Share

6. Pesan ayah

Penulis: MamGemoy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-31 23:53:53

Di meja makan sudah menunggu Pak Sugiarto serta Noura. Prawira yang sudah berganti pakaian, langsung menghampiri mereka. Sarapan sudah tertata di tengah meja. Sekilas dia memandang Noura yang tersenyum, lalu Pak Sugiarto. Prawira mengangguk sopan. Ini pertama kalinya pria itu duduk bersama di meja makan, sebagai seorang menantu. Sebelumnya Prawira jarang mau ikut makan dengan ayah dari istrinya itu.

"Jaka, duduk sini. Mulai sekarang kamu harus makan satu meja dengan saya. Jangan nolak lagi kayak kemarin-kemarin," ujar Pak Sugiarto.

"Iya, Yah." Prawira pun duduk berseberangan dengan mertuanya itu, sementara Noura di sebelah. Dia melihat hidangan di meja makan. Sarapannya pagi ini sepertinya akan terasa sangat nikmat.

Tanpa diminta, Noura mengambilkannya makanan. Menanyainya mau makan apa, sambil tersenyum ramah. Layaknya seperti suami sungguhan, dia dilayani. Sepertinya wanita itu memainkan peran sangat baik. Prawira pun harus melakukan hal yang sama, bersikap mesra pada sang istri dan berterima kasih. Tidak lupa sapaan 'Sayang' juga dia sematkan di setiap percakapan dengan wanita itu. Di sela aktivitas sarapan mereka, obrolan kecil terjadi.

"Mulai hari ini kamu mengurus pekerjaan di pangkalan saja ya, Jaka. Jaga warung saja, Ayah harus fokus di kelurahan, banyak yang harus Ayah benahi sebelum masa jabatan Ayah habis." Pak Sugiarto membuka percakapan.

Prawira mengangguk tanda paham. "Iya, Yah."

Selain berjualan, terkadang Prawira juga diminta untuk mengawasi pembukuan. Untuk keahliannya yang satu itu, tidak perlu diragukan lagi. Pak Sugiarto sangat puas dengan hasilnya.

Noura pun ikut masuk dalam pembicaraan. "Oya, Ayah jadi lurah udah mau lima tahun, ya? Ayah nggak mau lanjut periode kedua?" tanyanya.

"Ayah rasa nggak, Nou. Sebelum ini Ayah udah kerepotan, membenahi kampung dan mengatur dagangan. Untung aja Kardiman mau bantuin Ayah, dan selama tiga bulan ini Jaka juga sudah banyak membantu. Ayah mau beristirahat saja dari jabatan Lurah." Pak Sugiarto terdiam sejenak. "Apa lagi nantinya kalian 'kan mau ke Jakarta. Ayah nggak bisa lagi urus keduanya sekaligus. Ayah mau fokus jadi pedagang saja. Ayah mau buka warung bakso di kampung sebelah."

"Ayah udah bilang ke warga kampung, kalau ayah mau satu periode aja?" tanya Noura lagi, lalu melirik Prawira yang ingin mengambil ceret air, dan secara spontan dia membantu.

Gerakan tangan pria itu terhenti saat Noura mengarahkan ceret, Prawira pun mengangkat gelasnya. Semua ini hanya sandiwara yang Noura mainkan. Tentu saja, sesuai isi dari perjanjian, bersikap layaknya pasangan, terutama di depan ayah.

Melihat kemesraan mereka, Pak Sugiarto tampak tersenyum. "Ayah baru kasih tau sekretaris di kelurahan," ucap Pak Sugiarto melanjutkan pembicaraan. "Sebab itu Ayah akan secepatnya menyelesaikan program terakhir sebelum berhenti."

Setelah meneguk airnya, Prawira ikut berbicara. "Tadi saya dengar dari Kardiman, kalau ada yang mengincar posisi Lurah selanjutnya." Ucapannya membuat ayah dan anak itu menoleh. "Tapi warga kampung lebih memilih, kalau Ayah mencalonkan diri lagi."

Pak Sugiarto tampak menghela napas. "Iya, dan orang yang mau mencalonkan diri itu, pernah di usir dari kampung ini."

"Kenapa diusir, Yah?" tanya Noura melirik pada sang Ayah, lalu lanjut mengunyah makanannya.

"Pernah kepergok mau nidurin anak orang. Gadis-gadis di kampung hampir semua dipacari. Anaknya bandel, suka keluyuran malam. Kerjaannya nongkrong di pos ronda, kadang mabok dan main judi di sana. Sering juga malak pedagang di pasar, jaman dulu dia adalah preman kampung ini."

Kejadian itu sudah terjadi lebih dari tiga puluh tahun yang lalu. Saat itu Pak Sugiarto sedang menempuh pendidikan di Jakarta. Semua cerita itu dia dapat dari warga kampung ketika dia pulang ke kampung ini. Orang yang mereka bicarakan juga adalah adik kelasnya di sekolah dasar.

"Oya? Kenapa sekarang balik ke kampung dan mau jadi Lurah?" tanya Noura lagi.

"Katanya dia sudah berubah. Di kota dia sudah sukses, sudah jadi bos. Sudah kaya sekarang. Sikapnya juga nggak sama seperti dulu. Itu yang Ayah dengar dari warga."

"Bisa jadi cuma kedok aja, Yah. Mana ada orang yang seratus persen bisa berubah baik, kalau awalnya bobrok kayak gitu. Dia pasti ada tujuan." Noura berseloroh.

"Nggak boleh soudzon sama orang, Nou. Belum tentu dia seperti itu," ucap Pak Sugiarto mengingatkan. Sebenarnya dia juga tidak yakin akan perubahan pria yang dimaksud. Bagaimana pun juga, biarlah semua terlihat tenang dan apa adanya. Jika sesuatu hal buruk terjadi, maka dia akan membuat tindakan.

Noura terkekeh kecil. "Iya, Yah, maaf. Tiba-tiba insting wartawan Nou muncul." Wanita itu tersenyum kaku.

"Sekali-kali lihat dari sisi lain. Kadang insting wartawan kamu itu bisa membahayakan kamu sendiri. Jangan menerka sembarangan. Kamu begitu juga sama Jaka waktu itu, kan?"

"Iya, Yah." Lalu Noura beralih pada Prawira ambil tersenyum. "Maaf ya, Mas. Udah nggak marah kan aku curigai? Yang waktu itu kan cuma salah paham aja."

"Iya, saya sudah tidak marah. Kalau saya marah, tidak mungkin saya mau nikahi kamu," jawab Prawira lembut dan tersenyum manis.

Namun, Noura tampak terdiam dan berpikir. Permasalahan tentang ada orang yang akan mencalonkan diri menjadi lurah, tidak sesederhana itu di matanya. Pasalnya, setelah mendengar cerita tadi, dia memang menaruh rasa curiga. Sepertinya dia akan menyelidiki orang itu. Dampak buruk mungkin akan terjadi pada kampung ini.

Sarapan pagi itu berlanjut dengan santai. Tampak wajah bahagia Pak Sugiarto melihat kemesraan putri dan menantunya. Tak salah dia menikahkan Noura dengan pemuda itu. Semoga kelak, Prawira bisa membahagiakan Noura, menjaga, dan membimbingnya ke jalan yang lebih baik.

"Nou, Jaka." Panggil Pak Sugiarto, pasangan pengantin baru itu pun menoleh. Kini mereka sudah berada di ruang keluarga.

"Ayah tau, pernikahan kalian yang tiba-tiba ini mungkin akan ada banyak masalah untuk kalian berdua. Kalian baru kenal, dan belum ada rasa satu sama lain. Dalam pernikahan, wajar jika ada sesekali kesalahpahaman. Salah satu harus ada yang mengalah, bicarakan permasalahan dengan baik-baik, jangan sampai berlarut-larut. Nou, Ayah pesan sama kamu. Nurut apa pun kata suami kamu, ya?" Tatapan mata seorang Ayah yang ingin kebahagiaan untuk putrinya terpancar iris mata hitam pria itu.

Noura mengangguk. "Iya, Yah. Noura paham, kok." Senyuman manis dia perlihatkan, lalu meraih tangan Prawira dan menggenggamnya. Menatap sayang pada pria yang telah berstatus suaminya.

"Nak Jaka. Meskipun sekarang ingatan kamu belum pulih dan kamu masih harus mencari tau tentang keluarga kamu. Ayah mohon, jaga juga anak Ayah satu-satunya ini. Dia kadang memang bandel, keras kepala, tapi kalau kamu harus ekstra sabar menghadapinya. Hubungan kalian pasti akan baik-baik saja jika masalah dihadapi dengan kepala dingin. Walaupun begitu, jangan biarkan dia abai dengan tanggung jawabnya sebagai istri. Ayah percaya, kamu bisa menjaga Noura dengan baik."

"Iya, Yah. Insyaallah saya akan menjaga Noura semampu saya." Prawira menoleh ke samping, melihat pada sang istri yang tersenyum. Dia pun belas dengan senyuman, walaupun Prawira merasa senyuman Noura itu dibuat-buat.

Setelah percakapan pagi itu berakhir, Noura mengikuti ke kamar sang suami di paviliun belakang rumah. Mereka ditugaskan Pak Sugiarto untuk memindahkan barang Prawira ke kamar Noura di lantai dua rumah utama. Sementara pria paruh baya itu mengawasi pekerja yang sedang membongkar tenda dan pelaminan.

"Barang-barangnya banyak nggak, Mas?" tanya Noura saat mereka sudah sampai di depan pintu. Menunggu pria itu membuka gagangnya.

Prawira berbalik dan menanggapi pertanyaan wanita itu. "Tidak banyak, sebenarnya kamu juga tidak perlu bantu."

Mereka kini berdiri berhadapan, hanya berjarak tiga langkah. Noura melipat tangannya di bawah dada. Tatapan wanita itu lurus kedepan, kemudian berpaling dengan dagu sedikit terangkat. "Tadinya aku juga nggak mau bantu, tuh. Tapi Ayah yang suruh," balas Noura acuh tak acuh.

Prawira mengedikkan bahu, dia tak menanggapi lagi perkataan istrinya itu. Dia membuka pintu dan masuk, Noura mengekorinya. Langkahnya berhenti dan pandangannya miring ke kiri kanan. Seolah sedang mencari sesuatu.

Namun, saat Prawira mendengar suara pintu tertutup, dia pun berbalik. Menatap tajam pada Noura yang berdiri di dekat pintu. Perlahan dia melangkahkan kaki mendekati sang istri. Noura yang merasa raut wajah pria itu tampak tak biasa, melangkah mundur. Hingga tersudut menempel ke pintu.

"Ma–Mas … mau apa?"

MamGemoy

Haii ... MamGemoy kembali. Genre Novel kali ini sedikit berbeda dari sebelumya. Semoga Readers bisa menikmati alurnya dan terhibur dengan cerita ini.Mohon dukungannya ya .... Please Follow I*G @mamgemoy Terima kasih ....

| Sukai

Bab terkait

  • Jodoh Dalam Perjanjian   1. Permintaan ayah

    "Ayah … Nou nggak mau. Dia …."Tatapan mata Noura nyalang melihat pada Jaka yang duduk diseberangnya. Sedangkan pria itu hanya berwajah datar setelah Pak Sugiarto mengatakan keinginan. Apalagi, tentu saja Jaka sudah tahu tentang hal ini sebelumnya."Menikah dengan, Mas Jaka? Yang benar aja, Yah. Noura baru kenal dia juga tiga hari ini. Tau nama aslinya juga tidak. Sama dirinya sendiri saja dia tidak ingat. Kami tidak dekat, ngobrol juga jarang. Kenapa tiba-tiba Ayah suruh Nou nikah sama dia?" Noura lantas menolak setengah merengek."Karena pilihan Ayah jatuh pada Jaka, Nou." Pak Sugiarto memberi alasan.Noura tampak bersedekap, menegangkan otot wajah. Dia terlihat sangat marah. "Kamu juga, Mas. Kenapa diam aja, sih? Pasti kamu sudah setuju dari awal, kan?" Sekarang matanya beralih menatap pria itu, nyalang.Jaka hanya bisa diam melihat wanita itu mendengus, menajamkan matanya. Terlihat dia menahan rasa di dirinya. Hati pria itu sama sekali tidak dipaksa, dia ikhlas menerima keputusan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Jodoh Dalam Perjanjian   2. Dia amnesia

    Panggilan sang ayah membuat langkah wanita itu terhenti. Dia kembali berbalik setelah menghela napas ringan. Bagaimanapun juga dia ingin tetap tenang menghadapi ayah yang sangat dia cintai itu.“Ayah harap kamu segera mempersiapkan diri. Ayah melakukan semua ini juga untuk kebaikan kamu. Ayah akan mengatur semuanya, jadi kamu terima beres saja.”“Nou harap Nou tidak akan kecewa dengan keputusan ayah ini.” Balasan singkat Noura mengakhiri obrolan mereka. Percuma saja dia membantah. Biarlah dia menerima untuk saat ini.Jaka mengekor langkah wanita itu dengan matanya hingga menghilang dari pandangan. Dia menyimpulkan, Noura yang keras kepala, tidak terima akan keputusan sang ayah. Namun, wanita itu tak menunjukkan emosi yang berlebihan, tak sekali pun dia meninggikan suara. Jaka dapat melihat, seperti apa kilat kemarahan di mata wanita itu. Noura pasti diajarkan tata kerama dengan baik.***“Amnesia? Bisakah dia dipercaya?” Noura masih belum jelas cerita lengkapnya. Sekarang dia memang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Jodoh Dalam Perjanjian   3. Surat Perjanjian

    ***"Saya terima nikah dan kawinnya Noura Arumi binti Sugiarto dengan mas kawin seperangkat alat shalat serta uang satu juta rupiah dibayar tunai!""Sah?""Sah!""Sah …!"Dengan sekali hembusan napas, Prawira mengucapkan lafas akad, dan resmi menjadikan Noura sebagai istrinya. Dia tidak menyangka, akan selega ini rasanya. Seakan seluruh beban yang tak dia harapkan terasa ringan seketika. Statusnya telah berubah, menjadi seorangpun suami. Otomatis tanggung jawab pun kian bertambah. Semua janji yang dia ucapkan di depan saksi, penghulu serta dihadapan tamu, akan menjadi pertanggungjawaban di hari akhir kelak. Namun, pernikahan ini baru awal dari sebuah perjalanan. Akankah dia bisa menjalani rumah tangga dengan wanita itu?Di sisi lain, setetes air mata jatuh tanpa dipaksa di pipi wanita yang kini telah resmi menjadi seorang istri. Semua karena keterpaksaan yang membuatnya harus mengalah demi kebahagiaan sang Ayah. Pria yang merupakan cinta pertama, yang melakukan banyak hal demi hidupny

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Jodoh Dalam Perjanjian   4. Apa yang disembunyikan?

    Prawira menghela napas berat. Tidak tahukah wanita itu? Hal yang dipikirkan Prawira sudah tidak sama. Sejak setelah dia melafaskan akad, sejak pertama dia mengecup kening wanita itu. Prawira telah berjanji dalam hatinya, janjinya bukan sekedar amanah, bukan juga karena sekedar rasa balas budi. Tetapi, kesungguhan yang akan dia pertanggungjawaban di hadapan Allah."Bagaimana, Mas? Ada poin yang harus ditambahkan?" tanya Noura dan Prawira menggeleng. "Kalau begitu, silakan tanda tangan." Dia menyerahkan pulpen hitam di hadapan Prawira.Tanpa kerelaan dalam hati, Prawira pun menandatangani perjanjian itu. Tangannya bergetar, tanpa bisa dia kendalikan. Sebuah pernikahan seharusnya tidak boleh dibuat seperti ini. Salah, tentu saja ini salah. Namun, dia juga tidak bisa memaksa sang istri untuk menerima dirinya kini. Biarkanlah sekarang berjalan apa adanya."Terima kasih, Mas Prawira." Noura pun menandatangani bagiannya.Kini mereka kembali terdiam setelah urusan perjanjian selesai. Prawira

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Jodoh Dalam Perjanjian   5. Berbeda sikap

    Suara azan subuh berkumandang sangat merdu. Prawira terbangun karena nyanyian itu memanggil untuk melaksanakan ibadah. Setelah mandi dan rapi dengan baju koko juga sarung, pria itu membangunkan sang istri. Noura menggeliat, melenguh merasakan tubuhnya tergoncang.Noura membuka mata dan langsung mendorong tangan pria itu. "Mau apa kamu, Mas!" Dia langsung beringsut ke belakang. Menyilangkan kedua tangan di dada."Saya cuma membangunkan kamu, ayo subuhan dulu," jawab Prawira datar mengembalikan tangan ke posisi semula. Dia mundur selangkah.Tatapan mata Noura lurus sejajar pada pria di hadapannya. "Tapi jangan pegang-pegang juga. Panggil aja, kan bisa." Dia menatap nyalang."Maaf, saya sudah panggil kamu beberapa kali tadi," jawab Prawira kemudian. Ini hari pertama sebagai suami istri, dan mereka sudah berdebat.Tak memperpanjang masalah, wanita itu beranjak dari tempat tidurnya. Langsung masuk ke kamar mandi dengan wajah masam. Dia mengerutu entah apa, menutup pintu sedikit keras.Praw

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08

Bab terbaru

  • Jodoh Dalam Perjanjian   6. Pesan ayah

    Di meja makan sudah menunggu Pak Sugiarto serta Noura. Prawira yang sudah berganti pakaian, langsung menghampiri mereka. Sarapan sudah tertata di tengah meja. Sekilas dia memandang Noura yang tersenyum, lalu Pak Sugiarto. Prawira mengangguk sopan. Ini pertama kalinya pria itu duduk bersama di meja makan, sebagai seorang menantu. Sebelumnya Prawira jarang mau ikut makan dengan ayah dari istrinya itu."Jaka, duduk sini. Mulai sekarang kamu harus makan satu meja dengan saya. Jangan nolak lagi kayak kemarin-kemarin," ujar Pak Sugiarto."Iya, Yah." Prawira pun duduk berseberangan dengan mertuanya itu, sementara Noura di sebelah. Dia melihat hidangan di meja makan. Sarapannya pagi ini sepertinya akan terasa sangat nikmat.Tanpa diminta, Noura mengambilkannya makanan. Menanyainya mau makan apa, sambil tersenyum ramah. Layaknya seperti suami sungguhan, dia dilayani. Sepertinya wanita itu memainkan peran sangat baik. Prawira pun harus melakukan hal yang sama, bersikap mesra pada sang istri dan

  • Jodoh Dalam Perjanjian   5. Berbeda sikap

    Suara azan subuh berkumandang sangat merdu. Prawira terbangun karena nyanyian itu memanggil untuk melaksanakan ibadah. Setelah mandi dan rapi dengan baju koko juga sarung, pria itu membangunkan sang istri. Noura menggeliat, melenguh merasakan tubuhnya tergoncang.Noura membuka mata dan langsung mendorong tangan pria itu. "Mau apa kamu, Mas!" Dia langsung beringsut ke belakang. Menyilangkan kedua tangan di dada."Saya cuma membangunkan kamu, ayo subuhan dulu," jawab Prawira datar mengembalikan tangan ke posisi semula. Dia mundur selangkah.Tatapan mata Noura lurus sejajar pada pria di hadapannya. "Tapi jangan pegang-pegang juga. Panggil aja, kan bisa." Dia menatap nyalang."Maaf, saya sudah panggil kamu beberapa kali tadi," jawab Prawira kemudian. Ini hari pertama sebagai suami istri, dan mereka sudah berdebat.Tak memperpanjang masalah, wanita itu beranjak dari tempat tidurnya. Langsung masuk ke kamar mandi dengan wajah masam. Dia mengerutu entah apa, menutup pintu sedikit keras.Praw

  • Jodoh Dalam Perjanjian   4. Apa yang disembunyikan?

    Prawira menghela napas berat. Tidak tahukah wanita itu? Hal yang dipikirkan Prawira sudah tidak sama. Sejak setelah dia melafaskan akad, sejak pertama dia mengecup kening wanita itu. Prawira telah berjanji dalam hatinya, janjinya bukan sekedar amanah, bukan juga karena sekedar rasa balas budi. Tetapi, kesungguhan yang akan dia pertanggungjawaban di hadapan Allah."Bagaimana, Mas? Ada poin yang harus ditambahkan?" tanya Noura dan Prawira menggeleng. "Kalau begitu, silakan tanda tangan." Dia menyerahkan pulpen hitam di hadapan Prawira.Tanpa kerelaan dalam hati, Prawira pun menandatangani perjanjian itu. Tangannya bergetar, tanpa bisa dia kendalikan. Sebuah pernikahan seharusnya tidak boleh dibuat seperti ini. Salah, tentu saja ini salah. Namun, dia juga tidak bisa memaksa sang istri untuk menerima dirinya kini. Biarkanlah sekarang berjalan apa adanya."Terima kasih, Mas Prawira." Noura pun menandatangani bagiannya.Kini mereka kembali terdiam setelah urusan perjanjian selesai. Prawira

  • Jodoh Dalam Perjanjian   3. Surat Perjanjian

    ***"Saya terima nikah dan kawinnya Noura Arumi binti Sugiarto dengan mas kawin seperangkat alat shalat serta uang satu juta rupiah dibayar tunai!""Sah?""Sah!""Sah …!"Dengan sekali hembusan napas, Prawira mengucapkan lafas akad, dan resmi menjadikan Noura sebagai istrinya. Dia tidak menyangka, akan selega ini rasanya. Seakan seluruh beban yang tak dia harapkan terasa ringan seketika. Statusnya telah berubah, menjadi seorangpun suami. Otomatis tanggung jawab pun kian bertambah. Semua janji yang dia ucapkan di depan saksi, penghulu serta dihadapan tamu, akan menjadi pertanggungjawaban di hari akhir kelak. Namun, pernikahan ini baru awal dari sebuah perjalanan. Akankah dia bisa menjalani rumah tangga dengan wanita itu?Di sisi lain, setetes air mata jatuh tanpa dipaksa di pipi wanita yang kini telah resmi menjadi seorang istri. Semua karena keterpaksaan yang membuatnya harus mengalah demi kebahagiaan sang Ayah. Pria yang merupakan cinta pertama, yang melakukan banyak hal demi hidupny

  • Jodoh Dalam Perjanjian   2. Dia amnesia

    Panggilan sang ayah membuat langkah wanita itu terhenti. Dia kembali berbalik setelah menghela napas ringan. Bagaimanapun juga dia ingin tetap tenang menghadapi ayah yang sangat dia cintai itu.“Ayah harap kamu segera mempersiapkan diri. Ayah melakukan semua ini juga untuk kebaikan kamu. Ayah akan mengatur semuanya, jadi kamu terima beres saja.”“Nou harap Nou tidak akan kecewa dengan keputusan ayah ini.” Balasan singkat Noura mengakhiri obrolan mereka. Percuma saja dia membantah. Biarlah dia menerima untuk saat ini.Jaka mengekor langkah wanita itu dengan matanya hingga menghilang dari pandangan. Dia menyimpulkan, Noura yang keras kepala, tidak terima akan keputusan sang ayah. Namun, wanita itu tak menunjukkan emosi yang berlebihan, tak sekali pun dia meninggikan suara. Jaka dapat melihat, seperti apa kilat kemarahan di mata wanita itu. Noura pasti diajarkan tata kerama dengan baik.***“Amnesia? Bisakah dia dipercaya?” Noura masih belum jelas cerita lengkapnya. Sekarang dia memang

  • Jodoh Dalam Perjanjian   1. Permintaan ayah

    "Ayah … Nou nggak mau. Dia …."Tatapan mata Noura nyalang melihat pada Jaka yang duduk diseberangnya. Sedangkan pria itu hanya berwajah datar setelah Pak Sugiarto mengatakan keinginan. Apalagi, tentu saja Jaka sudah tahu tentang hal ini sebelumnya."Menikah dengan, Mas Jaka? Yang benar aja, Yah. Noura baru kenal dia juga tiga hari ini. Tau nama aslinya juga tidak. Sama dirinya sendiri saja dia tidak ingat. Kami tidak dekat, ngobrol juga jarang. Kenapa tiba-tiba Ayah suruh Nou nikah sama dia?" Noura lantas menolak setengah merengek."Karena pilihan Ayah jatuh pada Jaka, Nou." Pak Sugiarto memberi alasan.Noura tampak bersedekap, menegangkan otot wajah. Dia terlihat sangat marah. "Kamu juga, Mas. Kenapa diam aja, sih? Pasti kamu sudah setuju dari awal, kan?" Sekarang matanya beralih menatap pria itu, nyalang.Jaka hanya bisa diam melihat wanita itu mendengus, menajamkan matanya. Terlihat dia menahan rasa di dirinya. Hati pria itu sama sekali tidak dipaksa, dia ikhlas menerima keputusan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status