Suara lelaki di seberang telepon terdengar sangat yakin dan berkata, “Tentu saja percaya. Sekarang dia sangat ingin cari tahu siapa yang ingin menyerangnya. Lalu siapa yang mau menyerang keluarga Morrison. Kalau semuanya secara terang-terangan, dia tidak akan merasa takut. Tapi sekarang kita bersembunyi sehingga dia harus waspada.”“Kamu saja yang putuskan. Hasil yang aku inginkan adalah dia selamanya berpisah dengan Zola. Aku nggak mau melihat mereka hidup saling mencintai. Setiap memikirkan dia mencintai Zola, aku merasa nggak rela.”“Tyara, tenanglah.”“Bagaimana kamu memintaku tenang? Aku sudah menunggu begitu lama, tetapi masih belum ada hasil yang jelas. Kalau Zola nggak bisa berpisah dengannya, aku hanya bisa menyerang anak di perutnya saja. Aku nggak izinkan dia melahirkan anaknya Boris.”“Cukup, Tyara. Kita bicarakan hal ini nanti. Yang sekarang harus kita lakukan adalah biarkan Boris mencari tahu sesuai rencana kita. Setelah tujuan kita tercapai, terserah kamu mau melakukan a
Proyek ini adalah kerja sama di mana Leonarto Group mengambil alih sebuah kompleks vila yang baru saja selesai dibangun. Leonarto Group bertanggung jawab atas desain interior, tata lingkungan, dan lainnya, untuk mengubah vila-vila yang masih dalam kondisi kasar menjadi rumah dengan desain akhir yang lengkap. Sehingga harga jualnya bisa meningkat dua kali lipat.Perusahaan Zola utamanya berfokus pada desain arsitektur, tetapi juga mencakup desain interior bangunan. Saat ini, Leonarto Group adalah satu-satunya pilihan mereka. Mahendra langsung menghubungi Selena dan mereka menandatangani kontrak dengan pembagian komisi 3 persen dari transaksi yang ditangani oleh Leonarto Group.Setelah kerja sama itu disepakati, Mahendra berkata kepada Zola, “Aku yang akan bertanggung jawab atas proyek ini. Jangan khawatir, aku pasti nggak akan mengganggu kamu. Tapi setelah desain selesai, kamu harus melihatnya. Kalau nggak, aku nggak akan tenang.”Zola tersenyum dan berkata, “Baik.”“Aku akan membayar b
Zola berkata, “Sekarang aku lagi kerja, meski perusahaanku nggak sebesar Morrison Group, aku juga ada tanggung jawab, kalau kamu buru-buru, kamu bisa pulang dulu.”Boris tertawa kecil dan menatap Zola dengan mata mendalam dan berkata, "Kamu sendiri yang bilang, perusahaanmu nggak sebesar Morrison Group, jadi keluar dan ikut pulang bersamaku."Dia mengucapkan kalimat itu dengan ancaman yang terang-terangan. Mahendra juga bisa mendengar ancaman tersebut. Di waktu yang sama, dia berkata membela,“Pak Boris, meski perusahaan kami nggak sebesar Morrison Group, Kamu tetap harus menghormati pekerjaan setiap orang, bukan? Zola dan aku masih membahas proyek. Kalau kamu memintanya untuk pergi sekarang, bukankah itu membuatnya terlihat nggak bertanggung jawab?"“Lalu kenapa?” Boris tampak menantang. Matanya terlihat tajam dan ekspresinya terlihat dingin sambil berkata, “Kamu merasa tanpa Zola, kamu masih bisa duduk di sini sekarang dan bicara denganku?”Maksud ucapannya adalah, jika tidak ada Zol
Boris mengerutkan keningnya dan ekspresinya terlihat berat. Setelah itu, dia berkata, "Aku ke sana bukan karena dia terluka. Aku pergi karena ada hal yang perlu kutanyakan sama dia. Waktu dia jatuh dari kuda, itu aku baru saja tiba. Berita utama itu juga bukan kemauanku.”Apakah ini termasuk penjelasan?“Boris, kamu nggak perlu menjelaskannya padaku.”“Kalau aku nggak menjelaskan, kamu bisa percaya?”“Percaya atau nggak, itu sudah nggak penting lagi bagiku. Bagaimanapun, kamu lebih tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kamu terus-menerus menekankanku menjaga jarak dengan Mahendra, tapi kamu sendiri? Kamu juga sudah menikah, kenapa nggak bisa jaga jarak dengan Tyara?”“Tentu saja, kamu bisa mengatakan bahwa kalian ada urusan, tapi itu hanya alasan. Kalau kamu benar-benar nggak ingin dia merasa tersakiti, bukankah lebih baik memberinya status yang jelas?"“Zola, aku nggak punya alasan untuk membohongimu. Apakah semua yang kukatakan padamu sebelumnya sama sekali nggak masuk dalam benakmu?” Zo
Ketika film sedang diputar pada bagian yang paling seru, tiba-tiba ponsel Zola berdering dan mengganggu keduanya yang sedang menonton. Perempuan itu melihat layarnya, dan ternyata telepon dari sepupunya yang bekerja di rumah sakit.Dia segera menjawab telepon, sementara Boris mengambil remot dan mengecilkan volume. Sepupunya berkata, “Besok ada pemeriksaan kehamilan, jangan sampai lupa, ya. Aku tahu kamu sedang sibuk, jadi aku sengaja mengingatkannya untukmu.”“Iya, aku tahu, terima kasih.”“Jangan sungkan. Pemeriksaan besok mungkin sedikit melelahkan. Kalau dia ada waktu, kalian datang bersama saja.”“Iya.”Sepupunya juga mengingatkan Zola untuk tidak sarapan sebelum pemeriksaan, dan sebaiknya membawa makanan ringan atau susu untuk persiapan setelahnya. Zola mengiyakan semuanya, lalu menutup telepon.Karena duduk agak jauh dari Boris, lelaki itu tidak mendengar percakapannya. Ketika melihat Zola meletakkan ponsel, barulah dia bertanya, "Ada apa?"“Nggak ada apa-apa,” jawab Zola setela
Namun, Boris tidak berpikir seperti itu. Dia menyipitkan matanya dan nada bicaranya terdengar dingin serta marah, "Kalau menanyakan mendadak dan ada hal yang nggak bisa ditunda, itu artinya bisa mengikuti keinginanmu, ‘kan?""Kalau kamu harus berpikir seperti itu, aku nggak bisa berbuat apa-apa."Ucapannya itu membuat suasana di sekitar mereka menjadi kaku. Keduanya saling berpandangan sejenak. Kemudian Zola berkata, “Kalau kamu bersedia menemaniku pergi, sekarang bangkit dan bersih-bersih.”Setelah selesai pemeriksaan, dia harus ke lokasi konstruksi. Dia menatap Boris yang tidak bergerak sama sekali. Zola diam beberapa detik kemudian mulai mengganti pakaiannya di ruang ganti.Setelah dia keluar, Boris juga sudah siap. Karena Zola tidak terbiasa sarapan, lelaki itu juga tidak berniat makan. Dia berkata pada Bibi yang sudah menyiapkan sarapan, “Sarapan hari ini nggak perlu disiapkan.”Zola menatap lelaki itu dan berkata, “Aku nggak makan, tapi kamu bisa makan.”“Nggak perlu,” jawab Bori
Zola masih terhanyut dalam rasa tidak nyaman dan belum sepenuhnya sadar. Ketika mendengar kata-kata Boris, dia merasa sedikit bingung. Namun, ketika dia merasakan kehangatan tubuh pria itu serta aroma khas yang hanya milik Boris, barulah dia perlahan menyadari apa yang dimaksud lelaki itu. Zola diam dan membiarkan dirinya dipeluk.Hasil pemeriksaan dari dokter sudah keluar, dan semuanya baik-baik saja. Bayi mereka dalam kondisi sehat, tidak ada masalah dan kekhawatiran sebelumnya bisa perlahan-lahan dilupakan.Saat Boris keluar untuk menerima telepon, dokter tersenyum kepada Zola dan berkata, “Pak Boris sangat menyayangimu, terlihat sekali dia akan menjadi Ayah yang baik dan suami yang sangat mencintaimu kelak.”Dokter ini adalah guru dari sepupunya, jadi percakapan mereka tidak terlalu formal. Kata-kata itu membuat wajah Zola memerah merasa malu. Zola memang merasakan kasih sayang dari Boris, tetapi rasanya terlalu tidak nyata.Ketika keluar dari ruang dokter, Boris juga baru saja sel
Zola menunduk malu karena dipuji seperti itu. Rosita melirik Boris yang ada di samping dan bertanya, “Boris, menurutmu Zola cantik, nggak?”Zola terdiam dan langsung melirik lelaki itu. Mata tajam lelaki itu juga sedang menatapnya. Mereka berdua saling bertatapan dan membuat Zola terintimidasi. Perempuan itu mengalihkan tatapannya ke arah lain. Sedangkan lelaki di sampingnya berkata, “Iya, cantik.”“Zola, sudah dengar, ‘kan? Boris saja sudah merasa cantik. Mama nggak membohongimu, ‘kan?”Wajah Zola memerah seketika dan menatap Boris dalam diam. Sedari tadi, Boris selayaknya manusia robot yang jalan di belakang mereka sambil membawa kantong belanjaan. Mereka berkeliling sepanjang siang dan bahkan makan di luar.Zola bisa melihat betapa tidak berdayanya Boris. Oleh karena itu, setelah makan Zola langsung berkata, “Mama, aku merasa sedikit capek, mau pulang istirahat saja.”“Capek? Semua karena Mama terlalu senang makanya bawa kamu keliling terus. Ada yang nggak enak?”“Nggak apa-apa, han
Namun, karya desain bagus saja tidak cukup. Harus memiliki nuansa desain dan gaya yang unik juga agar dapat meninggalkan kesan yang mendalam sekali dilihat orang. Zola membantu revisi dan memberi mereka arah inspirasi baru. Draf desain saat ini sepenuhnya dipoles berulang kali, buat lagi, dipoles lagi.Zola sibuk sampai jam pulang kerja. Dia memeriksa ponselnya, berencana makan di luar bersama Jeni sebelum pulang. Sejak pindah kembali ke apartemen, si bibi belum pernah datang untuk menyiapkan makanan. Zola tidak ingin bertanya dulu. Sedangkan dia sendiri malas mau masak. Jadi dia memilih makan di luar.Namun, baru saja Zola dan Jeni masuk ke mobil dan hendak berangkat ke restoran, ponsel Zola tiba-tiba berdering. Telepon dari Boris.Zola memegang erat ponselnya dan tertegun sejenak, tidak langsung mengangkat telepon, lalu Jeni berkata, “Angkat saja.”Jeni langsung menepikan mobilnya dan menunggu Zola mengangkat telepon. Zola menekan tombol jawab, lalu suara Boris datang dari ujung tele
“Memang medan perang, kan? Bahkan medan perang di dalam sana jauh lebih sulit untuk dihadapi daripada yang di luar,” goda Jeni.Zola tersenyum, lalu dia keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah. Akhir-akhir ini Jerico sedang memulihkan diri di rumah. Setelah mengetuk pintu, Zola membuka pintu dan masuk. Begitu melihat Zola, Jerico langsung bertanya, “Kenapa kamu datang ke sini?”Sikap dingin Jerico membuat Zola diam sejenak, tapi dia sudah terbiasa. Jadi, Zola merasa tidak apa-apa. Dia menatap ayahnya dan berkata, “Ada yang ingin aku tanyakan pada Papa.”Jerico melihatnya sekilas. “Mau tanya apa?”Zola mengerutkan bibirnya. Pada akhirnya, dia segera bertanya, “Aku ingin tanya soal Budi. Budi sudah jadi sekretaris Papa bertahun-tahun. Kenapa dia tiba-tiba berkhianat? Selama ini Papa selalu baik padanya. Apakah dia ada kesulitan atau rahasia yang nggak bisa dikatakan?”Begitu Zola selesai bicara, raut wajah Jerico langsung berubah. Dia memelototi Zola dengan tidak senang.“Zol
Usai berkata, Boris berjalan keluar sambil berkata, “Aku panggil dokter dulu untuk periksa kamu. Nanti sudah boleh keluar dari rumah sakit.”Mata Zola mengikuti sosok Boris. Kata-kata Boris terulang-ulang terus di dalam otaknya. Dibandingkan Sandra yang cerdas, Zola lebih cocok menjadi istri Boris? Maksud Boris, Zola kurang cerdas?Zola yang sedang hamil sama sekali tidak menyadari kalau dirinya sedang melalui proses otak tidak bisa berpikir dengan cepat selama kehamilan. Setelah berpikir lama, dia masih tidak mengerti maksud Boris. Apakah Boris sedang memujinya? Namun, sepertinya itu tidak sepenuhnya memuji.Setelah melalui pemeriksaan, dokter memastikan Zola tidak apa-apa. Semuanya stabil. Dia pun dipulangkan. Boris yang mengantarnya kembali ke apartemen. Sepanjang perjalanan pulang, Zola dan Boris tidak bicara. Karena Boris menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengangkat telepon.Boris tampak sangat sibuk, tapi Boris tetap menemani Zola. Zola memperhatikan wajah Boris dari sam
Zola juga tercengang. Sandra ingin memberi Boris saham? Dia semakin fokus memperhatikan Boris, tidak ingin melewatkan ekspresi apa pun di wajah pria itu. Apakah Boris akan terharu?“Kamu jangan salah paham. Aku nggak ingin lakukan apa pun. Ini bentuk ketulusanku. Kamu tahu, kelak aku akan ambil alih Gordi Group. Tapi aku tahu seberapa besar persaingan dalam dunia bisnis. Aku butuh penopang. Aku tahu kamu nggak ada perasaan apa pun padaku, juga nggak mungkin menikah denganku. Tapi aku butuh kerja sama jangka panjang dengan Morrison Group.”“Ini bukan masalah kecil. Aku belum bisa kasih jawaban.”“Kalau begitu, kamu pertimbangkan dulu.”Boris menutup telepon. Wajahnya tampak dingin. Zola tidak mendengar semua percakapan antara Boris dan Sandra, tapi Zola mendengar jelas setiap kata yang Boris ucapkan. Setelah panggilan telepon berakhir, Boris meletakkan ponselnya. Dia spontan melihat ke arah Zola. Tidak disangka, Zola sedang memperhatikannya. Saat mata keduanya bertemu, Zola sama sekali
Zola menyadari kalau dirinya semakin tidak memahami Mahendra, bahkan boleh dibilang dia merasa seperti tidak pernah memahami pria itu sebelumnya. Apa tujuan Mahendra melakukan hal ini?Zola tidak bisa menemukan jawaban yang masuk akal. Jadi dia tidak menanggapi pertanyaan Boris. Suasana pun menjadi sunyi senyap. Sesaat kemudian, ponsel Boris berdering. Sandra yang meneleponnya.“Kamu nggak di kantor?”“Ada urusan?”“Iya, ada sedikit urusan. Soal proyek kerja sama. Aku baru saja dapat kabar, ada perusahaan real estate asing yang berencana datang ke Kota Binru untuk berinvestasi. Kalau kita bisa dapatkan kerja sama ini, itu akan sangat membantu untuk go public nanti. Jadi kamu mau pertimbangkan, nggak?”Meskipun Morrison Group merupakan sebuah perusahaan besar, sampai saat ini Morrison Group belum mendaftarkan diri ke bursa efek. Baik Boris maupun keluarganya tidak peduli dengan hal itu. Jika Morrison Group mau go public, pasti sudah go public sejak kepemimpinan Hartono. Namun nyatanya t
Setiap kali memikirkan hal itu, Boris pasti berpikir kalau Zola ingin berpisah dengannya demi Mahendra. Akan tetapi, pesan Guntur terngiang kembali di benaknya. Sekarang Zola tidak boleh emosi, harus tetap dalam suasana hati yang baik. Sehingga kata-kata yang sudah sampai di ujung bibirnya akhirnya ditelan kembali.Zola menatap Boris, mengira pria itu ingin mengatakan sesuatu lagi. Jadi dia menatap Boris dalam diam. Kata-kata Boris barusan membuat Zola merasa hatinya seperti dicengkeram dengan erat hingga membuatnya sulit bernapas.Namun, beberapa saat berlalu. Boris tak kunjung bicara. Zola menatapnya dengan bingung dan berkata, “Mau ngomong apa ngomong saja.”Sikap Boris melembut, tidak sekeras tadi. Dia menatap Zola sambil berpikir keras. Kemudian, dia menanyakan keraguan yang selalu Boris sembunyikan di dalam hatinya.“Aku hanya mau tanya satu hal. Katakan padaku, apakah kamu pernah pacaran dengan Mahendra?”Zola mengerutkan kening, tampak semakin bingung. “Boris, sebenarnya apa ya
“Oke, aku mengerti.” Boris menjawab dengan serius, seperti seorang murid yang penurut.Guntur jarang melihat reaksi seperti itu dari Boris. Dia spontan tertawa dan berkata, “Baguslah kalau kamu bisa bekerja sama seperti ini. Kakek dan orang tuamu belum tahu. Perlu beritahu mereka?”Boris menatap Guntur dan bertanya balik, “Menurutmu?”Guntur terus tertawa. “Oke, oke, aku mengerti. Kalau begitu aku kerja dulu. Kamu temani Zola. Kalau dia bangun, dia boleh sarapan.”Boris menganggukkan kepala. Guntur pun pergi. Beberapa menit kemudian, Zola membuka matanya dan mendapati dirinya sedang berada di rumah sakit. Dia spontan mengangkat tangannya dan memegang perutnya. Setelah merasakan perutnya yang buncit, dia baru merasa lega.Zola ingat Jeni mengantarnya ke rumah sakit dan dia diperiksa oleh dokter. Namun saat itu, dia benar-benar sudah terlalu lelah. Dokter juga memberinya obat yang boleh diminum ibu hamil. Jadi dia tidur sampai sekarang baru bangun.Zola bangun dan duduk. Begitu duduk, di
Boris punya kebiasaan marah ketika dibangunkan dari tidurnya, apalagi kalau dibangunkan secara tiba-tiba. Akan tetapi, sebelum dia bisa melampiaskan kekesalannya, suara yang masuk telinganya langsung membuat matanya terbelalak lebar.“Zola lagi di UGD rumah sakit?” tanya Boris dengan suara serak.“Kamu nggak tahu?”“Kenapa dia ke rumah sakit jam segini?”Boris mengangkat selimutnya dan turun dari tempat tidur. Sambil mengganti pakaian, dia bertanya kepada Guntur dengan wajah serius. Guntur bilang kalau muridnya yang melihat Zola. Zola baring di ranjang pemeriksaan, sepertinya baru selesai diperiksa. Dia masih belum tahu bagaimana situasi jelasnya.Boris tidak banyak bicara. Setelah menjawab singkat, dia langsung menutup telepon. Wajah tampannya tampak tegang. Rahangnya mengeras sampai seolah-olah bisa hancur kapan saja. Dia bahkan tidak sempat memakai sepatu lagi. Dia langsung mengambil kunci dan keluar.Boris mengebut sepanjang jalan. Dia mencoba menghubungi ponsel Zola, tapi Zola tid
Manusia sangat mudah membiasakan diri. Begitu sudah terbiasa, manusia bisa saja melupakan semua hal negatif yang pernah dialaminya sebelumnya.“Apakah aku sudah kehilangan diriku sendiri?” tanya Zola kepada Jeni.Jeni memikirkannya dengan serius. “Sayang, kalau kamu sudah mempertanyakan apakah kamu sudah kehilangan dirimu sendiri, menurutku kamu benar-benar perlu merenungkan diri dulu.”Karena kata-kata Jeni barusan, Zola pun jadi berpikir keras. Benar, dia bahkan sudah mempertanyakan dirinya sendiri. Apa yang akan dipikirkan orang lain?Zola bangun dan duduk di sofa, lalu berkata dengan yakin, “Aku percaya aku masih diriku yang dulu. Aku nggak akan kehilangan diri sendiri demi siapa pun.”“Ini baru betul.”Keduanya saling menatap dan tersenyum. Di malam hari, Zola rela mengeluarkan uang mentraktir Jeni makan mie, sebagai penghargaan kepada Jeni karena telah memberinya pencerahan dan semangat. Saat itu, Jeni merasa sangat kesal. Ingin rasanya memarahi Zola.Zola justru berkata, “Maklum