Home / Romansa / Jodoh Dalam Perjanjian / 4. Apa yang disembunyikan?

Share

4. Apa yang disembunyikan?

Author: MamGemoy
last update Last Updated: 2025-01-08 15:35:57

Prawira menghela napas berat. Tidak tahukah wanita itu? Hal yang dipikirkan Prawira sudah tidak sama. Sejak setelah dia melafaskan akad, sejak pertama dia mengecup kening wanita itu. Prawira telah berjanji dalam hatinya, janjinya bukan sekedar amanah, bukan juga karena sekedar rasa balas budi. Tetapi, kesungguhan yang akan dia pertanggungjawaban di hadapan Allah.

"Bagaimana, Mas? Ada poin yang harus ditambahkan?" tanya Noura dan Prawira menggeleng. "Kalau begitu, silakan tanda tangan." Dia menyerahkan pulpen hitam di hadapan Prawira.

Tanpa kerelaan dalam hati, Prawira pun menandatangani perjanjian itu. Tangannya bergetar, tanpa bisa dia kendalikan. Sebuah pernikahan seharusnya tidak boleh dibuat seperti ini. Salah, tentu saja ini salah. Namun, dia juga tidak bisa memaksa sang istri untuk menerima dirinya kini. Biarkanlah sekarang berjalan apa adanya.

"Terima kasih, Mas Prawira." Noura pun menandatangani bagiannya.

Kini mereka kembali terdiam setelah urusan perjanjian selesai. Prawira tampak ingin mengatakan sesuatu. Akan tetapi, niatnya itu dia urungkan. Hingga Noura akhirnya membuka suara memecah kesunyian.

"Maaf, saya harus membuat perjanjian ini," ucap Noura lirih. Mencoba menatap pria di hadapannya, dan berkata sejujur-jujurnya.

Prawira tetap dengan posisi tegapnya. "Bukankah ini yang kamu mau, kenapa meminta maaf?" Dia menatap lurus kedepan, menghindari tatapan wanita itu. Wajahnya terlihat datar dan menahan amarah.

"Iya, Mas. Saya punya alasan melakukan hal ini. Selain karena kita belum terlalu saling kenal, masih ada alasan utama." Noura menghela napas sejenak. "Sekarang saya harus jujur pada, Mas. Sebenarnya saya punya kekasih. Kami sudah berhubungan selama tiga tahun. Sebelumnya saya berniat untuk memperkenalkannya pada ayah. Tapi, pacar saya masih bertugas di papua. Dan dia juga belum siap menikah untuk sekarang ini."

Pernyataan Noura akhirnya membuat Prawira menoleh. Haruskah wanita itu sejujur ini?

Perasaan terluka serta merta Prawira rasakan. Walau sekarang dia belum mempunyai perasaan apa pun pada wanita di depan ini. Namun, hati pria itu pernah sedikit tersentuh pada Noura sebelum menjadi istrinya. Seorang wanita yang pantang menyerah, Prawira dapat menilai dengan pengamatannya selama satu Minggu ini. Sepertinya perjuangan Noura mencapai titik sekarang tidaklah mudah.

Prawira mengepalkan tangan menekan pahanya. Entah kenapa sakit, begitu mendengar penuturan yang sangat jujur dari istri sahnya tersebut. Mungkin karena merasa dia yang lebih berhak akan Noura, dari segi hukum maupun agama. Seharusnya Prawira tak dapat dibandingkan dengan pria manapun di luar sana.

"Poin keempat yang tertulis di sini. Saya harap Mas Prawira tidak mencampuri urusan pribadi dengan kekasih saya." Lanjut Noura menjelaskan. Namun, dia tak melihat reaksi pada pria itu. "Mas … Pra?"

Senyum kecut pria sematkan. "Saya paham … tapi saya harap kamu tau batasan. Sebab, apa pun yang dilakukan seorang istri, suami yang akan bertanggung jawab. Baik di hadapan ayah kamu juga di hadapan Allah, saya yang akan menanggungnya," ucap Prawira datar. Dia sebenarnya ingin mengubah keadaan, tapi sepertinya belum bisa.

Noura terhenyak. "Iya, Mas … saya tau.”

Awal pertemuannya dengan Noura sudah buruk. Kini dengan status mereka sekarang, Prawira ingin lebih dekat lagi dengan wanita itu. Tetapi, Cara Noura ini … ya sudahlah.

Kemudian suasana hening. Dalam beberapa saat tak ada dari mereka yang ingin melanjutkan pembicaraan, tak memandang satu sama lain. Lalu, terdengar helaan napas kecil Prawira. Dia berdiri, mendekati tempat tidur dan mengambil satu bantal.

"Kamu masih ada selimut lain?" tanya pria itu kemudian.

"Hah? Selimut?"

"Iya, saya mau tidur di bawah. Atau kamu mau saya tidur di atas kasur sama kamu?" tunjuknya pada tempat tidur dan bawah bergantian. Tatapannya datar pada wanita itu, yang seketika membuat Noura gelagapan.

"Ehh … iya, sebentar, Mas." Noura lalu mengambil selimut ekstra di lemari. Lalu memberikan pada Prawira yang telah berdiri di sisi kiri ranjang.

Selimut itu dia ambil dan mengibaskan pada karpet, kemudian menata bantal, lalu dia pun berbaring. "Selamat malam, Noura," ucap Prawira sebelum memejamkan mata.

"Iya, Mas. Selamat malam," balas Noura. Dia juga kembali naik ke tempat tidur.

Prawira memiringkan tubuhnya membelakangi ranjang. Dia kembali membuka mata, tampaknya tengah memikirkan tentang kehidupan yang dia jalani beberapa bulan ini. Hidupnya yang terlalu rumit, terlalu banyak keadaan yang sulit. Hingga kini dia bertemu dengan Noura. Selama ini tidak ada wanita manapun yang pernah membuatnya tertarik.

Semula Prawira pikir, keadaan tidak akan seperti ini. Apakah tadi saat akad pria itu salah melihat? Ketika detik pertama setelah dia mengecup kening Noura, Prawira yakin wanita itu tersenyum. Bukan senyuman yang terpaksa. Tergambar keridaan dalam raut wajah wanita itu, terlihat teduh dan aura kecantikan benar-benar muncul dari sana.

"Hah … sepertinya aku salah," batinnya. Prawira sekali lagi menghela napas, dia pun memejamkan mata, tak ingin terlalu larut memikirkan yang akan terjadi.

Sama halnya dengan Noura. Mata wanita itu juga masih belum bisa terpejam. Banyak hal yang berputar dalam pikirannya kini. Tentang bagaimana dia menjalani pernikahan palsu ini. Bagaimana caranya dia menghadapi kekasihnya nanti. Cara apa yang harus dia gunakan untuk mengakhiri semua ini.

“Mas Pra.”

Wanita itu mencoba membuka suara. Entah karena keheningan ini atau karena dia juga merasa pria yang tengah berbaring di bawah juga belum terlelap. Namun, panggilannya tidak mendapat jawaban.

“Mas Prawira ... sudah tidur?” Dia mencoba sekali lagi.

“Ada apa?” jawab pria itu masih diam dalam posisi tidurnya. Ingin terus diam, tapi hatinya tergerak untuk menjawab.

“Mas sama sekali tidak ingat di mana keluarga Mas? Apa Mas sudah pernah mencoba mengingat?”

Pertanyaan Noura sontak membuat pria itu mengubah posisinya hingga telentang. "Saya sudah coba mengingat, tapi tidak bisa."

Noura pun kembali duduk, menggeser posisi mendekat. Membuat pria itu juga ikut bangkit karena merasakan gerakan Noura.

“Di KTP alamat Mas juga di kota, bukan? Sudah hilang selama beberapa bulan, mungkin saja keluarga Mas sudah melapor.”

“Mungkin saja.”

“Mau saya bantu mencari keluarga, Mas?”

“Bagaimana?”

“Besok kita ke kantor polisi.”

Prawira lantas terdiam, enggan untuk melanjutkan pembicaraan. “Sebaiknya kita tidur dulu. Sudah lelah seharian ini. Masalah ini bisa dibahas lain kali lagi.” Dan dia kembali ke posisi tidur.

Rasa penasaran Noura semakin besar. Seperti ada yang ditutupi oleh pria itu. Setidaknya saat ini dia tau apa yang dilakukan selanjutnya. Jika Prawira tidak mau bekerjasama, dia akan melakukan pencarian sendiri.

Apa yang sedang kamu sembunyikan, Mas? Apa kamu benar-benar amnesia?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Jodoh Dalam Perjanjian   5. Berbeda sikap

    Suara azan subuh berkumandang sangat merdu. Prawira terbangun karena nyanyian itu memanggil untuk melaksanakan ibadah. Setelah mandi dan rapi dengan baju koko juga sarung, pria itu membangunkan sang istri. Noura menggeliat, melenguh merasakan tubuhnya tergoncang.Noura membuka mata dan langsung mendorong tangan pria itu. "Mau apa kamu, Mas!" Dia langsung beringsut ke belakang. Menyilangkan kedua tangan di dada."Saya cuma membangunkan kamu, ayo subuhan dulu," jawab Prawira datar mengembalikan tangan ke posisi semula. Dia mundur selangkah.Tatapan mata Noura lurus sejajar pada pria di hadapannya. "Tapi jangan pegang-pegang juga. Panggil aja, kan bisa." Dia menatap nyalang."Maaf, saya sudah panggil kamu beberapa kali tadi," jawab Prawira kemudian. Ini hari pertama sebagai suami istri, dan mereka sudah berdebat.Tak memperpanjang masalah, wanita itu beranjak dari tempat tidurnya. Langsung masuk ke kamar mandi dengan wajah masam. Dia mengerutu entah apa, menutup pintu sedikit keras.Praw

    Last Updated : 2025-01-08
  • Jodoh Dalam Perjanjian   6. Pesan ayah

    Di meja makan sudah menunggu Pak Sugiarto serta Noura. Prawira yang sudah berganti pakaian, langsung menghampiri mereka. Sarapan sudah tertata di tengah meja. Sekilas dia memandang Noura yang tersenyum, lalu Pak Sugiarto. Prawira mengangguk sopan. Ini pertama kalinya pria itu duduk bersama di meja makan, sebagai seorang menantu. Sebelumnya Prawira jarang mau ikut makan dengan ayah dari istrinya itu."Jaka, duduk sini. Mulai sekarang kamu harus makan satu meja dengan saya. Jangan nolak lagi kayak kemarin-kemarin," ujar Pak Sugiarto."Iya, Yah." Prawira pun duduk berseberangan dengan mertuanya itu, sementara Noura di sebelah. Dia melihat hidangan di meja makan. Sarapannya pagi ini sepertinya akan terasa sangat nikmat.Tanpa diminta, Noura mengambilkannya makanan. Menanyainya mau makan apa, sambil tersenyum ramah. Layaknya seperti suami sungguhan, dia dilayani. Sepertinya wanita itu memainkan peran sangat baik. Prawira pun harus melakukan hal yang sama, bersikap mesra pada sang istri dan

    Last Updated : 2025-01-31
  • Jodoh Dalam Perjanjian   7. Pindahan

    Prawira semakin mendekatkan diri, semakin mengintimidasi dengan tatapan mata elangnya. Noura telah nampak pias terpojok. Sisa langkah telah habis, dan punggung Noura melekat pada daun pintu. Debaran jantung tak bisa dikendalikan lagi. Semakin cepat seiring terkikisnya jarak di antara mereka. Dan pria di hadapannya itu pun merasakan hal yang sama."Mas … Pra …," lirik Noura seraya menahan dada sang suami. Menghalangi agar tubuh mereka tidak melekat. Kedua sisi wajah pun mulai terasa panas.Namun, Prawira telah mengungkung wanita itu dengan kedua lengannya. Sehingga Noura benar-benar terlihat tak dapat bergerak saat ini. Dia pun mencoba memundurkan wajah sejauh mungkin, walau tak lagi ada ruang. Pria itu semakin mendekatkan, tatapannya mengunci mata indah milik istrinya."Kamu takut," bisiknya."Kamu mau apa sih, Mas? Ingat, kamu jangan melanggar perjanjian kita." Noura mencoba menghindari tatapan mata pria itu, membuang muka, tapi jantung mulai tidak aman karenanya.Lalu Prawira mendeka

    Last Updated : 2025-02-01
  • Jodoh Dalam Perjanjian   8. Terasa nyaman

    ***Sesaat suasana menjadi canggung. Prawira berdeham kecil, lalu membuka ikatan simpul pada sarung. "Saya simpan di mana ini?" tanyanya setelah menetralkan kegugupan yang sempat terasa.Noura pun melakukan hal yang sama. "Sebentar, Mas. Aku kosongkan satu sisi lemari dulu." Dia bangkit dan berjalan ke arah lemari. Kemudian membuka pintu sisi kanan, memindahkan pakaian lama yang ada di sana ke atas kasur. Menatanya sedikit demi sedikit, dengan cepat tangannya bekerja. Pakaiannya pun berpindah dari lemari ke tempat tidur dalam sekejab.Mata Prawira mengekori setiap gerakan istrinya itu. "Terus pakaian kamu itu mau diapakan?"Noura diam sejenak. "Ini baju-baju lama. Beberapa ada pakaian waktu masih sekolah. Sebagian lagi udah nggak bisa aku pakai. Emm, besok mau aku sumbangin aja ke panti," jawab Noura sambil terus mengosongkan ketiga slot lemari itu."Semuanya?" Prawira melihat tempat tidur itu sudah tertutup pakaian hampir setengahnya. Lalu mendekat memperbaiki tatanan ketika satu tum

    Last Updated : 2025-02-01
  • Jodoh Dalam Perjanjian   9. Peristiwa kehilangan

    Sebelum jam makan siang, Prawira yang baru kembali dari pangkalan mendatangi Noura ke kamar. Istrinya itu masih istirahat setelah selesai membereskan barang sejak pagi tadi. Noura tampaknya masih kelelahan, tidurnya begitu pulas memeluk guling. Namun, Prawira tetap akan membangunkan karena telah masuk waktu salat Zuhur.Setelah selesai melaksanakan ibadah secara bergantian. Mereka turun bersama menuju meja makan. Makan siang sudah terhidang di atas meja, Noura dan Prawira duduk di posisi masing-masing. Tak lama, Pak Sugiarto pun ikut bergabung. Mereka bercengkerama seperti tadi pagi. Percakapan keluarga yang baru bertambah satu anggota itu terlihat sangat hangat. Prawira masih berusaha menyesuaikan diri dengan suasana baru ini. Perlahan dia mulai terbiasa, dirinya merasa sangat beruntung diterima dengan baik.Malam harinya, Noura sudah terlelap setelah salat Isa selesai, sepertinya tak akan bangun lagi sampai esok pagi. Sedangkan Prawira yang matanya masih belum bisa terpejam, menopan

    Last Updated : 2025-02-02
  • Jodoh Dalam Perjanjian   10. Tersipu

    Pagi itu suasana di kampung Ciptoasih terlihat sedikit riuh. Peristiwa pencurian ternak yang telah lama tidak terjadi di sana, kali ini terjadi lagi. Puluhan tahun lalu hal ini pernah tejadi, karena masih merebaknya preman dan geng pemuda nakal.Beberapa warga berkumpul di kelurahan, menanti informasi dari warga yang mencari di sekitar kampung, dan sebagian besar warga lebih memilih menyibukkan diri dengan pekerjaan masing-masing.Pencarian di sekitar kampung sudah dilakukan, tetapi tidak ada tanda-tanda ternak disembunyikan di mana pun. Dugaantentang penyembelihan di tempat juga tidak ditemukan. Mereka pun menyerahkan semua untuk ditangani oleh Lurah.Noura satu-satunya wartawan yang kebetulan berada di kampung. Dia akan mengangkatberita ini ke media walaupun hanya berita kecil, tapi jika kasus telah terungkap, dia bisa mendapat pujian dari atasan. Prawira ikut menemani sang istri meliput berita pencurian ternak yang terjadi. Prawira mendampingi

    Last Updated : 2025-02-02
  • Jodoh Dalam Perjanjian   11. Sambutan hangat

    Setelah menempuh satu jam perjalanan, mereka pun tiba di tujuan. Anak-anak panti dan juga ibu pengurus menyambut kedatangan mereka di halaman depan. Sambutan itu begitu hangat. ternyata kehadiran Noura selalu dinantikan oleh mereka, dia sangat disukai oleh penghuni panti yang rata-rata anak usia lima hingga lima belas tahun. Ibu kepala panti mempersilakan Noura dan Prawira masuk."Biar saya ambil barang-barang dulu, Buk." Prawira pamit dengan sopan."Terima kasih, Nak." Ibu Hasna--kepala panti tersenyum ramah. "Kalau gitu kalian bantuin Mas Jaka ya!" ucap Ibu Hasna kepada anak asuhnya.Salah seorang anak perempuan enam tahun berlari dari arah belakang. Noura yang baru masuk ke ruang tamu tersenyum, bergerak turun, lalu menempelkan lutut ke lantai dan membentang tangan menyambut gadis kecil itu."Kak … Nou!" teriaknya sambil melambaikan tangan. Detik kemudian, dia berakhir di dekapan Noura."Citra, apa kabar, Sayang?" Noura mencium pipi gadis itu."Citra baik, Kak. Citra udah lama nung

    Last Updated : 2025-02-03
  • Jodoh Dalam Perjanjian   12. Memikirkan kamu

    Area panti itu lumayan luas dengan tiga gedung di setiap fungsinya. Satu gedung untuk kamar, serta ruang santai anak-anak. Satu gedung lagi untuk dapur, ruang makan sekaligus aula. Lalu, gedung yang lain digunakan untuk kantor dan ruang tamu. Dahulu di lokasi lama, panti itu memiliki banyak anak asuh, sehingga mendapat bantuan untuk memindahkan mereka ke tempat yang lebih luas.Hanya satu tempat yang belum mereka periksa dalam kawasan, yaitu halaman belakang, tempat bermain outdoor. Citra tidak mungkin keluar area panti, jadi Noura pun mengajak suaminya ke taman belakang. Mereka langsung menuju area bermain bajak laut, dan Citra benar ada di sana. Gadis itu sedang bersembunyi dalam perosotan yang berbentuk tabung."Citra?" Panggil Noura lembut, helaan napasnya lega setelah berhasil menemukan gadis kecil itu. "Kamu ngapain di sini, Sayang?"Citra sedang menopang kening di lutut yang dipeluknya, lalu menoleh ke samping. Tangisan yang dia tahan sedari tadi pun berderai sudah. "Kak Noura,

    Last Updated : 2025-02-04

Latest chapter

  • Jodoh Dalam Perjanjian   38. Arti aku untukmu

    Noura ingin berkata sesuatu. Namun, lidahnya seakan kelu, sulit untuk mengungkapkan. Dipandangi wajah suaminya yang menunggu. Dia tampak ragu untuk mengungkapkan.Apa yang akan dia katakan sebenarnya telah menjadi beban di pikiran wanita itu. Terlebih lagi setelah tahy bahwa Prawira adalah teman masa kecil yang pernah memberi kenangan indah di hidupnya."Kenapa?" tanya Prawira karena wanita itu cukup lama diam."Aku minta maaf soal surat perjanjian itu. Jika kamu keberatan, kita bisa batalkan saja. Dan ... kamu bisa tinggalkan aku jika kamu merasa terbebani," tutur Noura kemudian. Sebenarnya dia juga tidak habis pikir kenapa bisa mengeluarkan kata-kata itu. Mungkin karena adanya rasa bersalah."Jadi itu yang kamu mau?" Prawira menatap teduh pada sang istri. Dia juga tau, pernyataan itu bukan yang ingin Noura katakan. "Jika itu mau kamu, saya akan turuti. Saya sudah katakan, bahwa saya akan menuruti setiap kemauan kamu. Jadi kamu mau?"Dengan cepat Noura mengelengkan kepala. Langsung m

  • Jodoh Dalam Perjanjian   37. Kembali seperti masa dulu

    Noura mencari keberadaan sang suami dari saat selesai sholat isya. Entah kenapa rasanya semakin tidak mengerti, dia sadar Prawira sengaja menghindarinya. Noura menempatkan dirinya sebagai seorang sahabat yang sedang membutuhkan. Dan dia sangat merasa kesepian. Ingin rasanya bercerita banyak hal dengan teman masa kecilnya itu. Mengenai kehidupannya beberapa tahun ini, tentang bagaimana dia melewati hari setelah perpisahan mereka. Bagaimanapun juga, Prawira pernah menjadi bagian di hidup seorang Noura.Ketika Noura ingin melangkah ke luar kamar. Pintu tiba-tiba saja terbuka. Sosok pria yang dia tunggu sejak satu jam lalu, muncul dari balik pintu. Mereka sama-sama terjingkat kaget, saling pandang wajah satu sama lain. Detik kemudian, Prawira mengalihkan pandangan, lalu berjalan melewati Noura.Noura berbalik saat pria itu lewat begitu saja dan acuh padanya. "Mas, dari mana?" tanyanya mengikuti langkah sang suami.Pria itu langsung menuju tempat tidur mengambil bantal dan selimutnya. Terl

  • Jodoh Dalam Perjanjian   36. Cinta pertama dan terakhir

    "Non Noura. Sepertinya tadi Jaka sudah minta maaf, lagian dagangan pada jatuh semua, jadi dia kebingungan mau beresin. Untung ada warga yang bantu." Sepertinya akan ada kesalah pahaman, Kardiman pun anggkat bicara lagi ingin meluruskan.Namun, mendengar hal itu Pak Sugiarto tersentak kaget, fokusnya malah beralih. "Apa? Gerobak saya gimana? Rusak parah nggak, Man?""Hihhh, ayah bukannya tanya keadaan anaknya. Malah mikirin gerobak. Lihat nih, aku luka, Yah." Noura menunjukan telapak tangannya yang tergores, dia kembali protes. Pak Sugiarto malah terkekeh.Dan tiba-tiba gadis itu berpikir jail, dia mendekat langsung mendekap sang ayah."Ehh Nou … kamu basah, Nou!" Pak Sugiarto mencoba mendorong Moura menjauh, tapi tubuhnya dipeluk erat. Sehingga bajunya pun ikut basah.Noura tertawa puas ketika sang ayah telah basah. Tak terima, Pak Sugiarto mengangkat kedua tangan, mengarahkan pada pinggang Noura. Dengan cepat, Pak Sugiarto meraup dan menggelitiki Noura. Gadis itu tertawa serta mengg

  • Jodoh Dalam Perjanjian   35. Kekesalan Noura

    Noura mengalihkan pandangan pada pria yang hampir menabraknya. Keadaan pria itu lebih mengenaskan, lalu dia melihat gerobak bakso yang sudah dibenarkan posisinya. Mata Noura menyipit, ternyata dia tahu pemilik usaha bakso tersebut. Sedikit merasa bersalah, Noura menghela napas panjang. Pasti akhirnya si Tukang Bakso itu akan dimarahi sang juragan, yaitu ayahnya sendiri. Tetapi, Noura bukan menyesal karena kecelakaan ini, lagi pula juga bukan kesalahannya. Dia merasa, pasti banyak kerugian yang ayahnya dapat."Mbak Noura nggak apa-apa?" tanya bapak di sebelah Noura, kasihan.Noura tersenyum dan berterima kasih sekali lagi. "Itu gerobak bakso Ayah saya, kan, Pak?" tanyanya."Iya, Mbak. Duhh, sampai peot gitu, kacanya pecah juga. Tapi, sepertinya ... baksonya udah habis," ujar si bapak setelah melihat keadaan gerobak tadi sekilas."Baru jam segini, udah habis?" Noura merasa terkejut. Baru sekitar jam empat sore, biasanya setelah magrib atau isya dagangan habis.Sebuah motor bebek tiba-ti

  • Jodoh Dalam Perjanjian   34. Pertemuan

    Dua Minggu setelah kondisi Prawira membaik. Pak Sugiarto membawanya pulang, memberinya tempat tinggal, juga merawat dengan baik. Warga kampung juga bergantian datang melihatnya. Prawira diperkenalkan sebagai anak kenalan Pak Lurah yang mendapat kecelakaan. Tidak punya sanak saudara, hanya bisa bergantung padanya.Entah warga yang datang karena kasihan, atau hanya sekedar ingin tau siapa sosok yang baru dibawa pulang dari rumah sakit?Prawira sangat berterima kasih pada warga kampung yang menemukannya, terutama pada Pak Sugiarto yang suka rela mau menampung dirinya. Telah banyak hutang budi yang dia miliki, terutama akan biaya rumah sakit yang tidak sedikit. Prawira berjanji dalam hatinya, akan membalas atas semua keberuntungan dan kesempatan. Hutang nyawa dibalas nyawa.Satu bulan setelah kejadian itu, Prawira benar-benar pulih dengan baik. Dia sudah bisa beraktivitas secara normal. Ingatannya juga perlahan kembali. Namun, ketika menyadari tentang jati dirinya, Prawira akhirnya bungka

  • Jodoh Dalam Perjanjian   33. Ambang Kematian

    Pertarungan semakin sengit ….Sekali lagi, Prawira melawan ketiganya secara bersamaan. Sisa-sisa tenaga yang dia miliki dikerahkan seluruhnya. Menangkis serangan, membalas, memukul dan menendang.Segala cara yang dia bisa, dia lakukan. Satu pukulan melayang di udara, segera Prawira tahan dengan kepalan tangan. Tangan satunya menyerang di bagian perut lawan, hingga sang lawan menunduk karena dorongan yang kuat. Satu lagi serangan tiba-tiba dari belakang, Prawira menangkis tanpa melihat. Lawan yang terkena tinjunya tadi, ditendang hingga memental. Dengan gerakan cepat berbalik, membalas serangan di belakang. Satu serangan dan balasan terjadi dalam hitungan detik. Erangan dalam pergumulan terdengar dari mulut mereka bergantian."Sial, kalian membuatku kewalahan!" teriak Prawira di sela pertarungan. Napas terengah-engah, sekujur tubuh sakit, tenaga hampir habis.Deruan napasnya memburu setiap melakukan gerakan. Prawira menahan serangan tongkat dengan kedua tangan menyilang, mendorong dan

  • Jodoh Dalam Perjanjian   32. Janji dan perpisahan

    Janji mereka saling terucap. Dengan tautan jari kelingking sebagai tanda kesepakatan mereka. Moment itu pun diakhiri dengan foto bersama. Menyimpan memori indah mereka kala itu.Tanpa mereka tau, tanpa mereka prediksi. Janji yang terucap kala itu, tak selamanya bisa ditempati. Beberapa bulan setelah itu, Prawira diboyong kedua orang tuanya pergi jauh dari Jakarta. Dengan terpaksa Prawira kecil ikut sang papa pindah tugas ke kota lain. Lebih tepatnya ke wilayah bagian timur Indonesia.Noura, Didit, juga orang tua mereka, akan mengantar kepergian Prawira beserta keluarga di bandara. Mata Noura tampak memerah, dia telah menangis di sepanjang perjalanan. Membuat sang ayah kewalahan membujuknya agar diam.Ketika tiba di bandara, Noura dan Didit kecil langsung dibawa ke terminal keberangkatan. Mendatangi Prawira beserta keluarganya yang sengaja duduk di bangku tunggu. Tampak Prawira yang tengah tertunduk di sana. Dia enggan untuk memperhatikan sekitarnya. Pria kecil itu sangat berat untuk m

  • Jodoh Dalam Perjanjian   31. Kejutan

    Gadis kecil ituterlihat sangat bersemangat, berlari ke arah kedua anak laki-laki yang sudah seperti saudara baginya. Beberapa hari ini dia selalumurung, berpikir apakah Prawira jadi datang atau tidak.Noura sudah menantikan kedatangannya.Ketika Noura hampir sampai di dekat mereka, tiba-tiba Didit maju dan menghalangi, sehingga gadis itu pun menghentikan langkahnya."Eiittt, tunggu dulu," ucap Didit seraya membentangkan tangan."Mas Didit, minggir!" Noura dengan wajahkesal."Jangan marah dulu … ayo hadap belakang." Didit membalikkan badan Noura bersamaan dengannya."Kenapa, sih, Mas!""Huussss jangan banyak tanya, diam aja." Didit menutup mulut Noura yang sedang manyun. "Ayo,Bhisma!"Prawira kecil pun mendekat, lalu mengikatkan kain hitam panjang pada mata Noura yang dia keluarkan dari kantung celananya. Gadis kecil itu hanya diam membiarkan mereka memperlakukannya. Dia hanya terkekeh dan sedi

  • Jodoh Dalam Perjanjian   30. Prawira Bhisma

    Prawira mengendarai motornya menuju padepokan Didit, tempatnya membuat janji. Saat dalam perjalanan, dia sedikit merasa aneh dengan suasananya. Rasanya seperti ada yang mengikuti, dia dibuntuti sosok pria misterius. Tak ingin terlihat curiga karena menyadari hal itu, Prawira pura-pura tidak melihat. Sampai di tempat tujuan, dia langsung masuk ke dalam. Sudah ada Didit menunggu sendirian."Mas, Didit,” sapa Prawira setelah pria itu mengangkat tangan menyambut dirinya.Didit tersenyum tipis dan menyambut Prawira melakukan brohug. "Bhisma, apa kamu diikuti?""Iya, Mas. Seperti yang kita duga, aku sudah mulai dicurigai." Prawira duduk di kursi yang tersedia. "Sepertinya aku harus segera pergi dari sini.""Apa mereka orang-orang yang mencelakaimu waktu itu?""Belum bisa dipastikan, Mas. Penampilanku waktu itu dan sekarang sangat berbeda. Kematian Dendi—samaranku juga sudah diumumkan di media. Jika mereka mencurigaiku, mungkin ….""Kamu harus lebih berhati-hati, jangan terlalu mencolok. Sese

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status