Ekspresi Boris terlihat menggelap dan dengan datar berkata, “Kamu mabuk.”“Aku nggak mabuk, kamu sudah nggak cinta aku? Kenapa kamu tega mengabaikanku?”Tyara mulai menangis terisak. Dia mendongak dan menatap rahang lelaki itu dan berjinjit untuk mengecupnya.“Tyara, masuk mobil. Aku antar kamu pulang.”Boris langsung menepisnya ketika perempuan itu mendekat. Setelah itu, dia berbalik dan membuka pintu mobil. Dengan ekspresi datar, dia menatap Tyara dan memberikan isyarat untuk masuk.Tyara yang melihat aura dingin lelaki itu merasa hatinya mencelos. Dia tidak berani bertaruh karena masih ada Pak Joni dan yang lainnya. Oleh karena itu, dia memilih untuk masuk ke mobil dengan patuh.Tidak ada yang memperhatikan bahwa ada sebuah mobil hitam yang berhenti di tepi jalan dan orang di dalamnya tengah mengambil foto interaksi mereka berdua. Manajer melihat Tyara sudah masuk mobil dan bergegas berkata pada Pak Joni,“Pak Joni, Pak Boris datang menjemput Tyara. Kami pergi dulu.”Ekspresi Pak Jo
Tyara tersentak dan bergegas mengangguk sambil berkata, “Aku tahu. Boris, aku nggak akan buat kamu marah lagi.”Akhirnya ekspresi Boris terdapat kelembutan. Dia berkata, “Sudah, cepat istirahat. Aku juga harus pergi.”Kali ini Tyara tidak menolaknya lagi. Emosi Boris yang tidak menentu membuatnya sulit menebak. Dia tidak ingin membuat hubungan mereka menjadi semakin buruk. Setibanya di apartemen, dia langsung menghubungi manajernya dan langsung bertanya,“Pak Boris menginap untuk menemanimu?”“Besok pagi langsung unggah berita dari apa yang didapat malam ini,” ujar Tyara tanpa menjawab pertanyaannya.Dia ingin memanfaatkan berita ini untuk membuat orang-orang salah mengira hubungannya dengan Boris. Bahkan jika diklarifikasikan, orang-orang akan tetap berprasangka. Dia ingin mempermalukan Zola dan menunjukkan siapa yang sebenarnya orang yang ada di hati Boris.Keesokan paginya, berita tentang hubungan asmara Boris dan Tyara sudah menyebar dan menjadi berita utama. Ponsel lelaki itu suda
Hatinya sudah mati rasa. Bukan pertama kalinya dia tahu jika lelaki yang dia cintai justru mencintai orang lain. Namun, entah kenapa hatinya yang sudah mati rasa masih bisa terasa sakit.Melihat perempuan itu yang diam dan tidak memberikan respons membuat Mahendra merasa iba dan bertanya, “Zola, kenapa kamu harus menyakiti dirimu sendiri? Apa maksud Boris melakukan hal seperti ini?”Zola mendongak menatap Mahendra dan memberikan ponsel pada lelaki itu sambil berkata, “Kerja dulu. Aku sudah istirahat berhari-hari dan banyak proses yang terhambat. Aku dan Caca nanti akan ke lokasi. Kamu jaga kantor saja.”Perempuan itu langsung mengalihkan topik. Tidak hanya tidak menjawab pertanyaan Mahendra, dia juga tidak berniat untuk membahasnya lagi. Kening Mahendra berkerut dan dengan wajah kaku berkata, “Zola, kamu dengar aku bicara, nggak?”“Mahendra, aku tahu kau khawatir denganku. Tapi sekarang kita ada di kantor. Jangan bahas yang lain, ya?” Perempuan itu menyunggingkan senyuman seakan tengah
Boris tertawa dingin dan berkata, “Kamu menemukan banyak sekali alasan hanya untuk memberitahuku kalau kamu sudah nggak peduli? Apakah kamu juga nggak peduli kalau aku terjadi hubungan dengan Tyara?”Boris terlihat sangat marah. Tanpa menunggu Zola membalas, dia berkata lagi dengan dingin, “Zola, kamu benar-benar luar biasa, aku hanya melakukan hal yang sia-sia.”Setelah mengatakan itu, dia mematikan sambungan telepon. Zola menatap ponselnya dengan raut tidak berdaya. Dia tidak mengerti apa maksud lelaki itu yang meneleponnya hanya untuk mengatakan semua itu.Dia sudah melakukan apa yang diminta lelaki itu, kenapa Boris masih tidak senang? Apakah karena tidak cinta sehingga apa pun yang dia lakukan pasti membuatnya tidak senang? Dia menghela napas tanpa suara. perasaannya diliputi kecemasan dan rasa bingung.Namun, Zola tidak berniat memikirkannya lagi. Caca berlari kecil menghampirinya dan berkata, “Bu Zola, Pak Wanto ada urusan dan memintamu ke sana.”Dia mengikuti Caca untuk mencari
Wajah Tyara tampak pucat pasi. Dia menatap Boris dengan tegang dan bertanya, “Boris, kamu mengusirku? Aku juga nggak menyangka kalau kemarin bisa menjadi seperti itu. kalau aku tahu, aku juga nggak akan memintamu pergi.”Boris terdiam dengan ekspresi dingin.Melihat lelaki itu yang seperti ini membuat Tyara kehilangan harapan. Namun ada beberapa hal yang tidak bisa dikatakan lagi. Dia hanya bisa mengikuti instruksi lelaki itu dengan mengambil kotak makannya dan berkata,“Boris, jangan marah sama aku, ya? Aku benar-benar nggak sengaja. Kalau kamu nggak senang karena aku menjadi berita topik utama, aku akan langsung menyatakan klarifikasi kalau kita hanya berteman. Sedangkan para wartawan itu akan aku kirimkan surat pengacara. Kalau aku melakukan itu, kamu bisa merasa sedikit senang?”Boris menatap mata perempuan itu dengan lekat dan ekspresi datar. Dia tidak berbicara, tetapi tatapan tidak senangnya terlihat sangat jelas. Bahkan orang lain yang tidak memperhatikannya juga akan tahu.Tya
“Nggak boleh. Tadi aku membahas kekurangan desain interior dengan Pak Wanto dan harus segera direvisi untuk ditunjukkan padanya besok.”“Nggak buru-buru. Namanya pekerjaan nggak akan ada habisnya. Kamu baring di sofa dan istirahatlah. Nanti aku panggil kamu bangun, oke?”Begitu Mahendra selesai berbicara, dia langsung menarik laptop perempuan itu dan memintanya untuk berbaring di sofa dan istirahat. Zola juga tidak menolak karena ini bukan untuk dirinya sendiri. Masih ada anak di dalam perutnya yang harus dia jaga.Dia tertidur cukup lama dan Mahendra juga tidak membangunkannya hingga sebelum jam pulang kantor. Lelaki itu membuka pintu ruangan dengan perlahan. Sinar matahari terbenam menembus jendela ruangan dan menerpa wanita yang tertidur lelap di sofa.Mahendra berdiri dan menatap perempuan itu tanpa berkedip. Tatapannya semakin dalam dan jakunnya bergerak naik turun. Di depannya adalah wanita yang dia cintai selama bertahun-tahun. Dimulai dari ingin berpacaran dengannya hingga seka
Kalimat tersebut kembali memancing emosi Boris. Dia melayangkan satu pukulan keras lagi ke sudut bibir lelaki itu. Pukulan tersebut membuat sudut bibir Mahendra robek dan noda darah mengenai kepalan tangannya.Keributan keduanya menarik perhatian dari orang-orang sekitar. Banyak yang ketakutan dan tidak berani bersuara. Meski tidak tahu apa yang terjadi, mereka semua kenal dengan Boris. Caca yang melihat hal itu langsung berlari ke ruang kerja Zola.“Bu Zola, gawat. Di luar ada yang berantem.”“Siapa yang berantem?” tanya Zola yang baru saja terbangun dan masih terlihat bingung.“Pak Boris dan Pak Mahendra.”Zola keluar dari ruang kerja dan langsung menemukan Mahendra terduduk di lantai. Boris tengah mencengkeram kerah baju lelaki itu dan menatapnya dengan dingin. Melihat itu, Zola langsung berlari dan berkata,“Boris, apa yang kamu lakukan?”Dia mendorong Boris dan langsung membantu Mahendra berdiri sambil bertanya, “Mahendra, kamu nggak apa-apa?”“Nggak apa-apa, jangan khawatir,” jaw
Zola terdiam karena tidak berani membayangkan ucapan lelaki itu. Perasaannya pada Mahendra tidak pernah berubah. Mereka hanya teman terbaik karena lelaki itu sudah mendukungnya dan menemaninya.Namun, dia tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Mahendra ketika dirinya tidur. Dia juga tidak berani memikirkan apakah sebelumnya pernah ada kejadian serupa.Zola diam hingga masuk dalam mobil dan masih tetap tidak bersuara. Suasana di dalam mobil menjadi sangat hening hingga keduanya dapat mendengarkan deru napas masing-masing.Saat tiba di Bansan Mansion, Boris tidak buru-buru turun dari mobil. Zola juga tidak bergerak sehingga keduanya duduk diam saja.“Apakah kamu pernah berpikir untuk menghubungi orang yang kamu cintai itu?” tanya Boris.Zola menoleh ke arah Boris dan bertanya, “Apa maksudmu?”“Kamu nggak bisa lupa dengan orang yang ada di hatimu itu? Kalau kamu masih belum bisa melupakannya dan mau menemukan dia, mungkin aku bisa membantumu.”Ucapan Mahendra terus bergema di teling