Zola berkata, “Sekarang aku lagi kerja, meski perusahaanku nggak sebesar Morrison Group, aku juga ada tanggung jawab, kalau kamu buru-buru, kamu bisa pulang dulu.”Boris tertawa kecil dan menatap Zola dengan mata mendalam dan berkata, "Kamu sendiri yang bilang, perusahaanmu nggak sebesar Morrison Group, jadi keluar dan ikut pulang bersamaku."Dia mengucapkan kalimat itu dengan ancaman yang terang-terangan. Mahendra juga bisa mendengar ancaman tersebut. Di waktu yang sama, dia berkata membela,“Pak Boris, meski perusahaan kami nggak sebesar Morrison Group, Kamu tetap harus menghormati pekerjaan setiap orang, bukan? Zola dan aku masih membahas proyek. Kalau kamu memintanya untuk pergi sekarang, bukankah itu membuatnya terlihat nggak bertanggung jawab?"“Lalu kenapa?” Boris tampak menantang. Matanya terlihat tajam dan ekspresinya terlihat dingin sambil berkata, “Kamu merasa tanpa Zola, kamu masih bisa duduk di sini sekarang dan bicara denganku?”Maksud ucapannya adalah, jika tidak ada Zol
Boris mengerutkan keningnya dan ekspresinya terlihat berat. Setelah itu, dia berkata, "Aku ke sana bukan karena dia terluka. Aku pergi karena ada hal yang perlu kutanyakan sama dia. Waktu dia jatuh dari kuda, itu aku baru saja tiba. Berita utama itu juga bukan kemauanku.”Apakah ini termasuk penjelasan?“Boris, kamu nggak perlu menjelaskannya padaku.”“Kalau aku nggak menjelaskan, kamu bisa percaya?”“Percaya atau nggak, itu sudah nggak penting lagi bagiku. Bagaimanapun, kamu lebih tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kamu terus-menerus menekankanku menjaga jarak dengan Mahendra, tapi kamu sendiri? Kamu juga sudah menikah, kenapa nggak bisa jaga jarak dengan Tyara?”“Tentu saja, kamu bisa mengatakan bahwa kalian ada urusan, tapi itu hanya alasan. Kalau kamu benar-benar nggak ingin dia merasa tersakiti, bukankah lebih baik memberinya status yang jelas?"“Zola, aku nggak punya alasan untuk membohongimu. Apakah semua yang kukatakan padamu sebelumnya sama sekali nggak masuk dalam benakmu?” Zo
Ketika film sedang diputar pada bagian yang paling seru, tiba-tiba ponsel Zola berdering dan mengganggu keduanya yang sedang menonton. Perempuan itu melihat layarnya, dan ternyata telepon dari sepupunya yang bekerja di rumah sakit.Dia segera menjawab telepon, sementara Boris mengambil remot dan mengecilkan volume. Sepupunya berkata, “Besok ada pemeriksaan kehamilan, jangan sampai lupa, ya. Aku tahu kamu sedang sibuk, jadi aku sengaja mengingatkannya untukmu.”“Iya, aku tahu, terima kasih.”“Jangan sungkan. Pemeriksaan besok mungkin sedikit melelahkan. Kalau dia ada waktu, kalian datang bersama saja.”“Iya.”Sepupunya juga mengingatkan Zola untuk tidak sarapan sebelum pemeriksaan, dan sebaiknya membawa makanan ringan atau susu untuk persiapan setelahnya. Zola mengiyakan semuanya, lalu menutup telepon.Karena duduk agak jauh dari Boris, lelaki itu tidak mendengar percakapannya. Ketika melihat Zola meletakkan ponsel, barulah dia bertanya, "Ada apa?"“Nggak ada apa-apa,” jawab Zola setela
Namun, Boris tidak berpikir seperti itu. Dia menyipitkan matanya dan nada bicaranya terdengar dingin serta marah, "Kalau menanyakan mendadak dan ada hal yang nggak bisa ditunda, itu artinya bisa mengikuti keinginanmu, ‘kan?""Kalau kamu harus berpikir seperti itu, aku nggak bisa berbuat apa-apa."Ucapannya itu membuat suasana di sekitar mereka menjadi kaku. Keduanya saling berpandangan sejenak. Kemudian Zola berkata, “Kalau kamu bersedia menemaniku pergi, sekarang bangkit dan bersih-bersih.”Setelah selesai pemeriksaan, dia harus ke lokasi konstruksi. Dia menatap Boris yang tidak bergerak sama sekali. Zola diam beberapa detik kemudian mulai mengganti pakaiannya di ruang ganti.Setelah dia keluar, Boris juga sudah siap. Karena Zola tidak terbiasa sarapan, lelaki itu juga tidak berniat makan. Dia berkata pada Bibi yang sudah menyiapkan sarapan, “Sarapan hari ini nggak perlu disiapkan.”Zola menatap lelaki itu dan berkata, “Aku nggak makan, tapi kamu bisa makan.”“Nggak perlu,” jawab Bori
Zola masih terhanyut dalam rasa tidak nyaman dan belum sepenuhnya sadar. Ketika mendengar kata-kata Boris, dia merasa sedikit bingung. Namun, ketika dia merasakan kehangatan tubuh pria itu serta aroma khas yang hanya milik Boris, barulah dia perlahan menyadari apa yang dimaksud lelaki itu. Zola diam dan membiarkan dirinya dipeluk.Hasil pemeriksaan dari dokter sudah keluar, dan semuanya baik-baik saja. Bayi mereka dalam kondisi sehat, tidak ada masalah dan kekhawatiran sebelumnya bisa perlahan-lahan dilupakan.Saat Boris keluar untuk menerima telepon, dokter tersenyum kepada Zola dan berkata, “Pak Boris sangat menyayangimu, terlihat sekali dia akan menjadi Ayah yang baik dan suami yang sangat mencintaimu kelak.”Dokter ini adalah guru dari sepupunya, jadi percakapan mereka tidak terlalu formal. Kata-kata itu membuat wajah Zola memerah merasa malu. Zola memang merasakan kasih sayang dari Boris, tetapi rasanya terlalu tidak nyata.Ketika keluar dari ruang dokter, Boris juga baru saja sel
Zola menunduk malu karena dipuji seperti itu. Rosita melirik Boris yang ada di samping dan bertanya, “Boris, menurutmu Zola cantik, nggak?”Zola terdiam dan langsung melirik lelaki itu. Mata tajam lelaki itu juga sedang menatapnya. Mereka berdua saling bertatapan dan membuat Zola terintimidasi. Perempuan itu mengalihkan tatapannya ke arah lain. Sedangkan lelaki di sampingnya berkata, “Iya, cantik.”“Zola, sudah dengar, ‘kan? Boris saja sudah merasa cantik. Mama nggak membohongimu, ‘kan?”Wajah Zola memerah seketika dan menatap Boris dalam diam. Sedari tadi, Boris selayaknya manusia robot yang jalan di belakang mereka sambil membawa kantong belanjaan. Mereka berkeliling sepanjang siang dan bahkan makan di luar.Zola bisa melihat betapa tidak berdayanya Boris. Oleh karena itu, setelah makan Zola langsung berkata, “Mama, aku merasa sedikit capek, mau pulang istirahat saja.”“Capek? Semua karena Mama terlalu senang makanya bawa kamu keliling terus. Ada yang nggak enak?”“Nggak apa-apa, han
“Pak Boris, saya rasa agak aneh. Kota Binru begitu besar, seharusnya nggak mudah untuk mencari orang. Tapi kali ini sepertinya lancar-lancar saja. Kita bisa temukan target yang jelas dengan begitu cepat.”Boris duduk di dalam mobil dengan wajah tanpa ekspresi. Dia mengemudikan mobil dengan satu tangan dan memegang ponselnya dengan tangan lainnya. Sorot matanya menjadi dingin. “Temukan orang itu dulu dan bawa dia ke depanku. Sedangkan yang lain, semua akan jadi jelas setelah orang itu ditemukan.”“Baik, saya mengerti,” jawab Jesse sambil mengangguk.Saat Jesse hendak bertanya kepada Boris apakah ada perintah lain, tiba-tiba Jesse mendengar Boris bertanya dengan emosi yang tidak jelas, “Kamu coba tanya pada psikiater yang tangani Tyara apakah belakangan ini dia benar-benar pergi ke sana tepat waktu.”Seharusnya kemarin Boris sudah ingin menyuruh Jesse pergi bertanya. Namun, tertunda karena dia sedang mencari Zola. Lantas, mengapa Boris ingin bertanya pada psikiater itu? Tentu saja untuk
Namun, baik makanan yang rasanya lebih kuat maupun yang lebih ringan ada di atas meja makan mereka.Begitu melihat meja yang penuh dengan makanan lezat, Jeni langsung tersenyum lebar. “Pak Boris, aku nggak terbiasa dengan kamu yang antusias begini. Kamu mau suap aku?”“Pernah kepikiran. Hanya saja nggak tahu kamu bakal setuju atau nggak.”Boris makan dengan elegan. Dia meletakkan sendoknya, lalu mengambil cangkir teh dan menyesap tehnya. Setelah itu, dia menatap Jeni dengan tatapan hangat.Jeni jelas sedikit terkejut dengan sikap Boris. Dia spontan melihat ke arah Zola yang duduk di sebelahnya. “La, kamu nggak tanya kepikiran apa?”“Dia lagi ngomong sama kamu, bukan ngomong sama aku.” Zola tertawa pelan.Jeni mengerutkan kening dan menatap Boris, berusaha mencari jawaban di wajah pria yang ekspresinya tak terbaca itu. “Kepikiran apa? Aku jelaskan dulu, ya. Aku nggak akan lakukan apa pun yang melanggar hukum.”Boris tertawa sebentar lalu kembali ke topik. “Morrison Group ada proyek baru