Lelaki itu tidak sayang dengan nyawanya. Jelas-jelas tahu lukanya akan terbuka kembali, tetapi masih melakukan hal seperti itu. Apakah dia gila?Semenjak kemarin subuh ketika mengetahui Boris kecelakaan, jantung Zola terus dalam keadaan tegang. Emosinya juga dalam kondisi tegang. Dia ingin pelan-pelan mencerna semua ini, tetapi lelaki itu tidak mengabulkannya dan terus memojokkannya hingga membuat Zola nyaris gila.Saat ini perasaannya sedang buruk. Kedua bola matanya tampak memerah. Pemandangan tersebut juga tidak luput dari tatapan Boris. Ketika dia hendak mengatakan sesuatu, perempuan itu sudah berbalik ke arah pintu.“Aku panggil suster dulu.”Setelah itu Zola langsung keluar dari kamar. Tidak butuh waktu lama bagi perawat untuk masuk dan memeriksa luka Boris dan memasang perban baru. Setelah itu perawat tadi juga mengingatkan, “Luka Pak Boris nggak boleh terbuka lagi. Kalau nggak, akan melukai tulangnya dan harus operasi ulang.”“Baik, aku tahu,” jawab Zola yang berdiri cukup jauh
Lucia berkata, “Nggak ada pengaruh. Tapi akan berpengaruh pada perasaanmu. Untuk apa kamu memedulikan Boris? Seharusnya Tyara yang menjaga dia.”Zola hanya tersenyum tipis dan berkata, “Benar, tapi sekarang kamia dalah suami istri. Aku nggak bisa kabur dari tanggung jawabku. Mengenai Tyara, aku rasa dia akan menderita kalau aku yang menginap di rumah sakit.”Apa yang dikatakan oleh Zola memang benar. Perasaan Tyara tampak buruk karena perempuan itu menginap di rumah sakit. Dia langsung datang ke rumah sakit keesokan paginya. Dia sengaja meminta koki untuk menyiapkan bubur.Waktu masih terlalu pagi dan Boris masih belum tidur dengan cukup. Kemarin malam lukanya sakit hingga membuatnya tidak bisa terlelap. Lelaki itu tertidur ketika nyaris pagi hari. Kedatangan Tyara yang membangunkannya membuatnya terlihat marah.Tyara tersenyum tipis dan berkata, “Boris, aku minta koki di rumah untuk buat bubur. Tapi nggak ada punya Zola. Kalau Zola lapar, kamu beli sendiri saja. Kamu nggak masalah, ‘k
Sesaat kemudian, Tyara sudah dijemput oleh manajernya. Perempuan itu tampak sibuk selama beberapa hari terakhir. Tidak hanya mengeluarkan lagu, dia juga harus syuting iklan. Dikarenakan adanya bantuan dari Morrison Group, bertia tentang kembalinya dia dalam media menjadi sangat menggemparkan.Ada banyak orang-orang terkenal yang memberikan ucapan selamat. Namun, yang dikhawatirkan oleh Tyara saat ini adalah dia ingin meminta Jeffry membantunya mengisi lirik lagu. Akan tetapi, lelaki itu sudah mengundurkan diri dan tidak ada yang tahu keberadaannya sehingga tidak ada yang bisa menghubunginya.Tyara diam sejenak dan akhirnya memutuskan untuk bilang pada Boris, "Boris, aku ingin meminta Jeffry membantuku mengisi lirik. Tapi aku nggak ada kontaknya. Kamu bisa bantu aku pikirkan caranya?""Jeffry?""Iya. Selama beberapa tahun terakhir, namanya menghilang begitu saja. Tapi efek dari namanya masih ada. Baik artis maupun para penggemar sangat menyukainya. Kalau dia bisa bantu aku mengisi lirik
“Baik, aku bawa dia pulang." Boris tersenyum sambil menatap Zola.Setelah sambungan telepon terputus, dia memberikan ponsel pada perempuan itu tanpa mengalihkan pandangannya ke arah lain sama sekali."Kenapa kamu melihatku?" tanya Zola."Kakek mau melihatmu kurus atau nggak. Aku harus lebih awal memperhatikanmu dulu. Kalau nggak, aku susah kasih penjelasan ke Kakek," ujar Boris sambil menahan senyum.Zola tercenung sesaat dan berkata, "Aku mengurus karena menjagamu. Aku mau bilang sama Kakek.""Bilang apa sama Kakek?"Tubuh lelaki itu mendadak mendekat dan membuat Zola berubah kaku.Dengan suara rendah dia berkata, "Bilang sama Kakek kalau aku menjahatimu?"Zola mengulurkan tangannya mendorong Boris menjauh. Namun lelaki itu menahan tangan Zola dalam genggamannya sendiri sambil terkekeh kecil dan bertanya, "Coba kamu tebak Kakek berharap aku menjahatimu dengan sembarangan?"Respons lelaki itu membuat Zola berpikiran apakah lelaki di depannya ini sudah jatuh hati dengannya? Namun pemiki
Hartono menatapnya dengan penuh kasih sayang dan berkata, "Zola, dia kurang baik padamu, ya? Kamu nggak perlu menjawab Kakek, Kakek sudah sangat mengerti. Kalau dia cukup baik padamu, kamu nggak akan memilih untuk cerai dan nggak mungkin menutupi perihal kehamilanmu. Dia gagal menjadi seorang suami.""Keluarga Morrison selalu mementingkan perasaan. Baik Kakek dan neneknya atau orang tuanya nggak pernah ada masalah dengan hubungan pernikahan. Kakek juga nggak tahu apakah dulu salah gendong cucu atau nggak?" Hartono memaksakan seulas senyum.Zola merasa bersalah dan tidak tenang. Dia berkata, "Kakek, jangan bilang seperti itu. Sebenarnya bukan semuanya salah dia. Kami hanya nggak cocok saja.""Kamu nggak perlu membelanya. Dia besar di sisi Kakek, jadi Kakek jauh mengerti dia dibandingkan siapa pun. Zola, kegagalan terbesarnya adalah karena kamu nggak mau kasih dia kesempatan. Kamu yang membuat keputusan apakah mau memberi tahu dia. Apa pun itu, Kakek akan mendukungmu."Zola kembali terdi
Dimas ikut menyahut, "Tentu saja. Hanya saja dia selalu berada di sekeliling Boris. Kalau begini terus, khawatir akan menyakiti Zola.""Sudah disakiti. Meski mereka cerai, Zola juga akan menjadi keluarga Morrison selamanya. Kalian juga harus siap-siap kalau anak bandel itu diusir dari rumah," kata Hartono dengan nada tidak senang.Dimas dan Rosita saling berpandangan sejenak tanpa berkata apa pun. Rosita berkata, "Pa, Papa suka dengan Zola, begitu juga kami. Tentu saja kami berharap dia bersama dengan Boris.""Cih! Tunggu dia ingin bersama dengan Zola, mungkin dia harus melihat dulu apakah Zola mau bersama dengannya. Kalau dia cerai dengan Zola, dia akan menyesal seumur hidup."Setiap Hartono mengingat bahwa saat ini Zola tengah hamil, dia ingin sekali memukul Boris hingga lelaki itu terbaring di kasur. Dengan begitu maka tidak akan membuat Zola marah.Dimas yang merasa ucapan ayahnya ada maksud tersirat langsung bertanya, "Pa, Zola ada bilang sesuatu dengan Papa?"Lelaki tua itu menat
Di dalam ruang rapat.Zola baru saja membuka laptop dan menampilkan sketsa desainnya pada layar besar di hadapannya. Setelah itu dia berkata pada Pak Wanto yang merupakan penanggung jawab Morrison Group, "Seluruh sketsa desainnya sudah termasuk interior dan eksteriornya. Coba dilihat apakah ada yang harus diubah?"Rancangan Zola tampak sangat matang. Tidak hanya baru, tetapi juga terdapat gaya klasik. Akan tetapi, kombinasi keduanya tidak saling bertabrakan. Justru membuat keseluruhan desain tersebut terasa penuh dan serasi.Pak Wanto selaku manajer di Morrison Group sudah berkecimpung di bidang ini selama bertahun-tahun. Dia memiliki pandangan yang cukup jeli dan selalu memperhatikan detail kecil. Namun, dia tidak dapat menemukan kekurangan pada gambar desain yang dikirimkan Zola.Wanto juga memberikan beberapa poin yang perlu diperbaiki, dan Zola dapat menjawabnya dengan lancar. Jelas sekali menunjukkan bahwa perempuan itu telah melakukan banyak persiapan.Wanto mengangguk dan berka
Setelah itu dia bertanya, “Pak Wanto, menurutmu ucapan Bu Zola benar?”Wanto adalah senior di Morrison Group. Dalam hal ini, dia percaya jika Boris tidak akan menggunakan kekuatan uang untuk mengganti sesuatu yang benar. Oleh karena itu dia berkata dengan jujur, “Menurutku ucapan Bu Zola benar.”Pihak Stonerise terdiam sesaat dan tampak bingung. Boris tersenyum tipis dan berkata, “Iya, memang benar.”Maksud tersembunyi dari ucapannya terdengar jelas. Namun tidak ada yang bisa menebak apakah maksud lelaki itu bahwa orang yang benar atau sketsanya yang benar.Akan tetapi, ini hanya masalah kecil saja. Selanjutnya, semuanya berjalan dengan sangat lancar. Mengenai revisi sketsa juga sudah mendapatkan penyelesaiannya. Mereka berbincang hingga tiba waktunya makan siang.Boris melirik jam tangan yang melingkar tangannya. Pemandangan tersebut tidak luput dari tatapan Jesse.“Semuanya sudah bekerja keras, Pak Boris sebagai tuan rumah akan mengundang semuanya makan bersama. Tempat makan sudah di