Home / Romansa / Jerat Pesona Pengacara Tampan / Bab 3. When Love Becomes Hate

Share

Bab 3. When Love Becomes Hate

last update Last Updated: 2024-10-28 23:53:26

*Sayang, Mama tidak bisa pulang sekarang. Tapi nanti Mama akan usahakan pulang secepatnya. Sekarang lebih baik kau bermain dulu, ya. Mama masih meeting.*

Selena menutup panggilan telepon itu. Ya, Oliver Nicholas—putra kecilnya yang berusia empat tahun itu memang kerap meminta Selena pulang lebih awal. Akan tetapi, Selena tidak bisa menuruti keinginan putra kecilnya. Banyak pekerjaan yang Selena harus selesaikan. Seperti saat ini dirinya tengah meeting bersama dengan para karyawannya.

“Maaf, terpotong. Kita lanjutkan meeting kita.” Selena berujar pada para karyawan yang ada di hadapannya.

“Tidak apa-apa, Nona. Kami mengerti.” Salah satu manager yang ada di ruang meeting itu menjawab ucapan Selena dengan sopan.

“Bulan depan kita memiliki project di mana salah satu client kita memercayakan gedung yang dibeli dari kita untuk dibangun dengan design yang bernuansa klasik. Aku ingin kalian mencarikan designer interior baru yang terbaik untuk bisa bekerja dengan kita. Pastikan designer interior itu memiliki kemampuan yang bagus. Tujuanku meminta kalian mencari designer interior karena designer interior yang kemarin, kurang aku sukai.” Selena berkata dengan nada yang pelan namun tersirat tegas.

“Baik, Nona. Kami mengerti.” Manager pemasaran yang ada di ruang meeting itu menjawab patuh apa tang dikatakan oleh Selena.

“Nona Selena.” Jenia—asisten pribadi Selena menghampiri Selena dengan terburu-buru.

“Ada apa kau berlari seperti itu, Jenia?” Selena menatap asistennya yang berjalan terburu-buru menghampirinya. Raut wajah Selena sedikit bingung. Pasalnya Jenia terlihat panik.

“Nona … saya ingin memberitahu sesuatu pada Anda,” ucap Jenia cepat dan tersirat panik.

“Katakan, apa yang ingin kau katakan padaku?” Kening Selena mengerut. Tatapan matanya menatap lekat asistennya itu, menuntut agar segera menjelaskan padanya.

“Tanah yang Anda beli bulan lalu ada sedikit masalah. Tadi saya baru saja mendapatkan kabar ternyata tanah itu sudah dibeli oleh seorang pengacara yang berniat membuka cabang perusahaan pengacaranya di London. Tuan Mika Mads dan Tuan Ezra Mads adalah kakak beradik. Tuan Mika menjual tanah itu pada seorang pengacara sedangkan Tuan Ezra menjual tanah itu pada Anda. Lokasi strategis membuat pengacara itu membeli tanah yang Anda sudah beli dengan harga dua kali lipat, Nona,” tutur Jenia menjelaskan dengan nada yang cemas.

Seketika raut wajah Selena berubah kala mendengar apa yang diucapkan oleh Jenia. Sepasang iris mata birunya tampak begitu tajam memendung amarah. “Bagaimana bisa! Aku sudah membayar setengahnya! Tidak mungkin mereka bisa bertindak seperti itu! Meski ada yang menawarkan dengan harga dua kali lipat sekalipun tapi tanah itu sudah menjadi milikku!” serunya dengan nada tinggi.

Jenia menggaruk kepalanya tak gatal. Wanita itu masih menunduk tak berani menatap Selena. “Maaf, Nona. Tapi yang saya dengar pengacara itu membelinya ditanggal yang sama dengan Anda, Nona. Sekarang Tuan Mika dan Tuan Ezra sedang bertemu dengan pengacara itu. Mereka ingin Anda juga turut hadir, Nona. Masalah ini cukup rumit karena hubungan Tuan Mika dan Tuan Ezra tidak baik.”

‘Shit!’ Selena mengumpat dalam hati. Ya, Dalam waktu lima tahun, Selena berhasil membangun perusahaan property miliknya sendiri dengan hasil jerih payahnya. Tak hanya usaha property saja tetapi Selena pun memiliki usaha design interior. Dan tepatnya bulan lalu Selena baru saja membeli tanah dengan lokasi yang stragis untuk membangun perusahannya. Mengingat saat ini perusahaan Selena masih sewa. Namun, rencana Selena tak berjalan mulus. Ada saja masalah yang datang menghampiri hidupnya. Seperti saat ini.

“Berikan aku alamatnya. Aku akan bertemu dengan mereka!” tukas Selena menahan kesal.

“B-Baik, Nona. Saya akan segera mengirimkan alamatnya lewat pesan,” jawab Jenia cepat.

Tanpa berkata lagi, Selena berjalan cepat meninggalkan ruang meeting. Tampak raut wajah Selena menahan emosi yang terbendung dalam dirinya.

***

Selena membanting kasar pintu mobilnya. Wanita itu turun dari mobil—lalu melangkah memasuki lobby perusaahaan di mana dirinya akan bertemu dengan sang pemilik tanah sekaligus pengacara yang berani menawarkan harga tanah dua kali lipat darinya. Sepasang iris mata biru Selena terlihat tajam. Bahkan dikala ada yang menyapanya saja, dia mengabaikan itu semua. Bukan bermaksud untuk tidak ramah tapi Selena ingin segera menyelesaikan masalahnya.

“Nona Selena?” Ezra—salah satu pemilik tanah menyapa Selena dengan sopan kala Selena memasuki ruangan meeting.

“Aku tidak suka berbasa basi. Jelaskan kenapa ini bisa terjadi?” Selena melangkah memasuki ruangan meeting. Wanita itu duduk di ujung berhadapan dengan Mika dan Ezra.  

Mika mengembuskan napas panjang. “Nona Selena, saya minta maaf tapi memang tanah itu sudah saya jual pada salah satu kenalan saya. Uang pembayaran Anda akan saya transfer hari ini juga. Ini murni kesalahan adik saya yang tidak memberitahukan saya lebih dulu.”

“Mudah sekali Anda berbicara seperti itu? Aku sudah membayarnya satu bulan lalu. Pelunasan akan dilakukan besok. Tapi sekarang Anda dengan mudahnya mengatakan ini kesalahan adik Anda yang tidak bilang pada Anda? Aku rasa di sini Anda yang tidak bisa professional!” seru Selena dengan nada satu oktaf lebih tinggi.

“Nona, saya minta maaf. Pengacara itu telah membeli tanah kami pada hari yang sama dengan Anda, Nona,” ujar Ezra yang kali ini meminta maaf.

Selena menggeram penuh emosi. “Di mana pengacara itu! Sekarang tunjukan padaku!”

“Apa kau mencariku?” Seorang pria dengan balutan jas berwarna navy melangkah masuk ke dalam ruang meeting. Aura wajah dingin dan sepasang iris mata cokelatnya tampak tajam kala ada yang membicarakan tentangnya.

Selena mengalihkan pandangannya pada sumber suara yang baru masuk. Namun … tiba-tiba jantung Selena seakan ingin berhenti kala melihat sosok pria yang berdiri di hadapannya. Wajah itu. Mata itu. Semua masih sama. Tak ada yang berubah. Seakan bumi berhenti pada porosnya, tubuh Selena nyaris terhuyung jatuh. Beruntung, Selena masih mampu berdiri tegak meski harus dengan bersusah payah.

“S-Samuel,” gumam Selena lirih.

Ya, di hadapan Selena adalah Samuel Maxton—pria yang bertahun-tahun dia hindari. Bagi Selena; Samuel adalah racun paling mematikan di dunia ini. Terlihat indah diluar namun jika berada didekatnya maka hanya kematian yang akan datang.

Samuel bergeming di tempatnya. Sepasang iris mata cokelat tajamnya menangkap iris mata biru Selena. Dalam diam, Samuel terkejut melihat Selena ada di hadapannya. Sudah lama sekali Samuel tidak melihat Selena. Wanita itu terlihat berbeda. Tubuhnya sedikit berisi dari lima tahun lalu. Tak menampik, Samuel menilai Selena bagaikan jelmaan iblis yang menggoda para kaum adam. Cantik, seksi, dan memesona.

“Jadi kau yang membeli tanah yang aku inginkan?” ujar Samuel bertanya dengan nada angkuh dan tersirat terkejut. Tak memungkiri dia tak menyangka bertemu Selena kembali.

Selena tediam sejenak. Jantungnya seketika berpacu dengan keras melihat sosok pria yang ada di hadapannya. Beberapa saat, Selena nyaris mengeluarkan air mata. Namun, dia tak membiarkan itu. Lima tahun telah mengajarkannya banyaknya. Berjuang dengan hati yang hancur membuat dirinya menjadi tangguh.

“Dan kau pengacara yang membeli tanah yang aku inginkan? Dengarkan aku, tanah itu adalah milikku. Kalau kau ingin memiliki tanah di London, kau bisa membeli di tempat lain, Tuan Maxton,” jawab Selena anggun dan tegas.

Samuel tersenyum penuh arti. “Well, aku sudah membeli dengan harga dua kali lipat, Nona. Kau kalah dariku. Lebih baik kau yang mencari tanah lain.”

“Tuan Samuel? Anda mengenal Nona Selena?” tanya Mika seraya menatap Samuel dengan serius dan bingung.

“Tidak. Aku tidak mengenalnya. Beberapa tahun lalu aku hanya pernah ingin menggunakan jasa pengacaranya.” Belum juga Samuel menjawab, Selena sudah lebih dulu menjawab pertanyaan Mika. Nada bicara Selena tenang bagaikan aliran sungai yang menyejukan.

Samuel terdiam kala mendengar ucapan Selena. Rupanya wanita yang dia kenal dulu telah berubah. Lihat saja cara Selena menatapnya begitu dingin seolah tak mengenalnya sama sekali. Tatapan yang dulu tak pernah Selena berikan padanya. Namun, Samuel tetap bersikap tak peduli. Walau tak dipungkiri banyak ribuan pertanyaan muncul di benak Samuel. Terutama tentang kepergian Selena yang tiba-tiba.

“Alright, aku rasa tidak perlu ada yang dibahas. Sudah cukup jelas kalau tanah itu adalah milikku,” tegas Samuel penuh dengan penekanan.

“Tiga kali lipat. Aku akan membeli dengan harga Tiga kali lipat. Serahkan tanah itu padaku.” Selena berucap dengan lantang dan sontak membuat sang pemilik tanah terkejut.

Samuel menyeringai kala Selena menantangnya. Sebelah alis Samuel terangkat. “Great, penawaran yang bagus. Aku sudah terbiasa mengikuti acara lelang. Aku tawar dengan harga empat kali lipat. Apa kau masih berani menantangku, Nona Selena?”

“Lima kali lipat. Berikan tanah itu padaku. Aku akan membayar lima kali lipat,” jawab Selena dengan suara tenang. Sepasang iris mata birunya tak lepas menatap iris mata cokelat Samuel.

Samuel kembali tersenyum penuh arti. “Aku tutup dengan penawaran sepuluh kali lipat. Apa kau masih berani menentangku?”

Selena membeku kala Samuel berani mengajukan harga tanah sepuluh kali lipat. Uang jerih payahnya sendiri tidak mungkin sebanyak itu. Bahkan menantang lima kali lipat pun, Selena masih memikirkan cara untuk membayarnya.

Samuel mendekat pada Selena. Mengikis jarak di antara mereka. Pria itu menatap lekat-lekat raut wajah Selena yang tampak tersudut karena dirinya. Detik selanjutnya Samuel mendekatkan bibirnya ke telinga Selena dan berbisik,

“Pada akhirnya, aku akan mendapatkan apa yang aku mau. Aku rasa kau juga tahu itu kan, Selena?”  

Related chapters

  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 4. He is Oliver Nicholas

    Selena melangkah meninggalkan ruang meeting dengan raut wajah yang jelas menunjukan menahan rasa kesalnya. Tampak Mika dan Ezra—kakak beradik pemilik tanah yang dia ingin beli berusaha berbicara pada Selena. Sayangnya, Selena mengabaikan kakak beradik itu. Selena tak mau banyak berbasa-basi. Emosi yang terbendung dalam dirinya seolah begitu membakar dan nyaris meledak.“Kau sepertinya terlihat sangat marah, Selena.”Suara berat dari arah belakang sontak membuat Selena segera mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu. Ya, kini Selena tengah berada di halaman parkir mobil gedung perkantoran milik sang pemilik tanah yang tadi dia temui. Dia ingin segera kembali ke kantornya. Namun, langkah Selena harus terhenti melihat sosok pria berwajah iblis ada di hadapannya. Tampak sepasang iris mata Selena menatap dingin dan lekat iblis itu.“Untuk apa aku marah hanya karena tidak bisa mendapakan tanah yang aku mau? Di London banyak lokasi yang sangat bagus. Aku bisa meminta asistenku mencarik

    Last Updated : 2024-10-28
  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 5. Woman Should be Independent

    “Tuan Samuel.” Sang sekretaris menyapa Samuel dengan sopan seraya menundukan kepalanya kala Samuel baru saja keluar dari lift.“Apa laporan yang aku minta siapkan sudah kau kerjakan?” Suara Samuel dingin, dengan raut wajah tanpa ekspresi.“Sudah, Tuan. Laporan yang Anda minta sudah saya kerjakan semuanya. Saya juga sudah meletakan laporan itu ke atas meja kerja Anda, Tuan,” ujar sang sekretaris memberitahu. “Hm … Tuan, di ruang kerja Anda ada Nona Iris sudah menunggu Anda sejak satu jam yang lalu. Sebelumnya saya meminta Nona Iris untuk pulang, tapi beliau tidak mau, Tuan. Nona Iris ingin menunggu hingga Anda datang.” Sang sekretaris melanjutkan ucapannya.Samuel mengembuskan napas kasar. Dia tak menyangka kalau Iris—tunangannya datang ke London. Padahal sebelumnya Samuel sudah meminta Iris untuk menunggu dirinya pulang.Tanpa berkata apa pun, Samuel langsung melangkahkan masuk menuju ruang kerjanya. Pun sekretarisnya itu membungkukan kepala, kala Samuel sudah meninggalkannya.“Sayang

    Last Updated : 2024-10-28
  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 6. I Know How to Get Up

    Selena menatap pantulan cermin. Melihat dirinya sudah rapi dan segar. Dress dengan model tali spaghetti berwarna merah motif bunga-bunga begitu indah membalut tubuhnya. Harusnya dari penampilan wajah Selena pun tampak cerah tapi tidak dengan kenyataan. Raut wajah Selena terlihat sedikit muram. Ya, hari ini Selena harus mengunjungi gedung perusahaan milik Samuel. Hari ini pembangunan kantor Samuel sudah dimulai. Pun Selena sudah meminta team-nya memulai mengatur semuanya. Akan tetapi Selena tetap harus memberikan pengawasan. Karena memang Selena merintis semua usahannya dari bawah. Selena bukanlah atasan yang menyerahkan sepenuhnya pekerjaan pada bawahan. Tidak, Selena tidak seperti itu. Selama ini Selena selalu ingin memastikan client-nya merasa puas dengan perusahaannya. Apalagi perusahannya bergerak di bidang jasa. Di mana kepuasan pelanggan adalah nomor satu. Dan hal yang menjadi masalah adalah client-nya kali ini adalah Samuel Maxton—pria yang tak pernah ingin lagi Selena temui.

    Last Updated : 2024-11-07
  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 7. Sean’s Arrival 

    Selena menghempaskan tubuhnya ke sofa kamarnya. Wanita itu memijat pelan pelipisnya. Tampak beberapa kali Selena mengembuskan napas panjang. Emosinya tersulut dan terpancing setiap kali bertemu dengan Samuel. Dalam beberapa bulan ini Selena mau tidak mau harus bersabar. Project design interior tidak mungkin langsung jadi dalam beberapa hari. “Mama … Mama …” Oliver berlari masuk ke dalam kamar, menghampiri Selena yang tengah duduk di sofa. “Sayang?” Lelah Selena lenyap kala melihat Oliver menghampirinya. Senyuman hangat di wajah Selena pun terlukis begitu tulus. “Ada apa, Sayang? Tadi Mama sudah membelikan sushi untukmu, Nak.” Sebelum pulang, Selena membelikan sushi untuk putranya. Pun dia meminta pengasuh Oliver untuk menyuapi putra kecilnya itu. “Mama, apa Mama tidak mau makan sushi? Ayo kita makan bersama, Mama,” ajak Oliver dengan suara polosnya. “Oliver saja makan duluan, Sayang. Mama belum lapar,” jawab Selena seraya mengelus pipi bulat Oliver dan memberikan kecupan di sana.

    Last Updated : 2024-11-07
  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 8. She’s so Damn Beautiful! 

    “Nona … Anda cantik sekali.” Jenia—asisten pribadi Selena berseru memuji penampilan Selena yang begitu memukau. Gaun berwarna gold yang tampak sederhana itu begitu mewah ketika dipakai oleh Selena. Rambut pirang Selena terjuntai ke belakang punggung. Riasan make up flawless membuat Selena benar-benar sempurna. Meski sudah pernah melahirkan tapi Selena memiliki lekuk tubuh yang indah. Beberapa bentuk tubuh Selena berukuran menantang menggoda para kaum adam. Jenia yang melihat penampilan Selena pun tak berkedip sedikit pun. Cantik. Bahkan sangat cantik. “Apa benar gaun ini sudah cocok untukku, Jenia? Setelah melahirkan bentuk tubuhku tidak selangsing saat dulu.” Selena berucap memastikan penampilannya malam ini. Selena sampai meminta Jenia datang ke penthouse-nya hanya karena Selena meminta pendapat Jenia gaun apa yang paling tepat dia pakai malam ini. Sudah lama Selena tak menghadiri jamuan makan malam seperti ini membuat Selena gugup dan sedikit takut. Senyuman hangat di wajah Jen

    Last Updated : 2024-11-07
  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 9. Where is Papa, Mama?

    She’s so damn beautiful! Sepasang iris mata cokelat Samuel tak henti menatap keindahan yang ada di hadapannya. Gerak yang diberikan Selena membuat wanita itu memang diciptakan layaknya seorang penggoda. Tapi tunggu, dikala Samuel tengah menatap Selena tatapan Samuel teralih pada sosok pria yang ada di samping Selena. Seketika tatapan Samuel menjadi dingin kala melihat Selena bersama dengan pria lain. Tampak aura wajah Samuel persis seperti ingin membunuh. Selena tetap berdiri di tempatnya. Wanita itu menatap pasangan sempurna yang ada di hadapannya. Namun tak dipungkiri Selena seperti merasakan api yang membakar tubuhnya. Hanya saja api yang telah membakar itu telah mampu Selena padamkan. Lima tahun bukanlah waktu yang sebentar. Tentu Selena tahu bagaimana mengendalikan diri. “Tuan Samuel?” Dean menyapa kala melihat Samuel dan Iris semakin mendekat. Samuel tersenyum tipis kala Dean menyapanya. “Ya, Tuan Dean.” “Kau? Apa kita pernah bertemu sebelumnya?” Iris menatap wajah Selena.

    Last Updated : 2024-11-07
  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 10. Selena?

    “Sayang … aku sudah meminta asistenku mengurus segala persiapan pernikahan kita. Aku ingin pernikahan kita adalah pernikahan termewah tahun ini, Sayang. Gaun pengantin dan perhiasan juga sudah aku pesan.” Suara Iris berseru merdu seraya menatap Samuel yang tengah melajukan mobilnya. Kini Iris dan Samuel tengah berada di perjalanan. Mereka baru saja kembali dari pesta. Tentu Samuel mengantar Iris ke penthouse. Selama di London, Iris memang tinggal di penthouse milik Samuel. Hanya saja Samuel tidak tanggal di sana. Samuel lebih memilih tinggal di apartemennya yang tak terlalu besar. Pasalnya Samuel terkadang bekerja hingga larut malam. Pun dia lebih suka menyendiri jika tengah fokus dalam pekerjaannya. Itu yang membuat Samuel memilih untuk tinggal di apartemennya yang tak terlalu besar. “Kau atur saja,” ucap Samuel datar. Tatapannya terus menatap ke hamparan jalanan yang luas. Pria itu tampak tak begitu menanggapi ucapan Iris. Pikirannya seperti tengah memikirkan sesuatu yang sulit un

    Last Updated : 2024-11-07
  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 11. Deep Suffering

    “Selena?” Jantung Samuel berdegup dengan kencang kala nama itu lolos di mulutnya. Tampak iris mata Samuel menunjukan jelas keterkejutannya. Pancaran mata menatap tak percaya sosok wanita yang ada di hadapannya. Beberapa kali Samuel meyakinkan kalau apa yang dia lihat itu salah. Tapi tidak. Samuel tidak mungkin salah. Manik mata biru seperti lautan itu begitu sangat Samuel kenali. Setiap gerak lekuk tubuhnya membuat Samuel yakin siapa sosok wanita di hadapannya itu. Selena melangkah mendekat pada Oliver. Namun … seketika tubuh Selena mematung menatap pria yang ada di samping Oliver. Seperti bumi yang berhenti pada porosnya. Tubuh Selena nyaris ambruk. Tenggorokan Selena tercekat. Darah yang mengalir di tubuhnya seolah tak lagi mengalir. Terlihat jelas wajah Selena memucat. Sesaat Samuel dan Selena saling melemparkan tatapan. Pancaran di manik mata keduanya jelas menunjukan rasa yang sama-sama terkejut. Mereka masih sama-sama diam. Tak mengeluarkan satu kata pun. Tatapan yang mengisy

    Last Updated : 2024-11-07

Latest chapter

  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 230 – Revenge Kidnapping

    *Help me!* Tubuh Samuel menegang dengan sorot mata tajam menatap pesan singat dari Selena. Tampak raut wajah Samuel menunjukan jelas kepanikan dan kecemasan. Dengan gerak yang sangat cepat, Samuel segera menghubungi nomor Selena. Namun, sayangnya nomor Selena sudah tidak lagi aktif. Jantung Samuel berpacu dengan cepat. Pancaran mata Samuel menunjukan rasa khawatir. Terlebih pesan singkat Selena seakan memberikannya sebuah tanda. Samuel tetap berusaha tenang walau rasa cemas dan takut tak kunjung hilang. Tiba-tiba, ingatan Samuel mengingat hari ini Selena akan pergi dengan Brianna ke supermarket. Tanpa menunggu lama, Samuel segera menghubungi nomor Brianna. “Berengsek!” Samuel meremas kuat ponselnya kala yang dia dengar hanyalah suara operator yang memberikannya informasi nomor Brianna tak aktif. Kilat mata Samuel kian begitu tajam. Insting kuatnya sudah menduga terjadi sesuatu dengan Selena dan Brianna. “Samuel, ada apa?” Rava sejak tadi bingung akan wajah Samuel yang menunjukan

  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 229 – Help Me! 

    “Selena, hari ini aku tidak ke kantor. Rencananya siang ini aku ingin menyiapkan makan siang untuk Joice dan Oliver pulang sekolah nanti. Apa kau mau menemaniku ke supermarket? Ada beberpa bahan makanan yang tidak ada.” Brianna melangkah menghampiri Selena yang berada di ruang tengah—sedang melihat pelayan yang tengah menata lukisan dan pajangan yang baru saja Selena beli. “Kau hari ini tidak ke kantor, Brianna?” tanya Selena memastikan dengan senyuman di wajahnya. Ya, sudah beberapa hari ini, Selena tinggal di rumah mertuanya. Semua atas permintaan Samuel. Tentu Selena hanya menuruti keinginan sang suami. Lagi pula, Oliver pun bisa dekat dengan Joice. Jadi Selena tak bisa menolak. Brianna mengangguk. “Iya, Selena. Hari ini aku tidak ke kantor. Aku ingin memasak untuk Joice dan Oliver. Kau mau tidak menemaniku ke supermarket? Ada beberapa bahan makanan yang kosong. Aku sedang tidak ingin menyuruh pelayan.” Selena kembali tersenyum. “Tentu aku akan menemanimu, Brianna. Aku juga jenu

  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 228 – Harold's Report

    Samuel duduk di kursi kebesarannya dengan pikiran menerawang lurus ke depan. Sepasang iris mata cokelat gelap Samuel terhunus tajam dan tersirat memendung amarah. Rahang Samuel mengetat. Tangannya terkepal begitu kuat. Benak Samuel sejak tadi memikirkan perkataan Dominic. Perkataan di mana, Dominic memperingati dirinya kalau Brianna tengah berada dalam bahaya. Tentu Samuel akan langsung memercayai perkataan Dominic. Selama ini, Dominic bukanlah pria yang suka bermain-main. Hanya saja yang ada dalam pikiran Samuel adalah siapa yang berani memiliki niat mencelakai adiknya. Selama ini, Brianna tidak memiliki musuh. Pun Samuel yakin, Brianna tak memiliki teman yang menaruh dendam padanya. Sifat Brianna nyaris sama dengan Selena. Brianna bukan orang yang suka membuat masalah. Saat Samuel tengah berpikir tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Refleks, Samuel mengalihkan pandangannya ke arah pintu dan segera menginterupsi untuk masuk. Tampak Vian—asisten Samuel melangkah masuk ke dalam

  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 227 – Dominic’s Arrival

    Hari yang ditunggu-tunggu Joice telah tiba, hari di mana Joice diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Sejak tadi para pelayan sudah sibuk membawakan barang-barang milik Joice menuju mobil. Meski hanya beberapa hari saja tapi nyatanya barang-barang Joice cukup banyak. Tidak hanya pakaian tapi juga banyak mainan. Tak heran jika banyak sekali koper yang dibawa oleh para pelayan. “Mom, ayo kita pulang. Aku ingin segera pulang, Mom,” ucap Joice tak sabar. Gadis kecil itu tengah duduk di kursi roda, menunggu untuk dibawa pulang. “Tunggu Paman Samuel ya, Nak,” jawab Brianna sambil mengelus pipi Joice. Joice menganggukan kepalanya. “Iya, Mom.” “Sabar ya, Sayang. Nanti pasti Paman Samuel datang. Tadi Paman Samuel sedang bicara sebentar dengan dokter,” jawab Selena seraya membelai rambut Joice. “Iya, Bibi cantik,” balas Joice riang. Di ruang rawat Joice hanya ada Selena, Brianna, dan Oliver. Sedangkan seluruh keluarga menunggu di rumah. Baik keluarga Selena ataupun keluarga Samuel menunggu

  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 226 – Joice’s Dad

    “Selena, Brianna, aku dan Juliet pamit dulu. Kabari aku kalau Joice sudah diperbolehkan pulang.” Dean berujar berpamitan pada Selena dan Brianna. Sudah hampir satu jam, Dean dan Juliet berada di ruang rawat Joice. Sekarang sudah waktunya Dean membawa Juliet pergi. Pasalnya, keadaan Juliet pun belum sepenuhnya pulih. “Besok Joice sudah boleh pulang, Dean,” balas Brianna dengan senyuman di wajahnya. “Besok Joice sudah diperbolehkan pulang?” ulang Dean memastikan. Raut wajahnya sedikit terkejut mendengar Joice sudah diperbolehkan pulang. “Benar, Dean. Besok Joice sudah diperbolehkan pulang,” sambung Selena hangat. “Ah, aku senang sekali mendengarnya. Akhirnya Joice boleh pulang,” ujar Juliet tulus dan tatapan begitu bahagia. Paling tidak, Juliet tahu kalau keadaan Joice sudah membaik. Terbukti Joice sudah diperbolehkan pulang oleh sang dokter. Dean tersenyum. “Aku dan Juliet senang mendengarnya. Kalau begitu kami permisi. Besok kami akan datang lagi ke sini.” “Terima kasih sudah me

  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 225 – DNA Test Results II 

    *Tuan Samuel, maaf mengganggu Anda. Saya hanya ingin memberitahu Anda kalau test DNA antara Nona Joice dan Tuan Dean sudah ada di tangan saya, Tuan. Saat ini saya ada di ruangan dekat dengan ruang rawat Nona Joice, Tuan.*Raut wajah Samuel berubah membaca pesan masuk dari Vian. Samuel meremas kuat ponsel di tangannya. Manik mata cokelat gelap Samuel berkilat menujukan geraman kemarahan tertahan yang tak bisa meluap. Samuel mengatur napasnya, meredakan emosi dalam diri. Samuel menyadari dirinya masih berada di ruang rawat Joice. Sesaat, Samuel mengalihkan pandangannya pada Dean yang tengah mengajak Joice berbicara. Beberapa detik Samuel menatap dalam interaksi antara Dean dan Joice. Manik mata Joice mirip dengan Dean—yang memiliki manik berwarna abu-abu. ‘Shit! Tidak mungkin!” Samuel menepis apa yang ada dipikirannya. Samuel yakin kalau Dean bukanlah ayah kandung Joice. Samuel mengembuskan napas panjang, membuang pandangannya tak lagi menatap Dean. Saat ini Samuel berpura-pura di ha

  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 224 – DNA Test Results

    “Jadi benar kalau putriku besok sudah diperbolehkan pulang, Dok?” Brianna bertanya pada sang dokter yang berdiri di hadapannya. Raut wajah Brianna sumiringah bahagia kala mendengar dari sang dokter kalau Joice sudah diperbolehkan pulang. Sang dokter menganggukan kepalanya. “Benar, Nyonya. Putri Anda sudah diperbolehkan untuk pulang.” “Terima kasih, Dokter,” jawab Brianna dengan senyuman di wajahnya. Mata Brianna memancarkan kilat tasa bahagia yang tak terhingga. Pun Selena yang sejak tadi ada di sisi Brianna turut berbahagia mendengar Joice diperbolehkan untuk pulang. “Baiklah, kalau begitu saya permisi.” Dokter segera pamit undur diri dari hadapan Brianna dan Selena. “Mommy, lihat kan? Dokter sudah memperbolehkanku pulang. Aku pintar dan kuat, Mommy. Aku sudah banyak makan. Jadi aku cepat sehat,” ucap Joice kala sang dokter sudah pergi meninggalkan ruang rawatnya. Selena dan Brianna mengalihkan pandangan mereka pada Joice yang duduk di ranjang sambil meminum susu cokelat. Di sam

  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 223 – Dean's Suspicion

    “Dean? Kau dari mana saja? Kenapa bertemu dokter lama sekali?” ujar Juliet bertanya seraya menatap Dean yang baru saja masuk ke dalam ruang rawatnya. Hampir satu jam Juliet menunggu Dean. Padahal sebelumnya, Dean hanya berpamitan padanya pergi keluar hanya sebentar saja. “Maaf, tadi aku sempat bertemu dengan temanku sebentar.” Dean duduk di tepi ranjang Juliet, menatap lekat Juliet. Dean memilih untuk beralasan bertemu dengan temannya di luar. Pasalnya, Dean tak mungkin menceritakan tentang Brianna pada Juliet. “Oh, begitu. Yasudah tidak apa-apa,” jawab Juliet yang mengerti. “Juliet, apa kau sudah makan?” “Belum, Dean. Aku belum makan. Aku menunggumu.”“Harusnya kau jangan menungguku, Juliet. Kau sedang sakit. Kalau kau terlambat makan, kapan kondisimu bisa cepat pulih?” “Maaf, Dean. Lain kali aku tidak akan terlambat makan.” “Yasudah, makanlah sekarang.” Dean mengalihkan pandangannya ke atas nakas, pria itu melihat ada makanan yang sudah tersedia di sana—lalu Dean mengambil ma

  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 222 – Whose Bracelet is That?

    “Dean, kenapa kau di sini? Bukannya harusnya kau ada di ruang rawat Juliet?” ujar Brianna lembut dan pelan kala Dean baru saja selesai mengompres rahangnya dengan handuk hangat. Ya, kini Brianna tengah berada di ruangan yang sengaja Dean minta perawat untuk menyiapkan. Ruangan di mana Dean membantu Brianna mengompreskan handuk hangat ke rahang Brianna. Pun Dean meminta dokter untuk memeriksa kondisi rahang Brianna. Pasalnya warna merah di rahang Brianna sebagian sudah memar biru akibat cengkaraman kuat Ivan. Awalnya, Brianna tak mau diperiksa oleh dokter, tetapi Dean memaksa. Hingga akhirnya mau tak mau Brianna diperiksa oleh dokter. Terdengar berlebihan tetapi Brianna tak enak kalau menolak niat baik Dean. Terlebih tadi Dean sudah menyelamatkannya dari Ivan. Kalau saja Dean tak ada, entah apa yang akan terjadi pada Brianna. Dean duduk di samping Brianna, menatap hangat wanita itu. “Tadi aku ingin bertemu dengan dokter. Tapi aku tidak sengaja melihatmu bersama dengan seorang pria di

DMCA.com Protection Status