“Nona … Anda cantik sekali.”
Jenia—asisten pribadi Selena berseru memuji penampilan Selena yang begitu memukau. Gaun berwarna gold yang tampak sederhana itu begitu mewah ketika dipakai oleh Selena. Rambut pirang Selena terjuntai ke belakang punggung. Riasan make up flawless membuat Selena benar-benar sempurna. Meski sudah pernah melahirkan tapi Selena memiliki lekuk tubuh yang indah. Beberapa bentuk tubuh Selena berukuran menantang menggoda para kaum adam. Jenia yang melihat penampilan Selena pun tak berkedip sedikit pun. Cantik. Bahkan sangat cantik. “Apa benar gaun ini sudah cocok untukku, Jenia? Setelah melahirkan bentuk tubuhku tidak selangsing saat dulu.” Selena berucap memastikan penampilannya malam ini. Selena sampai meminta Jenia datang ke penthouse-nya hanya karena Selena meminta pendapat Jenia gaun apa yang paling tepat dia pakai malam ini. Sudah lama Selena tak menghadiri jamuan makan malam seperti ini membuat Selena gugup dan sedikit takut. Senyuman hangat di wajah Jenia terlukis begitu tulus. “Anda sangat cantik, Nona. Gaun ini sangat cocok dipakai Anda.” Selena mengatur napasnya. Berusaha mengatasi dirinya yang dilanda kepanikan dan kecemasan. “Yasudah, aku berangkat sekarang. Putraku sedang tidur. Tolong kau beritahu pengasuhnya kalau Oliver terbangun buatkan susu cokelat untuk putraku.” “Baik, Nona.” Jenia menjawab dengan sopan. Selena tersenyum samar. Lalu dia melangkah meninggalkan penthouse-nya. Tampak wajah Selena berusaha untuk tetap tersenyum walau tak dipungkiri kecemasan dalam dirinya tetap masih ada. *** The Savoy Hotel adalah salah satu hotel mewah yang ada di London. Adapun hotel ini dipilih menjadi tempat di mana jamuan makan malam keluarga besar Geovan bersama dengan rekan bisnis penting dari keluarga Geovan. Tentu yang turut hadir di pesta ini bukanlah dari kalangan yang sembarangan. Tamu undangan yang hadir di jamuan makan malam ini adalah tamu undangan yang darang pastinya adalah jajaran pengusaha ternama. Kini mobil yang membawa Selena mulai memasuki lobby The Savoy Hotel. Selena segera turun dari mobil. Terlihat jepretan kamera terus memotret Selena yang baru saja turun dari mobil. Beberapa wartawan itu menanyakan tentang ke mana saja Selena yang tak pernah muncul dalam jamuan makan malam yang diadakan Keluarga Geovan. Namun, Selena tidak banyak bicara. Selena hanya mengulas senyuman hangat pada para wartawan. Lalu dia melangkah memasuki lobby hotel. “Kak Selena…” Miracle—saudara kembar Selena langsung memeluk Selena kala melihat Selena datang. Wanita itu begitu merindukan kakaknya. Sudah lama sekali Miracle tidak melihat Selena. Dan tentu Selena pun membalas pelukan Miracle. Selena memiliki saudara kembar. Di mana Selena adalah kakak sedangkan Miracle adalah adik. Miracle telah menikah dengan salah satu pengusaha ternama asal Milan yang bernama Mateo De Luca. Kehidupan Miracle sangat bahagia bersama dengan suami dan ketiga anaknya. Dan meski kembar, Selena dan Miracle memiliki wajah yang berbeda. Tepatnya Selena dan Miracle adalah kembar tidak identik. Selena berambut pirang sedangkan Miracle berambut cokelat. Hanya ada satu kesamaan Selena dan Miracle yaitu mereka memiliki manik mata biru seperti lautan. “Kau sendiri, Miracle? Di mana Mateo?” tanya Selena seraya mengurai pelukannya pada sang adik. “Mateo sedang bersama dengan rekan bisnisnya, Kak,” jawab Miracle. “Aku senang kau datang, Kak.” Selena tersenyum. “Iya, Kak Sean yang memintaku untuk datang. Hm … Miracle, di mana Dad dan Mom?” tanyanya pelan. “Dad dan Mom sedang menyambut para tamu undangan. Mereka ada di sisi kiri,” jawab Miracle seraya menggerakan kepalanya ke kiri. Pelan-pelan Selena mengalihkan pandangannya ke sisi kiri. Tampak Selena menatap kedua orang tuanya yang tengah berbincang dengan para tamu undangan. Selena melihat Marsha—ibunya memberikan senyuman. Namun, sayangnya William—sang ayah mengabaikan keberadaannya. Seolah dirinya tidak ada di pesta ini. “Kak, aku tinggal sebentar, ya. Mateo memanggilku,” ucap Miracle kala melihat sang suami memberikan isyarat agar dirinya mendekat. Selena menganggukan kepalanya. Kemudian, Miracle segera melangkah menghampiri Mateo. Tampak beberapa Selena mengulas senyuman pada sepupu-sepupunya. Di ujung kanan Selena sudah melihat Sean bersama dengan Stella—istri kakaknya tengah menyapa para tamu undangan. Sean dan Stella pun melambaikan tangan padanya meminta Selena untuk bergabung, namun Selena masih enggan untuk bergabung. Selena hanya mengulas senyuman di wajahnya. Sebuah senyuman hangat pada kakak sekaligus kakak iparnya. “Selena Geovan.” Suara bariton memanggil nama Selena; refleks, Selena mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu. Dan seketika Selena terdiam menatap sosok pria tampan yang ada di hadapannya. Ada rasa aneh dalam diri Selena kala ada yang menyapanya ‘Selena Geovan’ sudah lama sekali tidak ada yang menyebut namanya dengan nama belakang sang ayah. “Maaf? Apa kita saling mengenal sebelumnya?” tanya Selena dengan senyuman ramah di wajahnya pada sosok pria yang ada di hadapannya itu. Dalam benak Selena berusaha mengingat pria yang menyapanya. Namun sayangnya Selena tak mengingat sosok pria itu. Mungkin saja pria di hadapannya adalah rekan bisnis ayahnya yang baru dalam lima tahun terakhir. Karena jika rekan bisnis lama maka Selena pasti akan mengenalinya. “Dean Osbert … kau bisa memanggilku Dean.” Pria itu memperkenalkan diri seraya mengulurkan tangannya pada Selena. Pun Selena menyambut uluran tangan pria itu dengan ramah. “Selena … kau bisa memanggilku Selena,” jawab Selena ramah. Dean mengangguk-anggukan kepalanya. “Rasanya aku tidak mungkin tidak mengenali putri dari pengusaha ternama William Geovan. Well, tanpa kau memperkenalkan diri tentu aku tahu namamu, Selena.” Selena tersenyum canggung. Lagi. Banyak orang yang mengenal bahwa dia adalah putri ayahnya. Terkadang Selena merasa malu dan tidak pantas menjadi bagian dari Keluarga Geovan. Dia hanya membuat keluarga besarnya malu. “Kau datang ke pesta ini sendirian?” tanya Dean seraya menatap Selena. “Seperti yang kau lihat aku datang ke pesta ini sendiri,” jawab Selena hangat. “Aku pernah melihatmu di media tapi ternyata kau jauh lebih cantik dari yang aku lihat di media.” Dean berucap memuji Selena. Selena tersenyum. “Terima kasih, Dean.” “Tadi aku menghampirimu atas izin dari kakakmu; Sean. Aku meminta izin pada Sean untuk mengajakmu berkenalkan. Dan ternyata kakakmu mengizinkan. Sepertinya Dewi Fortuna sedang datang padaku malam ini,” ujar Dean memberitahu dengan senyuman yang terus terlukis di wajahnya. Selena sedikit terkejut mendengar ucapan Dean. Detik selanjutnya, tatapan Selena teralih pada Sean yang berada di ujung kanan. Tampak Sean menggerakan sedikit kepala. Mengartikan kalau kakaknya itu meminta dirinya untuk berkenalan dekat dengan pria yang bernama Dean. Lagi dan lagi. Ini bukan pertama kali. Kakaknya itu memang kerap berusaha memperkenalkan dirinya pada banyak pria. “Ah, begitu. Baiklah, Dean.” Selena mengukir senyumannya. Dia sedikit bingung harus menjawab apa ucapan Dean. Lama tidak menghadiri acara seperti ini membuat Selena benar-benar canggung. Sekarang saja banyak sekali yang menatap dirinya. Beruntung Selena memiliki keluarga yang tak pernah menjatuhkannya. Hanya saja beberapa rekan bisnis lama keluarganya selalu menatap dirinya. Lima tahun menghilang tentu banyak orang yang curiga. Hingga kemudian, tatapan Selena dan Dean mulai teralih bersamaan dengan sorot kamera teralih pada pintu masuk ballroom. Seketika … Selena membeku menatap pasangan yang tampak romantis memasuki ballroom. Sang pria begitu gagah dengan balutan tuxedo. Sedangkan sang wanita tampil seksi dengan balutan gaun berwarna merah. Selena merasa kalau aliran darahnya berhenti detik itu juga. Tubuh Selena menegang. Sepasang iris mata birunya terus menatap sosok pria yang datang. Di hadapan Selena adalah Samuel bersama dengan Iris. Selena yakin kalau Samuel dan Iris pasti sudah menikah. Sungguh, Selena nyaris tertawa kembali dipertemukan oleh kedua pasangan sempurna ini. Setelah bertahun-tahun lamanya, dia harus kembali melihat sosok yang tak pernah dia ingin lagi temui. Kilat kamera tersorot pada Samuel dan Iris. Tampak Iris beberapa kali tersenyum dan melambaikan tangannya di depan kamera. Sebagai pengacara terkenal, nama Samuel memang sudah sering dikenal para media. Ditambah dengan Iris adalah seorang artis ternama asal Amerika. Beberapa film layar lebar, brand ambassador dari brand ternama di dunia, lalu model Victoria secret, Semua telah dibintangi Iris Halburt. Tak heran jika Samuel dan Iris datang akan menjadi pusat perhatian para media. Namun … dikala Samuel melangkah masuk ke dalam pesta, tatapan Samuel teralih pada sosok wanita berparas cantik. Bahkan sangat cantik. Gaun berwarna gold membalut indah tubuh wanita itu. Rambut pirang terjuntai memukau. Sepasang iris mata biru layaknya keindahan lautan itu kini telah bertatapan dengannya. She’s so damn beautiful!She’s so damn beautiful! Sepasang iris mata cokelat Samuel tak henti menatap keindahan yang ada di hadapannya. Gerak yang diberikan Selena membuat wanita itu memang diciptakan layaknya seorang penggoda. Tapi tunggu, dikala Samuel tengah menatap Selena tatapan Samuel teralih pada sosok pria yang ada di samping Selena. Seketika tatapan Samuel menjadi dingin kala melihat Selena bersama dengan pria lain. Tampak aura wajah Samuel persis seperti ingin membunuh. Selena tetap berdiri di tempatnya. Wanita itu menatap pasangan sempurna yang ada di hadapannya. Namun tak dipungkiri Selena seperti merasakan api yang membakar tubuhnya. Hanya saja api yang telah membakar itu telah mampu Selena padamkan. Lima tahun bukanlah waktu yang sebentar. Tentu Selena tahu bagaimana mengendalikan diri. “Tuan Samuel?” Dean menyapa kala melihat Samuel dan Iris semakin mendekat. Samuel tersenyum tipis kala Dean menyapanya. “Ya, Tuan Dean.” “Kau? Apa kita pernah bertemu sebelumnya?” Iris menatap wajah Selena.
“Sayang … aku sudah meminta asistenku mengurus segala persiapan pernikahan kita. Aku ingin pernikahan kita adalah pernikahan termewah tahun ini, Sayang. Gaun pengantin dan perhiasan juga sudah aku pesan.” Suara Iris berseru merdu seraya menatap Samuel yang tengah melajukan mobilnya. Kini Iris dan Samuel tengah berada di perjalanan. Mereka baru saja kembali dari pesta. Tentu Samuel mengantar Iris ke penthouse. Selama di London, Iris memang tinggal di penthouse milik Samuel. Hanya saja Samuel tidak tanggal di sana. Samuel lebih memilih tinggal di apartemennya yang tak terlalu besar. Pasalnya Samuel terkadang bekerja hingga larut malam. Pun dia lebih suka menyendiri jika tengah fokus dalam pekerjaannya. Itu yang membuat Samuel memilih untuk tinggal di apartemennya yang tak terlalu besar. “Kau atur saja,” ucap Samuel datar. Tatapannya terus menatap ke hamparan jalanan yang luas. Pria itu tampak tak begitu menanggapi ucapan Iris. Pikirannya seperti tengah memikirkan sesuatu yang sulit un
“Selena?” Jantung Samuel berdegup dengan kencang kala nama itu lolos di mulutnya. Tampak iris mata Samuel menunjukan jelas keterkejutannya. Pancaran mata menatap tak percaya sosok wanita yang ada di hadapannya. Beberapa kali Samuel meyakinkan kalau apa yang dia lihat itu salah. Tapi tidak. Samuel tidak mungkin salah. Manik mata biru seperti lautan itu begitu sangat Samuel kenali. Setiap gerak lekuk tubuhnya membuat Samuel yakin siapa sosok wanita di hadapannya itu. Selena melangkah mendekat pada Oliver. Namun … seketika tubuh Selena mematung menatap pria yang ada di samping Oliver. Seperti bumi yang berhenti pada porosnya. Tubuh Selena nyaris ambruk. Tenggorokan Selena tercekat. Darah yang mengalir di tubuhnya seolah tak lagi mengalir. Terlihat jelas wajah Selena memucat. Sesaat Samuel dan Selena saling melemparkan tatapan. Pancaran di manik mata keduanya jelas menunjukan rasa yang sama-sama terkejut. Mereka masih sama-sama diam. Tak mengeluarkan satu kata pun. Tatapan yang mengisy
Samuel menegak kasar wine di tangannya. Pria itu beberapa kali memejamkan mata seraya meloloskan umpatan kasar. Tampak pikiran Samuel begitu kacau. Benaknya tak henti-hentinya memikirkan tentang Selena yang ternyata memiliki seorang anak. Harusnya Samuel tak peduli akan hal ini. Akan tetapi entah kenapa semuanya begitu mengganggu pikirannya. Oliver … Bocah laki-laki itu memiliki iris mata cokelat tidak menuruni manik mata biru Selena. Alis tebal. Hidung mancung. Rambut cokelat gelap. Wajah bocah laki-laki itu tampak tak asing. “Shit!” Samuel mencengkram kuat gelas sloki di tangannya dan nyaris meremukan. Entah kenapa Selena telah memiliki anak membuat hati Samuel merasa tak nyaman. Samuel kembali menegak kasar wine-nya. Beberapa kali Samuel berusaha menepis pikirannya yang tengah dibayang-bayangi tentang Selena. Namun, kenyataannya Selena selalu muncul di pikirannya itu. Samuel mengatur napasnya. Berusaha untuk mengosongkan pikirannya. Kalau pun Selena sudah menikah apa peduliny
Mata Selena melebar kala Bibir hangat Samuel menempel di atas bibirnya. Jantung Selena berdetak tak karuan nyaris melompat dari tempatnya. Sepasang iris mata biri Selena menatap sanga dekat manik mata cokelat Samuel. Beberapa detik, mereka belum menyudahi keintiman itu. Bahkan mereka tak memedulikan banyak mata yang melihat mereka.Hingga kemudian, tiba-tiba kewarasan muncul dikeduanya. Mereka menyadari tanpa sengaja bibir mereka bersentuhan. Buru-buru, Samuel bangkit berdiri seraya menbantu Selena untuk juga berdiri. Kecanggungan terjadi di antara dua manusia itu. Namun, baik Samuel dan Selena tetap menunjukan sifat acuh satu sama lain. “Tuan … Nona … kami minta maaf … sungguh maafkan kami.” Para pekerja membungkukan kepalanya pada Samuel dan Selena. Mendengar permintaan maaf para pekerja, membuat Samuel dan Selena mengalihkan pandangan mereka. Tampak sorot mata Samuel menatap dingin dan tajam para pekerja yang ada di hadapannya itu. “Kalian itu bodoh atau apa? Kenapa berjalan tid
Selena duduk di kursi kerjanya dengan tatapan kosong dan pikiran menerawang. Kali ini wajah Selena terlihat sedikit muram. Wanita itu seperti memiliki jutaan hal yang mengusik pikirannya. Salah satu hal yang Selena pikirkan adalah kata-kata Samuel. Harusnya Selena tidak terluka. Namun tak dipungkiri hati Selena seolah tercabik. Lagi. Samuel selalu berhasil melemparkan dirinya ke lautan lepas. Bertahun-tahun, Selena memang selalu berusaha menjadi wanita yang kuat. Selena tidak mau sampai ada orang yang mampu menjatuhkan dirinya. Tetapi sekarang keadaannya berbeda. Hanya dengan sebuah kata sarkas yang dikeluarkan oleh Samuel telah berhasil membuat hati Selena kembali merasakan luka dalam. “Nona Selena?” Jenia—asisten menyapa sontak membuat Selena membuyarkan lamunannya. “Ya?” Selena segera mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu. Seketika kening Selena mengerut melihat sebuah rangkaian bunga mawar merah yang ada di tangan Selena. “Nona Selena maaf mengganggu Anda. Saya hanya
“Astagaaaaa gaunku!! Kau itu bodoh atau apa hah?! Gaunku ini mahal!!”Suara Iris berteriak begitu keras kala melihat saus burger mengenai gaun mahalnya itu. Noda di dress itu begitu terlihat jelas. Kini tatapan Iris menajam menatap bocah laki-laki yang menabraknya. Tampak jelas kemarahan ada di wajah Iris. “Aku minta maaf, Bibi. Aku tidak sengaja.” Bocah laki-laki itu polos sambil menatap Iris yang tengah marah-marah padanya. Mata cokelat bocah laki-laki itu mengerjap beberapa kali Menatap Iris yang memberikan tatapan tajam padanya. “Shit! Maaf kau bilang? Gaunku ini mahal! Dan kau merusak gaun kesayanganku!” bentak Iris keras. “Anak bodoh! Di mana matamu itu! Kenapa kau jalan tidak menggunakan matamu dengan baik!!!” Iris memaki bocah laki-laki di hadapannya. Emosinya tumpah tak lagi tertahan. Gaun yang dia beli dari designer ternama harus rusak akibat bocah laki-laki bodoh di hadapannya itu. “Bibi … aku salah, aku sudah minta maaf. Nanti aku akan bilang Mama untuk mengganti gaun B
“Mama…” Oliver menghamburkan tubuhnya ke pelukan Selena yang baru saja tiba di penthouse. Tampak bocah laki-laki itu begitu senang karena ibunya sudah pulang. Karena sejak tadi Oliver menunggu Selena untuk pulang. Senyuman di wajah Selena terlukis kala sudah disambut oleh putranya itu. Kini Selena menundukan tubuhnya, mensejajarkan pada tubuh putra kecilnya. “Apa kau sudah makan, Sayang?” ucapnya sembari memberikan di pipi bulat Oliver. Oliver menganggukan kepalanya. Lalu dia melingkarkan tangan mungilnya ke leher Selena sambil berkata, “Sudah, Mama. Aku tadi makan salmon dan pasta. Aku sudah makan banyak, Ma. Aku juga sudah selesai khursus Bahasa Russia dan Jepang, Ma. Aku akan menjadi anak yang pintar dan hebat.” Selena mengulum senyumannya mendengar ucapan Oliver. Selama ini memang Selena selalu mengatakan kalau Oliver mampu menguasai banyak bahasa maka putranya itu akan menjadi anak yang hebat. Dan Selena pun selalu memberikan yang terbaik untuk Oliver. Putra kecilnya itu meman
Samuel menatap Selena yang tertidur begitu pulas. Sekitar sepuluh menit lalu, Samuel meminta dokter untuk menyuntikan obat penenang pada Selena agar wanita itu tidur nyaman. Beruntung, Selena pun sejak tadi menuruti semua perkataannya. Lebih tepatnya tubuh Selena begitu lemah sampai membuat wanita itu tak banyak bicara.Saat ini Samuel membawa Selena ke apartemen pribadinya. Dia tak mungkin membawa Selena ke mansion keluarga Geovan. Pasalnya Samuel tak ingin membuat kedua orang tua Selena cemas. Pun di sana ada Oliver. Itu kenapa Samuel lebih memilih membawa Selena ke apartemen pribadinya. Sejenak, Samuel mengembuskan napas panjang. Dalam benaknya terus saja memikirkan bagaimana kalau dirinya sampai datang terlambat. Shit! Samuel mengumpat dalam hati, ingatannya tergali saat Almero hendak menyentuh Selena. Jika mengingat itu semua membuat emosi Samuel terasa begitu terbakar. Harusnya dia membunuh Almero dengan cara yang lebih kejam! Sungguh, membayangkan itu semua membuat Samuel bena
Brakkkk Suara dobrakan pintu yang begitu keras suskes membuat pintu itu terpental. Refleks, Almero mengalihkan pandangannya kala pintu berhasil terdobrak. Seketika mata Almero terkejut melihat dia sosok pria yang datang menatapnya dengan tatapan penuh amarah. “Berengsek!” Samuel menerjang Almero dengan emosi yang nyaris meledak. Tanpa belas kasihan, Samuel menarik kerah baju Almero, menghajarnya tanpa ampun. BUGH BUGH BUGH BUGH “Mati kau, Sialan!” Samuel menendang perut Almero hingga membuat Almero tersungkur di lantai. Namun, kala Samuel ingin kembali menyerang Almero tiba-tiba anak buah Almero berhamburan datang. Tampak Samuel dan Mateo melangkah mundur. Mateo sejak tadi ingin menolong Miracle tapi dia tak bisa melakukanya sekarang. Kondisinya dikepung seperti ini membuat Mateo harus melumpuhkan anak buah Almero lebih dulu. Napas Mateo memburu. Sorot matanya menajam dan memendung amarah. Darah Miracle memenuhi lantai membuat emosi Mateo tersulit. Fuck! Mateo mengumpat dalam
“Tubuhmu. Kesepakatanku dengan Iris adalah aku bisa mencicipi tubuh indahmu, Nona Geovan.” Raut wajah Selena berubah menjadi pucat mendengar apa yang diucapkan oleh Almero. Sepasang iris mata biru Selena melebar tersirat rasa takut yang telah menelusup ke dalam dirinya. Wanita itu menegang dengan rasa cemas yang melanda hebat dirinya. Seketika itu juga jantung Selena berpacu begitu keras akibat ketakutannya. Peluh mulai muncul di pelipisnya. Dalam hati, Selena berharap Samuel atau keluarganya bisa datang tepat waktu menyelamatkan dirinya dan Miracle. “Berengsek! Jaga bicaramu!” maki Miracle emosi. Wanita itu tak bisa lagi menahan amarah kala mendengar ucapan kurang ajar yang diucapkan oleh pria yang bernama Almero Abner. Ini sudah waktunya untuk bertindak. Meski Miracle tahu dirinya akan sulit melawan dalam posisi tangan di borgol tapi tetap saja Miracle akan berjuang sekuat tenaga. Dia tak akan membiarkan terjadi sesuatu hal yang buruk pada saudara kembarnya itu. Almero melirik Mi
“Kau—” Mata Selena menatap dua wanita di hadapannya dengan tatapan yang begitu tajam dan tersirat memendung amarahnya. Rahang Selena mengetat. Tangannya terkepal begitu kuat. Mati-matian Selena berusaha menahan amarah dalam dirinya. Sudah sejak tadi Selena menduga dalang dibalik ini semua. Tapi Selena tak menyangka ternyata apa yang ada di dalam benaknya adalah sungguhan. “Hi, Selena. Long time no see. Senang sekali aku bertemu denganmu di tempat ini.” Wanita di hadapan Selena itu menyapa sekaligus melukiskan senyuman anggun seraya mengibaskan rambutnya. “Fuck! Jalang sialan! Beraninya kau menjebak saudara kembarku! Apa kau bosan hidup!” Miracle hendak menyerang sosok wanita di hadapannya. Meski tangannya terborgol bisa saja Miracle melompat agar tetap bisa bangun. Bodohnya orang-orang yang menculiknya itu tak mengikat kakinya. Itu yang mempermudah Miracle. “No, Miracle. Please.” Selena langsung mencegah Miracle. Meminta saudara kembarnya itu untuk tenang dan tak terpancing oleh em
Pelupuk mata Selena bergerak-gerak. Perlahan Selena mulai membuka matanya. Wanita itu sedikit meringis merasakan tubuhnya terasa sakit. Sayup-sayup, Selena mengendarkan pandangannya di sekitar—melihat dirinya berada di sebuah gudang gelap dan berukuran besar. Selena memijat pelipisnya kala rasa sakit di kepalanya muncul menyerang. Tubuhnya pun nyeridan pegal.“Akh—” Selena meringis merasakan sakit di tengkuk lehernya. Beberapa detik, Selena tampak terdiam berusaha mengingat kenapa dirinya bisa berada di gudang beruangan gelap seperti ini. Lalu … tiba-tiba ketika ingatan di kepala Selena muncul, wanita itu terkejut sekaligus ketakutan mengingat semua yang terjadi. Napas Selena cemas. Namun mati-matian Selena menyingkirkan rasa takut yang telah menelusup ke dalam dirinya. Ya, setakut apa pun dirinya, Selena yakin Samuel ataupun keluarganya pasti akan datang mencarinya. Dalam keadaan seperti ini takut hanyalah sia-sia. Yang Selena bisa lakukan hanya tetap tenang dan mencoba untuk berpiki
Tubuh Selena bergetar ketakutan melihat Miracle jatuh pingsan. Raut wajahnya pucat pasi begitu terlihat jelas. Mata Selena menatap nanar Miracle yang tergeletak tak berdaya di lantai. Jantung wanita itu berdetak tak karuan. Sejenak, Selena berusaha berpikir siapa dalang dibalik semua itu. Pasalnya Selena tak pernah memiliki musuh. Hingga kemudian, tiba-tiba sesuatu muncul dalam benaknya. Sesuatu hal di mana dia mulai tahu siapa dalang dibalik semua ini. Hanya saja Selena masih memiliki keraguan. Beberapa detik, Selena masih diam melihat pria yang bernama ‘Almero Abner’ tertawa melihat Miracle berhasil dilumpuhkan. Napas Selena memburu. Ingin sekali dia melawan tapi Selena tahu kemampuannya. Selena tetap berusaha tenang dan anggun di tempatnya. Dia yakin keluarganya ataupun Samuel pasti akan menemukannya. “Oh, astaga … ini benar-benar lucu. Ternyata istri Mateo De Luca tidak sekuat yang aku bayangkan.” Almero tertawa mengudara. Tawanya begitu puas meledek Miracle yang berhasil dilum
“Nyonya Miracle De Luca, apa yang Anda cari?” Suara berat Almero sontak membuat Miracle terkejut. Refleks, Miracle mengalihkan pandangannya pada Almero. Mengulas senyuman paksaan di wajahnya. Walau hati dan benak Miracle sedang mencurigai sesuatu tapi Miracle tetap menunjukan wajah elegan, anggun, dan berkelas seperti biasanya. “Ah, tidak. Aku hanya sedikit bingung ada restoran baru di sini. Jadi aku mengendarkan pandaganku melihat design restoran kecil ini. Apa kau mengenal pemilik restoran ini, Tuan Almero?” tanya Miracle dengan senyuman penuh arti di wajahnya. Sepasang manik mata biru Miracle tak lepas menatap Almero yang duduk di hadapannya. “Well, saya mengenal pemilik restoran ini. Bahkan sangat mengenal. Dan, ya … restoran ini baru di buka, Nyonya. Itu kenapa restoran ini masih sepi. Tapi khusus hari ini, saya sudah memesan restoran ini. Saya kurang suka keramaian. Terlebih kali ini pembahasan saya dengan Nona Selena sangat penting. Saya ingin fokus dengan project yang saya
Matahari begitu terik. Selena yang tengah ada di dalam mobil sesekali melihat pemandangan di luar. Cuaca cerah seperti ini harusnya Selena mengajak Oliver berjalan-jalan namun rasanya itu tak mungkin karena siang ini Selena memiliki pertemuan penting dengan rekan bisnisnya. Hanya saja, yang membuat Selena bingung adalah kenapa bisa rekan bisnisnya memilih jalanan yang kecil untuk pertemuan mereka. Selena mengembuskan napas panjang dan menepis hal-hal yang muncul dalam benaknya. Mungkin saja memang rekan bisnisnya sedang berada di wilayah tersebut, itu yang sekarang ada di dalam pikiran Selena. Lagi pula, Selena pun tak akan lama. Sepulang dari bertemu dengan rekan bisnisnya, Selena akan segera mengajak Oliver jalan-jalan sore. Tentu yang Selena fokuskan saat ini adalah Oliver. Pekerjaan akan tetap dia pikirkan tapi tidak sepenting dulu. Oliver adalah segalanya. Selena menyadari kalau selama ini waktunya untuk Oliver sangat kurang. Hal itu yang membuat Selena sekarang ingin fokus memb
“Selena, malam ini Samuel datang kan?” Suara Marsha bertanya seraya menatap putrinya yang tengah membersihkan sayur. Ya, setelah tadi pagi ke supermarket, sekarang Marsha dan Selena berada di dapur menyiapkan makan malam. Khusus kali ini Marsha dan Selena memang ingin masak bersama. Bahkan mereka tak ingin pelayan membantu mereka. “Iya, Mom. Samuel pasti datang. Kalau dia tidak datang nanti Oliver akan merajuk. Belakangan ini Oliver sering manja dengan ayahnya, Mom. Jadi aku juga sedikit kerepotan. Oliver tidak suka jika permintaannya ditolak. Samuel terlalu memanjakan Oliver.” Selena menjawab seraya meniriskan sayuran yang telah dibersihkan itu. Lantas Selena mulai mengolah bahan-bahan yang dibutuhkan untuk masakannya. Senyuman di wajah Marsha terlukis mendengar apa yang dikatakan oleh Selena. “Wajar saja kalau Oliver manja. Selama ini dia begitu merindukan ayahnya, Selena. Kau harus mengerti. Hampir lima tahun Oliver tumbuh tanpa kasih sayang seorang ayah. Meski kau telah berjuang