Home / Fiksi Remaja / Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah / Bab 4 : Diantara Dua Pilihan

Share

Bab 4 : Diantara Dua Pilihan

Author: Vanilla_Nilla
last update Last Updated: 2024-11-07 10:27:53

Veline mengangkat bahu. "Gak ada. Gue cuma ingin bicara aja sama lo."

Hero menutup buku dengan kasar, lalu meletakkan buku itu di atas meja. Ia berdiri dari kursi dan mendekat ke arah Veline yang masih berdiri di ambang pintu. Tatapan tajamnya menelusuri wajah Veline. Memang, gadis itu terlihat cantik—wajahnya selalu tampak segar, meskipun kali ini ada sedikit semburat kesedihan yang tak bisa disembunyikan.

Namun, kecantikan itu tidak mengubah perasaan Hero sedikit pun. Setiap kali melihat Veline, rasa benci yang ia pendam seolah makin membara, mengingatkannya pada masalah yang ia anggap datang bersamaan dengan kehadirannya di rumah ini.

"Lo sengaja, kan, datang ke rumah gue cuma buat ngerasain harta keluarga gue? Atau jangan-jangan …." Hero mendekatkan wajahnya ke arah Veline, suaranya menurun sambil berbisik menghina gadis itu. "Jangan-jangan, lo juga selingkuhan bokap gue."

Plak!

Tamparan keras mendarat di pipi Hero. Hero terkesiap ketika Veline tiba-tiba menamparnya, begitu juga dengan Veline sendiri yang tak pernah menyangka akan melakukannya, tapi kata-kata Hero tadi benar-benar sudah melampaui batas.

Veline datang ke kamar Hero dengan niat baik, berharap bisa berbicara tenang dengan lelaki itu, meskipun hubungan mereka tak pernah akur. Namun, tuduhan itu … tuduhan yang begitu menyakitkan, membuat harga dirinya terasa diinjak-injak.

"Gue gak nyangka lo bakal ngomong kayak gitu." Veline mendengkus kesal, seraya menatap tajam ke arah Hero.

Selama ini, Hero memang selalu terkenal baik dan ramah di sekolah, lelaki tampan itu banyak yang mengidolakan, sampai semua siswi di sekolah tergila-gila dengannya, tapi semua itu tidak berlaku bagi Veline.

"Gue pikir lo orang yang berakal, tapi nyatanya semua itu salah besar. Lo ternyata lelaki paling brengsek yang pernah gue temui."

Hero mengusap ujung bibirnya yang kebas akibat tamparan tersebut. Baru kali ini ada wanita yang berani menamparnya, dan itu membuat hatinya tak senang. lalu ia menatap Veline kembali sambil berkata, "Gue? Brengsek? Lo baru tahu?"

Hero tersenyum smirk, mendekatkan wajahnya lagi, lalu berbisik di telinga Veline sambil menghina gadis itu. "Berapa bokap gue bayar lo buat sekali main?"

Perkataan itu jelas membuat darah Veline mendidih. Ia mengepalkan tangannya erat, sampai kuku-kukunya menancap ke kulit telapak tangan. "Lo benar-benar keterlaluan! Mau lo apa, sih, hah?"

"Mau gue? Lo tanya mau gue apa? Gue cuma mau lo pergi dari rumah ini!"

"Oke, kalau itu yang lo mau, gue akan pergi dari sini. Puas?" Veline menatap Hero dalam-dalam, seolah memperhatikan setiap inci wajah Hero dengan detail, lelaki yang telah mempermalukannya habis-habisan itu akan terukir dalam ingatannya.

Hero Arjuna Wiratama—ketua OSIS SMA Pandawa, terkenal dingin dan tegas. Di sekolah, semua tunduk padanya, terutama karena pengaruh besar keluarganya sebagai donatur utama. Hero juga tak pernah melewatkan kesempatan untuk menyiksa Veline dengan berbagai hukuman, sampai membuat hari-hari gadis itu di sekolah terasa seperti neraka.

Namun, kali ini dia benar-benar sudah melewati batas. Veline tak tahan lagi mendengar kata-kata kasar dari lelaki itu, ia pun segera pergi untuk menuju kamar.

Setelah berada di kamar. Ia buru-buru memasukkan semua barang-barangnya ke dalam koper. Veline lebih baik pergi dari sini, daripada harus terus berhadapan dengan Hero. Masalah tempat tinggal? Itu bisa ia pikirkan nanti. Yang terpenting sekarang, ia harus segera keluar dari rumah ini.

Veline bergegas keluar dari kamar, menarik koper besar yang berisi semua barang yang ia sempat masukkan dengan tergesa-gesa. Air mata tanpa sadar terus mengalir di pipinya. Ia berusaha mengusapnya dengan kasar, seolah berharap air mata itu berhenti. Namun semakin ia mencoba, air mata itu malah semakin deras. Ia sendiri bingung kenapa akhir-akhir ini menjadi begitu cengeng. Sebenarnya gadis itu tak ingin menangis, tetapi perasaannya sudah tak lagi bisa dibendung.

Ketika sudah berada di lantai bawah, Amanda, tak sengaja melihat Veline membawa koper, ia juga bingung ketika melihat wajah sembab gadis itu. "Veline, kamu mau ke mana, Sayang?"

Veline menarik napas dalam, lalu menjawab pelan. "Veline mau pergi, Tante."

"Pergi? Pergi ke mana? Kamu baru saja tiba di sini." Amanda mengernyit heran. Pasalnya, Veline baru saja tiba beberapa jam yang lalu, tapi wanita itu ingin pergi lagi.

Dimas yang mendengar percakapan dari luar kamarnya, ia segera keluar. Begitu melihat Veline di depan tangga dengan membawa koper, ia merasa bingung. "Veline?"

"Om, maaf ... Veline nggak bisa tinggal di sini."

"Kenapa, Veline?" Dimas memandangnya dalam-dalam, seolah mencari jawaban di balik tatapan gadis itu.

Veline menghela napas panjang sebelum berkata, "Veline sadar diri, Om. Veline bukan siapa-siapa di sini, Veline hanya orang asing. Veline nggak mau jadi beban untuk Om dan Tante."

Dimas mengernyit, sambil menatap Veline dengan bingung. "Apa semua ini gara-gara Hero? Apa yang dia katakan sama kamu?"

Veline menggeleng cepat, berusaha menyembunyikan apa yang sebenarnya terjadi. "Nggak, Om. Veline cuma nggak mau merepotkan Om dan Tante."

"Veline, kamu nggak merepotkan sama sekali. Justru tante senang kamu ada di sini." Amanda mengelus tangan Veline, berharap bisa memberi kenyamanan pada gadis itu.

Pada saat yang sama, Hero muncul dari tangga, menatap adegan itu dengan ekspresi acuh tak acuh. Melihat putranya, kemarahan Dimas pun membuncah. "Ini semua gara-gara kamu, kan?"

"Memangnya kenapa kalau dia mau pergi? Bukannya itu malah lebih baik? Kenapa Papa harus menahannya?"

"Papa sudah bilang jangan berkata kasar pada Veline! Apa kamu nggak bisa mendengar?"

Hero mengangkat alis, ia menatap ayahnya sinis ketika sudah berada di dekatnya. "Buat apa Hero mendengarkan Papa? Selama ini Papa juga nggak pernah mendengarkan Hero. Bahkan Papa membawa selingkuhan Papa ke rumah ini." Kalimat itu ia ucapkan sambil melirik tajam ke arah Amanda.

Amanda hanya bisa menghela napas panjang, mencoba menahan rasa sakit yang kembali hadir setiap kali Hero melontarkan kata-kata kasar padanya.

Hubungan Dimas dan Amanda memang memiliki cerita panjang. Amanda adalah cinta pertama Dimas yang tak pernah bisa ia lupakan. Dimas pernah menjalin hubungan mendalam dengannya, tetapi mereka terpaksa berpisah karena perjodohan Dimas dengan Zahira. Selama bertahun-tahun menjalani rumah tangga dengan Zahira, Dimas berusaha mencintainya, tetapi perasaan itu tak pernah sebesar apa yang ia rasakan untuk Amanda. Bahkan saat ia berusaha mencintai Zahira dengan tulus, rasa cintanya seolah telah terkuras habis untuk Amanda.

Satu tahun yang lalu, ketika akhirnya takdir mempertemukannya lagi dengan Amanda yang saat itu sudah bercerai dengan suaminya, perasaan Dimas kembali bergelora. Pertemuan mereka membuatnya merasa hidup kembali, meski kenyataan itu menyakitkan Hero, yang menganggap Amanda sebagai wanita yang telah menghancurkan keluarganya.

"Om, Om nggak perlu bertengkar lagi. Veline sudah memutuskan ini kok," ucap Veline lirih, berusaha menengahi pertengkaran di antara Dimas dan Hero.

Namun, Dimas menatapnya dengan tegas. "Tidak, Veline. Kamu tidak boleh pergi. Om tidak akan membiarkan kamu pergi hanya karena masalah seperti ini."

Mendengar itu, Hero menatap ayahnya dingin. "Papa tinggal pilih. Dia yang pergi dari rumah ini? Atau Hero yang pergi?"

Related chapters

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 5 : Kembalilah

    "Om nggak perlu memilih apa pun, karena Veline yang akan pergi." Veline yang melihat kebingungan di wajah Dimas, hanya membuat dadanya terasa semakin sesak. Ia pun memutuskan untuk pergi dari rumah tersebut.Dimas menarik napas panjang, menatap sedih ke arah gadis yang ada di hadapannya. "Veline ....""Terima kasih, Om, Tante, kalian sudah baik sama Veline."Veline lantas berbalik, sambil menyeret koper. Air mata yang telah ia tahan sedari tadi mulai jatuh lagi saat sudah berada di ambang pintu."Veline, kamu mau pergi ke mana, Sayang? Ini sudah malam, di luar juga sedang hujan deras!" Amanda berteriak, ia terlihat cemas melihat Veline yang pergi begitu saja, apalagi di luar sedang hujan deras. Namun, Veline tak menjawab, ia tetap melangkah tanpa menoleh ke belakang. Ia merasa tak ada tempat baginya di sini. Jadi, lebih baik ia pergi saja.Dimas berbalik menatap Hero dengan rahang yang sudah mengeras, matanya juga sudah menyala merah. "Kamu benar-benar keterlaluan, Hero! Apa kamu ngg

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 6 : Takut Suntikan

    Hero berteriak lantang ketika melihat Veline yang tiba-tiba terjatuh. "Veline ...." Dengan keadaan panik, Hero lantas berlari menghampiri gadis itu yang sudah tak sadarkan diri. Lelaki tampan itu langsung berjongkok dengan lutut ditekuk. Tangan kekarnya langsung meraih kepala Veline dan menepuk wajahnya dengan pelan. "Veline, bangun!" Sudah beberapa kali Hero menepuk wajah gadis itu. Namun, sepertinya Veline tak kunjung sadar. "Veline sadarlah, ayo bangun!" Karena sudah panik dan tidak tahu harus berbuat apa lagi, Hero pun lantas langsung mengangkat tubuh Veline, membawanya ke dalam mobil. Setelah pintu mobil ia buka dengan susah payah, akhirnya Veline berhasil ia letakkan di jok mobil paling depan. Hero menutup pintu mobil, lalu segera mengambil koper Veline yang sudah basah oleh hujan. Ia pun menyimpan koper gadis itu di bagasi mobil, setelah itu, Hero memasuki mobil, meski pakaiannya juga basah kuyup dan tubuhnya menggigil kedinginan, tapi ia tak peduli. Yang penting seka

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 7 : Harus Patuh

    Hero keluar dari kamar mandi, sembari mengusap rambut basahnya dengan handuk, sampai membuat beberapa helai rambutnya jatuh berantakan di dahi. Setelah libur tengah semester berakhir, akhirnya hari ini ia akan kembali bersekolah. Lelaki tampan itu berjalan menuju lemari, membuka pintu, dan mengambil seragam sekolah yang sudah rapi tergantung di sana. Saat mulai mengenakannya, Hero memperhatikan pantulan dirinya di cermin. Tubuh tegapnya terlihat semakin berwibawa saat mengenakan seragam putih abu-abu. Tinggi dan wajahnya yang tampan dengan rahang tegas, hidung mancung, serta sepasang mata tajam yang seakan memiliki daya tarik tersendiri, sampai membuatnya digilai oleh banyak siswi di sekolah. Setelah rapi mengenakan seragamnya, Hero mengambil botol parfum dari meja, lalu menyemprotkannya pada tubuh. Aroma maskulin sudah menyeruak menyebar di ruangan tersebut. Sebelum meninggalkan kamar, ia merapikan rambutnya terlebih dulu. Lalu memasang jam tangan di pergelangan tangan kiri dan

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 8 : Peduli

    Seharian sudah, Veline menghabiskan waktu di dalam kamar. Namun, rasa bosan perlahan mulai menghampiri. Setelah melihat gelas air minumnya kosong, ia memutuskan untuk pergi ke dapur mengambil air. Kondisinya memang sudah jauh lebih baik, terutama berkat perhatian Amanda yang tak pernah lelah merawatnya. Wanita itu selalu memastikan Veline mendapatkan makanan bergizi dan buah-buahan segar sepanjang hari. Amanda memperlakukannya seperti putri kandung sendiri, sampai membuat Veline merasa nyaman. Kehangatan itu menghadirkan kembali sosok ibu yang selama ini ia rindukan dalam diri Amanda. Namun bukan hanya Amanda, Dimas, juga selalu baik padanya. Veline merasa sangat beruntung, karena Tuhan mempertemukannya dengan orang-orang yang tulus dan begitu peduli. Sesampainya di dapur, Veline melihat Amanda sedang menyiapkan makan malam bersama Bi Ranti. "Malam, Tante, Bi Ranti," sapa Veline kepada dua wanita yang sedang sibuk di dapur. Amanda menoleh ke arah Veline yang ada di belakang

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 9 : Hukuman

    Bunyi alarm terus menggema di dalam kamar seorang gadis yang masih terlelap dalam tidurnya. Tangan Veline terulur, mencari alarm di atas nakas. Namun, alih-alih bangun, ia hanya mematikan dan melemparnya ke sembarang arah, lalu tidur kembali. Kebiasaan Veline memang seperti itu. Namun ketika matahari mulai naik dan sinarnya menyilaukan wajah Veline, matanya pun mengerjap pelan. Setelah sedikit sadar, ia langsung terbangun. Ia mengambil jam alarm yang tergeletak di samping tempat tidur dan matanya terbelalak ketika melihat jarum pendek jam sudah menunjukkan angka tujuh. "Ya ampun! Gue telat!" serunya panik. Veline langsung menuju kamar mandi. Ia memutuskan untuk tidak mandi—itu akan memakan waktu lama, apalagi ia suka berlama-lama saat mandi. Gadis yang masih mengenakan piyama itu pun memilih hanya untuk menggosok gigi dan membasuh muka saja. Selesai membersihkan wajahnya, Veline berlari ke kamar sambil mengeringkan wajah dengan handuk. Dengan terburu-buru, ia mengambil seragam p

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 10 : Berbagi Bakteri

    "Ish, lo senang banget sih narik-narik tas gue?" gerutu Veline kesal, sambil menepis tangan kekar Hero yang mencengkeram tasnya kuat. Hero hanya menghela napas panjang, tatapannya begitu dingin saat melihat gadis itu. "Sebelum lo bersihin toilet, lo hapus dulu make up lo!" ujarnya datar, sambil menatap Veline dari ujung kepala hingga ujung kaki. Penampilan gadis itu memang selalu mencolok, dan hal itu membuat darah Hero berdesir, bukan karena terpesona, tapi kesal. Wajah Veline penuh dengan riasan tebal, alisnya dibentuk tajam, lipstiknya merah menyala. Bukannya terlihat seperti siswi SMA pada umumnya, Veline lebih mirip seperti akan pergi ke pesta malam. Namun, bukan hanya itu yang mengganggu Hero. Seragam sekolah Veline, yang seharusnya longgar dan rapi, justru begitu ketat, sampai menonjolkan lekuk tubuhnya dengan jelas. Rok yang semestinya selutut, dipendekkan hingga di atas paha, melihat itu membuat Hero semakin frustrasi. "Hah? Maksud lo apa?" Veline memandang Hero bi

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 11 : Cewek Gila

    "Lo napa diem, Ro? Lo lihat cegil di mana?" tanya Noval sambil mengangkat alis, ketika melihat Hero yang sedari tadi hanya diam melamun. "Atau jangan-jangan, cewek gila yang biasa lewat depan sekolah?" timpal Raka sambil cekikikan. "Njir, mana iya lagi, kemarin gue lihat dia nggak pakai baju, mana itunya udah turun banget." Noval berkata dengan serius, tapi malah membuat Raka mengernyit. "Apanya yang turun, bego?" Raka langsung menimpuk kepala Noval dengan buku yang ada di tangannya. "Dua gunungnya, anjir!" Noval mengelus kepalanya yang terasa sakit akibat ditimpuk Raka. Raka malah ngakak mendengar itu, sementara Adrian dan Hero malah bengong. "Jangan-jangan lo lihatin tuh cegil sampe ngences, iya, kan?" tanya Raka sampai terkikik geli. "Mana ada, anjir! Gue lihat aja gak ada napsu-napsunya," sahut Noval sambil mendengkus. Adrian sedari tadi hanya mengerutkan kening. Dia memang sudah terbiasa dengan percakapan absurd Noval dan Raka, tapi kali ini perhatiannya tertuju pad

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 12 : Gara-Gara Seragam Basah

    Tangan Hero mengepal kuat di sisi tubuhnya, tatkala melihat pemandangan yang membuatnya merasa geram. Entah apa yang dilakukan dua orang tersebut di dalam toilet, yang jelas Hero tak suka melihatnya. "Sedang apa kalian?" Kedua orang yang ada di dalam toilet langsung menatap ke arah pintu, di mana mereka melihat Hero yang berdiri dengan tegak. "He-Hero …," gumam Freya. Tangan Veline yang sedang menarik rambut Freya pun langsung terlepas, sementara itu Freya langsung berlari ke arah Hero. "Hero, tolong! Rambut gue dijambak sama Veline," adunya sambil merengek "Kenapa lo jambak rambut Freya?" Hero bertanya sambil menatap ke arah Veline yang hanya diam mematung. Veline terdiam sejenak, mengatur napasnya yang masih memburu. Sementara itu, Freya memeluk lengan Hero untuk mencari perlindungan. Pertengkaran antara Veline dan Freya bukanlah hal baru. Keduanya sudah sering berselisih paham di sekolah, dari masalah kecil hingga pertengkaran besar. "Gue nggak bakal lakuin itu k

Latest chapter

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 33 : Ada Yang Aneh

    "Daripada bagi link, mending kita praktek aja," ujar Hero santai, sambil menyandarkan tubuhnya di kursi. Mulut Veline langsung menganga lebar mendengar kalimat itu. Tubuhnya menegang seketika, bulu kuduknya berdiri seperti kena sengatan listrik. "Praktek?" Hero mengangkat alis, memandang Veline bingung. "Kenapa? Kok lo gugup gitu?" tanya Hero sambil memiringkan kepala. "Kita kan udah nikah. Emang gak boleh praktek?" "Hah?!" Veline semakin terkejut. Pikirannya langsung melayang entah ke mana. "Ih, tapi ... gue belum siap." Hero melipat tangan di dada. "Siap apaan?" "Itu ... praktek." Wajah Veline sudah mulai merah. Hero menyipitkan mata. "Besok kan kita praktek." "Apa? Besok?! Tapi gue masih datang bulan!" Hero mengerutkan kening. "Emang kenapa kalau datang bulan?" "Ya nggak boleh lah, Hero! Kalau datang bulan tuh gak boleh praktek!" Hero hanya menggelengkan kepala pelan, lalu bangkit dari tempat duduknya. Dengan langkah santai, ia berjalan mendekati Veline. Sesam

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 32 : Teman Luck Nut Asli

    Kamar Hero tampak redup, hanya diterangi oleh cahaya biru dari lampu LED di sudut ruangan. Di atas meja, sebuah monitor menyala terang, memancarkan kilatan cahaya dari permainan yang sedang berlangsung. Malam ini, Hero mengenakan hoodie putih yang terlihat kontras dengan suasana kamar yang gelap. Di kepalanya terpasang headphone berwarna putih yang menutupi telinganya dengan sempurna. Tangannya begitu cekatan menggerakkan mouse dan menekan keyboard, sementara matanya fokus menatap layar monitor. Sesekali, bibirnya bergerak, mungkin memberikan perintah kepada rekan timnya melalui mikrofon. Di tengah intensitas permainan, Hero meraih cangkir putih di sampingnya. Ia menyesap isinya perlahan, membiarkan cairan hangat itu melewati tenggorokannya sebelum meletakkan cangkir itu kembali di meja. Wajahnya tetap fokus, meskipun matanya sedikit menyipit. Di belakangnya, beberapa poster tergantung di dinding. Sebuah rak kecil di pojok kamar menampung koleksi figure dan game favoritnya. Mes

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 31 : Kekonyolan Theo

    Veline terkejut saat Leona tiba-tiba menepuk tangannya ketika mereka baru saja keluar dari cafe. "Ada apa sih, Le?" tanya Veline yang terlihat bingung. "Vel, lihat ke sana!" jawab Leona sambil menunjuk ke arah salah satu sudut area cafe. Veline mengikuti arah yang ditunjuk Leona, ia seketika menghela napas panjang. Matanya menangkap sosok adik sepupunya, Theo, yang sedang duduk santai bersama teman-temannya. Yang membuat suasana semakin menyebalkan, Theo mulai berdiri dan berjalan menghampiri mereka. "Eh, ada kakak-kakakku yang cantik," sapa Theo sambil tersenyum lebar. Leona membalas dengan senyum ramah, sementara Veline memutar matanya jengah. Bertemu Theo di saat seperti ini? Veline sudah siap-siap untuk naik darah. "Lo ngapain di sini, bocil?" tanya Veline ketus. Theo langsung cemberut. "Jangan panggil gue bocil dong, Kak. Gue udah SMA." "Yaelah, baru juga SMA kelas satu. Tetep aja masih bocil," balas Veline sambil melipat tangan di dada. Theo menyeringai licik.

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 30 : Cafe

    "Emang lo sama dia mau ketemuan di mana?" tanya Hero saat melihat Veline yang cemberut "Di halte." "Rumah dia kan jauh dari halte. Kita pasti nyampe duluan. Gue cuma nganter sampe halte, kok." Veline menghela napas panjang, ia akhirnya mengangguk. "Ya udah deh." Akhirnya, dengan sedikit enggan, Veline menerima tawaran Hero. Ia mengambil helm dari motor lelaki itu, lalu mengenakannya. Hero sudah lebih dulu naik ke motor, menyalakan mesin, lalu menoleh ke Veline. "Yuk, naik." Veline menaiki motor dengan hati-hati, duduk agak jauh dari Hero. Tapi begitu motor mulai melaju, ia terpaksa memegang pinggiran jaket Hero agar tidak kehilangan keseimbangan. Sepanjang jalan, Veline menggerutu dalam hati, merasa ini situasi paling canggung yang pernah ia alami. Namun, di sisi lain, ia juga tak bisa memungkiri bahwa ada sedikit rasa aman ketika berada di dekat Hero, meskipun ia takkan pernah mengakuinya. Beberapa saat kemudian, mereka tiba di halte. Veline segera turun dari motor Hero

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 29 : Jalan Bareng

    Hero meraih ponsel yang tergeletak di atas meja, lalu menekan tombol hijau. "Halo, Le. Ada apa?" "Ro, lo ada di mana?" "Gue di rumah," jawab Hero sambil menyandarkan tubuhnya ke meja. "Lo hari ini ada acara nggak?" "Mm ... gue udah janji kumpul sama anak-anak. Kenapa?" Leona terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Oh, gitu ya. Nggak apa-apa, kok. Tadinya gue kira lo kosong. Gue mau ngajak lo ke toko buku, soalnya udah lama banget nggak jalan bareng." "Wah, maaf ya, Le. Gue udah janji sama anak-anak dari kemarin. Kalau nggak, pasti gue temenin lo." "Iya, nggak apa-apa, Ro. Santai aja. Nanti gue ajak Veline aja, biar dia nemenin gue ke toko buku." "Oh, ya udah." Leona tersenyum meski Hero tidak bisa melihatnya. "Ya udah, Ro, gue nggak ganggu lo lagi. Have fun, ya." "Oke, Le." Setelah panggilan berakhir, Hero meletakkan ponselnya kembali di meja, kemudian, ia langsung duduk di kursi untuk segera sarapan, sementara Veline sedari tadi masih sibuk di dapur. ***

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 28 : Belajar Masak

    Pagi ini udara terasa dingin, kabut tipis masih menyelimuti taman di luar. Dengan mata yang masih terkantuk, Veline menuruni anak tangga menuju dapur. Langkahnya pelan, sesekali ia menguap sambil menggosok matanya. Sepanjang perjalanan, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut rumah, tapi tak menemukan siapapun di sana. Namun, setelah berada di dapur, ia melihat Bi Ranti yang tengah sibuk mencuci piring. "Pagi, Bi," sapanya. "Oh, pagi, Non! Udah bangun?" jawab Bi Ranti sambil tersenyum hangat menoleh ke arah gadis itu. "Iya, Bi. Yang lain pada ke mana? Kok rumah sepi banget." "Oh, Pak Dimas lagi pergi main golf sama teman-temannya, kalau Bu Amanda sedang pergi arisan," jelas Bi Ranti sambil terus menggosok panci yang kotor di wastafel. Veline manggut-manggut. "Oh … Bibi udah masak?" "Udah, Non. Tadi bibi masak nasi goreng, tapi kayaknya udah habis. Mau bibi masakin lagi?" Veline menggeleng sambil tersenyum kecil. "Nggak usah, Bi. Biar Veline aja yang masak sendiri."

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 27 : Jarang Nongkrong

    Kening Veline berkerut saat mendengar perkataan Hero barusan. Apakah lelaki itu serius atau hanya bercanda? Sikapnya yang belakangan ini begitu perhatian benar-benar membuat Veline bingung. Biasanya, Hero selalu bersikap dingin dan ketus, tapi sekarang ... dia terlihat berbeda. Veline sendiri tak mengerti mengapa tiba-tiba Hero berubah seperti ini. Perhatian yang ia berikan terasa aneh. Namun di sisi lain, ada sesuatu yang membuatnya nyaman. "Kenapa lo diem?" Veline tergugah dari lamunannya. Lelaki itu menatapnya dengan serius, seolah tahu ada banyak hal yang berkecamuk di kepala Veline. Tangan Hero terulur, merapikan helaian rambut Veline yang jatuh menutupi wajahnya. "Gue serius. Dengan begitu, lo nggak perlu ngalamin ini lagi, kan?" Veline tersentak dari pikirannya. Dengan kesal, ia memukul lengan Hero. "Elo kesambet apaan, sih?" Hero tertawa kecil, melihat wajah Veline yang merona karena malu. Tatapan jahil di matanya semakin membuat Veline gemas. "Santai aja, gue c

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 26 : Perhatian Hero

    Veline menatap lekat lelaki yang ada di hadapannya, matanya tak berkedip sedikitpun saat manik Hero terus saja menatapnya dengan tajam. Tanpa aba-aba, Hero tiba-tiba menyentuh pergelangan tangan Veline dan menarik gadis itu pergi bersamanya, sampai membuat Veline terkejut. Bukan hanya Veline yang kaget, beberapa pasang mata di lapangan juga terbelalak melihat perlakuan Hero yang tak biasa. Veline sempat menoleh ke arah Arnold dan Yudha, sebelum pergi dari lapangan, sepertinya kedua lelaki itu juga tampak bingung saat Hero tiba-tiba membawa Veline pergi. "Wuah, gue nggak salah lihat, kan? Itu Hero ...." "Bukannya mereka sering berantem, ya? Kok Hero jadi sweet gitu sih sama Veline?" "Tapi kalau dilihat-lihat, mereka cocok juga." Bisik-bisik para siswi sudah terdengar. Para siswa yang memperhatikan Veline dan Hero merasa heran. Selama ini, Hero dikenal sebagai sosok dingin yang jarang sekali menunjukkan perhatian, apalagi kepada seorang wanita. Namun kini, ia terlihat

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 25 : Direbutin Dua Cowok

    "Kenapa lo jadi nyalahin gue?" Veline menatap Leona dengan ekspresi tak percaya. "Gue gak minta mereka duel, Le! Mereka aja yang sok jagoan." Leona mendesah, lalu melirik ke arah lapangan. "Ya, ya, gue gak nyalahin lo kok," ujarnya gugup. "Em, Vel, lo pilih siapa? Yudha atau Arnold?" Veline hanya terdiam, matanya fokus memperhatikan duel sengit di lapangan. Melihat Veline yang diam, Leona semakin penasaran. "Gue tahu, lo kan lagi marah sama Arnold. Jadi sekarang, lo pasti pilih Yudha, kan?" Veline menghela napas panjang, lalu mengangguk. "Ya iyalah gue pilih Yudha. Ngapain juga gue pilih Arnold?" Pernyataan Veline membuat Leona bersorak kegirangan. Tanpa pikir panjang, gadis itu langsung berteriak lantang. "Yudha, semangat mainnya! Tenang aja, Veline pilih elo kok. Dia yakin lo pasti menang!" Suara heboh Leona langsung menarik perhatian para siswa di lapangan. Mereka mulai berbisik-bisik, dan sadar bahwa pertandingan itu untuk merebutkan hati Veline. Yudha yang mendengar

DMCA.com Protection Status