa kilat kemarahan di mata wanita itu. Noura pasti diajarkan tata kerama dengan baik.***“Amnesia? Bisakah dia dipercaya?” Noura masih belum jelas cerita lengkapnya. Sekarang dia memang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08

Bab terbaru

  • Jodoh Dalam Perjanjian   6. Pesan ayah

    Di meja makan sudah menunggu Pak Sugiarto serta Noura. Prawira yang sudah berganti pakaian, langsung menghampiri mereka. Sarapan sudah tertata di tengah meja. Sekilas dia memandang Noura yang tersenyum, lalu Pak Sugiarto. Prawira mengangguk sopan. Ini pertama kalinya pria itu duduk bersama di meja makan, sebagai seorang menantu. Sebelumnya Prawira jarang mau ikut makan dengan ayah dari istrinya itu."Jaka, duduk sini. Mulai sekarang kamu harus makan satu meja dengan saya. Jangan nolak lagi kayak kemarin-kemarin," ujar Pak Sugiarto."Iya, Yah." Prawira pun duduk berseberangan dengan mertuanya itu, sementara Noura di sebelah. Dia melihat hidangan di meja makan. Sarapannya pagi ini sepertinya akan terasa sangat nikmat.Tanpa diminta, Noura mengambilkannya makanan. Menanyainya mau makan apa, sambil tersenyum ramah. Layaknya seperti suami sungguhan, dia dilayani. Sepertinya wanita itu memainkan peran sangat baik. Prawira pun harus melakukan hal yang sama, bersikap mesra pada sang istri dan

  • Jodoh Dalam Perjanjian   5. Berbeda sikap

    Suara azan subuh berkumandang sangat merdu. Prawira terbangun karena nyanyian itu memanggil untuk melaksanakan ibadah. Setelah mandi dan rapi dengan baju koko juga sarung, pria itu membangunkan sang istri. Noura menggeliat, melenguh merasakan tubuhnya tergoncang.Noura membuka mata dan langsung mendorong tangan pria itu. "Mau apa kamu, Mas!" Dia langsung beringsut ke belakang. Menyilangkan kedua tangan di dada."Saya cuma membangunkan kamu, ayo subuhan dulu," jawab Prawira datar mengembalikan tangan ke posisi semula. Dia mundur selangkah.Tatapan mata Noura lurus sejajar pada pria di hadapannya. "Tapi jangan pegang-pegang juga. Panggil aja, kan bisa." Dia menatap nyalang."Maaf, saya sudah panggil kamu beberapa kali tadi," jawab Prawira kemudian. Ini hari pertama sebagai suami istri, dan mereka sudah berdebat.Tak memperpanjang masalah, wanita itu beranjak dari tempat tidurnya. Langsung masuk ke kamar mandi dengan wajah masam. Dia mengerutu entah apa, menutup pintu sedikit keras.Praw

  • Jodoh Dalam Perjanjian   4. Apa yang disembunyikan?

    Prawira menghela napas berat. Tidak tahukah wanita itu? Hal yang dipikirkan Prawira sudah tidak sama. Sejak setelah dia melafaskan akad, sejak pertama dia mengecup kening wanita itu. Prawira telah berjanji dalam hatinya, janjinya bukan sekedar amanah, bukan juga karena sekedar rasa balas budi. Tetapi, kesungguhan yang akan dia pertanggungjawaban di hadapan Allah."Bagaimana, Mas? Ada poin yang harus ditambahkan?" tanya Noura dan Prawira menggeleng. "Kalau begitu, silakan tanda tangan." Dia menyerahkan pulpen hitam di hadapan Prawira.Tanpa kerelaan dalam hati, Prawira pun menandatangani perjanjian itu. Tangannya bergetar, tanpa bisa dia kendalikan. Sebuah pernikahan seharusnya tidak boleh dibuat seperti ini. Salah, tentu saja ini salah. Namun, dia juga tidak bisa memaksa sang istri untuk menerima dirinya kini. Biarkanlah sekarang berjalan apa adanya."Terima kasih, Mas Prawira." Noura pun menandatangani bagiannya.Kini mereka kembali terdiam setelah urusan perjanjian selesai. Prawira

  • Jodoh Dalam Perjanjian   3. Surat Perjanjian

    ***"Saya terima nikah dan kawinnya Noura Arumi binti Sugiarto dengan mas kawin seperangkat alat shalat serta uang satu juta rupiah dibayar tunai!""Sah?""Sah!""Sah …!"Dengan sekali hembusan napas, Prawira mengucapkan lafas akad, dan resmi menjadikan Noura sebagai istrinya. Dia tidak menyangka, akan selega ini rasanya. Seakan seluruh beban yang tak dia harapkan terasa ringan seketika. Statusnya telah berubah, menjadi seorangpun suami. Otomatis tanggung jawab pun kian bertambah. Semua janji yang dia ucapkan di depan saksi, penghulu serta dihadapan tamu, akan menjadi pertanggungjawaban di hari akhir kelak. Namun, pernikahan ini baru awal dari sebuah perjalanan. Akankah dia bisa menjalani rumah tangga dengan wanita itu?Di sisi lain, setetes air mata jatuh tanpa dipaksa di pipi wanita yang kini telah resmi menjadi seorang istri. Semua karena keterpaksaan yang membuatnya harus mengalah demi kebahagiaan sang Ayah. Pria yang merupakan cinta pertama, yang melakukan banyak hal demi hidupny

  • Jodoh Dalam Perjanjian   2. Dia amnesia

    Panggilan sang ayah membuat langkah wanita itu terhenti. Dia kembali berbalik setelah menghela napas ringan. Bagaimanapun juga dia ingin tetap tenang menghadapi ayah yang sangat dia cintai itu.“Ayah harap kamu segera mempersiapkan diri. Ayah melakukan semua ini juga untuk kebaikan kamu. Ayah akan mengatur semuanya, jadi kamu terima beres saja.”“Nou harap Nou tidak akan kecewa dengan keputusan ayah ini.” Balasan singkat Noura mengakhiri obrolan mereka. Percuma saja dia membantah. Biarlah dia menerima untuk saat ini.Jaka mengekor langkah wanita itu dengan matanya hingga menghilang dari pandangan. Dia menyimpulkan, Noura yang keras kepala, tidak terima akan keputusan sang ayah. Namun, wanita itu tak menunjukkan emosi yang berlebihan, tak sekali pun dia meninggikan suara. Jaka dapat melihat, seperti apa kilat kemarahan di mata wanita itu. Noura pasti diajarkan tata kerama dengan baik.***“Amnesia? Bisakah dia dipercaya?” Noura masih belum jelas cerita lengkapnya. Sekarang dia memang

  • Jodoh Dalam Perjanjian   1. Permintaan ayah

    "Ayah … Nou nggak mau. Dia …."Tatapan mata Noura nyalang melihat pada Jaka yang duduk diseberangnya. Sedangkan pria itu hanya berwajah datar setelah Pak Sugiarto mengatakan keinginan. Apalagi, tentu saja Jaka sudah tahu tentang hal ini sebelumnya."Menikah dengan, Mas Jaka? Yang benar aja, Yah. Noura baru kenal dia juga tiga hari ini. Tau nama aslinya juga tidak. Sama dirinya sendiri saja dia tidak ingat. Kami tidak dekat, ngobrol juga jarang. Kenapa tiba-tiba Ayah suruh Nou nikah sama dia?" Noura lantas menolak setengah merengek."Karena pilihan Ayah jatuh pada Jaka, Nou." Pak Sugiarto memberi alasan.Noura tampak bersedekap, menegangkan otot wajah. Dia terlihat sangat marah. "Kamu juga, Mas. Kenapa diam aja, sih? Pasti kamu sudah setuju dari awal, kan?" Sekarang matanya beralih menatap pria itu, nyalang.Jaka hanya bisa diam melihat wanita itu mendengus, menajamkan matanya. Terlihat dia menahan rasa di dirinya. Hati pria itu sama sekali tidak dipaksa, dia ikhlas menerima keputusan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status