Luna bersumpah, malam ini adalah malam tersial baginya. Kepergian Audrey yang mendadak membuatnya harus terjebak berdua dengan Reno lebih lama. Dia sebenarnya ingin pulang juga, tapi itu akan membuatnya terlihat tidak profesional. Walau bagaimanapun dia harus menyelesaikan urusan pekerjaannya malam ini bersama Reno. “Bisa kita langsung ke intinya saja? Aku tidak bisa berlama-lama disini,” tukas Luna. “Kenapa? Kekasihmu menunggu di rumah?” Luna berdecak. “Bukan urusanmu, kita sedang bicara bisnis sekarang. Jadi, aku mohon tolong jangan membahas hal lain.”Reno mengangkat alisnya dan mengangguk. “Jadi, sekarang kau mau kita bertingkah seperti dua orang asing yang berbisnis alih-alih dua orang yang pernah saling mencintai? Atau lebih tepatnya masih mencintai?”Luna tertegun mendengar ucapan blak-blakan dari Reno. Membuat Luna frustasi dan kembali meneguk wine-nya hingga tandas. “Aku tidak punya waktu untuk ini. Jika kau masih belum bisa profesional, lebih baik aku pulang.” Luna berdi
Reno terbangun karena mendengar suara deringan ponsel. Ia membuka mata perlahan, lalu menatap sisi ranjang yang kosong. Dia mengernyitkan kening, apa kejadian semalam hanya mimpi indah? Namun, kepalanya yang sakit karena efek alkohol dan kamar apartemennya adalah bukti bahwa kejadian semalam adalah nyata. Shit! Dalam beberapa detik, semua memori semalam langsung masuk ke kepalanya. Reno langsung bangun dan mengambil boxernya yang tergeletak diatas lantai kemudian mencari sumber suara yang telah membangunkan tidur nyenyaknya.Reno tahu itu bukan suara ponselnya, jadi dia terus mencari dan akhirnya menemukan sebuah ponsel yang tergeletak di bawah kolong tempat tidur, mungkin tidak sengaja terjatuh semalam. Apakah ini milik Luna? Diperkuat dengan nama Flora sebagai pemanggil telepon di layar, sudah pasti ini milik Luna, lalu dimana wanita itu? Reno pun melangkah keluar kamar, mencari keberadaan wanita yang telah menghabiskan waktu semalaman dengannya. Tidak lama kemudian Reno menem
Luna turun dari taksi dan memasuki rumah dengan wajah dan suasana hati yang sepenuhnya berantakan. Setelah lima tahun dia berjuang untuk move on dan melupakan Reno, hanya dalam lima hari sejak ia kembali ke Kota ini semuanya hancur begitu saja. “Astaga, akhirnya kau pulang! Aku hampir ingin menelepon polisi!” Luna menoleh, menatap Flora yang berdiri di ruang TV dengan ponsel di tangan. Ia tahu sahabatnya itu tidak berhenti menghubunginya sejak tadi. “Mama!” teriak Louis yang sejak tadi duduk menangisi kepergian ibunya di depan TV. Luna berjalan menuju Flora dan Louis. Putra kecilnya itu langsung berlari masuk dalam pelukannya. “Mama, aku merindukanmu! Aku mencarimu sejak tadi!” isak Louis. “I know. Mama miss you too, Louis,” ucap Luna lembut sambil memeluk penuh kasih sayang. “Sebenarnya kau dari mana saja, Luna? Kau tidak tahu seberapa panik dan khawatirnya aku menunggu kabar darimu?” tanya Flora, Luna menggigit bibirnya, entah bagaimana respon sahabatnya itu jika tahu apa ya
Sebelum Luna mengakhiri panggilannya. Reno sempat mendengar suara, seperti teriakan seorang anak… Mama? Kenapa ada seorang anak yang meneriakan kata Mama di rumah Luna? Bukankah Luna tinggal sendiri dirumahnya? Lalu suara anak siapa yang ia dengar? Anaknya Luna? Tidak, ia terlalu banyak berimajinasi. Jelas-jelas Luna telah keguguran lima tahun lalu dan dia belum menikah sampai sekarang. Reno menyimpan ponselnya di dalam kantong jas, lalu menatap ke arah luar jendela mobil yang menuju ke Kantornya. Sejak Luna pergi dari apartemennya, Reno tidak bisa berhenti memikirkan Luna. Malam yang mereka lewati bersama terus terngiang di kepalanya. Dia sangat yakin Luna masih memiliki perasaan yang sama sepertinya. Mereka masih saling mencintai. Saat ini ia sudah merindukan Luna dan sangat ingin mendengar suaranya. Dia benar-benar sudah gila, sampai pada akhirnya ia menyerah dan menelpon Luna. Bersama Luna membuatnya lupa bahwa ia memiliki anak dan Istri yang menunggunya di rumah, bahkan R
Luna turun dari mobil dan kembali memasuki lobby rumah sakit dengan jantung yang berdegup sangat cepat. Ia tahu suatu saat hal seperti ini akan terjadi. Tapi ia tak pernah menyangka akan terjadi secepat ini. Reno telah bertemu dengan Louis. Langkah Luna semakin memelan saat ia melihat Louis berada dalam gendongan Reno. Oh Tuhan, pemandangan ini sungguh membuat hatinya terenyuh. Luna ingin menangis, tapi ia berusaha keras untuk tetap tenang menghadapi Reno. “Luna…” desis Reno menatap tajam kedatangan Luna. “Louis, ayo kita pulang,” ucap Luna berusaha mengambil Louis dari gendongan Reno. Namun, Louis menggeleng dan menyembunyikan kepalanya di leher Reno. Tangannya bahkan semakin erat memeluk leher Reno, seolah takut akan kembali berpisah dengan papanya itu. “Louis… please…” pinta Luna memelas. “Aku masih mau bersama Papa, Ma,” lirih Louis. “Luna, kita perlu bicara,” tegas Reno. “Kau pulang denganku. Aku akan mengantar kalian.”Luna menghela napas lemah, kemudian menatap Flora y
Luna tertegun beberapa saat. Salahnya kembali ke Kota ini dan membuat Reno akhirnya bertemu dengan Louis, anak yang selama ini Reno pikir telah gugur sejak dalam kandungan. Namun, luka yang Reno torehkan sampai pada palung hati Luna. Tidak mudah hilang hanya dengan kata maaf. Reno tak pernah tahu apa yang ia lalui selama lima tahun. Pria itu tak pernah berdiri di atas sepatunya. Tak tahu bagaimana ia berusaha untuk kuat dan bangkit dari keterpurukan. Reno adalah trauma tersendiri bagi Luna. Dan ia tak ingin kembali terhubung dengan Reno, meski ada Louis diantara mereka. Reno menarik dagu Luna. “Luna …,” panggil Reno karena Luna terus diam dan tak kunjung menjawab pertanyaannya, hingga Luna akhirnya menatap mata Reno.“Ya, Louis adalah anakmu. Tapi, kau tidak perlu khawatir, aku tidak akan memintamu membantu membesarkannya atau apapun. Aku bisa melewati lima tahun ini sendiri, jadi aku yakin untuk puluhan tahun kedepan, aku bisa menangani semua ini sendiri lagi,” tegas Luna dengan
“Kau dari mana saja? Briel sejak tadi menangis mencarimu, sampai dia lelah dan tertidur sendiri.”Alih-alih menjawab pertanyaan Jessie, Reno yang baru sampai di kamar rawat Briel langsung mendaratkan bokongnya di sofa. Tubuhnya lelah dengan banyak pikiran menumpuk di kepala. “Reno, kau tak menjawab pertanyaanku?!” desis Jessie sambil mendekati Reno. Reno menghela napas panjang, lalu menoleh pada istrinya. “Aku bertemu dengan Luna,” ucap Reno yang berhasil membuat raut wajah Jessie berubah tegang. “A-apa?”“Aku juga bertemu Louis, anakku bersama Luna.”DegJantung Jessie berdegup sangat kencang sekarang. Lututnya tiba-tiba lemas dan napasnya tercekat. Hal yang ia takuti akhirnya terjadi. Bagaimana bisa? Bukankah Luna berkata tidak akan mempertemukan Reno dengan anaknya? Bukankah Luna sudah memiliki pasangan dan akan kembali menghilang seperti dulu? Apakah Luna hanya membual saja padanya? “B-bagaimana bisa kalian bertemu? M-maksudku… bukankah Luna keguguran lima tahun lalu?” Jessi
Setelah mengantar Briel pulang ke rumah dan memastikan putrinya telah baik-baik saja, Reno berusaha menghubungi Luna. Namun, wanita itu sama sekali tak menghiraukan panggilan maupun pesan singkat darinya. Hari masih pagi, tapi Reno tak ingin membuang waktu, jadi dia datang dan berdiri di depan pintu rumah Luna, meski ia tahu ini akan menimbulkan kekesalan wanita itu mengingat apa yang mereka perdebatkan semalam, tapi disinilah dia, menunggu Luna membuka pintu untuknya. “Apa yang kau lakukan di rumahku sepagi ini?” Luna nyaris membentak ketika dia melihat Reno yang datang. Moodnya sudah jelek sejak semalam karena pria itu membuat hidupnya tidak tenang lagi. “Hai, tak perlu emosi. Aku hanya ingin menemui Putraku. Kau tidak membalas pesan dan panggilan dariku, jadi jangan salahkan aku datang ke sini. Atau ini adalah caramu agar aku datang?” jawab Reno sambil menyeringai. “Dalam mimpimu,” desis Luna dengan jengkel. “Aku hanya bercanda, dimana Louis? Apa dia sudah bangun?” tanya Reno.