Share

6. Pesan ayah

Author: MamGemoy
last update Last Updated: 2025-01-31 23:53:53

Di meja makan sudah menunggu Pak Sugiarto serta Noura. Prawira yang sudah berganti pakaian, langsung menghampiri mereka. Sarapan sudah tertata di tengah meja. Sekilas dia memandang Noura yang tersenyum, lalu Pak Sugiarto. Prawira mengangguk sopan. Ini pertama kalinya pria itu duduk bersama di meja makan, sebagai seorang menantu. Sebelumnya Prawira jarang mau ikut makan dengan ayah dari istrinya itu.

"Jaka, duduk sini. Mulai sekarang kamu harus makan satu meja dengan saya. Jangan nolak lagi kayak kemarin-kemarin," ujar Pak Sugiarto.

"Iya, Yah." Prawira pun duduk berseberangan dengan mertuanya itu, sementara Noura di sebelah. Dia melihat hidangan di meja makan. Sarapannya pagi ini sepertinya akan terasa sangat nikmat.

Tanpa diminta, Noura mengambilkannya makanan. Menanyainya mau makan apa, sambil tersenyum ramah. Layaknya seperti suami sungguhan, dia dilayani. Sepertinya wanita itu memainkan peran sangat baik. Prawira pun harus melakukan hal yang sama, bersikap mesra pada sang istri dan berterima kasih. Tidak lupa sapaan 'Sayang' juga dia sematkan di setiap percakapan dengan wanita itu. Di sela aktivitas sarapan mereka, obrolan kecil terjadi.

"Mulai hari ini kamu mengurus pekerjaan di pangkalan saja ya, Jaka. Jaga warung saja, Ayah harus fokus di kelurahan, banyak yang harus Ayah benahi sebelum masa jabatan Ayah habis." Pak Sugiarto membuka percakapan.

Prawira mengangguk tanda paham. "Iya, Yah."

Selain berjualan, terkadang Prawira juga diminta untuk mengawasi pembukuan. Untuk keahliannya yang satu itu, tidak perlu diragukan lagi. Pak Sugiarto sangat puas dengan hasilnya.

Noura pun ikut masuk dalam pembicaraan. "Oya, Ayah jadi lurah udah mau lima tahun, ya? Ayah nggak mau lanjut periode kedua?" tanyanya.

"Ayah rasa nggak, Nou. Sebelum ini Ayah udah kerepotan, membenahi kampung dan mengatur dagangan. Untung aja Kardiman mau bantuin Ayah, dan selama tiga bulan ini Jaka juga sudah banyak membantu. Ayah mau beristirahat saja dari jabatan Lurah." Pak Sugiarto terdiam sejenak. "Apa lagi nantinya kalian 'kan mau ke Jakarta. Ayah nggak bisa lagi urus keduanya sekaligus. Ayah mau fokus jadi pedagang saja. Ayah mau buka warung bakso di kampung sebelah."

"Ayah udah bilang ke warga kampung, kalau ayah mau satu periode aja?" tanya Noura lagi, lalu melirik Prawira yang ingin mengambil ceret air, dan secara spontan dia membantu.

Gerakan tangan pria itu terhenti saat Noura mengarahkan ceret, Prawira pun mengangkat gelasnya. Semua ini hanya sandiwara yang Noura mainkan. Tentu saja, sesuai isi dari perjanjian, bersikap layaknya pasangan, terutama di depan ayah.

Melihat kemesraan mereka, Pak Sugiarto tampak tersenyum. "Ayah baru kasih tau sekretaris di kelurahan," ucap Pak Sugiarto melanjutkan pembicaraan. "Sebab itu Ayah akan secepatnya menyelesaikan program terakhir sebelum berhenti."

Setelah meneguk airnya, Prawira ikut berbicara. "Tadi saya dengar dari Kardiman, kalau ada yang mengincar posisi Lurah selanjutnya." Ucapannya membuat ayah dan anak itu menoleh. "Tapi warga kampung lebih memilih, kalau Ayah mencalonkan diri lagi."

Pak Sugiarto tampak menghela napas. "Iya, dan orang yang mau mencalonkan diri itu, pernah di usir dari kampung ini."

"Kenapa diusir, Yah?" tanya Noura melirik pada sang Ayah, lalu lanjut mengunyah makanannya.

"Pernah kepergok mau nidurin anak orang. Gadis-gadis di kampung hampir semua dipacari. Anaknya bandel, suka keluyuran malam. Kerjaannya nongkrong di pos ronda, kadang mabok dan main judi di sana. Sering juga malak pedagang di pasar, jaman dulu dia adalah preman kampung ini."

Kejadian itu sudah terjadi lebih dari tiga puluh tahun yang lalu. Saat itu Pak Sugiarto sedang menempuh pendidikan di Jakarta. Semua cerita itu dia dapat dari warga kampung ketika dia pulang ke kampung ini. Orang yang mereka bicarakan juga adalah adik kelasnya di sekolah dasar.

"Oya? Kenapa sekarang balik ke kampung dan mau jadi Lurah?" tanya Noura lagi.

"Katanya dia sudah berubah. Di kota dia sudah sukses, sudah jadi bos. Sudah kaya sekarang. Sikapnya juga nggak sama seperti dulu. Itu yang Ayah dengar dari warga."

"Bisa jadi cuma kedok aja, Yah. Mana ada orang yang seratus persen bisa berubah baik, kalau awalnya bobrok kayak gitu. Dia pasti ada tujuan." Noura berseloroh.

"Nggak boleh soudzon sama orang, Nou. Belum tentu dia seperti itu," ucap Pak Sugiarto mengingatkan. Sebenarnya dia juga tidak yakin akan perubahan pria yang dimaksud. Bagaimana pun juga, biarlah semua terlihat tenang dan apa adanya. Jika sesuatu hal buruk terjadi, maka dia akan membuat tindakan.

Noura terkekeh kecil. "Iya, Yah, maaf. Tiba-tiba insting wartawan Nou muncul." Wanita itu tersenyum kaku.

"Sekali-kali lihat dari sisi lain. Kadang insting wartawan kamu itu bisa membahayakan kamu sendiri. Jangan menerka sembarangan. Kamu begitu juga sama Jaka waktu itu, kan?"

"Iya, Yah." Lalu Noura beralih pada Prawira ambil tersenyum. "Maaf ya, Mas. Udah nggak marah kan aku curigai? Yang waktu itu kan cuma salah paham aja."

"Iya, saya sudah tidak marah. Kalau saya marah, tidak mungkin saya mau nikahi kamu," jawab Prawira lembut dan tersenyum manis.

Namun, Noura tampak terdiam dan berpikir. Permasalahan tentang ada orang yang akan mencalonkan diri menjadi lurah, tidak sesederhana itu di matanya. Pasalnya, setelah mendengar cerita tadi, dia memang menaruh rasa curiga. Sepertinya dia akan menyelidiki orang itu. Dampak buruk mungkin akan terjadi pada kampung ini.

Sarapan pagi itu berlanjut dengan santai. Tampak wajah bahagia Pak Sugiarto melihat kemesraan putri dan menantunya. Tak salah dia menikahkan Noura dengan pemuda itu. Semoga kelak, Prawira bisa membahagiakan Noura, menjaga, dan membimbingnya ke jalan yang lebih baik.

"Nou, Jaka." Panggil Pak Sugiarto, pasangan pengantin baru itu pun menoleh. Kini mereka sudah berada di ruang keluarga.

"Ayah tau, pernikahan kalian yang tiba-tiba ini mungkin akan ada banyak masalah untuk kalian berdua. Kalian baru kenal, dan belum ada rasa satu sama lain. Dalam pernikahan, wajar jika ada sesekali kesalahpahaman. Salah satu harus ada yang mengalah, bicarakan permasalahan dengan baik-baik, jangan sampai berlarut-larut. Nou, Ayah pesan sama kamu. Nurut apa pun kata suami kamu, ya?" Tatapan mata seorang Ayah yang ingin kebahagiaan untuk putrinya terpancar iris mata hitam pria itu.

Noura mengangguk. "Iya, Yah. Noura paham, kok." Senyuman manis dia perlihatkan, lalu meraih tangan Prawira dan menggenggamnya. Menatap sayang pada pria yang telah berstatus suaminya.

"Nak Jaka. Meskipun sekarang ingatan kamu belum pulih dan kamu masih harus mencari tau tentang keluarga kamu. Ayah mohon, jaga juga anak Ayah satu-satunya ini. Dia kadang memang bandel, keras kepala, tapi kalau kamu harus ekstra sabar menghadapinya. Hubungan kalian pasti akan baik-baik saja jika masalah dihadapi dengan kepala dingin. Walaupun begitu, jangan biarkan dia abai dengan tanggung jawabnya sebagai istri. Ayah percaya, kamu bisa menjaga Noura dengan baik."

"Iya, Yah. Insyaallah saya akan menjaga Noura semampu saya." Prawira menoleh ke samping, melihat pada sang istri yang tersenyum. Dia pun belas dengan senyuman, walaupun Prawira merasa senyuman Noura itu dibuat-buat.

Setelah percakapan pagi itu berakhir, Noura mengikuti ke kamar sang suami di paviliun belakang rumah. Mereka ditugaskan Pak Sugiarto untuk memindahkan barang Prawira ke kamar Noura di lantai dua rumah utama. Sementara pria paruh baya itu mengawasi pekerja yang sedang membongkar tenda dan pelaminan.

"Barang-barangnya banyak nggak, Mas?" tanya Noura saat mereka sudah sampai di depan pintu. Menunggu pria itu membuka gagangnya.

Prawira berbalik dan menanggapi pertanyaan wanita itu. "Tidak banyak, sebenarnya kamu juga tidak perlu bantu."

Mereka kini berdiri berhadapan, hanya berjarak tiga langkah. Noura melipat tangannya di bawah dada. Tatapan wanita itu lurus kedepan, kemudian berpaling dengan dagu sedikit terangkat. "Tadinya aku juga nggak mau bantu, tuh. Tapi Ayah yang suruh," balas Noura acuh tak acuh.

Prawira mengedikkan bahu, dia tak menanggapi lagi perkataan istrinya itu. Dia membuka pintu dan masuk, Noura mengekorinya. Langkahnya berhenti dan pandangannya miring ke kiri kanan. Seolah sedang mencari sesuatu.

Namun, saat Prawira mendengar suara pintu tertutup, dia pun berbalik. Menatap tajam pada Noura yang berdiri di dekat pintu. Perlahan dia melangkahkan kaki mendekati sang istri. Noura yang merasa raut wajah pria itu tampak tak biasa, melangkah mundur. Hingga tersudut menempel ke pintu.

"Ma–Mas … mau apa?"

MamGemoy

Haii ... MamGemoy kembali. Genre Novel kali ini sedikit berbeda dari sebelumya. Semoga Readers bisa menikmati alurnya dan terhibur dengan cerita ini.Mohon dukungannya ya .... Please Follow I*G @mamgemoy Terima kasih ....

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Jodoh Dalam Perjanjian   7. Pindahan

    Prawira semakin mendekatkan diri, semakin mengintimidasi dengan tatapan mata elangnya. Noura telah nampak pias terpojok. Sisa langkah telah habis, dan punggung Noura melekat pada daun pintu. Debaran jantung tak bisa dikendalikan lagi. Semakin cepat seiring terkikisnya jarak di antara mereka. Dan pria di hadapannya itu pun merasakan hal yang sama."Mas … Pra …," lirik Noura seraya menahan dada sang suami. Menghalangi agar tubuh mereka tidak melekat. Kedua sisi wajah pun mulai terasa panas.Namun, Prawira telah mengungkung wanita itu dengan kedua lengannya. Sehingga Noura benar-benar terlihat tak dapat bergerak saat ini. Dia pun mencoba memundurkan wajah sejauh mungkin, walau tak lagi ada ruang. Pria itu semakin mendekatkan, tatapannya mengunci mata indah milik istrinya."Kamu takut," bisiknya."Kamu mau apa sih, Mas? Ingat, kamu jangan melanggar perjanjian kita." Noura mencoba menghindari tatapan mata pria itu, membuang muka, tapi jantung mulai tidak aman karenanya.Lalu Prawira mendeka

    Last Updated : 2025-02-01
  • Jodoh Dalam Perjanjian   8. Terasa nyaman

    ***Sesaat suasana menjadi canggung. Prawira berdeham kecil, lalu membuka ikatan simpul pada sarung. "Saya simpan di mana ini?" tanyanya setelah menetralkan kegugupan yang sempat terasa.Noura pun melakukan hal yang sama. "Sebentar, Mas. Aku kosongkan satu sisi lemari dulu." Dia bangkit dan berjalan ke arah lemari. Kemudian membuka pintu sisi kanan, memindahkan pakaian lama yang ada di sana ke atas kasur. Menatanya sedikit demi sedikit, dengan cepat tangannya bekerja. Pakaiannya pun berpindah dari lemari ke tempat tidur dalam sekejab.Mata Prawira mengekori setiap gerakan istrinya itu. "Terus pakaian kamu itu mau diapakan?"Noura diam sejenak. "Ini baju-baju lama. Beberapa ada pakaian waktu masih sekolah. Sebagian lagi udah nggak bisa aku pakai. Emm, besok mau aku sumbangin aja ke panti," jawab Noura sambil terus mengosongkan ketiga slot lemari itu."Semuanya?" Prawira melihat tempat tidur itu sudah tertutup pakaian hampir setengahnya. Lalu mendekat memperbaiki tatanan ketika satu tum

    Last Updated : 2025-02-01
  • Jodoh Dalam Perjanjian   9. Peristiwa kehilangan

    Sebelum jam makan siang, Prawira yang baru kembali dari pangkalan mendatangi Noura ke kamar. Istrinya itu masih istirahat setelah selesai membereskan barang sejak pagi tadi. Noura tampaknya masih kelelahan, tidurnya begitu pulas memeluk guling. Namun, Prawira tetap akan membangunkan karena telah masuk waktu salat Zuhur.Setelah selesai melaksanakan ibadah secara bergantian. Mereka turun bersama menuju meja makan. Makan siang sudah terhidang di atas meja, Noura dan Prawira duduk di posisi masing-masing. Tak lama, Pak Sugiarto pun ikut bergabung. Mereka bercengkerama seperti tadi pagi. Percakapan keluarga yang baru bertambah satu anggota itu terlihat sangat hangat. Prawira masih berusaha menyesuaikan diri dengan suasana baru ini. Perlahan dia mulai terbiasa, dirinya merasa sangat beruntung diterima dengan baik.Malam harinya, Noura sudah terlelap setelah salat Isa selesai, sepertinya tak akan bangun lagi sampai esok pagi. Sedangkan Prawira yang matanya masih belum bisa terpejam, menopan

    Last Updated : 2025-02-02
  • Jodoh Dalam Perjanjian   10. Tersipu

    Pagi itu suasana di kampung Ciptoasih terlihat sedikit riuh. Peristiwa pencurian ternak yang telah lama tidak terjadi di sana, kali ini terjadi lagi. Puluhan tahun lalu hal ini pernah tejadi, karena masih merebaknya preman dan geng pemuda nakal.Beberapa warga berkumpul di kelurahan, menanti informasi dari warga yang mencari di sekitar kampung, dan sebagian besar warga lebih memilih menyibukkan diri dengan pekerjaan masing-masing.Pencarian di sekitar kampung sudah dilakukan, tetapi tidak ada tanda-tanda ternak disembunyikan di mana pun. Dugaantentang penyembelihan di tempat juga tidak ditemukan. Mereka pun menyerahkan semua untuk ditangani oleh Lurah.Noura satu-satunya wartawan yang kebetulan berada di kampung. Dia akan mengangkatberita ini ke media walaupun hanya berita kecil, tapi jika kasus telah terungkap, dia bisa mendapat pujian dari atasan. Prawira ikut menemani sang istri meliput berita pencurian ternak yang terjadi. Prawira mendampingi

    Last Updated : 2025-02-02
  • Jodoh Dalam Perjanjian   11. Sambutan hangat

    Setelah menempuh satu jam perjalanan, mereka pun tiba di tujuan. Anak-anak panti dan juga ibu pengurus menyambut kedatangan mereka di halaman depan. Sambutan itu begitu hangat. ternyata kehadiran Noura selalu dinantikan oleh mereka, dia sangat disukai oleh penghuni panti yang rata-rata anak usia lima hingga lima belas tahun. Ibu kepala panti mempersilakan Noura dan Prawira masuk."Biar saya ambil barang-barang dulu, Buk." Prawira pamit dengan sopan."Terima kasih, Nak." Ibu Hasna--kepala panti tersenyum ramah. "Kalau gitu kalian bantuin Mas Jaka ya!" ucap Ibu Hasna kepada anak asuhnya.Salah seorang anak perempuan enam tahun berlari dari arah belakang. Noura yang baru masuk ke ruang tamu tersenyum, bergerak turun, lalu menempelkan lutut ke lantai dan membentang tangan menyambut gadis kecil itu."Kak … Nou!" teriaknya sambil melambaikan tangan. Detik kemudian, dia berakhir di dekapan Noura."Citra, apa kabar, Sayang?" Noura mencium pipi gadis itu."Citra baik, Kak. Citra udah lama nung

    Last Updated : 2025-02-03
  • Jodoh Dalam Perjanjian   12. Memikirkan kamu

    Area panti itu lumayan luas dengan tiga gedung di setiap fungsinya. Satu gedung untuk kamar, serta ruang santai anak-anak. Satu gedung lagi untuk dapur, ruang makan sekaligus aula. Lalu, gedung yang lain digunakan untuk kantor dan ruang tamu. Dahulu di lokasi lama, panti itu memiliki banyak anak asuh, sehingga mendapat bantuan untuk memindahkan mereka ke tempat yang lebih luas.Hanya satu tempat yang belum mereka periksa dalam kawasan, yaitu halaman belakang, tempat bermain outdoor. Citra tidak mungkin keluar area panti, jadi Noura pun mengajak suaminya ke taman belakang. Mereka langsung menuju area bermain bajak laut, dan Citra benar ada di sana. Gadis itu sedang bersembunyi dalam perosotan yang berbentuk tabung."Citra?" Panggil Noura lembut, helaan napasnya lega setelah berhasil menemukan gadis kecil itu. "Kamu ngapain di sini, Sayang?"Citra sedang menopang kening di lutut yang dipeluknya, lalu menoleh ke samping. Tangisan yang dia tahan sedari tadi pun berderai sudah. "Kak Noura,

    Last Updated : 2025-02-04
  • Jodoh Dalam Perjanjian   13. Definisi ketertarikan

    Ucapan Prawira tegas, memandang lurus pada wajah cantik Noura. Membuat wanita itu terpaku sejenak, menyembunyikan perasaan gugupnya. Kemudian Noura mengangguk santai menanggapi dan menatap balik sang suami."Kenapa mikirin aku?" tanya Noura kemudian. Raut wajah dibuat setenang mungkin, berusahan tidak terlihat terpengaruh dengan ucapan pria itu."Ya karena menikahi kamu ternyata adalah pilihan tepat,” jawab Prawira tersenyum tipis. “Kamu bukan hanya baik dan patuh sama Ayah. Kamu juga sangat menyayangi anak-anak. Pasti rasa sayang kamu ke anak-anak kita nanti bisa lebih daripada tadi," ujarnya jujur, yang sebenarnya pria itu rasakan. Sepertinya, semakin hari rasanya dia benar-benar semakin jatuh cinta pada Noura.Namun, wanita itu mengerutkan kening sebagai reaksi menyembunyikan rasa gugupnya. "Apaan sih, Mas?"Noura jadi berpikir, apa pria itu mulai menganggap serius dengan pernikahan mereka? Tidak, ini tidak mungkin bisa diterima, Noura pasti tidak akan serius, karena hatinya sudah p

    Last Updated : 2025-03-03
  • Jodoh Dalam Perjanjian   14. Kehadiran sosok mencurigakan

    Suasana di kantor kelurahan telah riuh ketika Prawira dan Noura sampai. Banyak warga berkumpul di halaman dan dalam aula. Mayoritas warga yang bekerja di sawah dan ladang, menyempatkan hadir di sela waktu. Ada juga kalangan ibu-ibu yang datang meski repot dengan momongan mereka. Seketika balai desa itu dipenuhi warga yang datang karena penasaran dengan kejadian ini.Setelah berhasil melewati kerumunan, pasangan pengantin baru itu masuk ke dalam langsung menemui Pak Lurah. Sosok sang ayah terlihat sedang berbicara dengan Pak Usep dan Pak Dadang. Rapat sepertinya masih belum dimulai."Ayah, ada apa ini?" Noura langsung bertanya setelah mendekat.Pak Sugiarto berbalik, lalu menyahut panggilan Noura. "Noura, Jaka, bagus kalian sudah datang. Keduanya mengangguk bersamaan."Jadi benar, ternak Pak Usep dan Pak Dadang sudah ketemu? Di mana, Yah?" tanya Noura kemudian."Ayah juga tidak tahu. Kata Pak Dadang ada yang bantu cari dan bawa pulang. Langsung diantar ke rumah. Rapat ini juga ayah ta

    Last Updated : 2025-03-05

Latest chapter

  • Jodoh Dalam Perjanjian   38. Arti aku untukmu

    Noura ingin berkata sesuatu. Namun, lidahnya seakan kelu, sulit untuk mengungkapkan. Dipandangi wajah suaminya yang menunggu. Dia tampak ragu untuk mengungkapkan.Apa yang akan dia katakan sebenarnya telah menjadi beban di pikiran wanita itu. Terlebih lagi setelah tahy bahwa Prawira adalah teman masa kecil yang pernah memberi kenangan indah di hidupnya."Kenapa?" tanya Prawira karena wanita itu cukup lama diam."Aku minta maaf soal surat perjanjian itu. Jika kamu keberatan, kita bisa batalkan saja. Dan ... kamu bisa tinggalkan aku jika kamu merasa terbebani," tutur Noura kemudian. Sebenarnya dia juga tidak habis pikir kenapa bisa mengeluarkan kata-kata itu. Mungkin karena adanya rasa bersalah."Jadi itu yang kamu mau?" Prawira menatap teduh pada sang istri. Dia juga tau, pernyataan itu bukan yang ingin Noura katakan. "Jika itu mau kamu, saya akan turuti. Saya sudah katakan, bahwa saya akan menuruti setiap kemauan kamu. Jadi kamu mau?"Dengan cepat Noura mengelengkan kepala. Langsung m

  • Jodoh Dalam Perjanjian   37. Kembali seperti masa dulu

    Noura mencari keberadaan sang suami dari saat selesai sholat isya. Entah kenapa rasanya semakin tidak mengerti, dia sadar Prawira sengaja menghindarinya. Noura menempatkan dirinya sebagai seorang sahabat yang sedang membutuhkan. Dan dia sangat merasa kesepian. Ingin rasanya bercerita banyak hal dengan teman masa kecilnya itu. Mengenai kehidupannya beberapa tahun ini, tentang bagaimana dia melewati hari setelah perpisahan mereka. Bagaimanapun juga, Prawira pernah menjadi bagian di hidup seorang Noura.Ketika Noura ingin melangkah ke luar kamar. Pintu tiba-tiba saja terbuka. Sosok pria yang dia tunggu sejak satu jam lalu, muncul dari balik pintu. Mereka sama-sama terjingkat kaget, saling pandang wajah satu sama lain. Detik kemudian, Prawira mengalihkan pandangan, lalu berjalan melewati Noura.Noura berbalik saat pria itu lewat begitu saja dan acuh padanya. "Mas, dari mana?" tanyanya mengikuti langkah sang suami.Pria itu langsung menuju tempat tidur mengambil bantal dan selimutnya. Terl

  • Jodoh Dalam Perjanjian   36. Cinta pertama dan terakhir

    "Non Noura. Sepertinya tadi Jaka sudah minta maaf, lagian dagangan pada jatuh semua, jadi dia kebingungan mau beresin. Untung ada warga yang bantu." Sepertinya akan ada kesalah pahaman, Kardiman pun anggkat bicara lagi ingin meluruskan.Namun, mendengar hal itu Pak Sugiarto tersentak kaget, fokusnya malah beralih. "Apa? Gerobak saya gimana? Rusak parah nggak, Man?""Hihhh, ayah bukannya tanya keadaan anaknya. Malah mikirin gerobak. Lihat nih, aku luka, Yah." Noura menunjukan telapak tangannya yang tergores, dia kembali protes. Pak Sugiarto malah terkekeh.Dan tiba-tiba gadis itu berpikir jail, dia mendekat langsung mendekap sang ayah."Ehh Nou … kamu basah, Nou!" Pak Sugiarto mencoba mendorong Moura menjauh, tapi tubuhnya dipeluk erat. Sehingga bajunya pun ikut basah.Noura tertawa puas ketika sang ayah telah basah. Tak terima, Pak Sugiarto mengangkat kedua tangan, mengarahkan pada pinggang Noura. Dengan cepat, Pak Sugiarto meraup dan menggelitiki Noura. Gadis itu tertawa serta mengg

  • Jodoh Dalam Perjanjian   35. Kekesalan Noura

    Noura mengalihkan pandangan pada pria yang hampir menabraknya. Keadaan pria itu lebih mengenaskan, lalu dia melihat gerobak bakso yang sudah dibenarkan posisinya. Mata Noura menyipit, ternyata dia tahu pemilik usaha bakso tersebut. Sedikit merasa bersalah, Noura menghela napas panjang. Pasti akhirnya si Tukang Bakso itu akan dimarahi sang juragan, yaitu ayahnya sendiri. Tetapi, Noura bukan menyesal karena kecelakaan ini, lagi pula juga bukan kesalahannya. Dia merasa, pasti banyak kerugian yang ayahnya dapat."Mbak Noura nggak apa-apa?" tanya bapak di sebelah Noura, kasihan.Noura tersenyum dan berterima kasih sekali lagi. "Itu gerobak bakso Ayah saya, kan, Pak?" tanyanya."Iya, Mbak. Duhh, sampai peot gitu, kacanya pecah juga. Tapi, sepertinya ... baksonya udah habis," ujar si bapak setelah melihat keadaan gerobak tadi sekilas."Baru jam segini, udah habis?" Noura merasa terkejut. Baru sekitar jam empat sore, biasanya setelah magrib atau isya dagangan habis.Sebuah motor bebek tiba-ti

  • Jodoh Dalam Perjanjian   34. Pertemuan

    Dua Minggu setelah kondisi Prawira membaik. Pak Sugiarto membawanya pulang, memberinya tempat tinggal, juga merawat dengan baik. Warga kampung juga bergantian datang melihatnya. Prawira diperkenalkan sebagai anak kenalan Pak Lurah yang mendapat kecelakaan. Tidak punya sanak saudara, hanya bisa bergantung padanya.Entah warga yang datang karena kasihan, atau hanya sekedar ingin tau siapa sosok yang baru dibawa pulang dari rumah sakit?Prawira sangat berterima kasih pada warga kampung yang menemukannya, terutama pada Pak Sugiarto yang suka rela mau menampung dirinya. Telah banyak hutang budi yang dia miliki, terutama akan biaya rumah sakit yang tidak sedikit. Prawira berjanji dalam hatinya, akan membalas atas semua keberuntungan dan kesempatan. Hutang nyawa dibalas nyawa.Satu bulan setelah kejadian itu, Prawira benar-benar pulih dengan baik. Dia sudah bisa beraktivitas secara normal. Ingatannya juga perlahan kembali. Namun, ketika menyadari tentang jati dirinya, Prawira akhirnya bungka

  • Jodoh Dalam Perjanjian   33. Ambang Kematian

    Pertarungan semakin sengit ….Sekali lagi, Prawira melawan ketiganya secara bersamaan. Sisa-sisa tenaga yang dia miliki dikerahkan seluruhnya. Menangkis serangan, membalas, memukul dan menendang.Segala cara yang dia bisa, dia lakukan. Satu pukulan melayang di udara, segera Prawira tahan dengan kepalan tangan. Tangan satunya menyerang di bagian perut lawan, hingga sang lawan menunduk karena dorongan yang kuat. Satu lagi serangan tiba-tiba dari belakang, Prawira menangkis tanpa melihat. Lawan yang terkena tinjunya tadi, ditendang hingga memental. Dengan gerakan cepat berbalik, membalas serangan di belakang. Satu serangan dan balasan terjadi dalam hitungan detik. Erangan dalam pergumulan terdengar dari mulut mereka bergantian."Sial, kalian membuatku kewalahan!" teriak Prawira di sela pertarungan. Napas terengah-engah, sekujur tubuh sakit, tenaga hampir habis.Deruan napasnya memburu setiap melakukan gerakan. Prawira menahan serangan tongkat dengan kedua tangan menyilang, mendorong dan

  • Jodoh Dalam Perjanjian   32. Janji dan perpisahan

    Janji mereka saling terucap. Dengan tautan jari kelingking sebagai tanda kesepakatan mereka. Moment itu pun diakhiri dengan foto bersama. Menyimpan memori indah mereka kala itu.Tanpa mereka tau, tanpa mereka prediksi. Janji yang terucap kala itu, tak selamanya bisa ditempati. Beberapa bulan setelah itu, Prawira diboyong kedua orang tuanya pergi jauh dari Jakarta. Dengan terpaksa Prawira kecil ikut sang papa pindah tugas ke kota lain. Lebih tepatnya ke wilayah bagian timur Indonesia.Noura, Didit, juga orang tua mereka, akan mengantar kepergian Prawira beserta keluarga di bandara. Mata Noura tampak memerah, dia telah menangis di sepanjang perjalanan. Membuat sang ayah kewalahan membujuknya agar diam.Ketika tiba di bandara, Noura dan Didit kecil langsung dibawa ke terminal keberangkatan. Mendatangi Prawira beserta keluarganya yang sengaja duduk di bangku tunggu. Tampak Prawira yang tengah tertunduk di sana. Dia enggan untuk memperhatikan sekitarnya. Pria kecil itu sangat berat untuk m

  • Jodoh Dalam Perjanjian   31. Kejutan

    Gadis kecil ituterlihat sangat bersemangat, berlari ke arah kedua anak laki-laki yang sudah seperti saudara baginya. Beberapa hari ini dia selalumurung, berpikir apakah Prawira jadi datang atau tidak.Noura sudah menantikan kedatangannya.Ketika Noura hampir sampai di dekat mereka, tiba-tiba Didit maju dan menghalangi, sehingga gadis itu pun menghentikan langkahnya."Eiittt, tunggu dulu," ucap Didit seraya membentangkan tangan."Mas Didit, minggir!" Noura dengan wajahkesal."Jangan marah dulu … ayo hadap belakang." Didit membalikkan badan Noura bersamaan dengannya."Kenapa, sih, Mas!""Huussss jangan banyak tanya, diam aja." Didit menutup mulut Noura yang sedang manyun. "Ayo,Bhisma!"Prawira kecil pun mendekat, lalu mengikatkan kain hitam panjang pada mata Noura yang dia keluarkan dari kantung celananya. Gadis kecil itu hanya diam membiarkan mereka memperlakukannya. Dia hanya terkekeh dan sedi

  • Jodoh Dalam Perjanjian   30. Prawira Bhisma

    Prawira mengendarai motornya menuju padepokan Didit, tempatnya membuat janji. Saat dalam perjalanan, dia sedikit merasa aneh dengan suasananya. Rasanya seperti ada yang mengikuti, dia dibuntuti sosok pria misterius. Tak ingin terlihat curiga karena menyadari hal itu, Prawira pura-pura tidak melihat. Sampai di tempat tujuan, dia langsung masuk ke dalam. Sudah ada Didit menunggu sendirian."Mas, Didit,” sapa Prawira setelah pria itu mengangkat tangan menyambut dirinya.Didit tersenyum tipis dan menyambut Prawira melakukan brohug. "Bhisma, apa kamu diikuti?""Iya, Mas. Seperti yang kita duga, aku sudah mulai dicurigai." Prawira duduk di kursi yang tersedia. "Sepertinya aku harus segera pergi dari sini.""Apa mereka orang-orang yang mencelakaimu waktu itu?""Belum bisa dipastikan, Mas. Penampilanku waktu itu dan sekarang sangat berbeda. Kematian Dendi—samaranku juga sudah diumumkan di media. Jika mereka mencurigaiku, mungkin ….""Kamu harus lebih berhati-hati, jangan terlalu mencolok. Sese

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status