Home / CEO / Jerat Tuan Pebinor / 59. Benarkah Dia Nara Yang Lain?

Share

59. Benarkah Dia Nara Yang Lain?

Author: Butiran_Debu
last update Last Updated: 2021-06-08 17:12:40

Tempat itu sudah ramai dengan khalayak dari berbagai tempat. Aku menghentikan langkah saat kami tertutupi pilar dari pandangan banyak orang. Kulihat Arsen yang menatapku dengan ekspresi seakan bertanya, 'Ada apa?'

Dan kali itu, air mata yang tadi sempat berhenti kini keluar lagi. Aku hanya menggeleng, tak kuasa mengatakan betapa sedihnya hatiku.

Dulu saat pernikahanku dan Ferdy, setidaknya masih ada orang panti yang menghadiri acara itu. Aku bisa mengabaikan perasaan sedih dan melupakan fakta bahwa aku hanya anak yatim piatu. Tapi di kondisi sekarang yang mendatangi keluarga seperti Sudrajat, bagiku terlalu menyedihkan saat tak seorang pun yang menemaniku.

"Ada apa, Nara? Kenapa kau menangis lagi? Aku sudah menghiburmu di dalam sana dan kau masih menangis?" 

Jadi ciuman dan semua godaannya itu adalah bentuk hiburan dari Arsen? Ya, aku sedikit terhibur oleh pengakuannya ini. Setidaknya Arsen masih memikirkan kesedihanku, meski dia belum membuka hati.<

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Fitri Wales
Iya drtd buka novelnya gk kluar” nih bab kelanjutanya thoorr
goodnovel comment avatar
Callah
aaaaarrrgggghhhh lg nangguung.... pliiss update thoorr ga sabbaaaaarrrrr..... 😭😭😭😭
goodnovel comment avatar
Fitri Wales
Update langsung 2 bab dan yg panjang ya min..sampe brp bab ya selesainya??
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Jerat Tuan Pebinor   60. Kau Pasti Merindukanku.

    Arsen masih berdiri tanpa bergerak sama sekali. Matanya masih tertuju pada wanita yang juga tengah menatapnya. Wanita yang tampak mirip denganku itu sempat kulihat dia memamerkan senyum pada Arsen. Aku mengawasi dua wajah itu secara bersamaan, dan hatiku terasa sakit saat kulihat bibir Arsen hampir saja tersenyum.Tapi sebelum dia membalas senyuman wanita itu, dia mengalihkan matanya padaku dan kami mematung beberapa saat. Kemudian dia tersenyum padaku. Entah memang itu untukku atau hanya untuk menyembunyikan perasaan aslinya."Ayo. Semua orang tengah menatap kita."Aku takut senyuman itu palsu sebab kulihat Arsen tampak gusar di wajahnya ketika kami melangkah masuk ke rumah besar keluarganya. mungkin dia hanya ingin menyembunyikan dariku?Di dalam sana sudah ramai oleh para tamu yang datang. Rumah besar itu disulap menjadi sangat indah dengan berbagai hiasan dan interior mahal, aku sampai terkagum melihatnya jauh lebih indah daripada yang kul

    Last Updated : 2021-06-10
  • Jerat Tuan Pebinor   61. Aku Hanya Replika.

    Mata Arsen yang sejak tadi terarah padaku, kini teralihkan pada wanita itu. Dia menatapnya dengan sorot yang tak bisa kuartikan."Aku merindukanmu," kata wanita itu lagi."Kau mengenalku?" Arsen menaikkan sebelah bibirnya. "Tapi maaf, aku tak mengenalmu."Sampai mataku terbelalak mendengar kata yang terucap dari bibir Arsen.Tadinya kupikir Arsen akan berkata dia juga merindukan wanita itu, sungguh ini di luar dugaan. Dia hanya acuh dan kembali menatap wajahku. Aku tak berani memutar wajah untuk melihat wanita itu, dan terus membalas tatapan Arsen. Meski jelas aku terlihat menegang. Aku hanya bisa melihat wanita itu dari ekor mataku, dia menunjukkan wajah kesal sebelum menghentak kaki pergi meninggalkan kami.Acara dansa pun kembali berjalan seperti tadi. Tak ada wanita bernama Nara itu kini di sebelah kami. Tapi ekspresi wajah Arsen yang datar, cukup untuk menyadarkanku bahwa hatinya tak baik-baik saja sekarang. Dia terpengaruh, aku tahu itu

    Last Updated : 2021-06-11
  • Jerat Tuan Pebinor   62. Kau Sudah Jago Di Ranjang?

    "Kita baru saja membuat janji pernikahan dan seharusnya ini masih hari bahagia kita. Nara, kita tak harus bertengkar seperti ini ,kan? Ayo turun, jangan keras kepala."Nada suara Arsen terdengar lembut, tidak menyentak seperti tadi lagi. Tapi bagiku, tetap saja tak mudah menuruti perkataannya begitu saja. Ini tentang hati. Ulu hatiku yang terluka oleh semua yang terjadi. Kubungkam bibir untuk tidak mendengarkan perkataan Arsen, yang kini menatapku."Kau mau turun, kan?" kata Arsen lagi, setelah sekian menit aku hanya diam.Kenapa jika aku tak mau turun? Dia ingin memukulku? Pukul saja jika itu membuatnya puas! Sesekali tak ada salahnya kutunjukkan sikap keras kepala ini, agar Arsen tidak memandangku perempuan lemah. Sudah cukup rasanya aku menuruti segala perkataannya."Sebenarnya, apa yang membuatmu sangat ingin pergi tidur ke hotel? Kamar kita tak cukup luas untukmu?" tanya Arsen, dan aku sungguh tersinggung karena itu."Aku akan menyewa ka

    Last Updated : 2021-06-12
  • Jerat Tuan Pebinor   63. Ke Mana Arsen?

    Aku mematung melihat perempuan itu menjalarkan tangannya di dada Arsen. Sakit, tentu saja aku merasakan dadaku membara oleh kobaran api di dalam sana. Rasa cemburu sudah membakarku, ketika kulihat Arsen hanya mematung diperlakukan seperti itu. Maka aku menghampiri mereka dan menatap Nara dengan mata menyalang."Apa yang kau lakukan di sini? Keluar sekarang juga!" sentakku, dengan suara berapi-api.Tapi Nara hanya melihat aku sekilas, lalu kembali saling menatap dengan Arsen."Kenapa dengan istrimu? Kau belum mengatakan tentangku padanya?""Dan kau pikir tentangmu sangat penting sehingga Arsen harus membeberkannya pada semua orang? Keluar dari sini!" sentakku sekali lagi.Tak kusangka, kini mata Arsen menatapku dengan mata yang tak senang. Bibirnya saling mengatup dan dia sama sekali tak menepis tangan Nara dari dadanya."Keluar sekarang!" ucapnya dengan nada berat dan menakutkan.Tunggu ... pada siapa dia berkata seperti itu? Ak

    Last Updated : 2021-06-13
  • Jerat Tuan Pebinor   64. Mari Bicara.

    "Sepertinya kalian memang ribut, ya?" tanya Mama Riana penuh selidik. Matanya menatapku dengan seksama, menunggu aku memberi penjelasan.Jika kujawab 'ya', bukankah itu sangat memalukan? Ini masih hari pertama setelah kami menikah. Pernikahan macam apa yang langsung ribut di hari pertamanya? Kesannya pasti lah lebih buruk dan menyedihkan bagiku. Lantas, aku memaksa bibirku tersenyum meski terasa sulit sekali."Ah? Bu-bukan begitu. Pagi tadi Arsen keluar, jadi kupikir dia ke kantor. Mungkin karena aku belum terbiasa jadi istrinya, aku tak bertanya dia akan ke mana," elakku berbohong. Memalukan memang, karena kulihat Mama Riana memasang muka seakan berkata, 'Kau serius, Nara? Bagaimana bisa kau tak bertanya ke mana suamimu?'"Oh ... jadi begitu rupanya. " Mama Riana menepuk pundakku pelan. "Dia tidak bekerja, mungkin Arsen pergi menemui Arlan. Kau tau, mereka sangat dekat dan selalu membuat waktu bertemu setiap hari. Apalagi Arlan tak lama di aca

    Last Updated : 2021-06-14
  • Jerat Tuan Pebinor   65. Kuharap Bersabar Sedikit Lagi.

    "Duduk lah," kata Arsen begitu kami tiba di rumah. Aku mengikuti perkataannya, duduk di tepian ranjang sembari menunggu intruksi selanjutnya. Dia bersandar pada meja nakas dengan kedua tangan dilipat di depan dada, melihat aku yang hanya lurus menatap dadanya. Sungguh, aku terlalu takut memikirkan apa yang akan Arsen bicarakan padaku. Entah kah dia akan menyuruh aku untuk tidak mengusik hubungannya dengan Nara yang lain? Dan kurasakan hatiku berdarah membayangkan andai dia memang ingin seperti itu. "Kau mencariku ke kantor?" tanya Arsen, yang aku jawab dengan anggukan. Dia mengangguk pula dua kali pertanda memahami jawabanku. "Kau pasti berpikir aku menemuinya, kan? Itu sebabnya kau datang memastikan." Ya. Dia tak salah dengan pemikirannya, dan aku sendiri juga tak ingin berbohong. Sekali lagi aku anggukkan kepala pertanda dugaannya benar. "Aku memang baru saja menemuinya, tapi ini tidak seperti yang kau pikirkan. Kami hanya ingin benar-benar me

    Last Updated : 2021-06-14
  • Jerat Tuan Pebinor   66. Tersesat Oleh Perasaan.

    Tadinya kupikir Arsen hanya ingin membawaku berbulan madu di tempat yang dekat-dekat saja. Aku hanya bersiap seadanya dengan travel bag kecil yang menampung dua pasang pakaian kami. Tapi di sini lah kami sekarang, di sebuah kapal pribadi milik keluarganya, duduk berhadapan. Dan jangan lupakan sudah pasti aku kebingunan akan ke mana kami sebenarnya."Kau mengantuk?" tanya Arsen lembut. Perhatian yang begitu baiknya membuat aku gugup sejenak."Ti- tidak juga," jawabku tergagu.Arsen berpindah ke sebelahku dan menekan tombol setting kursi yang kududuki. "Kau harus nyaman, pasti sangat lelah jika sandaranmu tidak sempurna." Dia membuat kursi itu lebih rebah agar punggungku nyaman."Arsen, kita akan ke mana?" Kubuka mulut untuk bertanya, dan dia meminkan sebelah alisnya. Apakah ada yang salah atas pertanyaanku?"Berbulan madu. Bukannya kita sudah mengatakan itu tadi?"Oh ya, benar. Bahkan anak kecil pun tak akan lupa dengan perkataann

    Last Updated : 2021-06-15
  • Jerat Tuan Pebinor   67. Utang Cinta.

    Matahari sudah semakin rendah di ufuk Barat. Aku melihat sinar keemasan di depan sana untuk mengalihkan perasaan sedih yang mencekik leherku. Saat ini pula lah aku tahu jika kapal kami sedang berjalan ke arah Barat. Aku tersenyum melihat cahaya keemasan itu untuk menghibur hati yang belum mampu kutata."Nara?" panggil Arsen, yang refleks membuat kepalaku berputar menghadapnya lagi."I- iya?" jawabku, menahan rasa panas yang memaksa keluar dari mata."Kau marah padaku?"Marah? Apa aku berhak marah padanya? Meski ini sangat sakit, aku masih tahu diri bahwa perasaan adalah sesuatu yang tak mungkin dipaksakan. Kulihat dia dengan mata yang mulai mengembun, dan menutup kelopak mata ini rapat-rapat."Aku tak bisa marah meski itu memang iya. Arsen, perasaan adalah sesuatu yang tak bisa kita paksakan. Jika kau saja ak menginginkan lagi perasaan itu, tapi kau kesulitan membuangnya, bagaimana bisa aku marah padamu?" kataku. "Ya aku terluka mendeng

    Last Updated : 2021-06-15

Latest chapter

  • Jerat Tuan Pebinor   128. Happy Ending

    Setelah membersihkan diri lebih dulu, kududukkan diri di depan meja rias yang besar itu. Hari ini Arsen akan kembali dari luar kota, dan kupikir ingin menyambut suamiku dengan dandanan yang sedikit menarik. Dia pasti merindukanku, dan akan semakin senang dia melihatku nanti dengan riasan ini. Setelahnya, tak lupa kuganti pakaian dengan gaun yang baru kubeli siang tadi, memang sengaja aku membelinya demi menyambut Arsen kembali.Tepat setelah kupikir siap, pintu kamar diketuk dari luar sana. Hatiku melambung seketika itu juga, menduga suamiku akhirnya kembali. Dengan sedikit berjingkrak, kubuka handel pintu sembari menyambut suamiku dengan kedua tangan melintang.“Selamat datang suamiku ...!” seruku sangat girang.Tapi apa ini? Bukannya wajah Arsen, tapi Bi Ratna lah yang berdiri di depanku. Sedikit malu aku dengan tatapan lurusnya yang tertuju pada penampilanku.“Eh, Bi Ratna. Ada apa, Bi?” tanyaku menghilangkan rasa gugup.

  • Jerat Tuan Pebinor   127. Roda Itu Berputar.

    Sudah tiga hari ini Arsen harus pergi ke luar kota untuk mengurus beberapa pekerjaan yang diminta oleh papanya. Jujur, aku sudah sangat merindukan suami yang sangat manja dan bawel itu, sampai-sampai ketika menyusukan Joseph pun hanya wajahnya lah yang terbayang di mataku. Mungkinkah ini yang disebut dengan jatuh cinta sangat dalam? Seperti aku tidak bisa mengendalikan diriku dari rasa rindu yang menggetarkan jiwa.Ketika baru saja kuletakkan Joseph di atas boks tidurnya, ponselku sudah berbunyi di atas nakas. Beruntung suara nyaring itu tidak mengganggu tidur putraku. Hanya menepuk bokongnya beberapa kali, Joseph sudah kembali terlelap. Ah ... itu ulah Arsen. Ketika dia akan berangkat tempo hari, Arsen membuat nada ponselku sangat besar. Katanya agar aku tidak beralasan tidak mendengar suara ponsel ketika dia menghubungiku.Dan lihat siapa yang menelepon sekarang? Siapa lagi jika bukan dia. Lantas kugeser layar ponselku pada posisi menerima, dan wajahnya segera terlih

  • Jerat Tuan Pebinor   126. Mereka Pelayanmu.

    "Ini, makan lah yang banyak."Arsen meletakkan sangat banyak potongan daging dan sayuran di atas piringku.

  • Jerat Tuan Pebinor   125. Sayang, Aku belum ....

    “Sayang, aku tidak melihat gelas kopinya!”Arsen berseru dari dapur, menghentikanku yang baru saja akan membuka baju.“Itu ada di laci atas kepalamu, Sayang. Mendongak lah dan buka lacinya!” balasku tak kalah kencang.“Laci yang mana? Aku tidak melihatnya!”Ini tidak akan berhasil. Jika aku terus berteriak, Joseph akan terbangun dari tidurnya yang belum lima belas menit. Lantas kubenarkan lagi letak pakaianku sembari mendatanginya ke dapur.Dia memang selalu begitu. Apa pun tak pernah terlihat oleh matanya. Entah karena malas mencari atau memang dia tak bisa menemukan sebuah barang dengan benar, hanya dia dan Tuhan lah yang tahu.“Di mana itu? Di mana gelas kopinya?”Kulihat Arsen tengah membuka-buka laci di atas kepalanya tapi tidak juga melihat gelas yang dia cari. Astaga ....Mengambil posisi berdiri di sebelahnya, kuraih salah satu gelas dari dalam laci dan menyera

  • Jerat Tuan Pebinor   124. Joseph-ku Bahagiaku. END

    Sejak pagi masih terbilang samar, semua orang sudah sibuk mempersiapkan diri untuk menjemput Joseph ke rumah sakit. Ini terlalu membahagiakan sampai kami tidak sabar menunggu hari sedikit lebih siang.Lihat lah Papa Sudrajat yang sangat bersemangat menuruni anak tangga. Beliau lah yang lebih sibuk sejak tadi dan beliau pula yang lebih lama berbenah, seakan cucunya sudah bisa menilai penampilan seseorang.Aku tersenyum melihat papa mertua yang biasanya tak pernah absen berangkat ke kantor itu, kini seperti seorang anak kecil yang tidak menunggu diajak jalan-jalan.“Kalian belum siap? Sudah pukul sebelas, kita harus berangkat sekarang.”“Siapa yang sangat lama turun dari kamarnya? Kurasa kami sudah menunggu tiga puluh menit di sini,” sahut Mama Riana menimpali perkataan suaminya.“Kenapa tidak memanggilku jika begitu? Aku pikir kalian belum siap.”Aku dan Arsen hanya tertawa mendengar perbincangan dua orang

  • Jerat Tuan Pebinor   123. Aku Sangat Bahagia.

    Tak dapat kuhindarkan pacuan jantung yang memicu sangat cepat kala mendengar perkataan dari papa mertua. Telapak tangan segera berkeringat dan dudukku tak bisa tenang sekarang. Bayangan buruk segera menghampiri kepala ini, membuat dugaan-dugaan buruk di dalam sana. Apakah Joseph mengalami penurunan? Tak sabar aku ingin mendengar penjelasan dari Papa Sudrajat. Dengan sedikit memajukan tubuh, aku lantas bertanya pada beliau. “Jo-Joseph? Apa yang terjadi pada Joseph?” Arsen segera memeluk dan memberikan kata-kata penenang untukku. Tapi suaranya seakan menghilang oleh pikiran buruk yang sudah lebih dulu merasuki pikiran ini. Tak sabar kutunggu papa mertua melanjutkan perkataannya yang tertunda. “Papa Mertua, katakan ada apa dengan Joseph-ku?” “Sayang, tenangkan dirimu. Kau tidak boleh seperti ini,” peringat Arsen, meremas pundakku tempat tangannya bertengger. Kemudian dia berbicara pada papanya. “Biar aku antar Nara ke atas, nanti papa bisa berbic

  • Jerat Tuan Pebinor   122. Kau Lelaki Yang Baik Hati.

    “Nara ....” Dia memanggil namaku pelan. Tangannya semakin dekat ke wajah, sehingga bisa aku rasakan udara yang dibawanya. Berusaha untuk tidak terpengaruh, aku kembali mengingatkannya meski suaraku terdengar bergetar. “Aku adik iparmu, Arlan. Kau tidak boleh melakukannya,” kataku, tapi Arlan tidak mengindahkan kalimat itu. Punggung jarinya menyentuh permukaan kulitku sehingga kaki di bawah sana semakin gemetar. Tidak. Jika seseorang berpikir aku menikmati perlakuannya, jelas itu salah. Aku hanya ingin menunjukkan pada lelaki ini bahwa aku tidak setakut yang dia bayangkan. Aku tidak ingin Arlan merasa diriku melihat dirinya seperti monster yang menakutkan dan harus dijauhi. Aku tidak ingin dia merasa dirinya tidak diinginkan oleh kami. Maksudku ... keluarga. Ya, karena sekarang aku adalah menantu di keluarganya, jadi aku juga menempatkan diri sebagai keluarga baginya. Harus kulihat, sejauh apa dia sebenarnya ingin dimengerti. Beberapa detik dia s

  • Jerat Tuan Pebinor   121.

    Arsen tahu Arlan memiliki perasaan padaku, sebab itu dia tak pernah merasa rela membiarkan aku pergi untuk menemui saudaranya. Dia tentunya takut jika masalah ini akan merembet lebih jauh lagi, sehingga membuat kegaduhan ke depannya. Tapi setelah kuyakinkan Arsen bahwa aku pasti bisa menjaga diri, dia hanya mengangguk ketika melepaskan aku pergi menemui saudaranya.“Hati-hati, Sayang. Ingat, kau harus segera menghubungiku jika sesuatu terjadi. Dan berusaha lah membuat Arlan tidak marah,” pesannya. Dia mengecup puncak kepalaku berkali-kali dan mengatakan dia sangat mencintai diriku.Ah ... aku sendiri juga merasa gemetar ketika memasuki apartemen milik Arlan, membayangkan mungkin dia akan semakin marah melihat kedatanganku.Ketika kutekan bell di sebelah pintu, seseorang lantas membukanya dan mengatakan Arlan berpesan tidak ingin diganggu.“Tapi ini sangat penting, Bi. Tolong biarkan aku masuk,” ucapku pada asisten rumah yang sudah

  • Jerat Tuan Pebinor   120. Mari Kita Luruskan.

    “Aku akan gila dengan semua ini.” Mama Riana tertunduk lemas. Sedangkan aku hanya bisa diam mengusap pundak mama mertua yang pastinya sedang sangat tertekan. Beliau memegangi wajah di atas kedua telapak tangannya dengan mulut yang terus saja mengoceh tentang kelakuan dua putranya yang ... memang sangat keterlaluan. “Bagaimana jika Naomi benar melakukan aborsi? Aku akan membunuh Arsen yang dengan bodohnya menyarankan hal gila itu padanya!” Beliau mengangkat wajah dan menatapku. “Lihat lah, Nara, aku adalah ibu yang gagal mendidik putra-putranya, sampai kalian harus menderita karena itu. Aku sangat menyesal yang selalu menuruti keinginan dua anak itu,” ucapnya lagi. Setiap kata yang beliau ucapkan adalah penyesalan dan menyalahkan diri sendiri. Rasanya sangat tak adil, padahal bukan beliau yang bersalah. Semua ini adalah kesalahan Arlan dan juga Arsen yang sangat tidak tahu diri. “Jangan membeb

DMCA.com Protection Status