Share

Bab 104 : Ujian Akhir

Penulis: Vanilla_Nilla
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-04 12:15:06

Beberapa bulan telah berlalu, dan seluruh siswa kelas 12 akhirnya menyelesaikan ujian nasional mereka. Hari-hari panjang yang penuh tekanan, belajar hingga larut malam, dan berlatih soal demi soal kini telah usai. Namun, meskipun perjuangan mereka di ruang ujian sudah selesai, perjalanan mereka masih belum berakhir di sini.

Bagi sebagian siswa, ini adalah awal dari babak baru untuk mengejar mimpi mereka, baik itu melanjutkan pendidikan ke universitas impian, mengikuti pelatihan kejuruan, atau bahkan memulai karier lebih awal. Sementara itu, ada juga yang masih bimbang dengan arah yang akan mereka ambil setelah ini.

Sekolah yang biasanya dipenuhi suara riuh kini terasa lebih sunyi. Ruang-ruang kelas tampak lengang, meja dan kursi tertata rapi seperti menanti penghuninya kembali.

Sementara seorang lelaki tengah berjalan sendirian menuju kantin, langkahnya terus diiringi dengan berbagai hal dalam benaknya. Ujian yang baru saja selesai terasa seperti beban berat yang terangkat. N
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 105 : Tempat Peristirahatan

    Langit berwarna kelabu menggantung di atas sana. Angin sepoi-sepoi menerpa pepohonan, sampai membuat daun-daun berguguran, membawa aroma tanah basah yang bercampur dengan wangi bunga tabur. Di bawah sebuah pohon rindang, Veline berdiri di depan makam ayahnya, dengan seikat bunga mawar putih. Perlahan, Veline berlutut, meletakkan bunga di atas gundukan tanah yang telah lama menjadi tempat peristirahatan terakhir ayahnya. Tangannya gemetar saat ia merapikan bunga-bunga itu agar terlihat rapi. Di sisi lain, Hero sedang membersihkan makam ibunda Veline. Tangannya cekatan mencabuti rumput liar yang tumbuh di sekitar batu nisan, lalu ia menaburkan bunga-bunga di atasnya. Setelah semuanya selesai, Veline menyeka peluh di dahinya. Ia memandang batu nisan ayahnya dengan tatapan yang sulit dijelaskan—ada kerinduan, kesedihan, dan harapan yang bercampur menjadi satu. Tangannya terulur, menyentuh permukaan dingin batu nisan itu. Jari-jarinya menelusuri nama ayahnya yang terukir di

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 106 : Keteguhan Veline

    Tepat saat pintu terbuka, mata Leona membulat sempurna. Tubuhnya menegang ketika melihat siapa yang berdiri di hadapannya. Alih-alih Hero yang sedang ia tunggu sedari tadi, tapi nyatanya bukan. Leona menggenggam ujung bajunya erat-erat, tanpa sadar kuku-kukunya yang panjang menancap ke kulit tangannya sendiri hingga buku-buku jarinya memutih. Tatapan matanya yang semula teduh kini berubah menjadi dingin, bahkan ada rasa kecewa dan juga benci. "Ngapain lo ke sini?" Ia bertanya dengan dingin, suaranya sedikit bergetar menahan emosi. Bukannya menjawab, orang yang ada di depannya hanya tersenyum smirk. Sebuah senyum yang membuat darah Leona berdesir. "Gue cuma ingin mengunjungi rumah sahabat gue," ujar Veline dengan santai, tapi tatapan matanya begitu tajam seperti seekor serigala yang hendak memangsa mangsanya. Saat melihat notifikasi di ponsel Hero beberapa waktu lalu, Veline sempat tertegun ketika melihat pesan itu dari Leona. Karena penasaran, ia pun langsung melihat p

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 107 : Keputusan Veline

    "Apa? Lo bilang apa barusan?!" Serpihan beling yang ada di tangannya semakin erat Leona genggam, hingga darah mengalir lebih deras dari pergelangan tangannya. "Ngebesar-besarin masalah, gue?" Leona menatap Veline nanar. "Lo pikir gue ngebesar-besarin masalah? Vel, lo bahkan gak tahu apa yang gue rasain selama ini! Lo tahu berapa lama gue bertahan nunggu Hero? Sepuluh tahun, Vel! Sepuluh tahun gue pendam perasaan gue ke dia!" Veline menelan ludah, hatinya mencelos mendengar pernyataan itu, tapi ia segera menegarkan diri. "Gue ngerti, Leona. Tapi rasa suka lo itu gak pernah jadi alasan buat lo ngerebut Hero dari gue! Hero sekarang suami gue, dan gue gak akan pernah melepaskan dia, apa pun yang lo lakuin!" "Lo gak ngerti, Vel! Kalau lo ngerti, lo gak akan ngomong kayak gitu!" Napas Leona tersengal, matanya menatap lurus ke arah Veline dengan pandangan yang sulit diartikan. "Hero itu segalanya buat gue!" lanjut Leona. "Dia adalah alasan gue terus bertahan selama ini. Lo gak tah

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 108 : Unboxing

    Perkataan Veline jelas membuat tubuh Hero membeku. Lelaki itu tak bergerak sedikit pun, hanya terdiam sambil menatap Veline dengan sorot mata yang terlihat bingung. Pasalnya, ia tak tahu mengapa Veline tiba-tiba berkata seperti itu? Hero juga tak tahu apa kesalahannya yang membuat Veline bisa berkata demikian? Kata-kata itu bagaikan petir yang menyambar di tengah hari, menghantam hingga ke ulu hatinya. Hero tidak pernah sekalipun membayangkan, bahkan dalam mimpinya sekalipun, bahwa kalimat seperti itu akan keluar dari mulut Veline. Ia hanya berpikir, mungkinkah Veline hanya bercanda? Berbagai pertanyaan berputar liar di kepalanya, membuat dadanya terasa sesak. Ia mencoba tetap tenang, meskipun suara hatinya bergemuruh hebat. "Kamu bercanda, kan, Sayang?" "Tidak, aku serius." "Kenapa? Apa aku melakukan kesalahan? Apa yang membuatmu berkata seperti itu?" selidik Hero, ia segera berdiri menghampiri Veline. Aura dingin sudah terpancar di wajahnya, rahang kokohnya sudah

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 109 : Noda Cinta

    "Udah, jangan menangis lagi, hapus air matanya." Kali ini suara Hero terdengar begitu lembut. Perlahan ia menghapus air mata, yang terus mengalir di pipi Veline. Sentuhan itu kali ini benar-benar berbeda, begitu lebih hati-hati, seolah ia takut menyakiti gadis itu lagi. "Aku gak suka melihatmu menangis seperti ini." Lelaki bertubuh kekar itu menopang salah satu tangannya di samping tubuh Veline, keringat mengalir deras dari tubuhnya hingga membasahi setiap inci ototnya yang kekar. Aroma maskulin yang kuat bercampur dengan udara panas, meski dinginnya suhu AC tak mampu membuat udara di antara mereka menjadi dingin. Ia mengusap pipi Veline yang berkeringat bercampur dengan buliran air mata yang terus menetes. Hero berusaha menenangkan gadis yang masih berada di bawah kungkungannya. Ia membiarkan Veline mengambil waktu untuk mengatur napas dan menenangkan hati. Dalam diam, Hero hanya menatap Veline dengan rasa bersalah, menunggu hingga gadis itu sedikit lebih tenang sebelum ia

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 110 : Ketakutan Veline

    Veline duduk di depan cermin dengan tubuh yang masih terasa lemas. Hair dryer di tangannya bekerja perlahan mengeringkan helaian rambut hitamnya yang basah. Wajahnya memandang pantulan dirinya di cermin, matanya sedikit sembab, dan pipinya masih tampak memerah. Gadis itu menarik napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya yang masih kacau. Dari sudut pandangnya, ia melihat Hero masuk ke kamar. Tanpa berkata apa-apa, lelaki itu berjalan mendekat ke arahnya. Ketika sudah berada di belakang, Hero menyentuh tangan Veline yang sedang memegang hair dryer. "Biar aku aja, Sayang," ucap Hero sambil mengambil alih hair dryer dari tangan Veline. Hero mulai mengeringkan rambut Veline dengan hati-hati. Jemarinya menyusuri helai demi helai rambut yang beterbangan. Perlahan, Veline menatap Hero lewat cermin. Matanya berusaha menyembunyikan rasa canggung, tapi dalam hatinya terlihat ada kehangatan yang mulai kembali. "Hero." "Iya?" Hero menatap wajah Veline dari pantulan cermin.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 111 : Mencoba Mengalah

    Amanda mengangkat lemah pandangannya yang terlihat sayu. Menatap Dimas yang berdiri di hadapannya. Mata pria itu yang biasanya memberikan ketenangan kini hanya menambah beban di hati Amanda. Ia tahu, keputusan yang akan diambilnya ini bukanlah hal mudah, tapi ia merasa tak memiliki pilihan lain. "Apa yang kamu pikirkan?" tanya Dimas, meski ada kekhawatiran terselip di sana. Ia memperhatikan mata Amanda yang mulai berkaca-kaca, seakan menyimpan ribuan emosi yang sulit diterjemahkan. Amanda menarik napas panjang, mencoba mengumpulkan keberanian. "Aku senang mendengar Zahira sudah sembuh," ujarnya pelan. Dimas tersenyum, meski ia masih merasa ada yang ganjil dengan sikap Amanda. "Iya, aku juga senang." "Kamu akan menjemputnya sekarang?" Amanda melanjutkan, mencoba terdengar tenang meski hatinya bergejolak. "Iya," jawab Dimas sambil mengangguk. "Suster Ira bilang sekarang Zahira sudah bisa dijemput." Amanda menelan ludah, berusaha menahan getar di suaranya. "Baguslah kal

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 112 : Kepulangan Zahira

    Sorot lampu di depan rumah membuat hati Zahira terasa hangat, meski ada getar pelan yang merambati tubuhnya. Sepuluh tahun bukan waktu yang singkat untuk kembali ke tempat yang pernah ia sebut rumah. Kenangan masa lalu berputar dalam pikirannya, seperti film lama yang diputar ulang. Setiap sudut rumah ini menyimpan cerita, mulai dari saat ia pertama kali pindah ke sini bersama Dimas, hingga momen-momen sederhana seperti tertawa di ruang tamu atau memasak di dapur. Tapi sekarang, semuanya terasa berbeda. Waktu telah berlalu, dan ia merasa seperti orang asing yang mencoba mengenali kembali tempat ini. Matanya memandang pintu depan yang kokoh, seolah pintu itu adalah gerbang menuju kehidupan yang dulu ia tinggalkan. Jantungnya berdetak lebih cepat, bukan karena takut, tetapi karena campuran emosi yang sulit ia deskripsikan—bahagia, cemas, dan sedikit rindu yang tertahan. Hero segera membuka pintu mobil, langkahnya sigap menuju sisi ibunya. Dengan hati-hati, ia memapah Zahira kel

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08

Bab terbaru

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 131 : Nama Baby

    Di ruang keluarga yang hangat, Veline dan Hero duduk berdua di sofa, menikmati waktu bersama. Suara televisi yang menayangkan kartun mengisi keheningan, sesekali terdengar suara tawa dari karakter animasi di layar. Namun, perhatian Hero sepenuhnya tertuju pada Veline yang bersandar di bahunya, tangannya perlahan membelai lembut perut Veline yang masih datar. Veline tersenyum kecil, meski matanya tetap menatap layar. Sentuhan Hero di perutnya terasa menenangkan, seolah memberikan kehangatan yang tidak bisa ia jelaskan. "Sayang," ujar Veline pelan. "Hm?" Hero menjawab dengan gumaman, tanpa mengalihkan pandangannya dari perut Veline. Jari-jarinya masih bergerak perlahan, seperti sedang berkomunikasi dengan makhluk kecil yang mungkin ada di sana. "Kira-kira, kalau nanti anak kita lahir, namanya siapa ya?" tanya Veline sambil tersenyum, ada sedikit rona di pipinya. "Hmm, nama, ya? Kalau laki-laki, bagaimana kalau ... Vero?" usul Hero, matanya bersinar sedikit bangga. "Vero?"

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 130 : Keputusan Hero

    Hero tiba di rumah sembari mambawa surat beasiswa yang ia terima dari Pak Agus. Ketika sampai di depan pintu kamar, ia mengetuk pintu dengan pelan. Lalu, dengan hati-hati ia membuka pintu, dan menyembunyikan surat tersebut di belakang tubuhnya. Veline yang sedang duduk di ranjang, ia melamun sambil menatap test pack yang baru saja ia pakai, terkejut mendengar pintu terbuka. Refleks, ia segera menyembunyikan test pack itu di belakang tubuhnya begitu melihat Hero masuk ke dalam kamar. "Sayang, aku ingin bicara," ujar Hero, suaranya terdengar sedikit ragu. "Aku juga ingin bicara," jawab Veline. "Ya sudah, kamu duluan saja," kata Hero sambil mendekatkan diri ke meja. "Tidak, kamu dulu saja." Hero menghela napas panjang, merasa sedikit cemas. Ia akhirnya mengeluarkan surat beasiswa yang ia sembunyikan dan menaruhnya di meja depan Veline. "Ini surat penerimaan beasiswa ke luar negeri," ucapnya pelan. Veline membeku seketika mendengar kalimat itu, dan pandangannya beralih d

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 129 : Beasiswa

    Hero mengetuk pintu ruangan Pak Agus dengan ragu. Suara berat pria paruh baya itu terdengar dari dalam. "Masuk." Hero membuka pintu dan melangkah masuk. Di meja, Pak Agus sedang sibuk dengan berkas-berkas, tetapi ia langsung menatap Hero dan tersenyum lebar. "Hero, akhirnya kamu datang," ujar Pak Agus sembari menyodorkan tangan untuk berjabat. "Maaf, Pak, tadi saya sedikit terlambat," jawab Hero sambil mengambil kursi di depan meja. Pak Agus menggeleng. "Nggak masalah. Bapak sengaja memanggil kamu ke sini karena ada kabar penting." Ia mengambil sebuah amplop dari meja dan menyodorkannya kepada Hero. "Ini, baca baik-baik." Hero mengambil amplop itu dengan sedikit bingung. "Apa ini, Pak?" tanyanya sambil membuka amplop tersebut. Matanya membesar saat membaca isi suratnya. "Beasiswa ke luar negeri?" gumam Hero. Pak Agus mengangguk dengan bangga. "Kamu diterima untuk program beasiswa di salah satu universitas terbaik di Inggris. Ini kesempatan besar, Hero. Jarang-jar

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 128 : Kejahilan Hero

    Veline berlari memasuki kamar mandi, sembari melepas bathrobe putih yang membungkus tubuhnya. Aroma manis bunga sakura dari bath bomb yang telah ia memasukkan sebelumnya sudah memenuhi ruangan yang sedikit berkabut karena uap air panas. Tubuhnya yang jenjang dan mulus tampak berkilauan di bawah cahaya lampu yang temaram. Dengan perlahan, ia masuk ke dalam bathtub, membiarkan air hangat yang berbusa menyelimuti kulitnya. Sesaat kemudian, ia menyandarkan kepala ke pinggiran bathtub, menutup mata sejenak sambil menikmati suasana yang menenangkan. Ujung jari-jarinya yang lentik, dengan kuku bercat merah tua, menyentuh kulit kakinya yang terendam. Busa putih yang mengapung di atas air menutupi sebagian tubuhnya. Ia menggerakkan tangannya perlahan, menikmati sensasi air hangat yang membelai kulitnya. Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Pintu kamar mandi perlahan terbuka, memperlihatkan sosok Hero yang mengenakan bathrobe putih serupa dengan miliknya. Lelaki itu

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 127 : Begitu Rendah

    "Leona!" Veline berteriak lantang begitu melihat pemandangan yang membuat darahnya mendidih. Tepat di atas ranjang, ia melihat Leona tengah memeluk Hero. Gaun Leona sedikit terbuka, sampai memperlihatkan bahu mulusnya, dan rambutnya yang sedikit acak-acakan. Sementara Hero terlihat lemah, beberapa kancing kemejanya juga telah terbuka. Pemandangan itu seperti petir yang menyambar hati Veline. Dadanya terasa sesak, matanya memanas, tapi bukan air mata yang keluar, melainkan api kemarahan yang berkobar. Bukan hanya Veline yang terkejut. Orang-orang yang sedari tadi mengikuti Veline pun tercengang. Mereka berdiri di ambang pintu, memandang tak percaya pada apa yang tengah terjadi di depan mata mereka. Tanpa banyak bicara, Veline melangkah masuk ke kamar. Kemarahannya terlihat jelas dari setiap sudut wajahnya. Dengan cepat, ia meraih tangan Leona dan menyeretnya turun dari ranjang. "Dasar jalang?!" teriak Veline. Tangannya melayang di udara, dan mendarat di pipi mulus Leona.

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 126 : Keberadaan Hero

    Kepala Hero terasa berat. Keringat mengucur di dahinya, tubuhnya seperti terbakar. Ia mencoba memfokuskan pandangannya pada wanita di hadapannya, tetapi semuanya terasa buram. "Sayang ... kamu mau bawa aku ke mana?" tanyanya dengan suara lemah. Leona tersenyum tipis, menahan dirinya untuk tidak memperlihatkan rasa puas yang begitu besar. Ia menopang tubuh Hero yang sempoyongan. "Kamu harus istirahat. Aku akan membawamu ke suatu tempat supaya kamu bisa merasa lebih baik." Langkah mereka berhenti di depan sebuah ruangan hotel. Leona mengeluarkan kunci dan membukanya dengan cepat. Saat pintu terbuka, ia memapah tubuh Hero ke dalam. Dengan susah payah, menuntun pria itu ke ranjang besar yang ada di tengah ruangan, lalu membaringkannya perlahan. Hero mengerang pelan, tubuhnya terasa seperti terbakar. "Kenapa di sini panas sekali …?" gumamnya sambil mengibaskan tangannya yang lemah, mencoba mengusir hawa panas yang seakan mencekik napasnya. Tubuh lelaki itu semakin tak berdaya,

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 125 : Kepergian Hero

    Hero tengah duduk bersandar di kursi, satu lengan terlipat di sandaran, sementara tangan lainnya menggenggam gelas air mineral di atas meja. Sementara kedua sahabatnya, Raka dan Noval tengah membahas soal rencana masa depan mereka selepas kelulusan. Saat itu juga, pandangan Raka teralihkan, ia melihat Hero yang tampak terdiam. "Ro, lo kok diem aja? Lagi ngelamunin siapa, tuh?" godanya. "Jangan-jangan ... dia lagi mikirin Veline yang habis berdansa sama Arnold," sela Noval, ia tertawa sambil menunjuk ke arah Veline yang terlihat sibuk berbincang dengan teman-temannya. "Lo berdua ini rese banget." Hero mengangkat gelasnya dari meja. "Udah, toast aja." Raka dan Noval mengangkat gelas juga, dan mereka pun bersulang. "Untuk kelulusan kita," seru Noval. Bunyi dentingan gelas terdengar, diiringi tawa mereka. Hero menyesap air yang ada di gelas hingga tandas. Namun, begitu cairan itu masuk ke dalam tenggorokannya, ia merasakan sesuatu yang aneh. Rasanya tidak seperti air. Ada

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 124 : Makanan Terlezat

    Veline menghela napas panjang, mencoba menenangkan gejolak emosi yang hampir meledak di dalam dirinya. Wajah Arnold yang ada tepat di depannya sudah cukup memicu kemarahannya saat ini. Namun, pemandangan Leona dan Hero yang berdansa di bawah sana seperti menambahkan bahan bakar ke api yang sedang berkobar di dadanya. Ia menunduk sejenak, menggigit bibir bawahnya untuk menahan diri agar tidak melakukan sesuatu yang akan mempermalukan dirinya di depan umum. "Kita turun aja yuk," ujar Veline, suaranya terdengar lebih tenang dari biasanya. "Dansa bareng sama yang lain." Merasa heran dengan sikap Veline yang tiba-tiba manis, Arnold hanya mengangkat sebelah alisnya. "Boleh juga." Tanpa banyak bicara, Veline mulai melangkah turun dari panggung, diikuti oleh Arnold yang setia di belakangnya. Veline memasuki kerumunan, matanya tanpa sadar kembali tertuju pada Hero dan Leona yang berdansa tak jauh dari tempatnya berdiri. Leona tampak begitu santai, tangannya melingkar di leher Hero,

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 123 : Lantai Dansa

    Tepat ketika Veline melangkahkan kaki ke atas panggung, langkahnya tiba-tiba terhenti. Matanya membelalak saat melihat seseorang yang berjalan dari sisi lain panggung. Sosok itu tampak begitu percaya diri, mengenakan pakaian rapi yang membuatnya sulit untuk tidak diperhatikan. Veline tanpa sadar memperhatikan lelaki itu dari ujung sepatu pantofelnya yang hitam mengkilap. Celana panjang kain hitam yang dikenakan tampak disetrika dengan sempurna. Pandangannya naik ke atas, melihat kemeja putih berlengan panjang yang terpasang rapi. Rambut hitam lelaki itu sedikit berantakan, tetapi justru menambah kesan kasual yang memikat. Dan di sanalah Arnold—mantan kekasihnya, berdiri dengan senyuman yang membuat darah Veline mendidih. 'Kenapa harus dia, sih?' gerutu Veline dalam hati. Ia menahan napas, mencoba menenangkan diri, tetapi rasa kesal sudah menyeruak. Bagaimana mungkin undian ini mempertemukannya dengan seseorang yang paling ingin ia hindari? Arnold menatapnya dengan santai. Se

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status