Share

Bab 50 : Mengingat Janji

Author: Vanilla_Nilla
last update Last Updated: 2024-12-04 20:21:21

Seorang lelaki paruh baya tengah mengepalkan tangannya kuat-kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Wajahnya merah padam, rahangnya mengeras seperti batu karang, amarah dalam dadanya sudah membuncah.

Lelaki berjambang tipis itu terus mengumpat dalam hati, mengulang-ulang kekesalan yang tak kunjung mereda. Ia tak habis pikir bagaimana seseorang bisa berlaku semena-mena terhadap Veline, menantu kesayangannya. Baginya, Veline bukan sekadar istri anaknya, melainkan putri yang selalu ia jaga dan lindungi.

Dimas duduk di sofa panjang di ruang tamu, tepat di depan Veline yang tampak lesu. Perempuan muda itu menunduk, jemarinya meremas-remas ujung rok seolah mencoba menahan emosinya. Sedangkan di sampingnya, Amanda terduduk di kursi single, sementara Hero masih berdiri di dekat mereka. Raut wajahnya juga tak kalah kerasnya seperti Dimas.

Suasana di ruang tamu itu terasa begitu tegang. Hanya suara napas berat dan jam dinding yang berdetak perlahan yang terdengar di tengah kebisuan mereka
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 51 : Kebohongan Veline

    Veline kini sedang mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Yudha. Ia berdiri di depan cermin, sambil terus mengamati penampilannya. Penampilannya malam ini sangat berbeda dengan hari-hari biasa. Ia mengenakan jaket pink yang modern dengan potongan yang agak longgar, dipadukan dengan celana jeans biru muda yang pas di tubuhnya. Veline memeriksa dirinya lagi di cermin, memastikan bahwa semua detailnya terlihat sempurna. Meskipun ia tidak terlalu suka berlebihan. "Lo mau ke mana?" Hero yang berdiri di ambang pintu menatap Veline dengan heran, matanya terpaku pada penampilan gadis itu yang terlihat rapi malam ini. "Mau ketemu temen." "Temen?" Hero mengerutkan kening. "Iya." "Siapa?" Veline terdiam sesaat. Ia bingung, tak tahu harus berkata apa. Sejak pertemuannya dengan Yudha beberapa waktu lalu, semuanya jadi lebih rumit. Ia ingin sekali mengantar Yudha bertemu dengan ibunya, yang sedang merayakan ulang tahun malam ini, tetapi jika mengatakan itu pada Hero, ia takut

    Last Updated : 2024-12-05
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 52 : Bertemu Keluarga Baru

    "Mm, Yud, lo seriusan ini rumah nyokap lo?" Veline mencoba memastikan, ia berharap Yudha salah rumah. "Iya, Vel, ini rumahnya. Gue pernah nganter nyokap gue pulang pas dia pergi." Veline terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya berkata, "Hah, seriusan?" Anggukan Yudha membuat Veline semakin resah. Bila ia tahu pada awalnya nyokap Yudha tinggal serumah dengannya, Veline pasti sudah menolak Yudha untuk menemaninya bertemu dengan ibunya. Veline menyesal, seandainya ia bertanya dulu lebih awal kepada Yudha tentang siapa ibunya, mungkin ia tak akan mengalami kejadian seperti ini. "Iya, gue serius. Kenapa kok lo kayak kaget gitu?" Yudha memandang Veline sedikit heran dari kaca spion motornya, ketika melihat wajah Veline yang mendadak pucat. "Oh ... nggak, nggak, nggak apa-apa, kok." Veline merasa bersalah karena sudah berbohong kepada Hero, mengatakan bahwa ia akan pergi bersama Susi. Namun kenyataannya ia ada di sini bersama Yudha, di rumah yang tak pernah ia duga sebelumny

    Last Updated : 2024-12-05
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 53 : Pertengkaran Hero & Yudha

    Sayup-sayup terdengar derap langkah kaki yang semakin mendekat. Dan pada saat itu juga, jantung Veline berdegup begitu cepat. Ia menundukkan kepala, mencoba menenangkan dirinya, tapi rasa cemas itu tak kunjung hilang. Sepertinya takdir tak lagi berpihak padanya, tatkala Dimas berkata, "Ah, itu anak om." Dimas menunjuk ke arah lelaki yang sedang menuruni tangga. Amanda dan Yudha segera melihat ke arah tangga, sementara Veline hanya bisa menunduk pasrah, sambil terus meremas ujung jaketnya. Jantung Veline berdegup semakin cepat ketika Hero sudah ada di dekat mereka. 'Mati gue!' Ketika Hero melihat Yudha ada di rumahnya, ia pun mengerutkan kening. Ekspresinya berubah bingung. Namun, yang membuatnya bingung lagi, kenapa Veline masih ada di rumah? Bukankah gadis itu sudah pamit kepadanya ingin menemui sahabatnya yang bernama Susi? "Kenapa lo ada di sini?" Hero bertanya, sembari menatap Yudha. Sebelum Yudha sempat menjawab, Dimas cepat-cepat menjelaskan. "Hero, kenalkan, dia Y

    Last Updated : 2024-12-06
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 54 : Kemarahan Hero

    Sepasang mata Yudha terus mengunci pandangannya pada Veline, yang sejak tadi hanya diam. Wajah Veline tampak gelisah, terlebih saat tangan kekar Hero masih menggenggam pergelangan tangannya dengan erat. "Vel, apa yang dikatakan dia nggak bener, kan?" Yudha bertanya, suaranya begitu lirih. Akan tetapi, ada sebuah harapan di balik katanya. Ia berharap Veline akan berkata tidak, bahwa ini semua hanya kesalahpahaman. Namun, gadis itu tetap terdiam. Bibirnya bergerak sedikit, seakan ingin mengatakan sesuatu. Amanda yang sejak tadi memperhatikan ketegangan di antara mereka, ia segera menghampiri putranya yang ada di dekat pintu. "Sayang, kamu pulang sekarang, ya. Biar nanti mama yang jelaskan semuanya sama kamu," ucap Amanda, mencoba meredakan suasana yang semakin memanas. "Kenapa nggak sekarang, Ma? Yudha juga mau tahu apa yang sebenarnya terjadi." Amanda hanya mampu menunduk. Di dalam hatinya, Amanda sadar bahwa selama ini Yudha selalu menceritakan seorang gadis yang ia cintai.

    Last Updated : 2024-12-06
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 55 : Pergi Persami

    Sinar matahari sudah menembus tirai jendela kaca berwarna coklat tua. Kehangatannya seakan sudah memeluk tubuh Veline, sementara gadis itu kini tengah sibuk mengemasi barang-barang yang akan dibawanya untuk persami ke Bandung. Ia memeriksa dengan cermat setiap barang yang sudah tersusun rapi di atas tempat tidur. Sebuah jaket tebal berwarna krem, beberapa kaos, celana panjang, sepatu hiking, dan perlengkapan mandi sudah masuk ke dalam tas ranselnya. Tak lupa, ia juga memasukkan buku catatan kecil dan kamera polaroid kesayangannya untuk mengabadikan momen selama di perkemahan nanti. Setelah memastikan semua perlengkapannya sudah dibawa semua, ia meraih kotak P3K kecil dan memasukkannya ke dalam ransel. Namun tiba-tiba, seseorang mengetuk pintu kamarnya. "Non Veline," panggil Bi Ranti sambil membawa tumbler berwarna pink yang sudah diisi air hangat. "Iya, Bi." "Ini, bibi sudah isi tumbler Non Veline," ucap Bi Ranti sambil mendekat dan meletakkan tumbler di atas meja. "Makasi

    Last Updated : 2024-12-07
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 56 : Bus

    Veline menggenggam tali ranselnya erat, mencoba menahan gemuruh emosi yang masih menguasai dirinya. Ia belum siap bertemu Hero. Rasa kesalnya masih membekas setelah pertengkaran mereka terakhir kali. Tanpa berpikir panjang, ia langsung mencari cara untuk menghindar. "Mm ... Le, gue masuk ke bus duluan, ya," katanya, sebelum Leona sempat berkata, Veline sudah melangkah tergesa-gesa menuju bus. Leona hanya mengerutkan kening, ia bingung dengan perilaku sahabatnya yang tiba-tiba berubah. "Kok buru-buru banget sih?" gumam Leona pelan sambil menatap punggung Veline yang semakin menjauh. Di dalam bus, Veline segera menyapu pandangan, mencari kursi kosong yang bisa ditempati. Ia ingin segera duduk dan menghindar dari Hero. Setelah berjalan beberapa saat di lorong bus, matanya tertuju pada Alyssa yang duduk sendirian di bangku dekat jendela. "Sa, lo duduk sama siapa?" tanya Veline. "Gue belum ada temennya nih," jawab Alyssa sambil tersenyum. "Ya udah, biar gue yang duduk sama lo

    Last Updated : 2024-12-07
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 57 : First Kiss?

    "Jidat gue kejedog kursi," keluh Veline sambil mengusap dahinya yang terasa sakit. "Sama. Kepala gue langsung kliyengan lagi." Mereka berdua terus berkeluh kesah karena kepalanya terasa pusing. Namun, dari barisan belakang terdengar suara lantang Noval. "Pak!" Pak Agus yang sedang memperhatikan jalan segera menoleh. "Ya, ada apa, Noval?" "Pak, daripada diem-diem bae, gimana kalau karokean?" usul Noval. Pak Agus mulai menimbang. "Karokean? Emang kamu mau nyanyi lagu apa?" "Dangdutan aja, Pak, biar seru!" Kali ini Raka yang menjawab. "Daripada dangdutan, mending kita sholawatan aja. Biar perjalanan kita berkah dan hati kita tenang," kata Pak Agus, sambil memperhatikan para siswa. "Gimana, anak-anak?" Beberapa siswa mulai bersorak setuju. Pak Agus pun mulai melantunkan sholawat. "Shallallahu 'ala Muhammad ... shallallahu 'alaihi wasallam ...." "Ayo, anak-anak, ikuti bapak." "Iya, Pak!" Para siswa pun langsung mengikuti sholawat dengan kompak. Namun, di tenga

    Last Updated : 2024-12-08
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 58 : Kebimbangan Dimas

    Udara yang semakin siang bukannya makin panas, tapi malah semakin sejuk. Saat bus perlahan memasuki area Puncak. Hamparan perkebunan teh pun sudah terlihat oleh mereka. Veline memandang keluar jendela, matanya terpaku pada hamparan hijau. Udara dingin yang menyelusup melalui celah-celah kaca jendela membuatnya menarik jaket lebih erat. Pemandangan yang begitu indah itu membuat Veline sejenak melupakan rasa kesal dan gelisah yang sejak tadi mengganggu pikirannya. Setelah sekitar tiga jam perjalanan, bus perlahan melambat dan akhirnya berhenti di sebuah area perkemahan yang luas, yang dikelilingi pohon-pohon pinus. Para siswa mulai bersemangat. Mereka berbondong-bondong turun dari mobil, mata mereka terbelalak melihat pemandangan yang begitu menakjubkan: pegunungan hijau, udara segar, dan suara gemericik sungai kecil dari kejauhan. "Wah, keren banget tempatnya!" teriak Alyssa sambil merentangkan tangannya ke udara. "Sumpah, ini beneran kayak di film-film!" Leona memandang ta

    Last Updated : 2024-12-09

Latest chapter

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 141 : Kelahiran dan Harapan Baru (Tamat)

    Malam ini hujan turun dengan deras, menyelimuti kota dengan dingin. Di sebuah ruang bersalin di rumah sakit, Veline terbaring di ranjang, wajahnya basah oleh keringat. Rasa sakit melandanya seperti gelombang yang tak kunjung usai, tetapi genggaman tangan Hero yang erat memberinya kekuatan. "Sayang, aku di sini. Tarik napas dalam-dalam, oke? Kamu pasti bisa," ujar Hero dengan suara yang tenang meskipun matanya memancarkan kegelisahan. Veline menggigit bibirnya, berusaha menahan jeritan. "Hero … sakit banget …," suaranya bergetar. Hero mengusap rambut istrinya yang basah oleh keringat. "Kamu kuat, Sayang. Kamu selalu kuat. Nggak lama lagi kita bakal ketemu sama anak kita." Dokter dan perawat sibuk mempersiapkan semuanya. "Baik, Bu Veline, saat kontraksi berikutnya, tolong dorong sekuat tenaga, ya," kata dokter. Veline mengangguk lemah, matanya menatap Hero dengan penuh harap. Hero hanya membalas dengan senyuman yang berusaha menenangkan, meski di dalam dirinya ia merasa

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 140 : Saling Memaafkan

    Pagi ini, Zahira melangkah pelan menyusuri lorong rumah sakit. Aroma antiseptik menusuk hidung, dan langkah sepatunya yang berderap di lantai mengkilap terdengar jelas di antara kesunyian. Matanya menatap nomor ruangan di depannya. Di balik pintu itu, Amanda, wanita yang selama ini ia anggap sebagai duri dalam rumah tangganya, kini terbaring lemah. Ada perasaan aneh yang menyelinap di hatinya. Setelah menghela napas panjang, Zahira mengetuk pintu dan masuk. Di dalam ruangan, Amanda terbaring dengan wajah pucat. Namun, ada senyum tipis di bibirnya saat melihat Zahira masuk. Dimas yang duduk di kursi di samping ranjang segera bangkit, memberikan ruang untuk mereka. "Zahira …," suara Amanda terdengar lemah. Zahira mendekat, menatap Amanda yang terbaring dengan infus terpasang di tangan kirinya. "Aku datang untuk menjengukmu," katanya dengan nada datar, tapi matanya menunjukkan keraguan yang dalam. Amanda tersenyum lemah. "Terima kasih … aku tahu ini pasti tidak mudah untukmu."

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 139 : Perkelahian

    Veline dan Yudha berjalan perlahan menuju parkiran rumah sakit. Udara malam terasa menusuk. Namun, langkah mereka tetap tenang di tengah suasana sunyi. Lampu-lampu jalan memancarkan cahaya temaram, menambah kesan hening di sekitar. Namun, langkah Veline tiba-tiba terhenti. Ia menoleh ke arah Yudha dan berkata, "Yud, gue mau beli minum dulu sebentar." Yudha menatapnya sejenak, lalu mengangguk tanpa banyak bicara. "Ya udah, kita ke minimarket aja. Itu ada di dekat sini," jawabnya sambil menunjuk ke arah sebuah minimarket kecil tak jauh dari parkiran. Mereka kemudian melangkah menuju minimarket tersebut. Saat sampai, Veline masuk ke dalam tanpa ragu, sementara Yudha memilih menunggu di luar. Ia bersandar pada salah satu tiang dekat pintu masuk, pandangannya mengawasi sekitar dengan santai, meski raut wajahnya masih terlihat tegang setelah kejadian di rumah sakit tadi. Namun, suasana hening itu tiba-tiba berubah ketika Yudha melihat sebuah mobil berhenti di depan rumah sakit. S

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 138 : Keadaan Amanda

    Amanda tergeletak di atas aspal, tubuhnya berlumuran darah yang terus mengalir, membasahi pakaian dan jalanan di sekitarnya. Matanya perlahan membuka, lemah, seolah mencoba menahan rasa sakit yang luar biasa. Di sisi lain, Dimas berdiri terpaku sebelum akhirnya teriakannya menggema. "Amanda!" Dimas berteriak dengan suara yang serak dan penuh kegelisahan. Kakinya melangkah cepat, lututnya hampir jatuh saat ia berlutut di samping tubuh Amanda. Dengan kedua tangannya yang bergetar, ia mengangkat kepala Amanda, memeluknya dengan erat meskipun darah terus mengalir di tangannya. "Amanda, kenapa kamu melakukan ini?" Amanda hanya tersenyum samar, bibirnya bergetar mencoba mengeluarkan kata-kata. Namun, tidak ada suara yang terdengar. Di dekat mereka, Veline berdiri terpaku, tubuhnya gemetar. Matanya tidak bisa lepas dari genangan darah di sekitar tubuh Amanda. Wajahnya pucat, sementara pikirannya penuh dengan kebingungan dan rasa syok. "Ma ... Mama ...." Hero yang tadinya diam

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 137 : Mengejar Zahira

    Dimas berdiri mematung di tempatnya, tubuhnya terkulai lemas. Wajahnya yang biasanya tampak tegas kini terlihat kusut. Napasnya terdengar berat, dan matanya seakan kehilangan semangat. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan, bagaimana ia bisa memperbaiki kesalahan yang telah dibuatnya. "Mas, kenapa kamu diam saja? Ayo, cepat kejar Zahira! Kamu mau dia pergi begitu saja?" Amanda mengguncang bahu Dimas, mencoba menyadarkannya. Namun, Dimas hanya berdiri diam, tidak bergerak sedikit pun. Ia tahu semuanya sudah terlambat. Amanda menghela napas frustrasi. "Aku yang harus mengejarnya?" gerutunya, lalu tanpa menunggu jawaban, ia berlari keluar dari rumah, berusaha mengejar Zahira yang sudah meninggalkan rumah itu dengan langkah cepat. Di dalam rumah, suasana menjadi semakin canggung. Veline dan Hero yang baru saja turun dari tangga, heran melihat Amanda berlari keluar dengan terburu-buru, seolah sedang mengejar seseorang. "Mama, kenapa itu?" tanya Veline dengan suara penasaran, ma

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 136 : Istri Kedua

    Hero tiba di rumah dengan langkah berat, tangan kanannya memegang mangga muda yang sudah ia perjuangkan dari tengah malam hingga pagi. Ia memasukkan motor ke halaman depan rumah dengan pelan, berusaha tidak membuat suara berisik. Sesampainya di kamar, Hero membuka pintu dengan hati-hati, melihat Veline yang tampak sudah terlelap dengan nyenyak di tempat tidur. Ia memandangnya sejenak, senyumnya merekah meski ada rasa lelah yang menggelayuti tubuhnya. Namun, sesaat setelah melihat wajah Veline yang begitu tenang, semua rasa lelah itu terasa sedikit lebih ringan. Dengan hati-hati, Hero duduk di tepi ranjang, menggoyangkan bahu Veline dengan lembut. "Sayang, bangun ... nih, mangga mudanya." Veline yang masih terlelap hanya menggerakkan bibirnya sedikit. Namun, tidak membuka mata. "Apa sih, ganggu aja ...," jawabnya dengan suara serak, tapi suaranya jelas menunjukkan bahwa ia tidak tertarik untuk bangun. "Sayang, bangun ... ini mangga mudanya." Hero mengulangi, kali ini sedikit

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 135 : Mengambil Mangga

    Hero mengenakan jaket hitam tebalnya dengan tergesa-gesa. Malam ini udara terasa lebih dingin dari biasanya, dan hembusan angin yang menyapu wajahnya saat keluar dari rumah membuatnya merasa semakin terjaga. Ia menurunkan helm dari motor dan meletakkannya di atas jok, berencana untuk menelepon beberapa temannya sebelum melanjutkan perjalanan. Pikirannya terfokus pada satu hal saja—mendapatkan mangga muda yang diminta oleh Veline. Dengan tangan yang sedikit gemetar karena suhu udara yang dingin, Hero meraih ponselnya dan membuka kontak. Nama Raka muncul di layar, dan tanpa ragu ia menekan tombol telepon. "Raka, lo lagi di mana?" Tak lama kemudian, suara Raka terdengar dari ujung telepon. "Gue lagi di basecamp, sama Noval sama Adrian. Kenapa, Ro?" "Ke sekolah sekarang!" "Ngapain ke sekolah? Ini udah malam." "Pokoknya ke sekolah aja dulu, nanti gue jelasin. Ajak Noval sama Adrian juga." "Ya udah deh." Hero menutup telepon itu dengan cepat, menghela napas, dan mengam

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 134 : Ngidam Mangga Muda

    Di ruang tamu yang diterangi lampu hangat, Veline duduk di sofa dengan Hero. Mereka baru saja selesai makan malam, dan suasana rumah terasa tenang, hanya terdengar suara jam dinding yang berdetak pelan. Veline menggigit bibir bawahnya, ragu untuk memulai pembicaraan. Ia menatap secangkir teh hangat di tangannya, mengaduknya perlahan meski tidak ada gula yang perlu larut di sana. "Sayang," ujar Veline, memecah keheningan. Suaranya lembut, tapi terdengar jelas di antara ketenangan malam. Hero yang sedang memainkan ponselnya menoleh, menatap Veline dengan alis sedikit terangkat. "Kenapa? Kamu kelihatan serius banget," katanya sambil meletakkan ponselnya di meja. Perhatiannya kini sepenuhnya terarah pada istrinya. Veline menghela napas panjang, menaruh cangkirnya di meja, lalu bersandar ke sofa. Matanya menatap ke arah jendela, meski yang terlihat hanya bayangan gelap malam. "Aku tadi habis ke rumah Leona," ucapnya. Hero terkejut, tapi ia tidak langsung menyela. Ia hanya mengan

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 133 : Penyesalan Leona

    Sejak kejadian itu, Leona mengurung dirinya di dalam kamar. Pintu kamarnya yang biasanya terbuka lebar kini tertutup rapat, seakan mencerminkan dinding yang ia bangun untuk memisahkan dirinya dari dunia luar. Tirai jendela pun tertutup, membiarkan kegelapan menguasai ruangannya. Suara tangis terkadang terdengar lirih dari balik pintu, tetapi tak ada yang cukup berani untuk mengetuk dan mencoba bicara dengannya. Veline yang mengetahui keadaan sahabatnya merasa dilematis. Meski hatinya masih dipenuhi amarah karena ulah Leona yang terus mencoba memisahkannya dari Hero, rasa iba perlahan merayap ke dalam hatinya. Ia mengingat bagaimana video yang memperlihatkan tindakan tidak terpuji Leona tersebar luas di media sosial. Video itu menjadi bahan cibiran dan ejekan. Orang-orang terus mencela Leona tanpa ampun, menghakimi tanpa memberi ruang untuk pembelaan. Akun media sosial Leona dipenuhi komentar pedas, seolah seluruh dunia bersekongkol untuk menjatuhkannya. "Kenapa dia harus sebodoh

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status