Share

Bab 9 : Hukuman

Author: Vanilla_Nilla
last update Last Updated: 2024-11-09 18:48:03

Bunyi alarm terus menggema di dalam kamar seorang gadis yang masih terlelap dalam tidurnya. Tangan Veline terulur, mencari alarm di atas nakas. Namun, alih-alih bangun, ia hanya mematikan dan melemparnya ke sembarang arah, lalu tidur kembali. Kebiasaan Veline memang seperti itu.

Namun ketika matahari mulai naik dan sinarnya menyilaukan wajah Veline, matanya pun mengerjap pelan. Setelah sedikit sadar, ia langsung terbangun. Ia mengambil jam alarm yang tergeletak di samping tempat tidur dan matanya terbelalak ketika melihat jarum pendek jam sudah menunjukkan angka tujuh.

"Ya ampun! Gue telat!" serunya panik. Veline langsung menuju kamar mandi. Ia memutuskan untuk tidak mandi—itu akan memakan waktu lama, apalagi ia suka berlama-lama saat mandi. Gadis yang masih mengenakan piyama itu pun memilih hanya untuk menggosok gigi dan membasuh muka saja.

Selesai membersihkan wajahnya, Veline berlari ke kamar sambil mengeringkan wajah dengan handuk. Dengan terburu-buru, ia mengambil seragam p
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 10 : Berbagi Bakteri

    "Ish, lo senang banget sih narik-narik tas gue?" gerutu Veline kesal, sambil menepis tangan kekar Hero yang mencengkeram tasnya kuat. Hero hanya menghela napas panjang, tatapannya begitu dingin saat melihat gadis itu. "Sebelum lo bersihin toilet, lo hapus dulu make up lo!" ujarnya datar, sambil menatap Veline dari ujung kepala hingga ujung kaki. Penampilan gadis itu memang selalu mencolok, dan hal itu membuat darah Hero berdesir, bukan karena terpesona, tapi kesal. Wajah Veline penuh dengan riasan tebal, alisnya dibentuk tajam, lipstiknya merah menyala. Bukannya terlihat seperti siswi SMA pada umumnya, Veline lebih mirip seperti akan pergi ke pesta malam. Namun, bukan hanya itu yang mengganggu Hero. Seragam sekolah Veline, yang seharusnya longgar dan rapi, justru begitu ketat, sampai menonjolkan lekuk tubuhnya dengan jelas. Rok yang semestinya selutut, dipendekkan hingga di atas paha, melihat itu membuat Hero semakin frustrasi. "Hah? Maksud lo apa?" Veline memandang Hero bi

    Last Updated : 2024-11-09
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 11 : Cewek Gila

    "Lo napa diem, Ro? Lo lihat cegil di mana?" tanya Noval sambil mengangkat alis, ketika melihat Hero yang sedari tadi hanya diam melamun. "Atau jangan-jangan, cewek gila yang biasa lewat depan sekolah?" timpal Raka sambil cekikikan. "Njir, mana iya lagi, kemarin gue lihat dia nggak pakai baju, mana itunya udah turun banget." Noval berkata dengan serius, tapi malah membuat Raka mengernyit. "Apanya yang turun, bego?" Raka langsung menimpuk kepala Noval dengan buku yang ada di tangannya. "Dua gunungnya, anjir!" Noval mengelus kepalanya yang terasa sakit akibat ditimpuk Raka. Raka malah ngakak mendengar itu, sementara Adrian dan Hero malah bengong. "Jangan-jangan lo lihatin tuh cegil sampe ngences, iya, kan?" tanya Raka sampai terkikik geli. "Mana ada, anjir! Gue lihat aja gak ada napsu-napsunya," sahut Noval sambil mendengkus. Adrian sedari tadi hanya mengerutkan kening. Dia memang sudah terbiasa dengan percakapan absurd Noval dan Raka, tapi kali ini perhatiannya tertuju pad

    Last Updated : 2024-11-10
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 12 : Gara-Gara Seragam Basah

    Tangan Hero mengepal kuat di sisi tubuhnya, tatkala melihat pemandangan yang membuatnya merasa geram. Entah apa yang dilakukan dua orang tersebut di dalam toilet, yang jelas Hero tak suka melihatnya. "Sedang apa kalian?" Kedua orang yang ada di dalam toilet langsung menatap ke arah pintu, di mana mereka melihat Hero yang berdiri dengan tegak. "He-Hero …," gumam Freya. Tangan Veline yang sedang menarik rambut Freya pun langsung terlepas, sementara itu Freya langsung berlari ke arah Hero. "Hero, tolong! Rambut gue dijambak sama Veline," adunya sambil merengek "Kenapa lo jambak rambut Freya?" Hero bertanya sambil menatap ke arah Veline yang hanya diam mematung. Veline terdiam sejenak, mengatur napasnya yang masih memburu. Sementara itu, Freya memeluk lengan Hero untuk mencari perlindungan. Pertengkaran antara Veline dan Freya bukanlah hal baru. Keduanya sudah sering berselisih paham di sekolah, dari masalah kecil hingga pertengkaran besar. "Gue nggak bakal lakuin itu k

    Last Updated : 2024-11-10
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 13 : Permintaan Dimas

    Hero menatap wajah Veline dengan nanar. Dalam benaknya, gadis itu benar-benar sudah kehilangan akal. Bisa-bisanya dia meminta sesuatu yang begitu absurd, dan di sekolah pula. Hero merasa kesabarannya diuji habis-habisan. "Lo udah bener-bener gila ya, Vel? Bisa-bisanya lo nyuruh gue buat beliin begituan." "Gilaan mana gue sama lo," balas Veline santai. "Lo udah tahu seragam gue basah kuyup. Baju dalam gue juga basah. Kenapa lo nggak sekalian beliin?" Hero mendengkus pelan. Wanita itu memang selalu punya cara untuk membuat darahnya mendidih. Ucapannya, tindakannya, semuanya terasa seperti ujian kesabaran yang tak ada habisnya. Alih-alih melanjutkan perdebatan yang tak akan berujung, Hero hanya berdecak kesal. Ia lantas berdiri dari kursinya dengan cepat. "Lo mau ke mana? Hero!" teriak Veline, suaranya menggema di seluruh kelas. Sontak, perhatian para siswa beralih ke arah mereka. Tatapan rasa ingin tahu terpancang pada Veline, sampai membuat gadis itu sedikit jengah. "Ngapa

    Last Updated : 2024-11-11
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 14 : Melawan Takdir

    Mendengar kata-kata Dimas barusan, tubuh Hero dan Veline terasa merinding. Bukan karena udara yang dingin, tapi karena rasa ngeri yang menyelimuti hati mereka. Menikah? Pikiran itu tak pernah terlintas sedikitpun dalam benak keduanya. Mereka masih muda, masa depan mereka masih panjang, dan seperti remaja lainnya, mereka punya impian untuk menikmati masa-masa sekolah dan bersenang-senang bersama teman-teman. Mereka ingin merasakan kebebasan, bukan dibebani tanggung jawab besar seperti pernikahan. Hero mengusap wajahnya dengan kasar, mencoba menekan rasa kesalnya. Beberapa hari lalu, dia sudah menolak keras rencana perjodohan ini, tetapi tampaknya penolakannya hanya dianggap angin lalu oleh sang ayah. "Pa, serius? Menikah? Hero masih sekolah, Pa. Mana mungkin Hero mikirin hal kayak gitu?" Veline pun tak kalah terkejut. "Om, ini … ini nggak masuk akal. Veline belum siap buat nikah. Lagian, Veline sama Hero … kami juga masih sekolah." Dimas menarik napas panjang, kemudian menco

    Last Updated : 2024-11-11
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 15 : Terpaksa Menikah

    Rania memasuki kamar keponakannya dengan hati-hati. Saat pintu terbuka, matanya langsung tertuju pada Veline, yang duduk diam di depan cermin. Gaun pengantin putih berlengan panjang berbahan renda membalut tubuhnya dengan sempurna, menonjolkan keanggunan sekaligus keindahan mudanya. Rambut hitamnya disanggul sederhana, dihiasi oleh untaian mutiara yang membentuk mahkota kecil, membuat penampilan gadis itu tampak seperti seorang putri dari negeri dongeng. Namun, sesuatu terasa janggal. Rania memperhatikan ekspresi Veline. Meskipun penampilannya begitu memukau, matanya redup, terpancar kesedihan yang tak bisa disembunyikan. Rania mendekat, duduk di samping keponakannya, lalu mengusap lembut bahu gadis itu. "Sayang ...." Veline mengangkat kepalanya, sambil mencoba tersenyum meski seperti dipaksakan. "Tante .…" "Kenapa wajah kamu sedih? Hari ini seharusnya jadi hari yang membahagiakan untukmu." Veline terdiam sejenak, menundukkan kepalanya sebelum akhirnya berkata lirih, "Tante,

    Last Updated : 2024-11-12
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 16 : Keberanian Veline

    Veline dan Hero berdiri berhadapan di hadapan penghulu, dengan suasana ruangan yang begitu sakral. Hero mengenakan setelan jas berwarna gelap yang pas di tubuhnya, sementara Veline tampil anggun dengan gaun pengantin putih berhias renda dan kerudung panjang yang menjuntai di punggungnya. Mata Veline sedikit menunduk, menyembunyikan perasaan sedihnya di balik tatapan sendu. Hero perlahan mengambil cincin dari sebuah kotak kecil yang disodorkan oleh Amanda. Tangannya sedikit gemetar saat ia menyematkan cincin itu di jari manis Veline. Kemudian giliran Veline. Dengan tangan yang nyaris kaku, ia mengambil cincin lain dari kotak yang sama, lalu menyematkannya di jari manis Hero. Meski hatinya berat, ia menyelesaikan prosesi itu dengan sebaik mungkin. Sepasang cincin yang kini melingkar di jari mereka seolah menjadi simbol dari takdir baru yang harus mereka jalani, meski tak pernah terlintas sebelumnya. Setelah sesi ijab kabul selesai, Veline merasa tenggorokannya kering. Ia melangk

    Last Updated : 2024-11-12
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 17 : Pembalasan Veline

    Tubuh Hero seperti membeku, tak mampu digerakkan ketika Veline dengan santainya terus membuka kancing kemejanya. Matanya menatap gadis itu dengan bingung. Entah dari mana datangnya keberanian Veline, tapi wanita itu tampak sangat santai, bahkan terlalu santai untuk seseorang yang katanya menikah karena terpaksa. Padahal, Veline pernah berkata bahwa ia tak punya pilihan lain selain menikah dengannya. Namun, sekarang, alih-alih menunjukkan rasa terpaksa, Veline justru terlihat seperti pihak yang paling agresif. Tangan mungilnya dengan lincah membuka satu per satu kancing kemeja Hero, hingga tiga kancing terlepas begitu saja. Namun, tiba-tiba terdengar suara lantang dari luar. "Veline!" panggil Rania dari luar kamar. Veline tersentak. Tangannya yang semula sibuk di dada Hero langsung berhenti. Ia menoleh ke arah pintu dengan sedikit panik. "Iya, Tante!" jawabnya cepat, sebelum bergegas keluar dari kamar Hero tanpa menoleh lagi. Rania berdiri di depan pintu dengan senyum hangat. "S

    Last Updated : 2024-11-13

Latest chapter

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 131 : Nama Baby

    Di ruang keluarga yang hangat, Veline dan Hero duduk berdua di sofa, menikmati waktu bersama. Suara televisi yang menayangkan kartun mengisi keheningan, sesekali terdengar suara tawa dari karakter animasi di layar. Namun, perhatian Hero sepenuhnya tertuju pada Veline yang bersandar di bahunya, tangannya perlahan membelai lembut perut Veline yang masih datar. Veline tersenyum kecil, meski matanya tetap menatap layar. Sentuhan Hero di perutnya terasa menenangkan, seolah memberikan kehangatan yang tidak bisa ia jelaskan. "Sayang," ujar Veline pelan. "Hm?" Hero menjawab dengan gumaman, tanpa mengalihkan pandangannya dari perut Veline. Jari-jarinya masih bergerak perlahan, seperti sedang berkomunikasi dengan makhluk kecil yang mungkin ada di sana. "Kira-kira, kalau nanti anak kita lahir, namanya siapa ya?" tanya Veline sambil tersenyum, ada sedikit rona di pipinya. "Hmm, nama, ya? Kalau laki-laki, bagaimana kalau ... Vero?" usul Hero, matanya bersinar sedikit bangga. "Vero?"

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 130 : Keputusan Hero

    Hero tiba di rumah sembari mambawa surat beasiswa yang ia terima dari Pak Agus. Ketika sampai di depan pintu kamar, ia mengetuk pintu dengan pelan. Lalu, dengan hati-hati ia membuka pintu, dan menyembunyikan surat tersebut di belakang tubuhnya. Veline yang sedang duduk di ranjang, ia melamun sambil menatap test pack yang baru saja ia pakai, terkejut mendengar pintu terbuka. Refleks, ia segera menyembunyikan test pack itu di belakang tubuhnya begitu melihat Hero masuk ke dalam kamar. "Sayang, aku ingin bicara," ujar Hero, suaranya terdengar sedikit ragu. "Aku juga ingin bicara," jawab Veline. "Ya sudah, kamu duluan saja," kata Hero sambil mendekatkan diri ke meja. "Tidak, kamu dulu saja." Hero menghela napas panjang, merasa sedikit cemas. Ia akhirnya mengeluarkan surat beasiswa yang ia sembunyikan dan menaruhnya di meja depan Veline. "Ini surat penerimaan beasiswa ke luar negeri," ucapnya pelan. Veline membeku seketika mendengar kalimat itu, dan pandangannya beralih d

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 129 : Beasiswa

    Hero mengetuk pintu ruangan Pak Agus dengan ragu. Suara berat pria paruh baya itu terdengar dari dalam. "Masuk." Hero membuka pintu dan melangkah masuk. Di meja, Pak Agus sedang sibuk dengan berkas-berkas, tetapi ia langsung menatap Hero dan tersenyum lebar. "Hero, akhirnya kamu datang," ujar Pak Agus sembari menyodorkan tangan untuk berjabat. "Maaf, Pak, tadi saya sedikit terlambat," jawab Hero sambil mengambil kursi di depan meja. Pak Agus menggeleng. "Nggak masalah. Bapak sengaja memanggil kamu ke sini karena ada kabar penting." Ia mengambil sebuah amplop dari meja dan menyodorkannya kepada Hero. "Ini, baca baik-baik." Hero mengambil amplop itu dengan sedikit bingung. "Apa ini, Pak?" tanyanya sambil membuka amplop tersebut. Matanya membesar saat membaca isi suratnya. "Beasiswa ke luar negeri?" gumam Hero. Pak Agus mengangguk dengan bangga. "Kamu diterima untuk program beasiswa di salah satu universitas terbaik di Inggris. Ini kesempatan besar, Hero. Jarang-jar

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 128 : Kejahilan Hero

    Veline berlari memasuki kamar mandi, sembari melepas bathrobe putih yang membungkus tubuhnya. Aroma manis bunga sakura dari bath bomb yang telah ia memasukkan sebelumnya sudah memenuhi ruangan yang sedikit berkabut karena uap air panas. Tubuhnya yang jenjang dan mulus tampak berkilauan di bawah cahaya lampu yang temaram. Dengan perlahan, ia masuk ke dalam bathtub, membiarkan air hangat yang berbusa menyelimuti kulitnya. Sesaat kemudian, ia menyandarkan kepala ke pinggiran bathtub, menutup mata sejenak sambil menikmati suasana yang menenangkan. Ujung jari-jarinya yang lentik, dengan kuku bercat merah tua, menyentuh kulit kakinya yang terendam. Busa putih yang mengapung di atas air menutupi sebagian tubuhnya. Ia menggerakkan tangannya perlahan, menikmati sensasi air hangat yang membelai kulitnya. Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Pintu kamar mandi perlahan terbuka, memperlihatkan sosok Hero yang mengenakan bathrobe putih serupa dengan miliknya. Lelaki itu

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 127 : Begitu Rendah

    "Leona!" Veline berteriak lantang begitu melihat pemandangan yang membuat darahnya mendidih. Tepat di atas ranjang, ia melihat Leona tengah memeluk Hero. Gaun Leona sedikit terbuka, sampai memperlihatkan bahu mulusnya, dan rambutnya yang sedikit acak-acakan. Sementara Hero terlihat lemah, beberapa kancing kemejanya juga telah terbuka. Pemandangan itu seperti petir yang menyambar hati Veline. Dadanya terasa sesak, matanya memanas, tapi bukan air mata yang keluar, melainkan api kemarahan yang berkobar. Bukan hanya Veline yang terkejut. Orang-orang yang sedari tadi mengikuti Veline pun tercengang. Mereka berdiri di ambang pintu, memandang tak percaya pada apa yang tengah terjadi di depan mata mereka. Tanpa banyak bicara, Veline melangkah masuk ke kamar. Kemarahannya terlihat jelas dari setiap sudut wajahnya. Dengan cepat, ia meraih tangan Leona dan menyeretnya turun dari ranjang. "Dasar jalang?!" teriak Veline. Tangannya melayang di udara, dan mendarat di pipi mulus Leona.

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 126 : Keberadaan Hero

    Kepala Hero terasa berat. Keringat mengucur di dahinya, tubuhnya seperti terbakar. Ia mencoba memfokuskan pandangannya pada wanita di hadapannya, tetapi semuanya terasa buram. "Sayang ... kamu mau bawa aku ke mana?" tanyanya dengan suara lemah. Leona tersenyum tipis, menahan dirinya untuk tidak memperlihatkan rasa puas yang begitu besar. Ia menopang tubuh Hero yang sempoyongan. "Kamu harus istirahat. Aku akan membawamu ke suatu tempat supaya kamu bisa merasa lebih baik." Langkah mereka berhenti di depan sebuah ruangan hotel. Leona mengeluarkan kunci dan membukanya dengan cepat. Saat pintu terbuka, ia memapah tubuh Hero ke dalam. Dengan susah payah, menuntun pria itu ke ranjang besar yang ada di tengah ruangan, lalu membaringkannya perlahan. Hero mengerang pelan, tubuhnya terasa seperti terbakar. "Kenapa di sini panas sekali …?" gumamnya sambil mengibaskan tangannya yang lemah, mencoba mengusir hawa panas yang seakan mencekik napasnya. Tubuh lelaki itu semakin tak berdaya,

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 125 : Kepergian Hero

    Hero tengah duduk bersandar di kursi, satu lengan terlipat di sandaran, sementara tangan lainnya menggenggam gelas air mineral di atas meja. Sementara kedua sahabatnya, Raka dan Noval tengah membahas soal rencana masa depan mereka selepas kelulusan. Saat itu juga, pandangan Raka teralihkan, ia melihat Hero yang tampak terdiam. "Ro, lo kok diem aja? Lagi ngelamunin siapa, tuh?" godanya. "Jangan-jangan ... dia lagi mikirin Veline yang habis berdansa sama Arnold," sela Noval, ia tertawa sambil menunjuk ke arah Veline yang terlihat sibuk berbincang dengan teman-temannya. "Lo berdua ini rese banget." Hero mengangkat gelasnya dari meja. "Udah, toast aja." Raka dan Noval mengangkat gelas juga, dan mereka pun bersulang. "Untuk kelulusan kita," seru Noval. Bunyi dentingan gelas terdengar, diiringi tawa mereka. Hero menyesap air yang ada di gelas hingga tandas. Namun, begitu cairan itu masuk ke dalam tenggorokannya, ia merasakan sesuatu yang aneh. Rasanya tidak seperti air. Ada

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 124 : Makanan Terlezat

    Veline menghela napas panjang, mencoba menenangkan gejolak emosi yang hampir meledak di dalam dirinya. Wajah Arnold yang ada tepat di depannya sudah cukup memicu kemarahannya saat ini. Namun, pemandangan Leona dan Hero yang berdansa di bawah sana seperti menambahkan bahan bakar ke api yang sedang berkobar di dadanya. Ia menunduk sejenak, menggigit bibir bawahnya untuk menahan diri agar tidak melakukan sesuatu yang akan mempermalukan dirinya di depan umum. "Kita turun aja yuk," ujar Veline, suaranya terdengar lebih tenang dari biasanya. "Dansa bareng sama yang lain." Merasa heran dengan sikap Veline yang tiba-tiba manis, Arnold hanya mengangkat sebelah alisnya. "Boleh juga." Tanpa banyak bicara, Veline mulai melangkah turun dari panggung, diikuti oleh Arnold yang setia di belakangnya. Veline memasuki kerumunan, matanya tanpa sadar kembali tertuju pada Hero dan Leona yang berdansa tak jauh dari tempatnya berdiri. Leona tampak begitu santai, tangannya melingkar di leher Hero,

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 123 : Lantai Dansa

    Tepat ketika Veline melangkahkan kaki ke atas panggung, langkahnya tiba-tiba terhenti. Matanya membelalak saat melihat seseorang yang berjalan dari sisi lain panggung. Sosok itu tampak begitu percaya diri, mengenakan pakaian rapi yang membuatnya sulit untuk tidak diperhatikan. Veline tanpa sadar memperhatikan lelaki itu dari ujung sepatu pantofelnya yang hitam mengkilap. Celana panjang kain hitam yang dikenakan tampak disetrika dengan sempurna. Pandangannya naik ke atas, melihat kemeja putih berlengan panjang yang terpasang rapi. Rambut hitam lelaki itu sedikit berantakan, tetapi justru menambah kesan kasual yang memikat. Dan di sanalah Arnold—mantan kekasihnya, berdiri dengan senyuman yang membuat darah Veline mendidih. 'Kenapa harus dia, sih?' gerutu Veline dalam hati. Ia menahan napas, mencoba menenangkan diri, tetapi rasa kesal sudah menyeruak. Bagaimana mungkin undian ini mempertemukannya dengan seseorang yang paling ingin ia hindari? Arnold menatapnya dengan santai. Se

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status