"Mama! Mama, bangun!" Nila merasa pipinya ditepuk-tepuk seseorang. Perlahan dia membuka matanya dan melihat Haiden di atas ranjangnya sambil membawa handuk. Nila segera memeriksa jam di layar ponselnya dan terkejut bukan main. Dia akan terlambat berangkat ke kantor. Sudah terbayang bagaimana bosnya akan memarahinya, atau bahkan memberinya sanksi. "Mama telat bangun." Haiden terkekeh. "Iya, Sayang. Ya udah, yuk, kita cepat mandi." Nila menggendong Haiden ke kamar mandi. Dia berusaha secepat kilat untuk mempersiapkan semuanya pagi itu untuk meminimalisir waktu terlambatnya ke kantor. Dari memandikan Haiden hingga anak itu siap berangkat sekolah, lalu berdandan ala kadarnya, sarapan dan semuanya. Setelah memastikan Haiden masuk kelas, Nila segera bertolak ke kantor. Sayangnya dia terlambat hingga tiga puluh menit lamanya. Dia segera meminta maaf pada Bu Yolanda atasannya dengan perasaan harap-harap cemas. "Tadi Pak Jason nggak bilang apa-apa waktu ngecek ke sini." Jawaban Bu Yoland
"Nila!" panggil Danu membuat Nila menghentikan langkahnya keluar dari area kantor. Danu baru saja turun dari mobilnya dan menghampirinya."Pulang bareng, yuk. Kita jemput Haiden sekalian," tawar pria itu."Nggak ngerepotin nih, Pak?" tanya Nila.Danu meloloskan tawanya. "Ini sudah di luar jam kantor. Jangan panggil Pak lagi lah, Nil. Aneh banget rasanya."Nila mencebik. "Aku naik taksi aja.""Jangan lah. Aku pingin ketemu Haiden juga kok." "Ya, udah lah," timpal Nila pasrah. Nila pun mengikuti langkah Danu menuju mobilnya. Sekilas, dia melihat mobil Jason melintas. Kemudian dia masuk ke dalam mobil Danu."Gimana kerja jadi aspri Pak Jason, galak nggak dia sekarang?" tanya Danu mengawali obrolan, setelah mobilnya melaju meninggalkan area kantor. "Nggak galak sama sekali, Dan. Aneh menurutku. Kenapa sikapnya tiba-tiba berubah seperti itu, ya?" tanya Nila. Danu tersenyum mendengar ucapan Nila. "Ya, begitulah dia, orangnya susah ditebak," kekehnya. "Yang penting gajiku naik berkali-ka
Nila sedang membuat kopi untuk Jason di pantry saat Bu Yolanda menghampirinya. Wajah perempuan paruh baya itu tampak tidak ramah. "Nila, kamu ngasih apa ke Pak Jason, kok bisa tiba-tiba dia mengangkat kamu jadi asisten pribadi?" tanya Bu Yolanda tanpa basa-basi. Dia sudah kesal dari beberapa hari ini sejak Nila naik pangkat. Padahal dirinya yang sudah bekerja bertahun-tahun di kantor ini. Seharusnya dirinyalah yang diangkat menjadi sekretraris pribadi Jason."Maksudnya gimana, Bu?" tanya Nila tak mengerti dengan maksud wanita itu. "Jadi kamu pikir kamu bisa memakai tubuhmu untuk mendapatkan jabatan sebagai sekretaris pribadi Pak Jason?" tanya Bu Yolanda dengan nada yang tajam.Nila terkejut dan bingung. Dia tak pernah memikirkan hal itu. Dia hanya mencoba melakukan pekerjaannya dengan baik. Mengapa Bu Yolanda menuduhnya seperti itu."Tidak, Bu. Saya tidak pernah berpikir seperti itu. Saya hanya mencoba melakukan pekerjaan saya dengan baik," ujar Nila, mencoba menjelaskan diri."Tapi
"Acara gala dinner akhir pekan si Puncak, saya minta kamu ikut, ya." Setelah mengatakan hal itu pada Nila, Jason menghilang di balik pintu. Nila mengecek jadwal yang telah dia susun seminggu ini untuk Jason di layar komputernya. Benar adanya. Kenapa dia bisa lupa. Acara itu akan berlangsung semalam. Artinya, Nila harus menitipkan Haiden pada temannya lagi. Sepertinya, hal-hal seperti ini yang harus Nila persiapkan sebagai asisten pribadi Jason. Dia harus menemani pria itu menghadiri acara ke luar kota meskipun di luar hari kerja. Akhir pekan pun tiba, Nila berangkat ke Puncak bersama Jason. Hanya berdua. Entah kenapa, lagi-lagi pria itu tidak membawa supir. Dia lebih senang menyetir sendiri. Sepanjang perjalanan, Nila merasa begitu canggung. Dia baru pertama kali melakukan perjalanan yang cukup panjang, menempuh waktu hampir dua jam, dengan Jason. Acara gala dinner para pengusaha muda akan diadakan di sebuah villa mewah nanti malam. Villa yang sama tempat Nila menginap. Kamarnya be
Jason yang baru saja melangkahkan kaki ke dalam rumah langsung dihadang oleh Santi yang memasang wajah angker. Wanita yang telah melahirkannya itu sepertinya sedang sangat kesal padanya. Jason bisa menebak alasannya. Pasti Tamara mengadu padanya tentang apa yang Jason katakan malam itu. "Jason, kamu ngomong apa sama Tamara, kok dia datang nangis-nangis katanya nggak mau sampai kehilangan kamu?" tanya Santi. "Memangnya Tamara nggak cerita aku ngomong apa, Ma?" "Cerita. Tapi mama nggak begitu mengerti maksud Tamara apa. Kamu ngomong apa sama dia?" desak Santi."Aku cuma bilang butuh waktu." Santi mengerutkan kening. "Waktu untuk apa?" "Untuk memikirkan hubunganku sama Tamara, Ma." Jason menghempaskan badan ke atas sofa dan menghela napas dalam-dalam. "Memikirkan gimana maksud kamu? Kalian ini sudah tunangan dan sebentar lagi akan menikah.""Ma, aku nggak yakin mau menikah dengan Tamara."Sepasang mata Santi membulat. Dia tentu tidak senang dengan ucapan sang putra. "Nggak yakin gi
Tamara duduk di sebuah cafe menunggu seseorang. Tak lama kemudian, seorang pria berkemeja hitam datang menghampiri. Pria itu membungkuk memberi hormat pada Tamara, kemudian duduk di seberang meja perempuan itu."Gimana, ada info?" tanya Tamara tak sabar. "Sejauh ini saya tidak melihat Pak Jason bersama seorang wanita, kecuali asisten pribadinya, Nona Tamara.""Asisten pribadi? Sejak kapan dia punya asisten pribadi?" Tamara mengerutkan kening. "Seperti apa asisten pribadinya?" Pria itu mengeluarkan ponsel dan menggulirnya sejenak. Kemudian menunjukkan foto seorang wanita cantik pada Tamara. Perempuan itu menunjukkan wajah tak sukanya. "Ini asisten pribadinya?" tanya Tamara. "Benar, Nona. Akhir pekan kemarin Pak Jason mengajaknya ke Puncak untuk acara gathering para pengusaha muda.""Ow, jadi Jason kemarin ke Puncak dengan asisten pribadinya?" Napas Tamara memburu. Asisten pribadi Jason sangat cantik. Tamara tidak bisa menahan rasa curiganya. Bisa saja Jason ada main dengan perempu
Jason duduk di meja kerjanya, sibuk menyelesaikan tumpukan laporan yang menumpuk. Hari ini, dia menerima laporan dari anak buahnya, Rolland, tentang informasi penting mengenai Nila. Dia memang memerintahkan anak buzhnya untuk mengumpulkan informasi tentang perempuan itu dan apa yang dibutuhkannya. Rolland memberitahu Jason bahwa Nila tinggal di sebuah rumah kontrakan yang sempit dan tidak layak huni menurut pendapat Jason yang sudah terbiasa hidup di rumah besar dan mewah.Jason merasa prihatin mendengar kabar tersebut. Dia tidak bisa membiarkan Nila hidup menderita. Tanpa ragu, Jason memutuskan untuk memberikan Nila rumah baru yang lebih baik. Dia ingin memastikan bahwa Nila memiliki tempat yang nyaman untuk pulang setelah seharian bekerja keras. Jason segera menghubungi agen properti terpercaya untuk mencari rumah yang sesuai dengan kebutuhan Nila.Setelah beberapa hari mencari, Jason menemukan rumah yang sempurna untuk Nila. Rumah itu terletak di lingkungan yang aman dan tenang, de
Mata Tamara membulat saat pria yang duduk di hadapannya itu memberi sebuah kabar yang sangat mengejutkan bagi dirinya. Kepalan tangannya memukul meja untuk melampiaskan kekesalannya. Bagaimana mungkin Jason membelikan rumah baru pada asisten pribadinya. Pasti ada sesuatu di balik semua yang dilakukan Jason. Dada Tamara bergemuruh. Asisten Jason adalah perempuan yang menarik dan bisa dikategorikan cantik. Bukan tidak mungkin Jason menaruh hati padanya."Awasi terus perempuan itu. Awasi Jason juga saat bersama perempuan itu ke mana pun mereka pergi," titah Tamara pada anak buahnya itu."Baik, Nona Tamara." Dada Tamara bergemuruh. Dia harus selalu mengawasi gerak-gerik Jason di kantor. Hatinya begitu menaruh curiga pada asisten pribadi tunangannya itu.Sementara itu di kantornya, Jason meminta Nila untuk menemaninya makan siang. Namun, Nila tampak ragu-ragu. Dia takut tiba-tiba tunangan bosnya itu datang dan akan membuat masalah dengannya. "Kamu sepertinya tidak berkenan menemani saya