Tedy menatap lelaki itu sambil berkata, “Atau kamu berharap Tyara yang bantu kamu bersih-bersih? Kalau iya, kamu bilang saja, aku bisa bantu kamu.”“Pergi!” Boris mendelik sinis pada Tedy.Lelaki yang dilirik hanya tersenyum miring. Dia meletakkan keranjang buahnya dan mendadak ekspresi tawanya berubah serius. Dengan suara rendah dia berkata, “Boris, masalah kali ini kecelakaan atau kecelakaan?”Hanya mereka berdua yang bisa membedakan dua kata “Kecelakaan” yang memiliki arti berbeda. Kedua bola mata Boris menyipit dan berkata, “Nggak penting ini kecelakaan atau bukan. Hujan malam itu terlalu deras, nggak kelihatan jejak apa pun sama sekali.”Ditambah lagi ada beberapa hal yang tidak bisa dijelaskan dengan terang-terangan saat ini. Tedy tidak melanjutkan ucapannya lagi ketika mendengar kalimat Boris.Di waktu yang sama, dari arah luar terdengar sebuah suara yang berkata, “Bu Tyara, kenapa kamu ada di sini?”Suara itu adalah milik Jesse. Meski dibatasi oleh tembok, Tedy dan Boris bisa m
“Tentu saja nggak. Yang kamu katakan juga benar karena Zola adalah tuan rumah perempuannya.”Sorot ramah di kedua bola mata Tyara mendadak lenyap. Sedangkan Tedy justru menjawab dengan santai, “Baguslah.”“Kamu duduk dulu, aku minta koki untuk buatkan Boris bubur.”“Ok, kamu lanjut sibuk saja. Nggak perlu peduliin aku.”Tyara menatapnya sekilas sebelum berbalik ke arah dapur. Tedy dan Boris sudah saling kenal sejak mereka masih kecil. Persahabatan keduanya sudah sangat terkenal dan selayaknya saudara kandung.Oleh karena itu, Tyara tidak berani menunjukkan rasa tidak senang serta tersinggung di hadapan lelaki itu. Namun, ucapan lelaki itu memang membuatnya kesal dan marah. Dalam hati kecilnya mengumpat bahwa lelaki itu terlalu banyak ikut campur.***Zola yang sedang bertemu dengan penanggung jawab Stonerise mendadak mendapat telepon dari Pak Didin. Dia mendapat kabar bahwa Tedy sedang berada di Bansan Mansion dan memintanya kembali. Zola sedikit tersentak dan berkata,“Pak Didin, tolo
Zola terdiam seketika. Dia menatap Tedy dan tersenyum tipis sambil berkata, "Siapa yang tahu kalau orang itu nggak ada status? Apalagi kalau dibandingkan, aku merasa dia lebih ingin bertemu dengan orang yang bukan siapa-siapa itu. Aku yang seorang istri dengan status saja, dia nggak akan mau meliriknya.""Itu hanya tebakanmu saja. Sesungguhnya, kamu nggak ke sana sejak kemarin sampai saat ini. Dia bahkan nggak mandi dan terlihat sangat menyedihkan sekali. Bagaimana kalau aku rekam dia dan kasih ke wartawan? Sepertinya aku akan dapat bayaran yang cukup besar, 'kan?""Kamu boleh coba, siapa tahu bisa jadi usaha yang lumayan."Keduanya saling membalas ucapan dengan santai sambil tersenyum lebar. Namun Zola tetap tidak ingin mengalah. Tedy tidak begitu mengerti dengan sosok perempuan itu. Dia hanya merasa bahwa Zola sangat baik pada Boris.Selama satu tahun pernikahan, perempuan ini yang lebih berinisiatif. Namun dari percakapan kali ini, mendadak Tedy merasa sepertinya selanjutnya akan ad
Kalimat itu ditujukan untuk Tedy. Setelah tersadar, Tedy buru-buru melepaskan pegangannya dan tersenyum sembari berkata, "Nggak kabur. Aku yang salah."Zola juga ikut tercenung sesaat dan menyadari bahwa maksud Boris adalah Tedy yang memegang lengannya. Wajahnya seketika memerah. Sedangkan Tyara memasang raut wajah kaku. Ekspresinya terlihat sangat keruh dan sulit dijelaskan.Tedy memicingkan matanya dan berkata, "Sudah, istrimu sudah datang. Sekarang nggak perlu merepotkan kami lagi, 'kan?"Boris diam dan tidak berkata apa pun."Tyara, kamu pasti belum makan, 'kan? Ayo, aku temani kamu makan. Kamu juga harus istirahat. Di sini serahkan pada Zola saja," ujar Tedy lagi.Kedua bola mata Tyara menatap ke arah Boris dan menemukan lelaki itu tidak ada reaksi apa pun. Apakah Boris memiliki pemikiran yang sama?"Sebaiknya aku tinggal untuk menjaga Boris saja. Dia terluka karena aku. Kalau Zola yang menjaganya, aku akan merasa bersalah," kata Tyara.Dia sengaja mengatakan jika Boris terluka ka
Lelaki itu menatap Zola dengan sorot dingin dan tajam. Hingga akhirnya Zola hanya bisa membuang tatapannya."Aku nggak tidur seharian. Kemarin aku pulang dan tidur larut. Kamu ada Jesse, aku juga menanyakan keadaanmu dengan pihak rumah sakit. Setelah tahu kamu sadar makanya aku nggak datang. Lagi pula, bukankah Bu Tyara ada di sini? Kamu terluka karena dia, aku pikir kamu lebih ingin melihat dia dibandingkan aku.""Kamu marah?"Lelaki itu menatap wajah mungil Zola. Meski nada bicaranya biasa saja, kalimat perempuan itu terdengar sangat menusuk. Zola tersenyum tipis dan berkata, "Boris, kamu merasa aku harus marah?"Kening Boris berkerut sambil menatap perempuan itu.Zola kembali berkata, "Kamu bilang kita suami istri, tapi suamiku justru mencari seorang perempuan di tengah malam dan ditengah hujan badai hingga kecelakaan. Kalau jadi aku, kamu akan marah?"Dia melihat ekspresi lelaki itu berubah menjadi dingin. Boris ingin menegakkan tubuhnya, tetapi lukanya tertarik hingga membuatnya b
Zola terdiam sesaat kemudian berkata, "Perceraian kita nggak akan memberikan risiko yang besar pada Morrison Group.""Zola, jadi kamu merasa perceraian jauh lebih penting dibandingkan kecelakaan yang nyaris menghilangkan nyawaku? Sekarang aku terbaring di sini dan bahkan nggak bisa turun dari kasur, tapi kamu sudah nggak sabar mau cerai denganku. Kamu takut kakiku lumpuh dan akan merepotkanmu?"Zola terdiam seketika. Apa yang lelaki itu katakan? Kenapa bisa mengarang cerita yang tidak ada faktanya?Perempuan itu membuka mulutnya dan hendak menjelaskan sesuatu, tetapi Boris kembali memotong, "Karena kecelakaanku ada hubungannya dengan Tyara, jadi kamu nggak senang? Zola, kamu cemburu."Kalimat terakhirnya bukan sebuah pernyataan, tetapi sebuah pernyataan. Zola mengerjapkan matanya dan menatap lelaki itu. Setelah beberapa saat kemudian, dia berkata, “Kalau aku cemburu, bagaimana penjelasanmu padaku?”Kening Boris berlipat dan bertanya, “Kamu jatuh cinta sama aku?”“Menurutmu?” tanya pere
Wajah tampan lelaki itu terdapat beberapa luka goresan. Tidak terlihat parah, tetapi tampak sangat jelas di wajah putih lelaki itu. Namun luka tersebut tidak memengaruhi ketampanan lelaki itu. Bahkan luka tersebut memberikan kesan lelaki jantan yang berbeda seperti Boris yang biasanya.Kedua bola matanya yang gelap terus menatap perempuan yang tengah membuka kancing bajunya. Dia menatap mulut perempuan itu yang terkatup rapat dan memasang raut dingin. Selain itu, tidak ada ekspresi lainnya yang terlihat di sana.“Zola, kamu sangat benci denganku?”Perempuan itu mengerutkan keningnya dan menatap kedua bola mata Boris dan menjawab, “Nggak.”“Nggak? Aku merasa kamu nggak ingin menjagaku. Kalau kamu merasa terbebani dan membuatmu nggak nyaman, maka kamu nggak perlu lanjutkan lagi.”“Boris, kita suami istri. Ini memang tugasku.”“Hanya untuk tugas dan tanggung jawab?”Zola diam dan tidak menatap lelaki itu. Perempuan itu bangkit dan memeras handuk hingga kering kemudian mengusap tubuh Boris
Lelaki itu tidak sayang dengan nyawanya. Jelas-jelas tahu lukanya akan terbuka kembali, tetapi masih melakukan hal seperti itu. Apakah dia gila?Semenjak kemarin subuh ketika mengetahui Boris kecelakaan, jantung Zola terus dalam keadaan tegang. Emosinya juga dalam kondisi tegang. Dia ingin pelan-pelan mencerna semua ini, tetapi lelaki itu tidak mengabulkannya dan terus memojokkannya hingga membuat Zola nyaris gila.Saat ini perasaannya sedang buruk. Kedua bola matanya tampak memerah. Pemandangan tersebut juga tidak luput dari tatapan Boris. Ketika dia hendak mengatakan sesuatu, perempuan itu sudah berbalik ke arah pintu.“Aku panggil suster dulu.”Setelah itu Zola langsung keluar dari kamar. Tidak butuh waktu lama bagi perawat untuk masuk dan memeriksa luka Boris dan memasang perban baru. Setelah itu perawat tadi juga mengingatkan, “Luka Pak Boris nggak boleh terbuka lagi. Kalau nggak, akan melukai tulangnya dan harus operasi ulang.”“Baik, aku tahu,” jawab Zola yang berdiri cukup jauh