Dimas ikut menyahut, "Tentu saja. Hanya saja dia selalu berada di sekeliling Boris. Kalau begini terus, khawatir akan menyakiti Zola.""Sudah disakiti. Meski mereka cerai, Zola juga akan menjadi keluarga Morrison selamanya. Kalian juga harus siap-siap kalau anak bandel itu diusir dari rumah," kata Hartono dengan nada tidak senang.Dimas dan Rosita saling berpandangan sejenak tanpa berkata apa pun. Rosita berkata, "Pa, Papa suka dengan Zola, begitu juga kami. Tentu saja kami berharap dia bersama dengan Boris.""Cih! Tunggu dia ingin bersama dengan Zola, mungkin dia harus melihat dulu apakah Zola mau bersama dengannya. Kalau dia cerai dengan Zola, dia akan menyesal seumur hidup."Setiap Hartono mengingat bahwa saat ini Zola tengah hamil, dia ingin sekali memukul Boris hingga lelaki itu terbaring di kasur. Dengan begitu maka tidak akan membuat Zola marah.Dimas yang merasa ucapan ayahnya ada maksud tersirat langsung bertanya, "Pa, Zola ada bilang sesuatu dengan Papa?"Lelaki tua itu menat
Di dalam ruang rapat.Zola baru saja membuka laptop dan menampilkan sketsa desainnya pada layar besar di hadapannya. Setelah itu dia berkata pada Pak Wanto yang merupakan penanggung jawab Morrison Group, "Seluruh sketsa desainnya sudah termasuk interior dan eksteriornya. Coba dilihat apakah ada yang harus diubah?"Rancangan Zola tampak sangat matang. Tidak hanya baru, tetapi juga terdapat gaya klasik. Akan tetapi, kombinasi keduanya tidak saling bertabrakan. Justru membuat keseluruhan desain tersebut terasa penuh dan serasi.Pak Wanto selaku manajer di Morrison Group sudah berkecimpung di bidang ini selama bertahun-tahun. Dia memiliki pandangan yang cukup jeli dan selalu memperhatikan detail kecil. Namun, dia tidak dapat menemukan kekurangan pada gambar desain yang dikirimkan Zola.Wanto juga memberikan beberapa poin yang perlu diperbaiki, dan Zola dapat menjawabnya dengan lancar. Jelas sekali menunjukkan bahwa perempuan itu telah melakukan banyak persiapan.Wanto mengangguk dan berka
Setelah itu dia bertanya, “Pak Wanto, menurutmu ucapan Bu Zola benar?”Wanto adalah senior di Morrison Group. Dalam hal ini, dia percaya jika Boris tidak akan menggunakan kekuatan uang untuk mengganti sesuatu yang benar. Oleh karena itu dia berkata dengan jujur, “Menurutku ucapan Bu Zola benar.”Pihak Stonerise terdiam sesaat dan tampak bingung. Boris tersenyum tipis dan berkata, “Iya, memang benar.”Maksud tersembunyi dari ucapannya terdengar jelas. Namun tidak ada yang bisa menebak apakah maksud lelaki itu bahwa orang yang benar atau sketsanya yang benar.Akan tetapi, ini hanya masalah kecil saja. Selanjutnya, semuanya berjalan dengan sangat lancar. Mengenai revisi sketsa juga sudah mendapatkan penyelesaiannya. Mereka berbincang hingga tiba waktunya makan siang.Boris melirik jam tangan yang melingkar tangannya. Pemandangan tersebut tidak luput dari tatapan Jesse.“Semuanya sudah bekerja keras, Pak Boris sebagai tuan rumah akan mengundang semuanya makan bersama. Tempat makan sudah di
Tyara menoleh ke arah Boris dan mengangguk kecil sambil berkata, “Iya, benar. Awalnya aku ingin mengajak Boris makan bersama. Tapi kalian sudah ada janji. Aku ….”“Bagaimana kalau Bu Tyara makan bersama saja? Semakin ramai juga akan semakin seru.”Orang yang bertanya adalah pihak dari Stonerise. Mereka beranggapan hubungan Tyara dan Boris sepertinya hubungan mereka tidak biasa. Oleh karena itu, dia ingin mencoba mendekatkan diri.Boris hanya diam saja dan Tyara hanya melirik lelaki itu meminta izin dan berkata,”Sepertinya nggak baik. Boris, aku bisa mengganggu kalian, nggak?”“Nggak, Bu,” jawab seseorang lagi.Setelah itu, semuanya menunggu jawaban dari Boris. Beberapa detik kemudian, lelaki itu berkata, “Kalau mau ikut, ikut saja.”“Ok, kalau begitu aku ikut kalian,” sahut Tyara sambil tersenyum lebar. Dia berjalan di samping Boris kemudian menyapa Zola, “Zola, kamu juga ada?”Zola tampak enggan membalas, tetapi ada banyak orang di sana sehingga dia memilih untuk berdeham saja. Semua
Makan siang kali ini terasa hambar bagi Zola. Jika dibandingkan dengan Tyara, perempuan itu terlihat jauh lebih tenang dan pendiam. Dia tidak akan berinteraksi dengan orang yang tidak dikenal.Jarum jam sudah menunjukkan pukul satu siang ketika mereka selesai makan. Rombongan tersebut keluar dari restoran secara bersama. Zola sengaja melambatkan langkah kakinya karena berencana untuk tidak menumpang di mobil Boris agar dia tidak mengganggu.Ketika dia hendak berbicara, ponselnya tiba-tiba berdering. Suara dering tersebut menarik perhatian semua orang. Dengan ekspresi datar, perempuan itu menerima teleponnya.“Halo, Mahendra?”“Kamu makan di mana? Kebetulan aku di luar, mau aku yang jemput?”“Boleh,” jawab Zola kemudian memberi tahu restorannya.“Kebetulan aku di sekitar sana. Aku akan tiba beberapa menit lagi,” ujar Mahendra.“Ok, aku tunggu.”Setelah sambungan telepon terputus, Wanto bertanya sambil tersenyum tipis, “Dari nada bicara Bu Zola, seharusnya pacarnya yang telepon, ya? Pere
Setelah itu hingga di dalam mobil, lelaki itu tetap tidak berbicara. Mobilnya mengantarkan Tyara ke tempat rekaman terlebih dahulu.Mobil mereka melaju ke tempat rekaman Tyara. Ketika turun dari mobil, perempuan itu bertanya,"Boris, kamu marah, ya? Sebenarnya aku juga merasa sikap Zola salah. Tapi kamu jangan marah. Coba bicarakan baik-baik dengan dia. Bagaimanapun dia adalah perempuan. Aku takut kamu melukainya."Dengan raut dingin dan tanpa menatap Tyara, lelaki itu berkata, "Tyara, kamu nggak perlu khawatir tentang hal ini. Kamu urusi urusanmu saja, ok?""Iya, aku tahu."Perempuan itu tidak mungkin melakukan hal yang membuat Boris tidak senang. Dia hanya menatap mobil lelaki itu yang menjauh dengan sorot dingin. Dalam hatinya dia berkata, "Zola, Boris hanya boleh jadi milikku."Selamat siang hingga sore, ekspresi Boris terlihat begitu keruh. Beberapa kepala divisi dan juga wakil CEO yang melaporkan pekerjaan juga mendapat amukan dari lelaki itu hingga membuat mereka mulai ragu denga
"Zola, kita ini suami istri. Sebaiknya kamu jaga jarak dengan Mahendra. Jangan ada hubungan apa pun lagi dengannya. Aku akan membayar jumlah investasi dia pada perusahaan kalian. Kamu dan dia putuskan hubungan dan jangan saling komunikasi lagi.""Boris, meski kita suami istri, kamu juga nggak boleh mengatur pertemananku. Aku nggak pernah memintamu menjaga jarak dengan siapa pun, aku juga nggak pernah memaksamu putus hubungan dengan siapa pun. Aku dan Mahendra hanya teman.""Bukan kamu yang menentukan kalian teman atau nggak. Mahendra nggak ada niat baik padamu. Aku seorang lelaki, aku mengerti pikiran seorang lelaki. Zola, ini adalah sikap dasar seorang istri."Zola langsung terdiam. Dia mengungkit sikap seorang istri karena merasa dirinya tidak jaga sikap? Lalu bagaimana dengan lelaki itu?Dia menatap Boris dengan dingin dan balik bertanya, "Kalau aku memintamu jaga jarak dengan Tyara, memangnya kamu bisa? Kamu sendiri yang bilang sama aku mau cerai dan menikah dengan Tyara, bahkan ka
Tyara bungkam dan menatap Boris. Dia menunduk dan berkata, "Hari ini adalah konferensi pers untuk comeback-ku. Sebaiknya teman-teman fokus pada karyaku selanjutnya. Aku nggak mau membongkar kehidupan pribadiku terlalu banyak. Kalau ada kabar baik, aku akan bagikan dengan semuanya."Meski Tyara meminta semua orang untuk tidak bertanya lagi, dia tidak memberikan jawaban yang jelas sehingga menimbulkan kecurigaan pada orang-orang.Di waktu yang sama, Zola yang sedang duduk di kantornya juga tengah menonton siaran langsung. Lelaki yang berdiri di dalam layar itu mengenakan setelan jas. Perempuan di sampingnya mengenakan terusan gaun panjang dengan dandanan tipis. Sulit sekali untuk tidak membuat orang bertanya-tanya tentang hubungan mereka.Zola menarik napas dalam-dalam dan langsung menutup komputernya. Dia tidak ingin lanjut menonton siaran tersebut. Pintu ruangannya juga tengah di dorong dari arah luar.Mahendra masuk dan keduanya saling berpandangan. "Zola, apa maksud Boris? Di datang
Sorot mata Audy begitu tajam. Raut wajahnya juga sangat tidak bersahabat. Usai berkata, dia langsung berlari ke arah Tyara, lalu menindih Tyara ke tempat tidur dan menarik rambutnya.Setelah sadar, Tyara juga mulai melawan. Keduanya pun berkelahi. Mereka berkelahi sambil terus berteriak. Suara keributan segera menarik perhatian perawat. Perawat datang dan segera menjauhkan mereka.Satunya anak keluarga kaya, satu lagi artis terkenal di industri hiburan. Namun saat ini, rambut mereka berantakan. Pakaian mereka juga berantakan. Ada luka goresan di wajah mereka. Citra mereka benar-benar hancur total.Tyara menunjuk ke arah Audy dan berkata, “Aku mau lapor polisi. Dia masuk tanpa izin dan langsung pukul orang. Aku mau tuntut dia.”Audy terlihat santai saja. “Oke, tuntut saja. Lebih baik kalau kamu segera lapor polisi. Aku akan beritahu polisi kalau kamu ada hubungan dengan kakakku.”Wajah Tyara spontan menegang. Ada sesuatu yang aneh di sorot matanya. Sebenarnya, dia spontan berpikir kalau
Kemudian, Audy membuka akun media sosialnya. Selama beberapa hari terakhir, dia selalu memeriksa akun media sosialnya. Audy syok berat ketika melihat berita Mahendra yang hilang kontak setelah jatuh ke sungai. Air matanya terus mengalir. Otaknya menjadi kosong. Dia hanya memikirkan satu hal, tidak mungkin. Bagaimana mungkin Mahendra bisa jatuh ke sungai?Wajah Audy tampak serius. Dia bahkan tidak sarapan. Dia langsung keluar dari hotel dan pergi ke tempat kejadian dengan naik taksi. Sesampainya di sana, sudah banyak orang berkumpul di sekitar sungai. Karena sungai mengalir ke sungai yang lebih besar, maka arus sungai sangat deras. Selain itu, sungainya juga sangat dalam.Orang-orang yang ada di sana tidak berhenti berkomentar. “Malam-malam mobil jatuh ke sungai, seharusnya nggak ada harapan lagi. Orangnya pasti sudah terbawa arus. Mungkin saja jasadnya sudah nggak utuh.”“Sayang sekali. Dengar-dengar orangnya masih sangat muda.”“Apa yang perlu disayangkan? Dia sudah lakukan banyak hal
Boris menatap Sandra dengan wajah tanpa ekspresi. “Kompetisinya belum di mulai, kan? Kamu sangat peduli padanya?”Sandra mengerutkan kening. “Boris, aku perempuan, nggak suka sama perempuan.”Boris hanya mendengus sinis, seolah sedang berkata pada Sandra kalau di matanya pria atau perempuan sama saja.Sandra benar-benar tak berdaya. Tiba-tiba dia merasa tidak ingin mengatakan apa pun lagi. Sepertinya Boris sudah terlalu terobsesi.Untung saja, Boris juga tidak mengatakan apa-apa lagi. keduanya hanya mengobrol tentang peraturan babak kedua. Kali ini banyak peraturan baru yang ditambahkan, salah satunya sangat mengejutkan Sandra.Siapa pun yang diduga melakukan plagiarisme, konsekuensinya bukan hanya harus mengundurkan diri dari kompetisi, tapi juga harus memberikan kompensasi kepada penyelenggara serta desainer yang karyanya diplagiat, bahkan harus keluar dari dunia desain.Itu sama saja dengan memberitahu semua desainer yang ikut kompetisi. Jika mereka ingin melakukan plagiarisme, lebi
Boris memasang raut wajah dingin, sekali lagi mempertegas pendiriannya. Zola hanya tertawa tak berdaya.“Kenapa nggak bisa dibandingkan? Bukannya ini hal yang sama? Atau ada sesuatu di antara kamu dan Tyara yang bisa kamu beritahukan padaku?”“Zola!” Boris berkata dengan tegas, “Semakin kamu bersikap seperti ini, artinya kamu memang masih mencintai mantan pacarmu itu, kan?”“Bagaimana denganmu? Apakah kamu juga masih mencintai Tyara?”Zola meniru nada bicara dan sikap Boris, lalu terus mendesak pria itu. Boris tertawa sinis. “Aku sudah beritahu kamu. Aku nggak punya perasaan seperti itu pada Tyara.”“Kalau nggak ada, kenapa kalian bermalam bareng di hotel?” tanya Zola dengan suara pelan.Sejauh ini, Zola hanya tahu kalau “Tyara” keluar dari hotel bersama Boris. Dia tidak tahu kalau perempuan itu bukanlah Tyara. Dia juga tidak tahu kalau Tyara sudah mengklarifikasi dia tidak bermalam dengan Boris di hotel. Oleh karena itu, dia hanya tahu Tyara dan Boris menghabiskan satu malam bersama d
Zola mengerutkan kening dan menatap pria di depannya. Boris jelas begitu dekat, tapi Zola merasa pria itu sangat jauh darinya. Zola memasang wajah tenang, karena dia tidak tahu apa yang terjadi di luar.Oleh karena itu, dia sedikit meragukan kata-kata Boris. Akan tetapi, sikap dan ekspresi yang Boris tunjukkan seolah sedang memberitahu Zola, kalau masalah benar-benar seperti itu.Sikap diam Zola membuat Boris tertawa pelan. “Kamu khawatir sesuatu akan terjadi padanya?”Zola tidak bicara. Boris berkata dengan nada mengejek, “Orang seperti Mahendra nggak akan mati begitu saja. Bagaimanapun juga, dia orang yang bisa lakukan apa saja untuk melarikan diri. Dia pasti berusaha keras untuk memastikan keselamatannya sendiri.”Bibir tipis Boris mengatup rapat. Sorot matanya menjadi begitu dalam, bagai sebuah lubang tak berdasar. Senyum mengejek merekah di bibirnya. Tidak ada kehangatan di ekspresi wajahnya.Wajah Zola penuh dengan kebingungan. Karena sikap ketus Boris membuatnya tidak bisa menah
Zola menatapnya dengan bingung. “Kenapa diam saja? Ayo ngomong. Kalau kamu memang ingin bersama Tyara, ngomong langsung saja sama aku. Aku nggak akan paksa orang lain, juga nggak akan menyulitkan siapa pun. Jadi bisa nggak kamu nggak usah perlakukan aku dengan cara seperti ini?”Boris tetap diam saja. Ini membuat Zola sangat gusar. Dia mengerutkan bibirnya dan menundukkan kepala. Kemudian, dia bertanya, “Apakah kamu marah karena aku sembunyikan soal Mahendra?”Lagi-lagi Boris tetap bungkam. Kali ini, Zola menganggapnya sebagai jawaban positif dari pertanyaannya barusan. Zola menghela napas dalam hati dan berusaha menenangkan diri.“Kalau memang karena itu, aku bisa jelaskan. Aku akui, aku memang tahu lebih dulu. Aku juga akui aku pernah ragu, aku pernah bimbang. Tapi hati nurani buat aku sadar kalau ini bukan perkara sepele. Bukan hanya dengan sebuah kebohongan bisa membuat segalanya seolah-olah nggak pernah terjadi.”“Jadi aku nggak pernah berpikir untuk nggak beritahu kamu. Aku juga
Boris membuka matanya dan memandang ke luar jendela. Di luar sudah gelap gulita. Dia menyipitkan mata, lalu berkata, “Bukan aku yang tentukan dia bisa hidup atau nggak, tapi apa yang dia rencanakan.”Jesse memacu mobil menuju tempat kejadian. Tim penyelamat sudah berkumpul dan melakukan pencarian.Begitu melihat Boris datang, Jodi segera menghampirinya dan menjelaskan situasi secara singkat.“Sekarang sudah malam, jadi pencarian agak sulit untuk dilakukan. Tapi bagaimanapun juga, ini sudah menyangkut nyawa orang. Pencarian tetap harus dilakukan. Kalau soal masih hidup atau nggak, masih belum tahu,” jelas Jodi.Boris menatap Jodi dengan wajah tanpa ekspresi. Kemudian, dia tertawa pelan. “Seharusnya kamu bilang belum tahu apakah orangnya bisa ditemukan atau nggak.”Jodi tidak mengerti maksud perkataan Boris. Namun, Boris sudah berbalik dan masuk ke dalam mobilnya tanpa memberi Jodi kesempatan untuk bertanya. Setelah duduk di dalam mobil, Boris menyuruh Jesse untuk menjalankan mobil. Urus
Kata-kata Boris membuat emosi Mahendra seketika meledak. Meskipun dia sedang terbaring di tanah, dia tetap berteriak keras, “Boris, kamu dan seluruh keluarga Morrison akan dapat ganjarannya. Kamu kira kamu sudah menang? Persetan, kamu belum menang, Boris. Ini baru permulaan. Kalian pasti akan bayar harga mahal!”Kutukan Mahendra membuat Boris tiba-tiba mengerutkan alis. Samar-samar dia merasakan sedikit perasaan gelisah ketika mendengar kata-kata itu. Boris sendiri tidak tahu dari mana datangnya rasa gelisah itu.Ekspresi di wajah Boris semakin dingin. Dia menyipitkan matanya dan bertanya, “Apa maksudmu?”Mahendra tidak bicara, hanya tertawa. Suara tawanya membuat emosi Boris perlahan-lahan berubah. Namun, Boris segera kembali tenang. Mungkin saja Mahendra mengatakannya hanya untuk membuatnya bingung.Boris menatap Mahendra dengan wajah tanpa ekspresi. Sesaat kemudian, polisi datang. Begitu melihat mobil polisi datang, Jesse langsung berjalan mendekat ke Boris dan berkata, “Pak Boris,
Senyum licik merekah di wajah Mahendra. “Boris, kamu tahu kenapa dia nggak langsung beritahu kamu saat Zola tahu dia hamil? Kamu nggak pernah pikirkan kenapa dia nggak beritahu kamu? Kamu sangat yakin anak di perutnya adalah anakmu, bukan anak orang lain? Kami selalu habiskan waktu bersama setiap hari. Lama-kelamaan akan tumbuh perasaan juga. Kamu nggak mungkin nggak mengerti, kan?”“Lagi pula, kenapa dia nggak lakukan apa pun setelah tahu aku yang jebak kamu dan Morrison Group? Dia juga nggak pernah berpikir mau beritahu kamu. Kamu nggak pernah pikirkan apa alasannya? Kalau dia benar-benar nggak peduli padaku sama sekali, dia bisa saja langsung ceritakan semuanya padamu begitu dia tahu. Jadi kenapa harus tunggu sampai kamu tahu?”Boris tidak bergerak juga tidak memberikan reaksi apa pun. Wajahnya sangat muram. Sorot matanya gelap, seolah-olah tertutup lapisan tinta hitam yang tebal. Ekspresi itu membuat Mahendra sangat puas. Dia mengucapkan kata-kata yang semakin keterlaluan, semakin