Sebelum Luna mengakhiri panggilannya. Reno sempat mendengar suara, seperti teriakan seorang anak… Mama? Kenapa ada seorang anak yang meneriakan kata Mama di rumah Luna? Bukankah Luna tinggal sendiri dirumahnya? Lalu suara anak siapa yang ia dengar? Anaknya Luna? Tidak, ia terlalu banyak berimajinasi. Jelas-jelas Luna telah keguguran lima tahun lalu dan dia belum menikah sampai sekarang. Reno menyimpan ponselnya di dalam kantong jas, lalu menatap ke arah luar jendela mobil yang menuju ke Kantornya. Sejak Luna pergi dari apartemennya, Reno tidak bisa berhenti memikirkan Luna. Malam yang mereka lewati bersama terus terngiang di kepalanya. Dia sangat yakin Luna masih memiliki perasaan yang sama sepertinya. Mereka masih saling mencintai. Saat ini ia sudah merindukan Luna dan sangat ingin mendengar suaranya. Dia benar-benar sudah gila, sampai pada akhirnya ia menyerah dan menelpon Luna. Bersama Luna membuatnya lupa bahwa ia memiliki anak dan Istri yang menunggunya di rumah, bahkan R
Luna turun dari mobil dan kembali memasuki lobby rumah sakit dengan jantung yang berdegup sangat cepat. Ia tahu suatu saat hal seperti ini akan terjadi. Tapi ia tak pernah menyangka akan terjadi secepat ini. Reno telah bertemu dengan Louis. Langkah Luna semakin memelan saat ia melihat Louis berada dalam gendongan Reno. Oh Tuhan, pemandangan ini sungguh membuat hatinya terenyuh. Luna ingin menangis, tapi ia berusaha keras untuk tetap tenang menghadapi Reno. “Luna…” desis Reno menatap tajam kedatangan Luna. “Louis, ayo kita pulang,” ucap Luna berusaha mengambil Louis dari gendongan Reno. Namun, Louis menggeleng dan menyembunyikan kepalanya di leher Reno. Tangannya bahkan semakin erat memeluk leher Reno, seolah takut akan kembali berpisah dengan papanya itu. “Louis… please…” pinta Luna memelas. “Aku masih mau bersama Papa, Ma,” lirih Louis. “Luna, kita perlu bicara,” tegas Reno. “Kau pulang denganku. Aku akan mengantar kalian.”Luna menghela napas lemah, kemudian menatap Flora y
Luna tertegun beberapa saat. Salahnya kembali ke Kota ini dan membuat Reno akhirnya bertemu dengan Louis, anak yang selama ini Reno pikir telah gugur sejak dalam kandungan. Namun, luka yang Reno torehkan sampai pada palung hati Luna. Tidak mudah hilang hanya dengan kata maaf. Reno tak pernah tahu apa yang ia lalui selama lima tahun. Pria itu tak pernah berdiri di atas sepatunya. Tak tahu bagaimana ia berusaha untuk kuat dan bangkit dari keterpurukan. Reno adalah trauma tersendiri bagi Luna. Dan ia tak ingin kembali terhubung dengan Reno, meski ada Louis diantara mereka. Reno menarik dagu Luna. “Luna …,” panggil Reno karena Luna terus diam dan tak kunjung menjawab pertanyaannya, hingga Luna akhirnya menatap mata Reno.“Ya, Louis adalah anakmu. Tapi, kau tidak perlu khawatir, aku tidak akan memintamu membantu membesarkannya atau apapun. Aku bisa melewati lima tahun ini sendiri, jadi aku yakin untuk puluhan tahun kedepan, aku bisa menangani semua ini sendiri lagi,” tegas Luna dengan
“Kau dari mana saja? Briel sejak tadi menangis mencarimu, sampai dia lelah dan tertidur sendiri.”Alih-alih menjawab pertanyaan Jessie, Reno yang baru sampai di kamar rawat Briel langsung mendaratkan bokongnya di sofa. Tubuhnya lelah dengan banyak pikiran menumpuk di kepala. “Reno, kau tak menjawab pertanyaanku?!” desis Jessie sambil mendekati Reno. Reno menghela napas panjang, lalu menoleh pada istrinya. “Aku bertemu dengan Luna,” ucap Reno yang berhasil membuat raut wajah Jessie berubah tegang. “A-apa?”“Aku juga bertemu Louis, anakku bersama Luna.”DegJantung Jessie berdegup sangat kencang sekarang. Lututnya tiba-tiba lemas dan napasnya tercekat. Hal yang ia takuti akhirnya terjadi. Bagaimana bisa? Bukankah Luna berkata tidak akan mempertemukan Reno dengan anaknya? Bukankah Luna sudah memiliki pasangan dan akan kembali menghilang seperti dulu? Apakah Luna hanya membual saja padanya? “B-bagaimana bisa kalian bertemu? M-maksudku… bukankah Luna keguguran lima tahun lalu?” Jessi
Setelah mengantar Briel pulang ke rumah dan memastikan putrinya telah baik-baik saja, Reno berusaha menghubungi Luna. Namun, wanita itu sama sekali tak menghiraukan panggilan maupun pesan singkat darinya. Hari masih pagi, tapi Reno tak ingin membuang waktu, jadi dia datang dan berdiri di depan pintu rumah Luna, meski ia tahu ini akan menimbulkan kekesalan wanita itu mengingat apa yang mereka perdebatkan semalam, tapi disinilah dia, menunggu Luna membuka pintu untuknya. “Apa yang kau lakukan di rumahku sepagi ini?” Luna nyaris membentak ketika dia melihat Reno yang datang. Moodnya sudah jelek sejak semalam karena pria itu membuat hidupnya tidak tenang lagi. “Hai, tak perlu emosi. Aku hanya ingin menemui Putraku. Kau tidak membalas pesan dan panggilan dariku, jadi jangan salahkan aku datang ke sini. Atau ini adalah caramu agar aku datang?” jawab Reno sambil menyeringai. “Dalam mimpimu,” desis Luna dengan jengkel. “Aku hanya bercanda, dimana Louis? Apa dia sudah bangun?” tanya Reno.
Suasana mendadak hening saat Louis tertidur dalam dekapan Reno. Belum ada yang mulai bicara hingga film benar-benar selesai. Luna mematikan TV kemudian bicara lebih dulu. “Biar aku saja yang membawanya ke kamar. Kau bisa pulang.”“Tidak. Louis sudah berada dalam dekapanku, aku yang akan membawanya ke kamar.”Luna lagi-lagi hanya bisa mengalah dan membiarkan Reno menggendong Louis ke kamarnya. Beberapa menit kemudian Reno telah berada di bawah tangga. “Sekarang kau bisa pulang, Reno.” Luna dengan terus terang mengusir pria yang kini berjalan mendekat ke arahnya. “Sepertinya kita harus membicarakan sesuatu tentang Louis,” ujar Reno dengan serius. “Apalagi, Reno? Sudah cukup sejak pagi kau berada di rumahku, pulanglah. Aku tidak ingin orang-orang mulai berspekulasi buruk tentang kita.” Engah Luna menatap tajam pada Reno. Mengapa pria itu seolah terus mencari-cari alasan agar tetap bersamanya?“Luna, kita tidak bisa seperti ini terus. Kita harus memikirkan Louis.”“Apa maksudmu? Loui
Sulit untuk menghindari tatapan tajam Luna. Ketika Reno kembali datang keesokan harinya hanya untuk makan siang bersama.“Kenapa? Kau terlihat sangat keberatan menampungku makan siang di sini? Aku datang tidak dengan tangan kosong. Aku membawa makanan dan mainan untuk Louis juga,” tanya Reno sambil tersenyum kecut. Luna berdecak sambil mengaduk makanan buatannya. “Bukankah di jam makan siang seharusnya kau pulang ke rumahmu? Makan bersama anak dan istrimu? Kenapa kau malah datang ke rumahku?”“Aku suka masakanmu dan aku merindukannya. Lagi pula ada anakku juga di sini. Bukankah kau sudah mengizinkanku untuk menemui Louis kapanpun aku mau?” tanya Reno lagi, menghentikan tangan Luna yang mengaduk makanan dengan kasar. “Jika kau keberatan, aku akan membayar masakanmu.”“Aku tidak sedang membuka restoran di rumah. Dan jangan terlalu memanjakan Louis dengan banyak mainan. Aku tidak suka dia terbiasa menghamburkan uang, mainannya sudah banyak. Belikan
“Hai, Sayang. Aku sangat merindukanmu.” Pelukan dan kecupan di kening langsung Luna terima begitu ia membuka pintu rumah untuk Brian. Luna tak membalas ucapan Brian, namun dia memasang senyum semanis mungkin untuk menyambut kedatangan pria yang telah mengikatnya dengan cincin berlian beberapa waktu lalu. Luna membantu membawa tas jinjing Brian, sementara pria itu menyeret koper dan membawa beberapa paper bag di tangannya kemudian mereka masuk ke dalam rumah. “Louis. Bagaimana keadaan kakimu sekarang? Maaf Paman baru menemuimu, Paman sangat sedih saat Mama mengatakan kakimu terluka, tapi Paman tidak berada di sampingmu,” ucap Brian dengan wajah khawatir. “Karena kau sangat hebat, Paman membawa banyak oleh-oleh untukmu. Kau pasti suka.”Brian tersenyum dan berjongkok di depan Louis yang tengah duduk di sofa. Di kiri kanannya beberapa paper bag berisi buah tangan, tak lupa ia bawa untuk Luna dan Louis. “Kakiku sudah lebih baik.