Langkah Reno terhenti, gemerlap dan meriahnya pesta tak ia hiraukan. Waktu terasa berhenti berputar saat matanya bertemu tatap dengan wanita yang telah lama dia rindukan. Apakah yang dilihatnya adalah kenyataan? Bukan halusinasi belaka? Wanita itu benar-benar ada di sini? Luna-nya telah kembali… “Luna…”Reno berkedip, menyadarkan dirinya sendiri dan ketika dia menatap kembali ke sudut tadi, Luna sudah menghilang dari pandangan. Segera mata Reno mengedar ke sekitar dan menemukan punggung yang sudah ia kenali sejak lama itu berjalan cepat menuju pintu belakang. Tak ingin kehilangan, Reno bergegas mengejar, berlari melewati beberapa orang yang tampak kesal karena tak sengaja tersenggol olehnya. Dia memilih memotong jalan sebelum benar-benar kehilangan untuk yang kedua kalinya. Beruntung, dia lebih dulu sampai di belakang dan berdiri menunggu Luna yang dengan tergesa-gesa berusaha menghilang darinya lagi.Reno berdiri tegap, memblokir jalan. Dan ketika Luna tak sengaja menabraknya, Re
Reno tak memperdulikan Luna yang terus memprotes dan memberontak. Sama seperti saat ia membawa Luna pergi dari pesta, Reno kembali mengangkat paksa Luna hingga masuk ke dalam unit apartemennya, lalu menjatuhkan tubuh Luna ke atas sofa. “Kau gila! Aku tidak ingin disini!!” Luna menatap Reno tajam. Dia tak percaya bahwa Reno bersikap sangat tidak tahu diri dengan membawanya ke apartemen pria itu. Sementara Reno tak menghiraukan ucapan Luna. Dia pergi ke dapur dan Luna menghela napas berat. Berada di tempat ini mengingatkan banyak kenangan di benaknya. Luna gusar, benci ternyata banyak kenangan indah bersama Reno rupanya masih bisa dia ingat dengan jelas. “Kau mau minum bir, whisky, atau–”“Tidak perlu! Aku akan pergi!” ucap Luna dengan dingin. Dia mulai bangkit, yang membuat Reno berjalan cepat ke arahnya, dan memeluk Luna dari belakang. Luna membeku di tempat. Seluruh tubuhnya merinding. Tidak, dia tidak merindukan pelukan ini. Mereka sudah berakhir dan semua tidak lagi sama. Luna
Luna terdiam ketika dia bertatapan dengan Reno lagi. Pertemuan ini tidak dalam rencananya. Dia tak pernah berpikir akan bertemu kembali dengan Reno dan menginjakkan kakinya di apartemen ini lagi. Tempat yang menyimpan banyak kenangan mereka. Dan tentunya tempat yang menjadi saksi ia menyerahkan seluruh hati dan dirinya untuk pria itu. Pembicaraan singkat diantara mereka, sedikit banyak mempengaruhi perasaan dan pikirannya. Namun, Luna berusaha keras untuk menjaga tembok tinggi yang ia bangun. Dia tak akan membiarkan Reno menghancurkannya lagi kali ini. Tidak, karena apapun yang sebenarnya terjadi di masa lalu, faktanya dia dan Reno benar-benar tidak bisa bersama lagi. “Tidak perlu. Aku bisa pulang naik taksi.” Luna menolak. Dia pun segera berjalan menuju pintu keluar, namun Reno dengan cepat menahan tangan Luna. “Luna, please… biarkan aku mengantarmu,” pinta Reno memohon. Luna menghela napas lelah. Disatu sisi dia tak ingin berlama-lama dengan Reno, tapi disisi lain dia
“Aku sudah menduga kau bertemu dengannya,” ucap Brian yang membuat langkah Luna terhenti dan menatap ke arahnya. “Kau tahu dia akan datang?”“Well… dia salah satu pengusaha terkenal di negara ini, jadi tidak menutup kemungkinan dia datang. Tapi, aku tidak tahu pasti jika dia akan datang sendiri.” “Lalu kau sudah bicara dengannya soal Louis?” tanya Brian. “Jadi kau tidak bilang padanya?” Tebak Brian karena Luna hanya diam, tak menjawab pertanyaannya. Luna hanya menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan Brian. “Aku akan menemui Louis dulu,” ucap Luna, karena ia masih mendengar tangisan Louis dari kamarnya. Sementara Brian hanya bisa menatap kepergian Luna dengan perasaan yang campur aduk. Dari ekspresi Luna, dia bisa melihat bahwa wanita itu masih memiliki perasaan untuk Reno dan ia takut Luna akan kembali bersama mantan kakak tirinya itu. Ketika Luna masuk ke dalam kamar, Louis sedang menangis sambil memeluk bantal, sementara Flora sudah terduduk di atas lantai dengan wajah
“Aku mencintaimu. Baik-baik disini. Aku janji akan segera menjemput kalian setelah urusanku di Rome selesai. Terus beri aku kabar, okay?”Luna mengangguk, kemudian matanya memejam ketika kecupan dan pelukan hangat Brian berikan padanya sebelum pria itu berbalik dan pergi. Luna hanya menatap kepergian Brian dengan senyuman tipis di bibir. Mulai sekarang sepertinya dia harus terbiasa dengan sentuhan yang diberikan pria itu. Setelah tubuh Brian hilang dari pandangan, Luna kembali masuk ke dalam rumah. Ia akan membangunkan Louis dan bersiap mengajak putra kecilnya bermain di playground, seperti yang ia janjikan semalam. Beberapa saat kemudian Luna mendengar klakson mobil di depan rumahnya. “Ayo, Sayang. Tante Flo sudah datang,” ucap Luna kemudian menggandeng tangan Louis keluar rumah. Flora menyambut mereka dengan senyum yang merekah. Dia senang setelah mendapat kabar jika Luna telah menerima Brian semalam. Sahabatnya pantas bahagia, dan Flora yakin Brian lah pria yang dapat memberi
Setelah Luna pergi, hanya dalam waktu singkat, Louis sudah aktif kesana kemari, membuat Flora kewalahan. Pria kecil itu seakan memiliki extra energi jika sudah bermain.Flora menarik napas panjang, lelah setelah mengikuti Louis berlari dan melompat di trampolin. “Oh Tuhan… aku tidak sanggup lagi…. Louis, Tante akan beristirahat sebentar disini, okay? Jangan bermain jauh-jauh, agar Tante bisa melihatmu,” ucap Flora dengan napasnya yang tersengal-sengal. Dia mendaratkan bokongnya di kursi busa yang berada tidak jauh dari arena bermain.Louis tertawa kencang melihat Flora. “Tante Flo, payah… baiklah, aku akan bermain di sana, Tante,” jawab Louis sambil menunjuk ke arena indoor outbound. Flora hanya mendengus karena ditertawai anak kecil. “Baiklah, hati-hati ya!!” ucapnya sambil menatap Louis yang sudah berlari. Membuat Flora menggeleng tak habis pikir, bagaimana Luna membesarkan anak seaktif itu seorang diri selama ini? Louis sudah melewati rintangan di arena permainan seorang diri. An
“Ayo, Sayang. Cepatlah!” ujar Jessie karena Reno yang tengah menggendong Briel berjalan sangat lamban di belakang. Wajah Jessie masih pucat dan jantungnya masih berdebar cepat dengan mata yang terus waspada melihat ke sekitar. Reno menoleh heran. “Kenapa kau terburu-buru sekali? Kening Briel hanya merah karena terbentur, bahkan tidak mengeluarkan darah. Kenapa kau panik begitu?”“Apa maksudmu? Tentu saja aku khawatir dengan Briel, keningnya pasti sakit. Kita harus segera sampai di rumah agar bisa mengobatinya.”“Apa keningmu masih sakit?” tanya Reno pada putrinya. “Tidak, Pa. Ternyata benar apa kata anak laki-laki itu, setelah memakan permen coklat darinya, keningku langsung tidak sakit,” jawab Briel dengan nada yang kembali ceria, seolah tak terjadi apapun padanya. “See? Briel tidak apa-apa, jangan terlalu memperbesar masalah.”Jessie berdecak mendengar ucapan Reno. Memang alasannya terburu-buru karena dia tak ingin Reno melihat atau bertemu dengan Luna dan anaknya. Tapi tidak mun
Kaki jenjang Luna memasuki Moonlight Restoran, salah satu restoran termahal di Kota. Di sebelahnya berdiri seorang pelukis terkenal bernama Audrey. “Kau sudah reservasi?” bisik Luna. “Tidak perlu. Kau ingat bahwa aku akan mengenalkanmu dengan kolektor seni yang ingin membeli semua karyaku, tapi aku lebih dulu mengirimnya ke galerimu? Dia yang mereservasi dan mentraktir kita malam ini.”Mulut Luna sedikit terbuka. Matanya pun membulat tak percaya. “Benarkah? Wow…” Luna sedikit gugup, berarti orang yang akan ia temui adalah seseorang yang cukup penting dan tentunya kaya raya. Luna tak menyangka akan makan malam bersama orang lain juga. Ia kira malam ini hanya akan meeting bersama Audrey. “Sebenarnya dia adalah salah satu pengusaha sukses disini, tapi dia juga penikmat seni, dan termasuk kolektor seni yang terkaya di Kota ini sekarang.”Luna hanya mengangguk. Dia bersyukur setidaknya dia memilih dress yang tepat malam ini untuk bertemu seseorang yang cukup ternama di Kota. Sederhana s