Share

Bab 48 : Tindakan Arnold

Penulis: Vanilla_Nilla
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-03 23:07:15

Setelah jam pelajaran kedua selesai. Awalnya, Veline ingin menemui Leona yang masih berada di kelas, tapi tampaknya Leona masih marah karena kejadian kemarin. Veline sendiri tidak tahu pasti mengapa Leona bisa semarah itu padanya. Karena Leona tampak enggan bertemu, Veline memutuskan untuk tidak menemui Leona terlebih dulu sampai sahabatnya itu sudah tak marah lagi padanya.

Ketika ia sedang berjalan di koridor sekolah, ia melihat Alyssa, teman sebangkunya, sedang duduk sendirian.

"Hay, Sa, lo lagi ngapain duduk sendirian di sini?" tanya Veline, ketika sudah berada di dekat sahabatnya itu.

"Gue lagi ini, baca komik," jawab Alissya, tanpa menoleh ke arah Veline.

"Hah? Komik apaan?" Veline mengernyitkan alis, penasaran dengan komik yang dibaca oleh Alyssa.

"Biasa, tentang pahlawan super."

"Haaa, lo mah suka banget baca komik yang gituan."

"Ya lumayan, daripada diem terus. Eh, lo nggak main sama Leona?"

"Nggak. Kayaknya dia masih marah deh sama gue." Nada suara Velin
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ayu Widia Susanti
semoga veline maupun Hero cepat sadar akan perasaan mereka masing-masing .. dan saling mengungkapkan.. di tunggu kelanjutannya Thor 🫶
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 49 : Sebatas Bayangan

    Tinju demi tinju terus mendarat di wajah Arnold. Yudha terus saja melakukannya tanpa henti meski tubuh Arnold sudah terkulai lemas di lantai. Setelah beberapa saat, akhirnya Yudha menghentikan pukulannya, ia mencoba mengatur napasnya yang sudah terengah-engah. Sementara itu, Arnold berusaha bangkit dari posisinya. Ia tersenyum smirk, seraya menyeka darah segar yang ada di ujung bibirnya dengan punggung tangan, lalu berdiri tertatih-tatih. Lelaki itu mencoba menyerang Yudha dengan pukulan lurus ke arah wajah. Namun, gerakannya yang terlalu lambat membuat Yudha dengan mudah menghindar, tubuhnya sedikit merunduk, lalu melontarkan pukulan keras ke arah perut Arnold. Pukulan itu membuat Arnold terhuyung ke belakang. Yudha tidak memberinya waktu untuk bernapas. Ia mencengkram kerah seragam Arnold dengan satu tangan, lalu menariknya, sementara tangan lainnya sudah mengepal erat. Dengan cepat, Yudha menghantamkan tinjunya ke rahang Arnold, membuat suara benturan keras menguar di udar

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 50 : Mengingat Janji

    Seorang lelaki paruh baya tengah mengepalkan tangannya kuat-kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Wajahnya merah padam, rahangnya mengeras seperti batu karang, amarah dalam dadanya sudah membuncah. Lelaki berjambang tipis itu terus mengumpat dalam hati, mengulang-ulang kekesalan yang tak kunjung mereda. Ia tak habis pikir bagaimana seseorang bisa berlaku semena-mena terhadap Veline, menantu kesayangannya. Baginya, Veline bukan sekadar istri anaknya, melainkan putri yang selalu ia jaga dan lindungi. Dimas duduk di sofa panjang di ruang tamu, tepat di depan Veline yang tampak lesu. Perempuan muda itu menunduk, jemarinya meremas-remas ujung rok seolah mencoba menahan emosinya. Sedangkan di sampingnya, Amanda terduduk di kursi single, sementara Hero masih berdiri di dekat mereka. Raut wajahnya juga tak kalah kerasnya seperti Dimas. Suasana di ruang tamu itu terasa begitu tegang. Hanya suara napas berat dan jam dinding yang berdetak perlahan yang terdengar di tengah kebisuan mereka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 51 : Kebohongan Veline

    Veline kini sedang mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Yudha. Ia berdiri di depan cermin, sambil terus mengamati penampilannya. Penampilannya malam ini sangat berbeda dengan hari-hari biasa. Ia mengenakan jaket pink yang modern dengan potongan yang agak longgar, dipadukan dengan celana jeans biru muda yang pas di tubuhnya. Veline memeriksa dirinya lagi di cermin, memastikan bahwa semua detailnya terlihat sempurna. Meskipun ia tidak terlalu suka berlebihan. "Lo mau ke mana?" Hero yang berdiri di ambang pintu menatap Veline dengan heran, matanya terpaku pada penampilan gadis itu yang terlihat rapi malam ini. "Mau ketemu temen." "Temen?" Hero mengerutkan kening. "Iya." "Siapa?" Veline terdiam sesaat. Ia bingung, tak tahu harus berkata apa. Sejak pertemuannya dengan Yudha beberapa waktu lalu, semuanya jadi lebih rumit. Ia ingin sekali mengantar Yudha bertemu dengan ibunya, yang sedang merayakan ulang tahun malam ini, tetapi jika mengatakan itu pada Hero, ia takut

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 52 : Bertemu Keluarga Baru

    "Mm, Yud, lo seriusan ini rumah nyokap lo?" Veline mencoba memastikan, ia berharap Yudha salah rumah. "Iya, Vel, ini rumahnya. Gue pernah nganter nyokap gue pulang pas dia pergi." Veline terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya berkata, "Hah, seriusan?" Anggukan Yudha membuat Veline semakin resah. Bila ia tahu pada awalnya nyokap Yudha tinggal serumah dengannya, Veline pasti sudah menolak Yudha untuk menemaninya bertemu dengan ibunya. Veline menyesal, seandainya ia bertanya dulu lebih awal kepada Yudha tentang siapa ibunya, mungkin ia tak akan mengalami kejadian seperti ini. "Iya, gue serius. Kenapa kok lo kayak kaget gitu?" Yudha memandang Veline sedikit heran dari kaca spion motornya, ketika melihat wajah Veline yang mendadak pucat. "Oh ... nggak, nggak, nggak apa-apa, kok." Veline merasa bersalah karena sudah berbohong kepada Hero, mengatakan bahwa ia akan pergi bersama Susi. Namun kenyataannya ia ada di sini bersama Yudha, di rumah yang tak pernah ia duga sebelumny

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 53 : Pertengkaran Hero & Yudha

    Sayup-sayup terdengar derap langkah kaki yang semakin mendekat. Dan pada saat itu juga, jantung Veline berdegup begitu cepat. Ia menundukkan kepala, mencoba menenangkan dirinya, tapi rasa cemas itu tak kunjung hilang. Sepertinya takdir tak lagi berpihak padanya, tatkala Dimas berkata, "Ah, itu anak om." Dimas menunjuk ke arah lelaki yang sedang menuruni tangga. Amanda dan Yudha segera melihat ke arah tangga, sementara Veline hanya bisa menunduk pasrah, sambil terus meremas ujung jaketnya. Jantung Veline berdegup semakin cepat ketika Hero sudah ada di dekat mereka. 'Mati gue!' Ketika Hero melihat Yudha ada di rumahnya, ia pun mengerutkan kening. Ekspresinya berubah bingung. Namun, yang membuatnya bingung lagi, kenapa Veline masih ada di rumah? Bukankah gadis itu sudah pamit kepadanya ingin menemui sahabatnya yang bernama Susi? "Kenapa lo ada di sini?" Hero bertanya, sembari menatap Yudha. Sebelum Yudha sempat menjawab, Dimas cepat-cepat menjelaskan. "Hero, kenalkan, dia Y

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 54 : Kemarahan Hero

    Sepasang mata Yudha terus mengunci pandangannya pada Veline, yang sejak tadi hanya diam. Wajah Veline tampak gelisah, terlebih saat tangan kekar Hero masih menggenggam pergelangan tangannya dengan erat. "Vel, apa yang dikatakan dia nggak bener, kan?" Yudha bertanya, suaranya begitu lirih. Akan tetapi, ada sebuah harapan di balik katanya. Ia berharap Veline akan berkata tidak, bahwa ini semua hanya kesalahpahaman. Namun, gadis itu tetap terdiam. Bibirnya bergerak sedikit, seakan ingin mengatakan sesuatu. Amanda yang sejak tadi memperhatikan ketegangan di antara mereka, ia segera menghampiri putranya yang ada di dekat pintu. "Sayang, kamu pulang sekarang, ya. Biar nanti mama yang jelaskan semuanya sama kamu," ucap Amanda, mencoba meredakan suasana yang semakin memanas. "Kenapa nggak sekarang, Ma? Yudha juga mau tahu apa yang sebenarnya terjadi." Amanda hanya mampu menunduk. Di dalam hatinya, Amanda sadar bahwa selama ini Yudha selalu menceritakan seorang gadis yang ia cintai.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 55 : Pergi Persami

    Sinar matahari sudah menembus tirai jendela kaca berwarna coklat tua. Kehangatannya seakan sudah memeluk tubuh Veline, sementara gadis itu kini tengah sibuk mengemasi barang-barang yang akan dibawanya untuk persami ke Bandung. Ia memeriksa dengan cermat setiap barang yang sudah tersusun rapi di atas tempat tidur. Sebuah jaket tebal berwarna krem, beberapa kaos, celana panjang, sepatu hiking, dan perlengkapan mandi sudah masuk ke dalam tas ranselnya. Tak lupa, ia juga memasukkan buku catatan kecil dan kamera polaroid kesayangannya untuk mengabadikan momen selama di perkemahan nanti. Setelah memastikan semua perlengkapannya sudah dibawa semua, ia meraih kotak P3K kecil dan memasukkannya ke dalam ransel. Namun tiba-tiba, seseorang mengetuk pintu kamarnya. "Non Veline," panggil Bi Ranti sambil membawa tumbler berwarna pink yang sudah diisi air hangat. "Iya, Bi." "Ini, bibi sudah isi tumbler Non Veline," ucap Bi Ranti sambil mendekat dan meletakkan tumbler di atas meja. "Makasi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 56 : Bus

    Veline menggenggam tali ranselnya erat, mencoba menahan gemuruh emosi yang masih menguasai dirinya. Ia belum siap bertemu Hero. Rasa kesalnya masih membekas setelah pertengkaran mereka terakhir kali. Tanpa berpikir panjang, ia langsung mencari cara untuk menghindar. "Mm ... Le, gue masuk ke bus duluan, ya," katanya, sebelum Leona sempat berkata, Veline sudah melangkah tergesa-gesa menuju bus. Leona hanya mengerutkan kening, ia bingung dengan perilaku sahabatnya yang tiba-tiba berubah. "Kok buru-buru banget sih?" gumam Leona pelan sambil menatap punggung Veline yang semakin menjauh. Di dalam bus, Veline segera menyapu pandangan, mencari kursi kosong yang bisa ditempati. Ia ingin segera duduk dan menghindar dari Hero. Setelah berjalan beberapa saat di lorong bus, matanya tertuju pada Alyssa yang duduk sendirian di bangku dekat jendela. "Sa, lo duduk sama siapa?" tanya Veline. "Gue belum ada temennya nih," jawab Alyssa sambil tersenyum. "Ya udah, biar gue yang duduk sama lo

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07

Bab terbaru

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 107 : Keputusan Veline

    "Apa? Lo bilang apa barusan?!" Serpihan beling yang ada di tangannya semakin erat Leona genggam, hingga darah mengalir lebih deras dari pergelangan tangannya. "Ngebesar-besarin masalah, gue?" Leona menatap Veline nanar. "Lo pikir gue ngebesar-besarin masalah? Vel, lo bahkan gak tahu apa yang gue rasain selama ini! Lo tahu berapa lama gue bertahan nunggu Hero? Sepuluh tahun, Vel! Sepuluh tahun gue pendam perasaan gue ke dia!" Veline menelan ludah, hatinya mencelos mendengar pernyataan itu, tapi ia segera menegarkan diri. "Gue ngerti, Leona. Tapi rasa suka lo itu gak pernah jadi alasan buat lo ngerebut Hero dari gue! Hero sekarang suami gue, dan gue gak akan pernah melepaskan dia, apa pun yang lo lakuin!" "Lo gak ngerti, Vel! Kalau lo ngerti, lo gak akan ngomong kayak gitu!" Napas Leona tersengal, matanya menatap lurus ke arah Veline dengan pandangan yang sulit diartikan. "Hero itu segalanya buat gue!" lanjut Leona. "Dia adalah alasan gue terus bertahan selama ini. Lo gak tah

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 106 : Keteguhan Veline

    Tepat saat pintu terbuka, mata Leona membulat sempurna. Tubuhnya menegang ketika melihat siapa yang berdiri di hadapannya. Alih-alih Hero yang sedang ia tunggu sedari tadi, tapi nyatanya bukan. Leona menggenggam ujung bajunya erat-erat, tanpa sadar kuku-kukunya yang panjang menancap ke kulit tangannya sendiri hingga buku-buku jarinya memutih. Tatapan matanya yang semula teduh kini berubah menjadi dingin, bahkan ada rasa kecewa dan juga benci. "Ngapain lo ke sini?" Ia bertanya dengan dingin, suaranya sedikit bergetar menahan emosi. Bukannya menjawab, orang yang ada di depannya hanya tersenyum smirk. Sebuah senyum yang membuat darah Leona berdesir. "Gue cuma ingin mengunjungi rumah sahabat gue," ujar Veline dengan santai, tapi tatapan matanya begitu tajam seperti seekor serigala yang hendak memangsa mangsanya. Saat melihat notifikasi di ponsel Hero beberapa waktu lalu, Veline sempat tertegun ketika melihat pesan itu dari Leona. Karena penasaran, ia pun langsung melihat p

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 105 : Tempat Peristirahatan

    Langit berwarna kelabu menggantung di atas sana. Angin sepoi-sepoi menerpa pepohonan, sampai membuat daun-daun berguguran, membawa aroma tanah basah yang bercampur dengan wangi bunga tabur. Di bawah sebuah pohon rindang, Veline berdiri di depan makam ayahnya, dengan seikat bunga mawar putih. Perlahan, Veline berlutut, meletakkan bunga di atas gundukan tanah yang telah lama menjadi tempat peristirahatan terakhir ayahnya. Tangannya gemetar saat ia merapikan bunga-bunga itu agar terlihat rapi. Di sisi lain, Hero sedang membersihkan makam ibunda Veline. Tangannya cekatan mencabuti rumput liar yang tumbuh di sekitar batu nisan, lalu ia menaburkan bunga-bunga di atasnya. Setelah semuanya selesai, Veline menyeka peluh di dahinya. Ia memandang batu nisan ayahnya dengan tatapan yang sulit dijelaskan—ada kerinduan, kesedihan, dan harapan yang bercampur menjadi satu. Tangannya terulur, menyentuh permukaan dingin batu nisan itu. Jari-jarinya menelusuri nama ayahnya yang terukir di

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 104 : Ujian Akhir

    Beberapa bulan telah berlalu, dan seluruh siswa kelas 12 akhirnya menyelesaikan ujian nasional mereka. Hari-hari panjang yang penuh tekanan, belajar hingga larut malam, dan berlatih soal demi soal kini telah usai. Namun, meskipun perjuangan mereka di ruang ujian sudah selesai, perjalanan mereka masih belum berakhir di sini. Bagi sebagian siswa, ini adalah awal dari babak baru untuk mengejar mimpi mereka, baik itu melanjutkan pendidikan ke universitas impian, mengikuti pelatihan kejuruan, atau bahkan memulai karier lebih awal. Sementara itu, ada juga yang masih bimbang dengan arah yang akan mereka ambil setelah ini. Sekolah yang biasanya dipenuhi suara riuh kini terasa lebih sunyi. Ruang-ruang kelas tampak lengang, meja dan kursi tertata rapi seperti menanti penghuninya kembali. Sementara seorang lelaki tengah berjalan sendirian menuju kantin, langkahnya terus diiringi dengan berbagai hal dalam benaknya. Ujian yang baru saja selesai terasa seperti beban berat yang terangkat. N

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 103 : Bekas Gudang

    "Anjir! Mata gue ternodai," seru Noval kaget. Sontak Veline dan Hero saling menjauh karena kaget juga. Veline langsung terduduk di sofa, wajahnya merah padam karena malu. Sementara Hero masih terlihat santai, kini ia pun duduk di samping Veline dengan wajah masam. "Lo semua gak bisa ketuk pintu dulu apa?" ujar Hero kesal. "Lah, buat apa, anjir? Biasanya juga kita langsung masuk," kilah Noval. Sementara Raka hanya menaruh kantong kresek ke atas meja. "Itu apa?" tanya Veline, sambil menunjuk ke kantong kresek tersebut. "Nasi Padang," jawab Raka, yang langsung membongkar isi di dalam kresek itu. "Cuma beli dua doang?" "Enggak kok, beli banyak." Tangan Raka masih sibuk mengeluarkan bungkus makanan itu satu per satu. "Oh." Raka meluruskan tubuhnya dulu sebelum berkata, "Gue ambil piring dulu." Ia lalu berjalan ke arah dapur. "Ikut, deh." Noval buru-buru mengekor di belakang Raka. "Gue gak mau jadi obat nyamuk di sini." Sebelum pergi, ia menepuk pelan bahu The

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 102 : Cinta Tak Terbalas

    Dua pria itu kini sudah berdara di balkon yang ada di basecamp, Hero berdiri sambil memasukan kedua tangannya ke dalam saku jaket, pandangannya terpaku pada langit malam yang gelap. Sementara itu, Adrian bersandar pada pagar balkon, matanya menatap kendaraan yang masih ramai berlalu lalang di jalanan yang ada di bawah mereka. "Jadi ... Leona udah tahu dari dulu tentang pernikahan gue sama Veline?" Hero menghela napas panjang, matanya tetap terpaku pada gedung-gedung tinggi di kejauhan. Ketika Adrian memberitahu Hero bahwa Leona sebenarnya sudah mengetahui tentang pernikahannya dengan Veline sudah lama, Hero pun merasa kaget. Pasalnya, selama ini sikap Leona seakan biasa-biasa saja. Adrian juga menjelaskan bahwa waktu itu, Leona mengetahui pernikahan mereka tepat ketika mendengar pertengkaran Hero dan Veline di dalam kelas. Dari pertengkaran itu, Leona mendengar semua hal yang diucapkan oleh mereka. Meskipun Leona sudah mengetahui segalanya, ia berpura-pura tidak tahu dan be

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 101 : Berhenti Berharap

    Langit malam ini begitu gelap. Namun, gelapnya malam ini terlihat begitu indah saat berbagai bintang menghiasi langit. Gedung-gedung tinggi berdiri megah, dikelilingi lampu-lampu yang berkelip seperti berlian. Udara malam ini memang begitu dingin, tapi dinginnya tak mampu membuat dua insan yang berdiri di atas jembatan tak urung pergi. Hanya sebuah pagar jembatan yang kini mampu menopang tubuh Leona, ia bersandar di sana, seakan hanya itu yang ia miliki untuk bersandar saat ini. Pemandangan dari atas jembatan terlihat begitu cantik, ia dapat melihat kendaraan yang berlalu lalang di bawah. Sesekali ia menyesap soda dari kaleng yang ada di tangannya. Sementara itu, seorang lelaki tengah berdiri di sampingnya. Ia juga tengah termenung memikirkan sesuatu yang ada dalam benaknya. Adrian menyanggah tubuh, menggenggam pembatas jembatan dengan erat sambil memcoba menghela napas dalam sebelum berkata, "Gue lihat malam ini, lo nggak baik-baik saja." Mendengar perkataan itu, Leon

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 100 : Tahun Baru

    Hero yang sedari tadi duduk diam sambil menatap buku di tangannya, akhirnya berkata, "Kita mau mulai belajar kapan?" "Ah, sekarang aja, Ro. Ngapain nunggu tahun depan, kelamaan," sahut Raka. Tentu saja, hal itu mendapatkan cibiran dari Noval. "Anjir, tahun depan tinggal beberapa jam lagi, pea! Lagian, ngapain sih kita harus belajar di tahun baru? Yang ada, tuh, ya, yang lain pada asyik tahun baruan. Lah, kita? Masa belajar." Adrian yang mendengar ocehan Noval langsung meremas sebuah tisu dan memasukannya ke mulut lelaki itu. "Anjir!" Noval gegas membuang tisu yang ada di mulutnya. "Somplak, lo!" hardiknya kesal, menatap ke arah Adrian dengan tajam. Helaan napas Hero terdengar berat ketika melihat temannya selalu saja bertengkar. "Ya udah, mau mulai dari pelajaran apa dulu?" Raka yang duduk santai dengan tangan disandarkan di belakang kepala, menyahut tanpa terburu-buru. "Yang gampang-gampang dulu aja, Ro. Jangan yang bikin pusing kepala." "Yang gampang gimana maksudnya?"

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 99 : Pasangan Hits

    Napas Veline memburu hebat saat tangan Hero terus bergerak perlahan di pinggangnya. Sentuhan itu begitu lembut, sampai membuat bulu kuduk Veline meremang. Jari-jari kekar Hero dengan mahir menjelajahi sisi tubuhnya, terus bergerak hingga menyentuh ujung kain lingerie yang Veline kenakan. Kain tipis itu sedikit terangkat ketika Hero terus menggesernya ke atas, sampai memperlihatkan paha mulus Veline yang begitu indah di pandang. Bibir Hero tidak tinggal diam. Ia membiarkan bibirnya menelusuri leher Veline. Ciuman yang awalnya lembut berubah menjadi lebih intens, sampai meninggalkan bekas kemerahan—jejak kepemilikan yang sengaja ia tinggalkan di sana. Napas Veline tercekat, dadanya naik turun seiring sensasi yang mengalir dari sentuhan Hero. Veline menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan desahan yang hampir lolos. Tangannya melingkar di leher kokoh Hero, sampai tubuh Hero tertarik lebih dekat ke arahnya. Rambut hitam Veline berantakan di atas bantal, dan wajahnya memerah

DMCA.com Protection Status