Setelah beberapa Minggu pemulihan di rumah sakit, hari ini Nila sudah diperbolehkan pulang. Wanita itu memilih beristirahat di rumahnya sendiri, meski sudah ditawarkan untuk tinggal di rumah Santi, ia tetap pada pendiriannya.Saat mobil yang dikendarai oleh Roland berhenti di depan rumah, Jason segera turun dan menggendong Nila masuk ke dalam rumah lalu merebahkan wanita itu di kamarnya.Selama Nila di rumah sakit, Haiden tinggal bersama Santi. Tetapi, sesekali masih menjenguk Nila di rumah sakit saat sedang rindu.Jason lalu naik ke sisi lain kasur dan merebahkan tubuhnya di sebelah Nila. Netranya menatap wajah Nila yang memancarkan kekesalan, namun justru terlihat menggemaskan. Pria itu lalu terkekeh karena salah tingkah.“Ada apa denganmu Mas? Tidak tahukah kamu, bahwa aku sedang marah?” tanya Nila kesal.“Yaya, aku tahu. Hanya saja ekspresimu itu ... lebih terlihat menggemaskan dari pada menyeramkan,” cetus Jason.“Sudah kukatakan aku bisa berjalan sendiri, masih saja digendong. A
Malam harinya Santi sudah tiba, dan lagi-lagi Nila dihadapkan dengan pertengkaran menyebalkan antara Haiden dan Jason yang berebut posisi tidur.“Tidak mau! Pokoknya aku mau di tengah, Mama di kanan Papa di kiri!”“Lalu Papa harus memeluk guling semalaman begitu? Tidak mau! Papa yang di tengah!”“Papa apa-apaan? Kan sudah besar, aku masih kecil, kalau aku tergeser terus jatuh bagaimana? Kan kalau aku di tengah aku pasti aman.”“Tapi kan kalau kamu di tengah nanti ... kalau Papa jatuh bagaimana?”Nila benar-benar tercengang, karena ucapan bodoh Jason. Pria itu benar-benar tidak waras, apa maksudnya itu.“Aku yang di tengah!”“Papa!”“Aku!”“Pa-““Diam!”“Mama yang putuskan, Haiden di tengah, Mama di kiri dan Papa di kanan. Pas bukan? Mama ingin membaca novel dan rak nya ada di sebelah kiri. Tidak menerima bantahan dan sanggahan apa pun!”“Apa-apaan! Masa Haiden di tengah!” protes Jason tak terima.“Ya terus? Masa kamu di tengah Jason di pinggir, nalarnya di mana Pak? Astaga!” keluh Nil
Setelah kejutan pagi yang sudah Jason siapkan sejak jauh-jauh hari dengan mengikuti kursus memasak, kali ini pria itu sedang mempersiapkan agenda keduanya.Karena hanya tinggal berdua di rumah yang cukup besar, masih banyak ruangan kosong di rumah tersebut. Jadilah Jason memilih salah satu ruangan berukuran dua kali dua meter yang tidak memiliki ventilasi udara sama sekali. Bukan tanpa alasan, tujuannya adalah agar tidak ada cahaya yang masuk dari luar.Pria itu berencana mengadakan acara NOBAR setelah Haiden pulang sekolah. Nila sendiri sedang beristirahat setelah meminum obat. Pria itu sengaja menyiapkan segalanya sendiri agar menjadi kejutan untuk Anak dan wanita yang dicintainya.Pria itu memulai dengan memasukkan karpet bulu lingkaran dengan diameter satu meter. Dia juga memosisikan proyektor di tempat terbaik agar gambar terlihat jelas.Pria itu kembali bersama sejenis matras dengan ketebalan tiga sentimeter dan panjang satu meter. Tidak lupa bantal guling untuk keluarga kecilny
Pagi harinya keluarga kecil itu bersiap mengantar Haiden ke sekolah sekaligus memenuhi panggilan untuk mediasi antara keluarga korban dan keluarga Haiden. Nila sudah siap dengan blazer hitam dan span senada sebatas lutut. Wanita itu membantu menyiapkan seragam Haiden.“Nah, sudah tampan! Turun dan katakan pada Om Roland untuk menyiapkan mobil karena hari ini kamu di antar Mama Papa.”“Oke Mama!”Tidak berselang lama setelah Haiden turun, Jason keluar dari kamar mandi dengan menggunakan celana hitam dan kemeja putih. Ia lalu berdiri di depan kaca sembari memasang dasi, rencananya hari ini ia juga akan menghadiri rapat dengan klien yang menurutnya sangat ribet dan cerewet.“La, tolong pasangkan ini. Aku kesal sekali, karena sejak tadi tidak bisa-bisa.”Nila mendekat sembari menertawakan wajah masam Jason. Sejujurnya sejak tadi wanita itu menyadari bagaimana seorang Jason sangat frustrasi perihal memasang dasi. Setelah dasi terpasang, Nila bergerak ke kasur untuk mengambil jas hitam mil
Setelah menemui beberapa klien, Jason dan Nila memutuskan untuk pulang. Awalnya mereka berencana akan mampir untuk melihat kondisi kantor, namun suasana hati keduanya menjadi buruk karena ulah klien yang menurut mereka sangat kolot dan sulit di beri tahu.“Roland, tolong segera urus agar kontrak kita dan pria itu segera berakhir. Jika di awal saja sudah seperti ini, bagaimana ke depannya? Aku malas jika nantinya pria itu membuat masalah di tengah-tengah proyek,” titah Jason sembari mengendurkan ikatan dasinya. Pria itu lalu menghela nafas gusar.“Bertahun-tahun menjadi sekretaris, aku tidak pernah menghadapi klien seperti dia. Diskon enam puluh persen katanya? Aku ragu dia masih waras. Bahkan, jika salah satu anggota perusahaan menjadi klien, mereka hanya dijanjikan diskon sebesar dua puluh persen. Ini minta enam puluh persen, di pikir konstruksi nenek moyangnya? Di pikir beli besi, semen, bayar arsitek, bayar tukang, itu pakai daun kali! Definisi gaya elite ekonomi sulit! Kalau dana
Jason pergi keluar dengan raut wajah panik. Pria itu lalu pergi ke lantai satu untuk menemui Roland. “Roland!” teriaknya di tengah-tengah langkah menuruni tangga.“Ada apa Pak?” tanya Roland dari arah dapur.“Apa yang biasa dilakukan saat seseorang sedang demam?” tanya Jason langsung pada intinya.“Memerikan obat penurun panas?” “Katakan yang benar Land! Nila tubuhnya bergetar hebat, sepeti mengigil kedinginan, tapi dahinya panas. Aku bingung, apa yang harus kulakukan?”“Ada juga yang dikompres dengan air hangat Pak,” cetus Roland.“Yang benar saja, air kan dahinya sudah panas, masa di kompres air panas, makin panas nanti.”“Tentang memberi obat, stoknya habis. Hujan deras dan angin begini pasti menghalangi jarak pandang jika dipaksa berkendara.”“Oh iya! Bagaimana dengan skin to skin? Anda bilang Nona Nila tubuhnya menggigil kedinginan tapi dahinya panas bukan? Biasanya, untuk menyalurkan kehangatan bisa dengan mempertemukan kulit yang sehat dengan kulit yang sakit.”“Kulit sehat? K
Sudah satu bulan sejak permainan mereka malam itu, dan hari ini Jason merealisasikan ucapannya. Pria itu menggelar resepsi pernikahan dengan megah, setelah melangsungkan akad pernikahan kemarin di rumah secara privat.Perihal wali nikah Nila, orang tuanya sudah meninggal dua tahun yang lalu dalam kecelakaan mobil. Nila bahkan baru mengetahuinya tiga Minggu yang lalu. Karena Nila tidak memiliki paman atau saudara laki-laki yang bisa dijadikan wali, jadilah Nila dan Jason menikah dengan wali hakim.Sejak akad kemarin, Nila dan Jason sama sekali tidak memiliki waktu bersama. Itu karena tamu yang terus berdatangan, dari pihak keluarga besar Jason, kolega-kolega kerja, klien, teman-teman Jason.Santi sangat sibuk memamerkan memantu dan cucunya kepada teman-temannya. Hari ini adalah hari terakhir semua perayaan pernikahan.Nila dan Jason sudah berdiri di atas altar sebagai pasangan pengantin. Mereka akan berdiri di sana sampai sore hari, keduanya tidak bisa membayangkan rasanya, tapi mereka
Jason baru bangun sekitar pukul sepuluh siang. Pria itu lalu melihat ke arah Nila yang masih memejamkan matanya. Pria itu mendekati Nila dan mencoba membangunkannya.“Sayang? Hey? Sayang?” Jason mengelus pipi Nila lembut, berharap agar wanitanya segera bangun. “Sayang? Bangun yuk, sudah siang.”Bibir wanita itu mengeluarkan rintihan pelan, Jason semakin tidak tega. Pria itu mengelus pipi Nila terus menerus.“M-mas, sakit,” keluh Nila.“Maaf sayang,” balas Jason.“Tubuhku lengket,” keluhnya sekali lagi.“Mau mandi bareng?” tawar Jason.Nila hanya menganggukinya, tubuhnya terlalu lemah untuk mandi sendiri. Jason lalu menggendong Nila ala bridal style lalu memasukkan tubuhnya ke dalam bathup. Jason ikut masuk ke dalamnya setelah menyalakan kran air. Pria itu mendudukkan Nila di pangkuannya lalu mulai memandikan wanitanya.Setelah Mandi, Jason menggendong Nila keluar dengan terbalut mantel mandi. Ia lalu membaringkan Nila di sofa panjang. Pria itu bergerak melepaskan seprei kasur dan sar