Pagi harinya keluarga kecil itu bersiap mengantar Haiden ke sekolah sekaligus memenuhi panggilan untuk mediasi antara keluarga korban dan keluarga Haiden. Nila sudah siap dengan blazer hitam dan span senada sebatas lutut. Wanita itu membantu menyiapkan seragam Haiden.“Nah, sudah tampan! Turun dan katakan pada Om Roland untuk menyiapkan mobil karena hari ini kamu di antar Mama Papa.”“Oke Mama!”Tidak berselang lama setelah Haiden turun, Jason keluar dari kamar mandi dengan menggunakan celana hitam dan kemeja putih. Ia lalu berdiri di depan kaca sembari memasang dasi, rencananya hari ini ia juga akan menghadiri rapat dengan klien yang menurutnya sangat ribet dan cerewet.“La, tolong pasangkan ini. Aku kesal sekali, karena sejak tadi tidak bisa-bisa.”Nila mendekat sembari menertawakan wajah masam Jason. Sejujurnya sejak tadi wanita itu menyadari bagaimana seorang Jason sangat frustrasi perihal memasang dasi. Setelah dasi terpasang, Nila bergerak ke kasur untuk mengambil jas hitam mil
Setelah menemui beberapa klien, Jason dan Nila memutuskan untuk pulang. Awalnya mereka berencana akan mampir untuk melihat kondisi kantor, namun suasana hati keduanya menjadi buruk karena ulah klien yang menurut mereka sangat kolot dan sulit di beri tahu.“Roland, tolong segera urus agar kontrak kita dan pria itu segera berakhir. Jika di awal saja sudah seperti ini, bagaimana ke depannya? Aku malas jika nantinya pria itu membuat masalah di tengah-tengah proyek,” titah Jason sembari mengendurkan ikatan dasinya. Pria itu lalu menghela nafas gusar.“Bertahun-tahun menjadi sekretaris, aku tidak pernah menghadapi klien seperti dia. Diskon enam puluh persen katanya? Aku ragu dia masih waras. Bahkan, jika salah satu anggota perusahaan menjadi klien, mereka hanya dijanjikan diskon sebesar dua puluh persen. Ini minta enam puluh persen, di pikir konstruksi nenek moyangnya? Di pikir beli besi, semen, bayar arsitek, bayar tukang, itu pakai daun kali! Definisi gaya elite ekonomi sulit! Kalau dana
Jason pergi keluar dengan raut wajah panik. Pria itu lalu pergi ke lantai satu untuk menemui Roland. “Roland!” teriaknya di tengah-tengah langkah menuruni tangga.“Ada apa Pak?” tanya Roland dari arah dapur.“Apa yang biasa dilakukan saat seseorang sedang demam?” tanya Jason langsung pada intinya.“Memerikan obat penurun panas?” “Katakan yang benar Land! Nila tubuhnya bergetar hebat, sepeti mengigil kedinginan, tapi dahinya panas. Aku bingung, apa yang harus kulakukan?”“Ada juga yang dikompres dengan air hangat Pak,” cetus Roland.“Yang benar saja, air kan dahinya sudah panas, masa di kompres air panas, makin panas nanti.”“Tentang memberi obat, stoknya habis. Hujan deras dan angin begini pasti menghalangi jarak pandang jika dipaksa berkendara.”“Oh iya! Bagaimana dengan skin to skin? Anda bilang Nona Nila tubuhnya menggigil kedinginan tapi dahinya panas bukan? Biasanya, untuk menyalurkan kehangatan bisa dengan mempertemukan kulit yang sehat dengan kulit yang sakit.”“Kulit sehat? K
Sudah satu bulan sejak permainan mereka malam itu, dan hari ini Jason merealisasikan ucapannya. Pria itu menggelar resepsi pernikahan dengan megah, setelah melangsungkan akad pernikahan kemarin di rumah secara privat.Perihal wali nikah Nila, orang tuanya sudah meninggal dua tahun yang lalu dalam kecelakaan mobil. Nila bahkan baru mengetahuinya tiga Minggu yang lalu. Karena Nila tidak memiliki paman atau saudara laki-laki yang bisa dijadikan wali, jadilah Nila dan Jason menikah dengan wali hakim.Sejak akad kemarin, Nila dan Jason sama sekali tidak memiliki waktu bersama. Itu karena tamu yang terus berdatangan, dari pihak keluarga besar Jason, kolega-kolega kerja, klien, teman-teman Jason.Santi sangat sibuk memamerkan memantu dan cucunya kepada teman-temannya. Hari ini adalah hari terakhir semua perayaan pernikahan.Nila dan Jason sudah berdiri di atas altar sebagai pasangan pengantin. Mereka akan berdiri di sana sampai sore hari, keduanya tidak bisa membayangkan rasanya, tapi mereka
Jason baru bangun sekitar pukul sepuluh siang. Pria itu lalu melihat ke arah Nila yang masih memejamkan matanya. Pria itu mendekati Nila dan mencoba membangunkannya.“Sayang? Hey? Sayang?” Jason mengelus pipi Nila lembut, berharap agar wanitanya segera bangun. “Sayang? Bangun yuk, sudah siang.”Bibir wanita itu mengeluarkan rintihan pelan, Jason semakin tidak tega. Pria itu mengelus pipi Nila terus menerus.“M-mas, sakit,” keluh Nila.“Maaf sayang,” balas Jason.“Tubuhku lengket,” keluhnya sekali lagi.“Mau mandi bareng?” tawar Jason.Nila hanya menganggukinya, tubuhnya terlalu lemah untuk mandi sendiri. Jason lalu menggendong Nila ala bridal style lalu memasukkan tubuhnya ke dalam bathup. Jason ikut masuk ke dalamnya setelah menyalakan kran air. Pria itu mendudukkan Nila di pangkuannya lalu mulai memandikan wanitanya.Setelah Mandi, Jason menggendong Nila keluar dengan terbalut mantel mandi. Ia lalu membaringkan Nila di sofa panjang. Pria itu bergerak melepaskan seprei kasur dan sar
Sudah satu bulan sejak Jason dan Nila resmi menikah. Hari ini adalah grand opening butik milik Nila yang diberi nama Hai Boutique. Terinspirasi dari tiga nama awalan Haiden. Pagi ini Nila disibukkan dengan mempersiapkan kedua pria kesayangannya. Jason dan Haiden, mereka sangat aktif mengerjai Nila.“Ma, kenapa dasi ku hanya kecil, tapi punya Papa panjang?” tanya Haiden saat Nila sedang sibuk memasangkan dasi kupu-kupu di kerah kemejanya.“Karena kamu masih kecil, kalau Papa sudah besar,” balas Nila seadanya.“Em, haruskah aku besar dulu, untuk dasi seperti Papa?” tanya Haiden lagi.“Ya ... begitulah, nah sudah, jangan dimainkan! Nanti berantakan lagi, Mama yang repot,” peringat Nila.Wanita itu lalu beralih menatap bayi besarnya yang duduk di pinggiran kasur, tepatnya di sebelah Haiden. Pria itu menyampirkan dasinya di leher asal sembari menatap Nila. Sedangkan wanita itu menghela nafas jengah. Ia lalu mulai memasangkan dasi di leher suaminya. Namun, karena pria itu terus-menerus be
Nila mendatangi salah satu tamu yang menghadiri grand opening butiknya untuk menanyakan kesan pertama mereka. Ya sekadar ingin membangun interaksi.“Permisi,” sapa Nila.“Iya? Bu Nila ya?”“Iya ... bagaimana, ada yang cocok dengan style kamu?” tanya Nila.“Kayaknya hampir nggak ada yang nggak bisa menemukan style mereka di sini si Bu. Baju untuk cewek-cewek kue, cewek mamba, cewek bumi, cewek skena ada semua. Buat Ibu-ibu juga banyak pilihannya, benar-benar surganya perempuan.”“Wah, terima kasih. Barang kali teman kamu ada yang berhalangan hadir, kasih tahu ya. Nanti setiap Minggu ada promo sampai setengah harga.”“Wah, Bu Nila benar-benar nggak cari untung atau bagaimana Bu? Kualitasnya nggak main-main tapi harganya bercanda, masih ada diskon pula,” celetuk tamu yang lain.“Sebenarnya butik ini memang dibuatkan oleh suami saya agar saya memiliki kesibukan. Tapi tenang, kualitasnya oke semua kan? Soalnya saya sendiri juga suka desain baju. Jadi dari pada desainnya nganggur kan?” “Bu
“Selamat, kandungan Bu Nila sudah menginjak usia empat Minggu. Di trimester pertama ini sangat wajar jika Bu Nila akan mengalami mual dan pusing. Juga, di trimester pertama ini cukup rentan, jadi dijaga betul-betul. Kurangi aktivitas berat dan jangan sampai stres. Saya sudah resepkan vitamin, bisa ditebus di apotek.”“Baik Dok,” balas Jason.“Permisi?” Ketiganya menoleh saat mendengar pintu ruangan di ketuk, rupanya itu adalah Roland. Pria itu kemudian masuk bersama kursi roda.“Ini kursi roda yang Anda minta Pak,” ujar Roland.“Siapkan mobilnya, kita langsung pulang setelah ini. Kamu sudah menyuruh Bayu untuk menjemput Mama dan Haiden bukan?” “Sudah Pak, tapi Madam dan Tuan Muda sudah pulang ke rumah lebih dulu bersama pengawal Madam,” papar Roland.“Ya sudah, siapkan mobilnya.”“Baik, permisi.”Setelah Roland pergi, Jason menggendong Nila lalu mendudukkannya di kursi roda. Pria itu menyempatkan untuk tersenyum pada dokter sebagai bentuk permisi.“Padahal aku bisa jalan loh Mas, ka