Lelaki itu menatap Zola dengan sorot dingin dan tajam. Hingga akhirnya Zola hanya bisa membuang tatapannya."Aku nggak tidur seharian. Kemarin aku pulang dan tidur larut. Kamu ada Jesse, aku juga menanyakan keadaanmu dengan pihak rumah sakit. Setelah tahu kamu sadar makanya aku nggak datang. Lagi pula, bukankah Bu Tyara ada di sini? Kamu terluka karena dia, aku pikir kamu lebih ingin melihat dia dibandingkan aku.""Kamu marah?"Lelaki itu menatap wajah mungil Zola. Meski nada bicaranya biasa saja, kalimat perempuan itu terdengar sangat menusuk. Zola tersenyum tipis dan berkata, "Boris, kamu merasa aku harus marah?"Kening Boris berkerut sambil menatap perempuan itu.Zola kembali berkata, "Kamu bilang kita suami istri, tapi suamiku justru mencari seorang perempuan di tengah malam dan ditengah hujan badai hingga kecelakaan. Kalau jadi aku, kamu akan marah?"Dia melihat ekspresi lelaki itu berubah menjadi dingin. Boris ingin menegakkan tubuhnya, tetapi lukanya tertarik hingga membuatnya b
Zola terdiam sesaat kemudian berkata, "Perceraian kita nggak akan memberikan risiko yang besar pada Morrison Group.""Zola, jadi kamu merasa perceraian jauh lebih penting dibandingkan kecelakaan yang nyaris menghilangkan nyawaku? Sekarang aku terbaring di sini dan bahkan nggak bisa turun dari kasur, tapi kamu sudah nggak sabar mau cerai denganku. Kamu takut kakiku lumpuh dan akan merepotkanmu?"Zola terdiam seketika. Apa yang lelaki itu katakan? Kenapa bisa mengarang cerita yang tidak ada faktanya?Perempuan itu membuka mulutnya dan hendak menjelaskan sesuatu, tetapi Boris kembali memotong, "Karena kecelakaanku ada hubungannya dengan Tyara, jadi kamu nggak senang? Zola, kamu cemburu."Kalimat terakhirnya bukan sebuah pernyataan, tetapi sebuah pernyataan. Zola mengerjapkan matanya dan menatap lelaki itu. Setelah beberapa saat kemudian, dia berkata, “Kalau aku cemburu, bagaimana penjelasanmu padaku?”Kening Boris berlipat dan bertanya, “Kamu jatuh cinta sama aku?”“Menurutmu?” tanya pere
Wajah tampan lelaki itu terdapat beberapa luka goresan. Tidak terlihat parah, tetapi tampak sangat jelas di wajah putih lelaki itu. Namun luka tersebut tidak memengaruhi ketampanan lelaki itu. Bahkan luka tersebut memberikan kesan lelaki jantan yang berbeda seperti Boris yang biasanya.Kedua bola matanya yang gelap terus menatap perempuan yang tengah membuka kancing bajunya. Dia menatap mulut perempuan itu yang terkatup rapat dan memasang raut dingin. Selain itu, tidak ada ekspresi lainnya yang terlihat di sana.“Zola, kamu sangat benci denganku?”Perempuan itu mengerutkan keningnya dan menatap kedua bola mata Boris dan menjawab, “Nggak.”“Nggak? Aku merasa kamu nggak ingin menjagaku. Kalau kamu merasa terbebani dan membuatmu nggak nyaman, maka kamu nggak perlu lanjutkan lagi.”“Boris, kita suami istri. Ini memang tugasku.”“Hanya untuk tugas dan tanggung jawab?”Zola diam dan tidak menatap lelaki itu. Perempuan itu bangkit dan memeras handuk hingga kering kemudian mengusap tubuh Boris
Lelaki itu tidak sayang dengan nyawanya. Jelas-jelas tahu lukanya akan terbuka kembali, tetapi masih melakukan hal seperti itu. Apakah dia gila?Semenjak kemarin subuh ketika mengetahui Boris kecelakaan, jantung Zola terus dalam keadaan tegang. Emosinya juga dalam kondisi tegang. Dia ingin pelan-pelan mencerna semua ini, tetapi lelaki itu tidak mengabulkannya dan terus memojokkannya hingga membuat Zola nyaris gila.Saat ini perasaannya sedang buruk. Kedua bola matanya tampak memerah. Pemandangan tersebut juga tidak luput dari tatapan Boris. Ketika dia hendak mengatakan sesuatu, perempuan itu sudah berbalik ke arah pintu.“Aku panggil suster dulu.”Setelah itu Zola langsung keluar dari kamar. Tidak butuh waktu lama bagi perawat untuk masuk dan memeriksa luka Boris dan memasang perban baru. Setelah itu perawat tadi juga mengingatkan, “Luka Pak Boris nggak boleh terbuka lagi. Kalau nggak, akan melukai tulangnya dan harus operasi ulang.”“Baik, aku tahu,” jawab Zola yang berdiri cukup jauh
Lucia berkata, “Nggak ada pengaruh. Tapi akan berpengaruh pada perasaanmu. Untuk apa kamu memedulikan Boris? Seharusnya Tyara yang menjaga dia.”Zola hanya tersenyum tipis dan berkata, “Benar, tapi sekarang kamia dalah suami istri. Aku nggak bisa kabur dari tanggung jawabku. Mengenai Tyara, aku rasa dia akan menderita kalau aku yang menginap di rumah sakit.”Apa yang dikatakan oleh Zola memang benar. Perasaan Tyara tampak buruk karena perempuan itu menginap di rumah sakit. Dia langsung datang ke rumah sakit keesokan paginya. Dia sengaja meminta koki untuk menyiapkan bubur.Waktu masih terlalu pagi dan Boris masih belum tidur dengan cukup. Kemarin malam lukanya sakit hingga membuatnya tidak bisa terlelap. Lelaki itu tertidur ketika nyaris pagi hari. Kedatangan Tyara yang membangunkannya membuatnya terlihat marah.Tyara tersenyum tipis dan berkata, “Boris, aku minta koki di rumah untuk buat bubur. Tapi nggak ada punya Zola. Kalau Zola lapar, kamu beli sendiri saja. Kamu nggak masalah, ‘k
Sesaat kemudian, Tyara sudah dijemput oleh manajernya. Perempuan itu tampak sibuk selama beberapa hari terakhir. Tidak hanya mengeluarkan lagu, dia juga harus syuting iklan. Dikarenakan adanya bantuan dari Morrison Group, bertia tentang kembalinya dia dalam media menjadi sangat menggemparkan.Ada banyak orang-orang terkenal yang memberikan ucapan selamat. Namun, yang dikhawatirkan oleh Tyara saat ini adalah dia ingin meminta Jeffry membantunya mengisi lirik lagu. Akan tetapi, lelaki itu sudah mengundurkan diri dan tidak ada yang tahu keberadaannya sehingga tidak ada yang bisa menghubunginya.Tyara diam sejenak dan akhirnya memutuskan untuk bilang pada Boris, "Boris, aku ingin meminta Jeffry membantuku mengisi lirik. Tapi aku nggak ada kontaknya. Kamu bisa bantu aku pikirkan caranya?""Jeffry?""Iya. Selama beberapa tahun terakhir, namanya menghilang begitu saja. Tapi efek dari namanya masih ada. Baik artis maupun para penggemar sangat menyukainya. Kalau dia bisa bantu aku mengisi lirik
“Baik, aku bawa dia pulang." Boris tersenyum sambil menatap Zola.Setelah sambungan telepon terputus, dia memberikan ponsel pada perempuan itu tanpa mengalihkan pandangannya ke arah lain sama sekali."Kenapa kamu melihatku?" tanya Zola."Kakek mau melihatmu kurus atau nggak. Aku harus lebih awal memperhatikanmu dulu. Kalau nggak, aku susah kasih penjelasan ke Kakek," ujar Boris sambil menahan senyum.Zola tercenung sesaat dan berkata, "Aku mengurus karena menjagamu. Aku mau bilang sama Kakek.""Bilang apa sama Kakek?"Tubuh lelaki itu mendadak mendekat dan membuat Zola berubah kaku.Dengan suara rendah dia berkata, "Bilang sama Kakek kalau aku menjahatimu?"Zola mengulurkan tangannya mendorong Boris menjauh. Namun lelaki itu menahan tangan Zola dalam genggamannya sendiri sambil terkekeh kecil dan bertanya, "Coba kamu tebak Kakek berharap aku menjahatimu dengan sembarangan?"Respons lelaki itu membuat Zola berpikiran apakah lelaki di depannya ini sudah jatuh hati dengannya? Namun pemiki
Hartono menatapnya dengan penuh kasih sayang dan berkata, "Zola, dia kurang baik padamu, ya? Kamu nggak perlu menjawab Kakek, Kakek sudah sangat mengerti. Kalau dia cukup baik padamu, kamu nggak akan memilih untuk cerai dan nggak mungkin menutupi perihal kehamilanmu. Dia gagal menjadi seorang suami.""Keluarga Morrison selalu mementingkan perasaan. Baik Kakek dan neneknya atau orang tuanya nggak pernah ada masalah dengan hubungan pernikahan. Kakek juga nggak tahu apakah dulu salah gendong cucu atau nggak?" Hartono memaksakan seulas senyum.Zola merasa bersalah dan tidak tenang. Dia berkata, "Kakek, jangan bilang seperti itu. Sebenarnya bukan semuanya salah dia. Kami hanya nggak cocok saja.""Kamu nggak perlu membelanya. Dia besar di sisi Kakek, jadi Kakek jauh mengerti dia dibandingkan siapa pun. Zola, kegagalan terbesarnya adalah karena kamu nggak mau kasih dia kesempatan. Kamu yang membuat keputusan apakah mau memberi tahu dia. Apa pun itu, Kakek akan mendukungmu."Zola kembali terdi