Share

Bab 43 : Menemui Veline

Penulis: Vanilla_Nilla
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-01 16:49:36

Hero merasa begitu khawatir, saat sedari tadi tak menemukan keberadaan istrinya. Ia sudah menelusuri seluruh sudut rumah, tapi tak ada penampakan gadis itu sedikitpun.

Tanpa membuang waktu, ia merogoh saku celananya, mengeluarkan ponsel, dan langsung mencoba menghubungi Veline. Suara nada sambung terdengar, tapi tidak ada jawaban.

"Kenapa nggak diangkat sih?!" gerutunya kesal, sementara ia terus mencoba lagi. Sudah lima kali ia menelepon, lalu delapan, dan bahkan sebelas kali, tapi tetap sama—Veline tidak mengangkat panggilannya. Pikirannya semakin tak tenang, terlebih ia masih teringat bahwa Yudha yang mengantar gadis itu pulang.

"Di mana lo, Veline?" gumamnya, merasa begitu frustrasi. Napasnya juga sudah memburu karena rasa khawatir yang terus saja melanda.

Ketika akhirnya, pada percobaan ke-12, panggilannya dijawab, Hero langsung bicara tanpa membiarkan Veline menyelesaikan perkataanya.

"Halo—"

"Lo di mana?! Kenapa dari tadi nggak angkat panggilan gue? Lo nggak li
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 44 : Rasa yang Berbeda

    Kamar berukuran 3x3 meter itu terlihat begitu mungil. Dengan perabotan seadanya, ruangan itu terasa lebih sempit, terutama kasur yang hampir memenuhi separuh ruangan. Hero memperhatikan tempat itu dalam diam, ia bertanya-tanya bagaimana mereka bisa tidur bersama di kasur yang tampak terlalu kecil untuk dua orang. "Lo tidur sebelah sana, gue tidur sebelah sini aja," ujar Veline sambil menunjuk ke sisi kasur. "Hm," gumam Hero singkat, tanpa banyak bicara. Veline mengerutkan kening sejenak, merasa aneh dengan sikap lelaki itu yang begitu berbeda dibandingkan sebelumnya. Ia teringat saat Hero meneleponnya beberapa waktu lalu, ketika lelaki itu marah padanya. Tapi sekarang, Hero malah jadi pendiam. "Lo ngapain sih pake ke sini segala?" Hero menoleh sekilas. "Gue cuma takut." "Takut apaan?" Veline bertanya sambil mengernyit heran. "Takut lo bohongin gue." Veline mendesah pelan, lalu menjawab tanpa menoleh. "Tapi buktinya nggak, kan? Lo aja yang terlalu parno." Tanpa bany

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-01
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 45 : Ditembak

    Sepasang mata Veline menyipit tatkala sinar matahari yang terik menyilaukan matanya. Ia berdiri di depan kelasnya di lantai tiga, sambil terus memandang ke arah lapangan sekolah yang ada di bawah. Gadis cantik yang rambutnya tergerai indah itu melihat sekelompok siswa terlihat asyik bermain basket, sementara yang lainnya sibuk berbincang di tepi lapangan. Ketika Veline tenggelam dalam lamunannya, tiba-tiba seseorang menepuk bahunya dari belakang, sampai membuatnya tersentak kaget. "Hayo, lagi ngapain sendirian di sini?" Veline terkesiap, lantas ia menoleh dengan raut kesal ke arah orang yang ada di belakangnya, saat itu juga, ia melihat Leona tengah tersenyum. "Astaga, Leona! Lo ngagetin gue aja!" Leona hanya terkikik kecil, lalu melirik ke arah lapangan yang ada di bawah. "Hayo, lo lagi mikirin apa sih? Dari tadi gue lihat lo bengong sambil lihatin ke bawah. Ada apa emangnya di sana?" Veline menggeleng pelan. "Gak ada apa-apa. Gue cuma lagi lihat anak-anak yang lagi main

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 46 : Luka Yudha

    Semua ini seharusnya menjadi momen yang membahagiakan bagi Veline. Bukankah ini yang selalu ia impikan? Seorang lelaki mengungkapkan perasaannya di depan banyak orang, membawa seikat bunga mawar yang cantik, dan mengungkapkan cintanya dengan tulus. Namun, entah mengapa, kebahagiaan itu tidak terasa hadir. Sebaliknya, hatinya justru terasa gundah, seperti ada beban yang menghimpitnya, dan terus mencegahnya untuk tersenyum. Veline mengangkat pandangannya dengan lemah, matanya perlahan beralih dari Yudha yang masih berlutut di hadapannya ke arah sosok lain yang berdiri beberapa meter darinya. Sosok itu tidak mengatakan apa-apa, tapi tatapannya sudah cukup membuat dada Veline semakin sesak. Hero. Lelaki itu berdiri tegak dengan sorot mata dingin yang tajam, seolah ingin menerkamnya hidup-hidup. Raut wajahnya seperti ukiran marah yang tak terucapkan, tapi begitu jelas terasa. "Ayo dong, Vel! Kok diem terus? Kasihan Yudha, dari tadi udah pegel berlutut terus!" teriak Leona dari kerumu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 47 : Leona Kecewa

    "Gue ... gue cuma ingin fokus sama pelajaran," alibi Veline. Yudha mengerutkan kening, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Veline yang selama ini ia kenal, tak pernah suka akan pelajaran, tapi tiba-tiba ia berkata seperti itu. "Lo ... serius, Vel?" tanya Yudha ragu. Veline mengangguk pelan, meskipun ia merasa canggung dengan kata-kata yang baru saja ia ucapkan. "Kita kan udah kelas 12, Yud ... gue cuma pengen lebih fokus aja." "Ya, nggak apa-apa kok." "Sekali lagi, maaf ya, Yud." Veline sedikit menundukkan kepala, merasa tidak enak karena harus menolak perasaan Yudha dengan cara seperti ini. Setelah itu, Ia pun berbalik untuk pergi. Namun, langkahnya terhenti ketika Yudha memanggilnya lagi. "Mm, Vel ...." Veline berhenti, lalu kemudian menoleh lagi ke arah lelaki itu. "Iya, Yud?" "Tapi soal lo mau nganter gue nemuin nyokap gue itu jadi, kan?" Ketika sedang berada di supermarket kemarin, Yudha sempat mengungkapkan niatnya untuk menemui ibuny

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 48 : Tindakan Arnold

    Setelah jam pelajaran kedua selesai. Awalnya, Veline ingin menemui Leona yang masih berada di kelas, tapi tampaknya Leona masih marah karena kejadian kemarin. Veline sendiri tidak tahu pasti mengapa Leona bisa semarah itu padanya. Karena Leona tampak enggan bertemu, Veline memutuskan untuk tidak menemui Leona terlebih dulu sampai sahabatnya itu sudah tak marah lagi padanya. Ketika ia sedang berjalan di koridor sekolah, ia melihat Alyssa, teman sebangkunya, sedang duduk sendirian. "Hay, Sa, lo lagi ngapain duduk sendirian di sini?" tanya Veline, ketika sudah berada di dekat sahabatnya itu. "Gue lagi ini, baca komik," jawab Alissya, tanpa menoleh ke arah Veline. "Hah? Komik apaan?" Veline mengernyitkan alis, penasaran dengan komik yang dibaca oleh Alyssa. "Biasa, tentang pahlawan super." "Haaa, lo mah suka banget baca komik yang gituan." "Ya lumayan, daripada diem terus. Eh, lo nggak main sama Leona?" "Nggak. Kayaknya dia masih marah deh sama gue." Nada suara Velin

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 1 : Kehilangan

    Maysha Jemma Eveline adalah sosok gadis yang pembangkang, keras kepala, dan tidak mudah diatur. Ia selalu ingin terlihat mencolok di setiap penampilannya. Bahkan, teman-temannya sering menjulukinya 'ratu onar.' Tidak hanya dikenal sebagai gadis barbar, Veline—begitu ia biasa disapa—juga kerap melanggar aturan yang ada.Namun saat ini, bukan perilaku negatifnya yang ia sedang tunjukkan, melainkan perasaan sedih yang menggerogoti hatinya.Hati anak mana yang tak sakit saat kehilangan ayahnya? Ayah yang telah menjaga dan merawatnya selama ini.Begitu juga dengan Veline. Di balik sikap keras kepalanya selama ini yang sering membuat orang lain kesal, sebenarnya hatinya begitu rapuh. Dua tahun yang lalu saat ia berusia 16 tahun, ia harus menerima kenyataan pahit atas kehilangan ibunya. Namun kali ini, ia juga harus kehilangan sosok ayah yang luar biasa dalam hidupnya."Maafin, Veline, Yah. Selama ini Veline selalu berbuat nakal. Selalu tak mendengar nasihat Ayah, jadi anak pembangkang, dan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 2 : Salah Sangka

    Veline memperhatikan pemandangan dari kaca jendela mobil, angin sepoi-sepoi menyapu wajahnya melalui jendela kaca yang terbuka. Gadis itu memegang sebatang dedaunan berwarna merah, yang ia bawa dari pemakaman sang ayah. Wanita yang mengenakan jam tangan berwarna coklat dengan bingkai persegi itu memandang ke arah langit. Langit di atas terlihat mendung, awan kelabu menggantung seakan turut mengerti perasaannya yang masih berduka. Setelah mempertimbangkan dengan cukup matang, Veline akhirnya memutuskan untuk tinggal bersama Dimas, sahabat dari almarhum ayahnya. Ini memang keputusan yang sulit, terutama setelah melihat pertengkaran yang kerap muncul di antara om dan tantenya saat mereka membahas siapa yang akan merawatnya. Gadis itu tak ingin menjadi beban yang memicu keributan dalam keluarga. Jadi, ia pun terpaksa menerima tawaran Dimas."Kita sudah sampai." Dimas berkata setelah beberapa saat hening. Sepanjang perjalanan, Dimas sesekali mencoba mengajak Veline berbicara, berusaha me

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 3 : Mengulang Sejarah

    "Ada apa ini?"Dimas segera bergegas naik ke lantai dua saat mendengar suara keributan. Begitu sampai, ia melihat Hero dan Veline yang tengah bersitegang."Kenapa wanita ini ada di sini?" tanya Hero sambil menatap ayahnya dingin."Veline akan tinggal di sini mulai sekarang."Mendengar perkataan ayahnya, Hero merasa kesal. Bagaimana bisa wanita yang selalu membuat Hero naik pitam akan tinggal di rumahnya?Selama ini, mereka berdua memang selalu seperti kucing dan anjing di sekolah. Hero, sebagai ketua OSIS, sudah berkali-kali menghukum Veline karena kenakalannya. Tak terhitung berapa kali gadis itu melanggar aturan, bolos kelas, atau membuat keonaran di sekolah. Namun, alih-alih jera, Veline justru semakin berani menentang setiap kali ia mendapat hukuman. Sikap keras kepala Veline membuat Hero merasa frustrasi dan semakin kesal dengan kehadirannya di rumah."Apa Papa pikir rumah ini yayasan? Baru seminggu yang lalu Papa membawa istri baru ke sini, dan sekarang Papa bawa lagi seorang pe

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07

Bab terbaru

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 48 : Tindakan Arnold

    Setelah jam pelajaran kedua selesai. Awalnya, Veline ingin menemui Leona yang masih berada di kelas, tapi tampaknya Leona masih marah karena kejadian kemarin. Veline sendiri tidak tahu pasti mengapa Leona bisa semarah itu padanya. Karena Leona tampak enggan bertemu, Veline memutuskan untuk tidak menemui Leona terlebih dulu sampai sahabatnya itu sudah tak marah lagi padanya. Ketika ia sedang berjalan di koridor sekolah, ia melihat Alyssa, teman sebangkunya, sedang duduk sendirian. "Hay, Sa, lo lagi ngapain duduk sendirian di sini?" tanya Veline, ketika sudah berada di dekat sahabatnya itu. "Gue lagi ini, baca komik," jawab Alissya, tanpa menoleh ke arah Veline. "Hah? Komik apaan?" Veline mengernyitkan alis, penasaran dengan komik yang dibaca oleh Alyssa. "Biasa, tentang pahlawan super." "Haaa, lo mah suka banget baca komik yang gituan." "Ya lumayan, daripada diem terus. Eh, lo nggak main sama Leona?" "Nggak. Kayaknya dia masih marah deh sama gue." Nada suara Velin

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 47 : Leona Kecewa

    "Gue ... gue cuma ingin fokus sama pelajaran," alibi Veline. Yudha mengerutkan kening, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Veline yang selama ini ia kenal, tak pernah suka akan pelajaran, tapi tiba-tiba ia berkata seperti itu. "Lo ... serius, Vel?" tanya Yudha ragu. Veline mengangguk pelan, meskipun ia merasa canggung dengan kata-kata yang baru saja ia ucapkan. "Kita kan udah kelas 12, Yud ... gue cuma pengen lebih fokus aja." "Ya, nggak apa-apa kok." "Sekali lagi, maaf ya, Yud." Veline sedikit menundukkan kepala, merasa tidak enak karena harus menolak perasaan Yudha dengan cara seperti ini. Setelah itu, Ia pun berbalik untuk pergi. Namun, langkahnya terhenti ketika Yudha memanggilnya lagi. "Mm, Vel ...." Veline berhenti, lalu kemudian menoleh lagi ke arah lelaki itu. "Iya, Yud?" "Tapi soal lo mau nganter gue nemuin nyokap gue itu jadi, kan?" Ketika sedang berada di supermarket kemarin, Yudha sempat mengungkapkan niatnya untuk menemui ibuny

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 46 : Luka Yudha

    Semua ini seharusnya menjadi momen yang membahagiakan bagi Veline. Bukankah ini yang selalu ia impikan? Seorang lelaki mengungkapkan perasaannya di depan banyak orang, membawa seikat bunga mawar yang cantik, dan mengungkapkan cintanya dengan tulus. Namun, entah mengapa, kebahagiaan itu tidak terasa hadir. Sebaliknya, hatinya justru terasa gundah, seperti ada beban yang menghimpitnya, dan terus mencegahnya untuk tersenyum. Veline mengangkat pandangannya dengan lemah, matanya perlahan beralih dari Yudha yang masih berlutut di hadapannya ke arah sosok lain yang berdiri beberapa meter darinya. Sosok itu tidak mengatakan apa-apa, tapi tatapannya sudah cukup membuat dada Veline semakin sesak. Hero. Lelaki itu berdiri tegak dengan sorot mata dingin yang tajam, seolah ingin menerkamnya hidup-hidup. Raut wajahnya seperti ukiran marah yang tak terucapkan, tapi begitu jelas terasa. "Ayo dong, Vel! Kok diem terus? Kasihan Yudha, dari tadi udah pegel berlutut terus!" teriak Leona dari kerumu

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 45 : Ditembak

    Sepasang mata Veline menyipit tatkala sinar matahari yang terik menyilaukan matanya. Ia berdiri di depan kelasnya di lantai tiga, sambil terus memandang ke arah lapangan sekolah yang ada di bawah. Gadis cantik yang rambutnya tergerai indah itu melihat sekelompok siswa terlihat asyik bermain basket, sementara yang lainnya sibuk berbincang di tepi lapangan. Ketika Veline tenggelam dalam lamunannya, tiba-tiba seseorang menepuk bahunya dari belakang, sampai membuatnya tersentak kaget. "Hayo, lagi ngapain sendirian di sini?" Veline terkesiap, lantas ia menoleh dengan raut kesal ke arah orang yang ada di belakangnya, saat itu juga, ia melihat Leona tengah tersenyum. "Astaga, Leona! Lo ngagetin gue aja!" Leona hanya terkikik kecil, lalu melirik ke arah lapangan yang ada di bawah. "Hayo, lo lagi mikirin apa sih? Dari tadi gue lihat lo bengong sambil lihatin ke bawah. Ada apa emangnya di sana?" Veline menggeleng pelan. "Gak ada apa-apa. Gue cuma lagi lihat anak-anak yang lagi main

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 44 : Rasa yang Berbeda

    Kamar berukuran 3x3 meter itu terlihat begitu mungil. Dengan perabotan seadanya, ruangan itu terasa lebih sempit, terutama kasur yang hampir memenuhi separuh ruangan. Hero memperhatikan tempat itu dalam diam, ia bertanya-tanya bagaimana mereka bisa tidur bersama di kasur yang tampak terlalu kecil untuk dua orang. "Lo tidur sebelah sana, gue tidur sebelah sini aja," ujar Veline sambil menunjuk ke sisi kasur. "Hm," gumam Hero singkat, tanpa banyak bicara. Veline mengerutkan kening sejenak, merasa aneh dengan sikap lelaki itu yang begitu berbeda dibandingkan sebelumnya. Ia teringat saat Hero meneleponnya beberapa waktu lalu, ketika lelaki itu marah padanya. Tapi sekarang, Hero malah jadi pendiam. "Lo ngapain sih pake ke sini segala?" Hero menoleh sekilas. "Gue cuma takut." "Takut apaan?" Veline bertanya sambil mengernyit heran. "Takut lo bohongin gue." Veline mendesah pelan, lalu menjawab tanpa menoleh. "Tapi buktinya nggak, kan? Lo aja yang terlalu parno." Tanpa bany

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 43 : Menemui Veline

    Hero merasa begitu khawatir, saat sedari tadi tak menemukan keberadaan istrinya. Ia sudah menelusuri seluruh sudut rumah, tapi tak ada penampakan gadis itu sedikitpun. Tanpa membuang waktu, ia merogoh saku celananya, mengeluarkan ponsel, dan langsung mencoba menghubungi Veline. Suara nada sambung terdengar, tapi tidak ada jawaban. "Kenapa nggak diangkat sih?!" gerutunya kesal, sementara ia terus mencoba lagi. Sudah lima kali ia menelepon, lalu delapan, dan bahkan sebelas kali, tapi tetap sama—Veline tidak mengangkat panggilannya. Pikirannya semakin tak tenang, terlebih ia masih teringat bahwa Yudha yang mengantar gadis itu pulang. "Di mana lo, Veline?" gumamnya, merasa begitu frustrasi. Napasnya juga sudah memburu karena rasa khawatir yang terus saja melanda. Ketika akhirnya, pada percobaan ke-12, panggilannya dijawab, Hero langsung bicara tanpa membiarkan Veline menyelesaikan perkataanya. "Halo—" "Lo di mana?! Kenapa dari tadi nggak angkat panggilan gue? Lo nggak li

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 42 : Veline Hilang?

    Di dalam mobil, suasana terasa berbeda. Hero mengemudi begitu serius. Ia tetap fokus pada jalan di depannya, tidak memberikan perhatian sedikitpun pada Leona yang duduk di sebelahnya. Leona terus saja bercerita. Ia membahas entah apa—mulai dari rencana persami, gosip teman-teman di sekolah, hingga makanan favoritnya. Namun, dari awal hingga akhir, Hero tidak merespons. Raganya memang ada di sana, tapi pikirannya melayang jauh entah ke mana. Ia masih terbayang-bayang kejadian di supermarket tadi. Saat Veline dengan sabar membantu Yudha memilih kado untuk ulang tahun ibunya. Saat mereka berdiskusi dengan begitu dekat, bahkan terkadang tertawa kecil bersama. Hero menggenggam setir lebih erat. Bayangan Yudha yang menyeka butiran nasi di sudut bibir Veline juga terus membayangi pikirannya. Perasaan asing yang mengganggu dadanya membuatnya gusar, tapi ia tak bisa menjelaskannya. "Ro, lo dengerin gue nggak?" Leona memandang ke arah lelaki yang sedari tadi hanya terdiam. "Ro!"

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 41 : Cemburu dalam Diam

    Hari sudah berganti malam, tapi tak membuat kedua gadis yang sedari tadi masih sibuk di supermarket beranjak pergi. Mereka masih sibuk mencari barang-barang yang mereka butuhkan. Leona menggandeng tangan Veline sambil menunjuk ke arah barang lain yang perlu mereka beli. Sementara Hero sedari tadi berjalan di belakang mereka, sambil membawa beberapa paper bag berisi belanjaan kedua gadis itu. Saat sedang asyik berbelanja, Leona tiba-tiba berhenti dan menunjuk ke arah rak di depan mereka. "Eh, itu bukannya Yudha, ya?" serunya sambil menunjuk seorang pria yang sedang berdiri membelakangi mereka. Hero dan Veline spontan menoleh ke arah yang ditunjuk Leona, dan merekapun melihat sesosok pria berjaket hitam tengah sibuk memilih sesuatu. "Yudha!" panggil Leona lantang. Saat mendengar seseorang memanggil namanya, Yudha pun lantas menoleh ke arah sumber suara, ia melihat Leona, Veline, dan juga Hero. Ia melambaikan tangannya, sembari tersenyum, lalu menghampiri mereka. "Lo lagi n

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 40 : Cemburu?

    Siang ini, matahari bersinar begitu terang, memantulkan cahaya ke langit yang dihiasi awan tipis. Veline duduk di tepi rooftop, kedua tangannya menyangga besi yang ada di belakang, sementara pandangannya kosong menatap ke arah cakrawala. Pertengkaran dengan Bu Tejo tadi masih terngiang-ngiang di pikirannya. Ia menghela napas panjang, mengusir rasa sesak di dadanya, tapi air mata tak tertahankan mulai membasahi sudut matanya. Ia mengusap pipinya cepat-cepat, berusaha menutupi perasaannya, meskipun tak ada siapa pun di sana. Gadis cantik itu memejamkan matanya sejenak, merasakan sinar matahari yang hangat menyentuh kulit wajahnya. Angin bertiup, menyapu rambut hitam sebahunya yang tergerai. Rasanya seperti jeda kecil di tengah kekacauan pikirannya, meskipun hanya sesaat. Namun, ketenangan itu tak mampu menghapus rasa sesak yang masih mengendap di dadanya. Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak tadi. Namun, ia tetap enggan beranjak. Ia duduk diam, tak ingin turun bersama siswa-s

DMCA.com Protection Status