Home / Romansa / Jodoh Dalam Perjanjian / 3. Surat Perjanjian

Share

3. Surat Perjanjian

Author: MamGemoy
last update Last Updated: 2025-01-08 15:32:54

***

"Saya terima nikah dan kawinnya Noura Arumi binti Sugiarto dengan mas kawin seperangkat alat shalat serta uang satu juta rupiah dibayar tunai!"

"Sah?"

"Sah!"

"Sah …!"

Dengan sekali hembusan napas, Prawira mengucapkan lafas akad, dan resmi menjadikan Noura sebagai istrinya. Dia tidak menyangka, akan selega ini rasanya. Seakan seluruh beban yang tak dia harapkan terasa ringan seketika. Statusnya telah berubah, menjadi seorangpun suami. Otomatis tanggung jawab pun kian bertambah. Semua janji yang dia ucapkan di depan saksi, penghulu serta dihadapan tamu, akan menjadi pertanggungjawaban di hari akhir kelak. Namun, pernikahan ini baru awal dari sebuah perjalanan. Akankah dia bisa menjalani rumah tangga dengan wanita itu?

Di sisi lain, setetes air mata jatuh tanpa dipaksa di pipi wanita yang kini telah resmi menjadi seorang istri. Semua karena keterpaksaan yang membuatnya harus mengalah demi kebahagiaan sang Ayah. Pria yang merupakan cinta pertama, yang melakukan banyak hal demi hidupnya. Noura menangis tanpa suara. Rasa haru serta sedih harus dia terima, menerima pria yang tidak dia cintai sebagai suami. Aliran darah terasa berdesir hebat tatkala mengingat status pria di samping.

Wanita itu terus membatin, "ini hanya sementara, demi Ayah."

Setelah penghulu membacakan doa, Prawira pun diminta untuk mencium sang istri. Tubuhnya diputar ke kiri, begitu pun Noura memutar ke kanan. Tangannya diangkat mengarah ke kepala Noura yang sedang tertunduk. Hal pertama yang harus dia lakukan sebagai suami. Walau raut wajahnya terlihat tenang, tapi tidak dengan batin Prawira saat ini. Terlihat dari tangan yang bergetar saat menyentuh puncak kepala istrinya, Prawira gugup, dan Noura merasakannya.

"Allahumma inni as-aluka khairaha wa khaira maa jabaltaha alaihi, wa a'udzubika min syarriha wa syarri maa jabaltaha alaihi." (Ya Allah, aku memohon darimu kebaikan istriku dan kebaikan dari tabiat yang kau simpankan pada dirinya. Dan aku berlindung kepadamu dari keburukan istriku, dan keburukan dari tabiat yang Kau simpankan pada dirinya).

Doa yang dipanjatkan mengundang banyak pasang mata tersentuh, menahan haru, pertanda mereka menyadari betapa seriusnya Prawira akan tanggung jawab. Benar, Prawira akan bertanggung jawab, apa pun yang terjadi pada istrinya. Itulah janjinya kini.

Hal yang sama pun dirasakan wanita cantik bergaun pengantin itu. Desiran kini dua kali lebih hebat dari yang pertama dia rasakan. Setelah suara pria yang kini sah menjadi imam-nya, mendoakan dirinya. Sangat tulus terdengar dari indera miliknya. Hingga Noura merasakan keningnya dikecup oleh kelembutan untuk beberapa saat. Apakah ini? Kenapa dia tampak merasa sangat senang? Apakah tanpa sadar dia telah menerima pernikahan ini? Noura tersenyum disertai tetesan air mata. Kemudian mengecup punggung tangan sang suami tanpa dipaksa.

Acara akad selesai, sekarang berlanjut dengan acara resepsi sederhana. Para tamu undangan berjejer menunggu antrian memberi selamat serta doa kepada kedua mempelai. Yang membuat kedua pengantin itu terkejut, bagaimana bisa persiapan yang hanya tiga hari bisa mendatangkan tamu sebanyak ini? Tidak hanya warga kampung Ciptoasih, beberapa warga dari kampung lain juga datang ke acara dadakan ini. Biarpun hanya sederhana, Pak Sugiarto sepertinya sudah mempersiapkan segala kemungkinan. Sengaja makanan dipersiapkan dengan jumlah banyak. Tidak hanya tamu undangan, siapa pun warga yang datang akan disambut dengan baik.

Senyuman manis tidak pernah hilang dari wajah kedua mempelai. Entah karena terpaksa atau harus tampak bahagia. Tentu saja pengantin baru harus terlihat bahagia. Pernikahan yang Noura anggap palsu, tidak begitu bagi pandangan orang-orang. Mereka dipuji sebagai pasangan pengantin paling serasi. Tampan dan cantik, bak Raja dan Ratu di atas pelaminan.

***

Prawira baru selesai melaksanakan solat magrib serta isya yang dijamak. Kerumunan tamu undangan masih ada hingga pukul delapan malam. Dan mereka baru bisa istirahat, setelah memutuskan untuk meninggalkan acara lebih dulu. Pria itu melipat sajadah dan menyampirkan di punggung kursi, lalu mendekat pada Noura yang telentang di tempat tidur.

"Nou, bersih-bersih dulu, terus solat," tutur Prawira lembut sambil menggoyangkan bahu istrinya.

Noura yang tidak tidur, membuka matanya malas. Dia melenguh dan mencoba untuk bangkit. Tanpa melihat sang suami, Noura langsung menuju kamar mandi. Tiga puluh menit kemudian, Noura keluar dan langsung terjingkat kaget. Menatap pria yang tengah bersila di tepi tempat tidur sambil mengaji. Noura menggeleng, seketika dia teringat, bahwa pria itu telah resmi menjadi suaminya.

Setelah selesai solat, Noura tak melihat Prawira ada di kamar. Entah ke mana perginya pria itu. "Biarlah, apa peduliku," batinnya.

Namun, beberapa menit kemudian, Prawira kembali masuk dengan membawa nampan berisikan dua piring makanan, lengkap dengan dua gelas air putih. Ternyata suaminya itu pergi mengambilkan makanan untuk mereka.

Prawira meletakkan nampan di meja yang biasa digunakan Noura untuk belajar dulu. Dia pun mengalihkan pandangan pada sang istri yang sedang duduk menghadap cermin meja rias. Noura yang sedang memoles wajah dengan krim malam. Tanpa sengaja mata mereka bersitatap dari pantulan cermin. Prawira menoleh ke arah lain dengan cepat, begitu pun juga dengan Noura.

"Ayo, makan dulu, Nou." Prawira memberikan makanan serta air bagian Noura, lalu meletakkan di depan wanita itu. "Saya tidak tahu apa kesukaan kamu, Saya ambilkan yang sekiranya kamu mau."

Noura melihat isi piring itu. Nasi dengan porsi yang cukup, ikan nila goreng, sayur nangka, pucuk ubi rebus dan sambal tomat kesukaannya. Tanpa sadar bibirnya melebar ke samping. Seperti puas dengan pilihan makanan yang diberikan. "Terima kasih, Mas Jak … ehh, Mas ... Prawira," ucap Noura sedikit ragu.”

"Prawira … mulai sekarang panggil nama asli saya saja. Saya ingin terbiasa dengan identitas asli saya," ujar Prawira. Dia pun berbalik dan duduk memakan makanan miliknya.

Wanita itu tersenyum tipis, perasaan asing perlahan berkurang. Mendapat perhatian yang belum pernah dia dapatkan seistimewa ini, membuat hatinya sedikit menghangat. "Boleh juga, perhatiannya," batin Noura. "Tapi, tetap saja dia penuh misteri." Baginya Prawira masih sosok misterius.

Mereka akhirnya makan tanpa suara. Setenang suasana di tepian danau yang jarang didatangi makhluk hidup. Padahal suara musik masih terdengar cukup keras di luar sana. Seolah mereka tidak mempedulikan apa pun yang terjadi di luar.

Beberapa menit kemudian, suasana hening masih saja terjadi. Setelah Prawira meletakkan piring makanan di dapur, dan kembali duduk di kursi meja belajar. Noura tampak membuka salah satu laci pada meja rias, mengeluarkan secarik kertas putih dengan beberapa baris kalimat di atasnya. Prawira hanya mengamati setiap gerak gerik istrinya itu.

Noura bangkit dan meletakkan kertas itu di hadapan Prawira. "Mas Prawira … saya rasa ini saatnya kita membuat kesepakatan. Saya sudah menulis beberapa poin di sini. Mas juga bisa menambahkan poin sendiri, asal tidak merugikan saya."

“Surat perjanjian?”

“Ya, tentu saja. Tempo hari saya sudah bilang, kan. Saya tidak menyetujui pernikahan ini begitu saja. Jadi inilah yang harus saya lakukan.” Noura tak sabar menunggu respon pria itu.“Mas Prawira ... kita sudah sepakat, kan?”

“Ya.” Mata Prawira  kini tertuju pada kertas tersebut.

Sungguh miris, ternyata pernikahan ini benar-benar akan menjadi seperti ini. Sesuai dengan perkataan wanita itu tempo hari, dan Noura mewujudkannya sekarang, dengan menyodorkan surat perjanjian pernikahan. Prawira pun membaca poin pertama hingga ke lima.

Pernikahan hanya akan berlangsung selama satu tahun. Tidak akan ada hubungan suami-istri. Bersikap layaknya pasangan, terutama di depan ayah. Jangan mencampuri urusan pribadi masing-masing. Dan yang terakhir, jika sebelum setahun salah satu pihak merasa tidak mungkin melanjutkan pernikahan, boleh mengakhiri terlebih dahulu.

Haruskah seperti ini?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Jodoh Dalam Perjanjian   4. Apa yang disembunyikan?

    Prawira menghela napas berat. Tidak tahukah wanita itu? Hal yang dipikirkan Prawira sudah tidak sama. Sejak setelah dia melafaskan akad, sejak pertama dia mengecup kening wanita itu. Prawira telah berjanji dalam hatinya, janjinya bukan sekedar amanah, bukan juga karena sekedar rasa balas budi. Tetapi, kesungguhan yang akan dia pertanggungjawaban di hadapan Allah."Bagaimana, Mas? Ada poin yang harus ditambahkan?" tanya Noura dan Prawira menggeleng. "Kalau begitu, silakan tanda tangan." Dia menyerahkan pulpen hitam di hadapan Prawira.Tanpa kerelaan dalam hati, Prawira pun menandatangani perjanjian itu. Tangannya bergetar, tanpa bisa dia kendalikan. Sebuah pernikahan seharusnya tidak boleh dibuat seperti ini. Salah, tentu saja ini salah. Namun, dia juga tidak bisa memaksa sang istri untuk menerima dirinya kini. Biarkanlah sekarang berjalan apa adanya."Terima kasih, Mas Prawira." Noura pun menandatangani bagiannya.Kini mereka kembali terdiam setelah urusan perjanjian selesai. Prawira

    Last Updated : 2025-01-08
  • Jodoh Dalam Perjanjian   5. Berbeda sikap

    Suara azan subuh berkumandang sangat merdu. Prawira terbangun karena nyanyian itu memanggil untuk melaksanakan ibadah. Setelah mandi dan rapi dengan baju koko juga sarung, pria itu membangunkan sang istri. Noura menggeliat, melenguh merasakan tubuhnya tergoncang.Noura membuka mata dan langsung mendorong tangan pria itu. "Mau apa kamu, Mas!" Dia langsung beringsut ke belakang. Menyilangkan kedua tangan di dada."Saya cuma membangunkan kamu, ayo subuhan dulu," jawab Prawira datar mengembalikan tangan ke posisi semula. Dia mundur selangkah.Tatapan mata Noura lurus sejajar pada pria di hadapannya. "Tapi jangan pegang-pegang juga. Panggil aja, kan bisa." Dia menatap nyalang."Maaf, saya sudah panggil kamu beberapa kali tadi," jawab Prawira kemudian. Ini hari pertama sebagai suami istri, dan mereka sudah berdebat.Tak memperpanjang masalah, wanita itu beranjak dari tempat tidurnya. Langsung masuk ke kamar mandi dengan wajah masam. Dia mengerutu entah apa, menutup pintu sedikit keras.Praw

    Last Updated : 2025-01-08
  • Jodoh Dalam Perjanjian   6. Pesan ayah

    Di meja makan sudah menunggu Pak Sugiarto serta Noura. Prawira yang sudah berganti pakaian, langsung menghampiri mereka. Sarapan sudah tertata di tengah meja. Sekilas dia memandang Noura yang tersenyum, lalu Pak Sugiarto. Prawira mengangguk sopan. Ini pertama kalinya pria itu duduk bersama di meja makan, sebagai seorang menantu. Sebelumnya Prawira jarang mau ikut makan dengan ayah dari istrinya itu."Jaka, duduk sini. Mulai sekarang kamu harus makan satu meja dengan saya. Jangan nolak lagi kayak kemarin-kemarin," ujar Pak Sugiarto."Iya, Yah." Prawira pun duduk berseberangan dengan mertuanya itu, sementara Noura di sebelah. Dia melihat hidangan di meja makan. Sarapannya pagi ini sepertinya akan terasa sangat nikmat.Tanpa diminta, Noura mengambilkannya makanan. Menanyainya mau makan apa, sambil tersenyum ramah. Layaknya seperti suami sungguhan, dia dilayani. Sepertinya wanita itu memainkan peran sangat baik. Prawira pun harus melakukan hal yang sama, bersikap mesra pada sang istri dan

    Last Updated : 2025-01-31
  • Jodoh Dalam Perjanjian   7. Pindahan

    Prawira semakin mendekatkan diri, semakin mengintimidasi dengan tatapan mata elangnya. Noura telah nampak pias terpojok. Sisa langkah telah habis, dan punggung Noura melekat pada daun pintu. Debaran jantung tak bisa dikendalikan lagi. Semakin cepat seiring terkikisnya jarak di antara mereka. Dan pria di hadapannya itu pun merasakan hal yang sama."Mas … Pra …," lirik Noura seraya menahan dada sang suami. Menghalangi agar tubuh mereka tidak melekat. Kedua sisi wajah pun mulai terasa panas.Namun, Prawira telah mengungkung wanita itu dengan kedua lengannya. Sehingga Noura benar-benar terlihat tak dapat bergerak saat ini. Dia pun mencoba memundurkan wajah sejauh mungkin, walau tak lagi ada ruang. Pria itu semakin mendekatkan, tatapannya mengunci mata indah milik istrinya."Kamu takut," bisiknya."Kamu mau apa sih, Mas? Ingat, kamu jangan melanggar perjanjian kita." Noura mencoba menghindari tatapan mata pria itu, membuang muka, tapi jantung mulai tidak aman karenanya.Lalu Prawira mendeka

    Last Updated : 2025-02-01
  • Jodoh Dalam Perjanjian   8. Terasa nyaman

    ***Sesaat suasana menjadi canggung. Prawira berdeham kecil, lalu membuka ikatan simpul pada sarung. "Saya simpan di mana ini?" tanyanya setelah menetralkan kegugupan yang sempat terasa.Noura pun melakukan hal yang sama. "Sebentar, Mas. Aku kosongkan satu sisi lemari dulu." Dia bangkit dan berjalan ke arah lemari. Kemudian membuka pintu sisi kanan, memindahkan pakaian lama yang ada di sana ke atas kasur. Menatanya sedikit demi sedikit, dengan cepat tangannya bekerja. Pakaiannya pun berpindah dari lemari ke tempat tidur dalam sekejab.Mata Prawira mengekori setiap gerakan istrinya itu. "Terus pakaian kamu itu mau diapakan?"Noura diam sejenak. "Ini baju-baju lama. Beberapa ada pakaian waktu masih sekolah. Sebagian lagi udah nggak bisa aku pakai. Emm, besok mau aku sumbangin aja ke panti," jawab Noura sambil terus mengosongkan ketiga slot lemari itu."Semuanya?" Prawira melihat tempat tidur itu sudah tertutup pakaian hampir setengahnya. Lalu mendekat memperbaiki tatanan ketika satu tum

    Last Updated : 2025-02-01
  • Jodoh Dalam Perjanjian   9. Peristiwa kehilangan

    Sebelum jam makan siang, Prawira yang baru kembali dari pangkalan mendatangi Noura ke kamar. Istrinya itu masih istirahat setelah selesai membereskan barang sejak pagi tadi. Noura tampaknya masih kelelahan, tidurnya begitu pulas memeluk guling. Namun, Prawira tetap akan membangunkan karena telah masuk waktu salat Zuhur.Setelah selesai melaksanakan ibadah secara bergantian. Mereka turun bersama menuju meja makan. Makan siang sudah terhidang di atas meja, Noura dan Prawira duduk di posisi masing-masing. Tak lama, Pak Sugiarto pun ikut bergabung. Mereka bercengkerama seperti tadi pagi. Percakapan keluarga yang baru bertambah satu anggota itu terlihat sangat hangat. Prawira masih berusaha menyesuaikan diri dengan suasana baru ini. Perlahan dia mulai terbiasa, dirinya merasa sangat beruntung diterima dengan baik.Malam harinya, Noura sudah terlelap setelah salat Isa selesai, sepertinya tak akan bangun lagi sampai esok pagi. Sedangkan Prawira yang matanya masih belum bisa terpejam, menopan

    Last Updated : 2025-02-02
  • Jodoh Dalam Perjanjian   10. Tersipu

    Pagi itu suasana di kampung Ciptoasih terlihat sedikit riuh. Peristiwa pencurian ternak yang telah lama tidak terjadi di sana, kali ini terjadi lagi. Puluhan tahun lalu hal ini pernah tejadi, karena masih merebaknya preman dan geng pemuda nakal.Beberapa warga berkumpul di kelurahan, menanti informasi dari warga yang mencari di sekitar kampung, dan sebagian besar warga lebih memilih menyibukkan diri dengan pekerjaan masing-masing.Pencarian di sekitar kampung sudah dilakukan, tetapi tidak ada tanda-tanda ternak disembunyikan di mana pun. Dugaantentang penyembelihan di tempat juga tidak ditemukan. Mereka pun menyerahkan semua untuk ditangani oleh Lurah.Noura satu-satunya wartawan yang kebetulan berada di kampung. Dia akan mengangkatberita ini ke media walaupun hanya berita kecil, tapi jika kasus telah terungkap, dia bisa mendapat pujian dari atasan. Prawira ikut menemani sang istri meliput berita pencurian ternak yang terjadi. Prawira mendampingi

    Last Updated : 2025-02-02
  • Jodoh Dalam Perjanjian   11. Sambutan hangat

    Setelah menempuh satu jam perjalanan, mereka pun tiba di tujuan. Anak-anak panti dan juga ibu pengurus menyambut kedatangan mereka di halaman depan. Sambutan itu begitu hangat. ternyata kehadiran Noura selalu dinantikan oleh mereka, dia sangat disukai oleh penghuni panti yang rata-rata anak usia lima hingga lima belas tahun. Ibu kepala panti mempersilakan Noura dan Prawira masuk."Biar saya ambil barang-barang dulu, Buk." Prawira pamit dengan sopan."Terima kasih, Nak." Ibu Hasna--kepala panti tersenyum ramah. "Kalau gitu kalian bantuin Mas Jaka ya!" ucap Ibu Hasna kepada anak asuhnya.Salah seorang anak perempuan enam tahun berlari dari arah belakang. Noura yang baru masuk ke ruang tamu tersenyum, bergerak turun, lalu menempelkan lutut ke lantai dan membentang tangan menyambut gadis kecil itu."Kak … Nou!" teriaknya sambil melambaikan tangan. Detik kemudian, dia berakhir di dekapan Noura."Citra, apa kabar, Sayang?" Noura mencium pipi gadis itu."Citra baik, Kak. Citra udah lama nung

    Last Updated : 2025-02-03

Latest chapter

  • Jodoh Dalam Perjanjian   38. Arti aku untukmu

    Noura ingin berkata sesuatu. Namun, lidahnya seakan kelu, sulit untuk mengungkapkan. Dipandangi wajah suaminya yang menunggu. Dia tampak ragu untuk mengungkapkan.Apa yang akan dia katakan sebenarnya telah menjadi beban di pikiran wanita itu. Terlebih lagi setelah tahy bahwa Prawira adalah teman masa kecil yang pernah memberi kenangan indah di hidupnya."Kenapa?" tanya Prawira karena wanita itu cukup lama diam."Aku minta maaf soal surat perjanjian itu. Jika kamu keberatan, kita bisa batalkan saja. Dan ... kamu bisa tinggalkan aku jika kamu merasa terbebani," tutur Noura kemudian. Sebenarnya dia juga tidak habis pikir kenapa bisa mengeluarkan kata-kata itu. Mungkin karena adanya rasa bersalah."Jadi itu yang kamu mau?" Prawira menatap teduh pada sang istri. Dia juga tau, pernyataan itu bukan yang ingin Noura katakan. "Jika itu mau kamu, saya akan turuti. Saya sudah katakan, bahwa saya akan menuruti setiap kemauan kamu. Jadi kamu mau?"Dengan cepat Noura mengelengkan kepala. Langsung m

  • Jodoh Dalam Perjanjian   37. Kembali seperti masa dulu

    Noura mencari keberadaan sang suami dari saat selesai sholat isya. Entah kenapa rasanya semakin tidak mengerti, dia sadar Prawira sengaja menghindarinya. Noura menempatkan dirinya sebagai seorang sahabat yang sedang membutuhkan. Dan dia sangat merasa kesepian. Ingin rasanya bercerita banyak hal dengan teman masa kecilnya itu. Mengenai kehidupannya beberapa tahun ini, tentang bagaimana dia melewati hari setelah perpisahan mereka. Bagaimanapun juga, Prawira pernah menjadi bagian di hidup seorang Noura.Ketika Noura ingin melangkah ke luar kamar. Pintu tiba-tiba saja terbuka. Sosok pria yang dia tunggu sejak satu jam lalu, muncul dari balik pintu. Mereka sama-sama terjingkat kaget, saling pandang wajah satu sama lain. Detik kemudian, Prawira mengalihkan pandangan, lalu berjalan melewati Noura.Noura berbalik saat pria itu lewat begitu saja dan acuh padanya. "Mas, dari mana?" tanyanya mengikuti langkah sang suami.Pria itu langsung menuju tempat tidur mengambil bantal dan selimutnya. Terl

  • Jodoh Dalam Perjanjian   36. Cinta pertama dan terakhir

    "Non Noura. Sepertinya tadi Jaka sudah minta maaf, lagian dagangan pada jatuh semua, jadi dia kebingungan mau beresin. Untung ada warga yang bantu." Sepertinya akan ada kesalah pahaman, Kardiman pun anggkat bicara lagi ingin meluruskan.Namun, mendengar hal itu Pak Sugiarto tersentak kaget, fokusnya malah beralih. "Apa? Gerobak saya gimana? Rusak parah nggak, Man?""Hihhh, ayah bukannya tanya keadaan anaknya. Malah mikirin gerobak. Lihat nih, aku luka, Yah." Noura menunjukan telapak tangannya yang tergores, dia kembali protes. Pak Sugiarto malah terkekeh.Dan tiba-tiba gadis itu berpikir jail, dia mendekat langsung mendekap sang ayah."Ehh Nou … kamu basah, Nou!" Pak Sugiarto mencoba mendorong Moura menjauh, tapi tubuhnya dipeluk erat. Sehingga bajunya pun ikut basah.Noura tertawa puas ketika sang ayah telah basah. Tak terima, Pak Sugiarto mengangkat kedua tangan, mengarahkan pada pinggang Noura. Dengan cepat, Pak Sugiarto meraup dan menggelitiki Noura. Gadis itu tertawa serta mengg

  • Jodoh Dalam Perjanjian   35. Kekesalan Noura

    Noura mengalihkan pandangan pada pria yang hampir menabraknya. Keadaan pria itu lebih mengenaskan, lalu dia melihat gerobak bakso yang sudah dibenarkan posisinya. Mata Noura menyipit, ternyata dia tahu pemilik usaha bakso tersebut. Sedikit merasa bersalah, Noura menghela napas panjang. Pasti akhirnya si Tukang Bakso itu akan dimarahi sang juragan, yaitu ayahnya sendiri. Tetapi, Noura bukan menyesal karena kecelakaan ini, lagi pula juga bukan kesalahannya. Dia merasa, pasti banyak kerugian yang ayahnya dapat."Mbak Noura nggak apa-apa?" tanya bapak di sebelah Noura, kasihan.Noura tersenyum dan berterima kasih sekali lagi. "Itu gerobak bakso Ayah saya, kan, Pak?" tanyanya."Iya, Mbak. Duhh, sampai peot gitu, kacanya pecah juga. Tapi, sepertinya ... baksonya udah habis," ujar si bapak setelah melihat keadaan gerobak tadi sekilas."Baru jam segini, udah habis?" Noura merasa terkejut. Baru sekitar jam empat sore, biasanya setelah magrib atau isya dagangan habis.Sebuah motor bebek tiba-ti

  • Jodoh Dalam Perjanjian   34. Pertemuan

    Dua Minggu setelah kondisi Prawira membaik. Pak Sugiarto membawanya pulang, memberinya tempat tinggal, juga merawat dengan baik. Warga kampung juga bergantian datang melihatnya. Prawira diperkenalkan sebagai anak kenalan Pak Lurah yang mendapat kecelakaan. Tidak punya sanak saudara, hanya bisa bergantung padanya.Entah warga yang datang karena kasihan, atau hanya sekedar ingin tau siapa sosok yang baru dibawa pulang dari rumah sakit?Prawira sangat berterima kasih pada warga kampung yang menemukannya, terutama pada Pak Sugiarto yang suka rela mau menampung dirinya. Telah banyak hutang budi yang dia miliki, terutama akan biaya rumah sakit yang tidak sedikit. Prawira berjanji dalam hatinya, akan membalas atas semua keberuntungan dan kesempatan. Hutang nyawa dibalas nyawa.Satu bulan setelah kejadian itu, Prawira benar-benar pulih dengan baik. Dia sudah bisa beraktivitas secara normal. Ingatannya juga perlahan kembali. Namun, ketika menyadari tentang jati dirinya, Prawira akhirnya bungka

  • Jodoh Dalam Perjanjian   33. Ambang Kematian

    Pertarungan semakin sengit ….Sekali lagi, Prawira melawan ketiganya secara bersamaan. Sisa-sisa tenaga yang dia miliki dikerahkan seluruhnya. Menangkis serangan, membalas, memukul dan menendang.Segala cara yang dia bisa, dia lakukan. Satu pukulan melayang di udara, segera Prawira tahan dengan kepalan tangan. Tangan satunya menyerang di bagian perut lawan, hingga sang lawan menunduk karena dorongan yang kuat. Satu lagi serangan tiba-tiba dari belakang, Prawira menangkis tanpa melihat. Lawan yang terkena tinjunya tadi, ditendang hingga memental. Dengan gerakan cepat berbalik, membalas serangan di belakang. Satu serangan dan balasan terjadi dalam hitungan detik. Erangan dalam pergumulan terdengar dari mulut mereka bergantian."Sial, kalian membuatku kewalahan!" teriak Prawira di sela pertarungan. Napas terengah-engah, sekujur tubuh sakit, tenaga hampir habis.Deruan napasnya memburu setiap melakukan gerakan. Prawira menahan serangan tongkat dengan kedua tangan menyilang, mendorong dan

  • Jodoh Dalam Perjanjian   32. Janji dan perpisahan

    Janji mereka saling terucap. Dengan tautan jari kelingking sebagai tanda kesepakatan mereka. Moment itu pun diakhiri dengan foto bersama. Menyimpan memori indah mereka kala itu.Tanpa mereka tau, tanpa mereka prediksi. Janji yang terucap kala itu, tak selamanya bisa ditempati. Beberapa bulan setelah itu, Prawira diboyong kedua orang tuanya pergi jauh dari Jakarta. Dengan terpaksa Prawira kecil ikut sang papa pindah tugas ke kota lain. Lebih tepatnya ke wilayah bagian timur Indonesia.Noura, Didit, juga orang tua mereka, akan mengantar kepergian Prawira beserta keluarga di bandara. Mata Noura tampak memerah, dia telah menangis di sepanjang perjalanan. Membuat sang ayah kewalahan membujuknya agar diam.Ketika tiba di bandara, Noura dan Didit kecil langsung dibawa ke terminal keberangkatan. Mendatangi Prawira beserta keluarganya yang sengaja duduk di bangku tunggu. Tampak Prawira yang tengah tertunduk di sana. Dia enggan untuk memperhatikan sekitarnya. Pria kecil itu sangat berat untuk m

  • Jodoh Dalam Perjanjian   31. Kejutan

    Gadis kecil ituterlihat sangat bersemangat, berlari ke arah kedua anak laki-laki yang sudah seperti saudara baginya. Beberapa hari ini dia selalumurung, berpikir apakah Prawira jadi datang atau tidak.Noura sudah menantikan kedatangannya.Ketika Noura hampir sampai di dekat mereka, tiba-tiba Didit maju dan menghalangi, sehingga gadis itu pun menghentikan langkahnya."Eiittt, tunggu dulu," ucap Didit seraya membentangkan tangan."Mas Didit, minggir!" Noura dengan wajahkesal."Jangan marah dulu … ayo hadap belakang." Didit membalikkan badan Noura bersamaan dengannya."Kenapa, sih, Mas!""Huussss jangan banyak tanya, diam aja." Didit menutup mulut Noura yang sedang manyun. "Ayo,Bhisma!"Prawira kecil pun mendekat, lalu mengikatkan kain hitam panjang pada mata Noura yang dia keluarkan dari kantung celananya. Gadis kecil itu hanya diam membiarkan mereka memperlakukannya. Dia hanya terkekeh dan sedi

  • Jodoh Dalam Perjanjian   30. Prawira Bhisma

    Prawira mengendarai motornya menuju padepokan Didit, tempatnya membuat janji. Saat dalam perjalanan, dia sedikit merasa aneh dengan suasananya. Rasanya seperti ada yang mengikuti, dia dibuntuti sosok pria misterius. Tak ingin terlihat curiga karena menyadari hal itu, Prawira pura-pura tidak melihat. Sampai di tempat tujuan, dia langsung masuk ke dalam. Sudah ada Didit menunggu sendirian."Mas, Didit,” sapa Prawira setelah pria itu mengangkat tangan menyambut dirinya.Didit tersenyum tipis dan menyambut Prawira melakukan brohug. "Bhisma, apa kamu diikuti?""Iya, Mas. Seperti yang kita duga, aku sudah mulai dicurigai." Prawira duduk di kursi yang tersedia. "Sepertinya aku harus segera pergi dari sini.""Apa mereka orang-orang yang mencelakaimu waktu itu?""Belum bisa dipastikan, Mas. Penampilanku waktu itu dan sekarang sangat berbeda. Kematian Dendi—samaranku juga sudah diumumkan di media. Jika mereka mencurigaiku, mungkin ….""Kamu harus lebih berhati-hati, jangan terlalu mencolok. Sese

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status