Share

Bab 4 : Diantara Dua Pilihan

Veline mengangkat bahu. "Gak ada. Gue cuma ingin bicara aja sama lo."

Hero menutup buku dengan kasar, lalu meletakkan buku itu di atas meja. Ia berdiri dari kursi dan mendekat ke arah Veline yang masih berdiri di ambang pintu. Tatapan tajamnya menelusuri wajah Veline. Memang, gadis itu terlihat cantik—wajahnya selalu tampak segar, meskipun kali ini ada sedikit semburat kesedihan yang tak bisa disembunyikan.

Namun, kecantikan itu tidak mengubah perasaan Hero sedikit pun. Setiap kali melihat Veline, rasa benci yang ia pendam seolah makin membara, mengingatkannya pada masalah yang ia anggap datang bersamaan dengan kehadirannya di rumah ini.

"Lo sengaja, kan, datang ke rumah gue cuma buat ngerasain harta keluarga gue? Atau jangan-jangan …." Hero mendekatkan wajahnya ke arah Veline, suaranya menurun sambil berbisik menghina gadis itu. "Jangan-jangan, lo juga selingkuhan bokap gue."

Plak!

Tamparan keras mendarat di pipi Hero. Hero terkesiap ketika Veline tiba-tiba menamparnya, begitu juga dengan Veline sendiri yang tak pernah menyangka akan melakukannya, tapi kata-kata Hero tadi benar-benar sudah melampaui batas.

Veline datang ke kamar Hero dengan niat baik, berharap bisa berbicara tenang dengan lelaki itu, meskipun hubungan mereka tak pernah akur. Namun, tuduhan itu … tuduhan yang begitu menyakitkan, membuat harga dirinya terasa diinjak-injak.

"Gue gak nyangka lo bakal ngomong kayak gitu." Veline mendengkus kesal, seraya menatap tajam ke arah Hero.

Selama ini, Hero memang selalu terkenal baik dan ramah di sekolah, lelaki tampan itu banyak yang mengidolakan, sampai semua siswi di sekolah tergila-gila dengannya, tapi semua itu tidak berlaku bagi Veline.

"Gue pikir lo orang yang berakal, tapi nyatanya semua itu salah besar. Lo ternyata lelaki paling brengsek yang pernah gue temui."

Hero mengusap ujung bibirnya yang kebas akibat tamparan tersebut. Baru kali ini ada wanita yang berani menamparnya, dan itu membuat hatinya tak senang. lalu ia menatap Veline kembali sambil berkata, "Gue? Brengsek? Lo baru tahu?"

Hero tersenyum smirk, mendekatkan wajahnya lagi, lalu berbisik di telinga Veline sambil menghina gadis itu. "Berapa bokap gue bayar lo buat sekali main?"

Perkataan itu jelas membuat darah Veline mendidih. Ia mengepalkan tangannya erat, sampai kuku-kukunya menancap ke kulit telapak tangan. "Lo benar-benar keterlaluan! Mau lo apa, sih, hah?"

"Mau gue? Lo tanya mau gue apa? Gue cuma mau lo pergi dari rumah ini!"

"Oke, kalau itu yang lo mau, gue akan pergi dari sini. Puas?" Veline menatap Hero dalam-dalam, seolah memperhatikan setiap inci wajah Hero dengan detail, lelaki yang telah mempermalukannya habis-habisan itu akan terukir dalam ingatannya.

Hero Arjuna Wiratama—ketua OSIS SMA Pandawa, terkenal dingin dan tegas. Di sekolah, semua tunduk padanya, terutama karena pengaruh besar keluarganya sebagai donatur utama. Hero juga tak pernah melewatkan kesempatan untuk menyiksa Veline dengan berbagai hukuman, sampai membuat hari-hari gadis itu di sekolah terasa seperti neraka.

Namun, kali ini dia benar-benar sudah melewati batas. Veline tak tahan lagi mendengar kata-kata kasar dari lelaki itu, ia pun segera pergi untuk menuju kamar.

Setelah berada di kamar. Ia buru-buru memasukkan semua barang-barangnya ke dalam koper. Veline lebih baik pergi dari sini, daripada harus terus berhadapan dengan Hero. Masalah tempat tinggal? Itu bisa ia pikirkan nanti. Yang terpenting sekarang, ia harus segera keluar dari rumah ini.

Veline bergegas keluar dari kamar, menarik koper besar yang berisi semua barang yang ia sempat masukkan dengan tergesa-gesa. Air mata tanpa sadar terus mengalir di pipinya. Ia berusaha mengusapnya dengan kasar, seolah berharap air mata itu berhenti. Namun semakin ia mencoba, air mata itu malah semakin deras. Ia sendiri bingung kenapa akhir-akhir ini menjadi begitu cengeng. Sebenarnya gadis itu tak ingin menangis, tetapi perasaannya sudah tak lagi bisa dibendung.

Ketika sudah berada di lantai bawah, Amanda, tak sengaja melihat Veline membawa koper, ia juga bingung ketika melihat wajah sembab gadis itu. "Veline, kamu mau ke mana, Sayang?"

Veline menarik napas dalam, lalu menjawab pelan. "Veline mau pergi, Tante."

"Pergi? Pergi ke mana? Kamu baru saja tiba di sini." Amanda mengernyit heran. Pasalnya, Veline baru saja tiba beberapa jam yang lalu, tapi wanita itu ingin pergi lagi.

Dimas yang mendengar percakapan dari luar kamarnya, ia segera keluar. Begitu melihat Veline di depan tangga dengan membawa koper, ia merasa bingung. "Veline?"

"Om, maaf ... Veline nggak bisa tinggal di sini."

"Kenapa, Veline?" Dimas memandangnya dalam-dalam, seolah mencari jawaban di balik tatapan gadis itu.

Veline menghela napas panjang sebelum berkata, "Veline sadar diri, Om. Veline bukan siapa-siapa di sini, Veline hanya orang asing. Veline nggak mau jadi beban untuk Om dan Tante."

Dimas mengernyit, sambil menatap Veline dengan bingung. "Apa semua ini gara-gara Hero? Apa yang dia katakan sama kamu?"

Veline menggeleng cepat, berusaha menyembunyikan apa yang sebenarnya terjadi. "Nggak, Om. Veline cuma nggak mau merepotkan Om dan Tante."

"Veline, kamu nggak merepotkan sama sekali. Justru tante senang kamu ada di sini." Amanda mengelus tangan Veline, berharap bisa memberi kenyamanan pada gadis itu.

Pada saat yang sama, Hero muncul dari tangga, menatap adegan itu dengan ekspresi acuh tak acuh. Melihat putranya, kemarahan Dimas pun membuncah. "Ini semua gara-gara kamu, kan?"

"Memangnya kenapa kalau dia mau pergi? Bukannya itu malah lebih baik? Kenapa Papa harus menahannya?"

"Papa sudah bilang jangan berkata kasar pada Veline! Apa kamu nggak bisa mendengar?"

Hero mengangkat alis, ia menatap ayahnya sinis ketika sudah berada di dekatnya. "Buat apa Hero mendengarkan Papa? Selama ini Papa juga nggak pernah mendengarkan Hero. Bahkan Papa membawa selingkuhan Papa ke rumah ini." Kalimat itu ia ucapkan sambil melirik tajam ke arah Amanda.

Amanda hanya bisa menghela napas panjang, mencoba menahan rasa sakit yang kembali hadir setiap kali Hero melontarkan kata-kata kasar padanya.

Hubungan Dimas dan Amanda memang memiliki cerita panjang. Amanda adalah cinta pertama Dimas yang tak pernah bisa ia lupakan. Dimas pernah menjalin hubungan mendalam dengannya, tetapi mereka terpaksa berpisah karena perjodohan Dimas dengan Zahira. Selama bertahun-tahun menjalani rumah tangga dengan Zahira, Dimas berusaha mencintainya, tetapi perasaan itu tak pernah sebesar apa yang ia rasakan untuk Amanda. Bahkan saat ia berusaha mencintai Zahira dengan tulus, rasa cintanya seolah telah terkuras habis untuk Amanda.

Satu tahun yang lalu, ketika akhirnya takdir mempertemukannya lagi dengan Amanda yang saat itu sudah bercerai dengan suaminya, perasaan Dimas kembali bergelora. Pertemuan mereka membuatnya merasa hidup kembali, meski kenyataan itu menyakitkan Hero, yang menganggap Amanda sebagai wanita yang telah menghancurkan keluarganya.

"Om, Om nggak perlu bertengkar lagi. Veline sudah memutuskan ini kok," ucap Veline lirih, berusaha menengahi pertengkaran di antara Dimas dan Hero.

Namun, Dimas menatapnya dengan tegas. "Tidak, Veline. Kamu tidak boleh pergi. Om tidak akan membiarkan kamu pergi hanya karena masalah seperti ini."

Mendengar itu, Hero menatap ayahnya dingin. "Papa tinggal pilih. Dia yang pergi dari rumah ini? Atau Hero yang pergi?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status