Jason pergi keluar dengan raut wajah panik. Pria itu lalu pergi ke lantai satu untuk menemui Roland. “Roland!” teriaknya di tengah-tengah langkah menuruni tangga.“Ada apa Pak?” tanya Roland dari arah dapur.“Apa yang biasa dilakukan saat seseorang sedang demam?” tanya Jason langsung pada intinya.“Memerikan obat penurun panas?” “Katakan yang benar Land! Nila tubuhnya bergetar hebat, sepeti mengigil kedinginan, tapi dahinya panas. Aku bingung, apa yang harus kulakukan?”“Ada juga yang dikompres dengan air hangat Pak,” cetus Roland.“Yang benar saja, air kan dahinya sudah panas, masa di kompres air panas, makin panas nanti.”“Tentang memberi obat, stoknya habis. Hujan deras dan angin begini pasti menghalangi jarak pandang jika dipaksa berkendara.”“Oh iya! Bagaimana dengan skin to skin? Anda bilang Nona Nila tubuhnya menggigil kedinginan tapi dahinya panas bukan? Biasanya, untuk menyalurkan kehangatan bisa dengan mempertemukan kulit yang sehat dengan kulit yang sakit.”“Kulit sehat? K
Sudah satu bulan sejak permainan mereka malam itu, dan hari ini Jason merealisasikan ucapannya. Pria itu menggelar resepsi pernikahan dengan megah, setelah melangsungkan akad pernikahan kemarin di rumah secara privat.Perihal wali nikah Nila, orang tuanya sudah meninggal dua tahun yang lalu dalam kecelakaan mobil. Nila bahkan baru mengetahuinya tiga Minggu yang lalu. Karena Nila tidak memiliki paman atau saudara laki-laki yang bisa dijadikan wali, jadilah Nila dan Jason menikah dengan wali hakim.Sejak akad kemarin, Nila dan Jason sama sekali tidak memiliki waktu bersama. Itu karena tamu yang terus berdatangan, dari pihak keluarga besar Jason, kolega-kolega kerja, klien, teman-teman Jason.Santi sangat sibuk memamerkan memantu dan cucunya kepada teman-temannya. Hari ini adalah hari terakhir semua perayaan pernikahan.Nila dan Jason sudah berdiri di atas altar sebagai pasangan pengantin. Mereka akan berdiri di sana sampai sore hari, keduanya tidak bisa membayangkan rasanya, tapi mereka
Jason baru bangun sekitar pukul sepuluh siang. Pria itu lalu melihat ke arah Nila yang masih memejamkan matanya. Pria itu mendekati Nila dan mencoba membangunkannya.“Sayang? Hey? Sayang?” Jason mengelus pipi Nila lembut, berharap agar wanitanya segera bangun. “Sayang? Bangun yuk, sudah siang.”Bibir wanita itu mengeluarkan rintihan pelan, Jason semakin tidak tega. Pria itu mengelus pipi Nila terus menerus.“M-mas, sakit,” keluh Nila.“Maaf sayang,” balas Jason.“Tubuhku lengket,” keluhnya sekali lagi.“Mau mandi bareng?” tawar Jason.Nila hanya menganggukinya, tubuhnya terlalu lemah untuk mandi sendiri. Jason lalu menggendong Nila ala bridal style lalu memasukkan tubuhnya ke dalam bathup. Jason ikut masuk ke dalamnya setelah menyalakan kran air. Pria itu mendudukkan Nila di pangkuannya lalu mulai memandikan wanitanya.Setelah Mandi, Jason menggendong Nila keluar dengan terbalut mantel mandi. Ia lalu membaringkan Nila di sofa panjang. Pria itu bergerak melepaskan seprei kasur dan sar
Sudah satu bulan sejak Jason dan Nila resmi menikah. Hari ini adalah grand opening butik milik Nila yang diberi nama Hai Boutique. Terinspirasi dari tiga nama awalan Haiden. Pagi ini Nila disibukkan dengan mempersiapkan kedua pria kesayangannya. Jason dan Haiden, mereka sangat aktif mengerjai Nila.“Ma, kenapa dasi ku hanya kecil, tapi punya Papa panjang?” tanya Haiden saat Nila sedang sibuk memasangkan dasi kupu-kupu di kerah kemejanya.“Karena kamu masih kecil, kalau Papa sudah besar,” balas Nila seadanya.“Em, haruskah aku besar dulu, untuk dasi seperti Papa?” tanya Haiden lagi.“Ya ... begitulah, nah sudah, jangan dimainkan! Nanti berantakan lagi, Mama yang repot,” peringat Nila.Wanita itu lalu beralih menatap bayi besarnya yang duduk di pinggiran kasur, tepatnya di sebelah Haiden. Pria itu menyampirkan dasinya di leher asal sembari menatap Nila. Sedangkan wanita itu menghela nafas jengah. Ia lalu mulai memasangkan dasi di leher suaminya. Namun, karena pria itu terus-menerus be
Nila mendatangi salah satu tamu yang menghadiri grand opening butiknya untuk menanyakan kesan pertama mereka. Ya sekadar ingin membangun interaksi.“Permisi,” sapa Nila.“Iya? Bu Nila ya?”“Iya ... bagaimana, ada yang cocok dengan style kamu?” tanya Nila.“Kayaknya hampir nggak ada yang nggak bisa menemukan style mereka di sini si Bu. Baju untuk cewek-cewek kue, cewek mamba, cewek bumi, cewek skena ada semua. Buat Ibu-ibu juga banyak pilihannya, benar-benar surganya perempuan.”“Wah, terima kasih. Barang kali teman kamu ada yang berhalangan hadir, kasih tahu ya. Nanti setiap Minggu ada promo sampai setengah harga.”“Wah, Bu Nila benar-benar nggak cari untung atau bagaimana Bu? Kualitasnya nggak main-main tapi harganya bercanda, masih ada diskon pula,” celetuk tamu yang lain.“Sebenarnya butik ini memang dibuatkan oleh suami saya agar saya memiliki kesibukan. Tapi tenang, kualitasnya oke semua kan? Soalnya saya sendiri juga suka desain baju. Jadi dari pada desainnya nganggur kan?” “Bu
“Selamat, kandungan Bu Nila sudah menginjak usia empat Minggu. Di trimester pertama ini sangat wajar jika Bu Nila akan mengalami mual dan pusing. Juga, di trimester pertama ini cukup rentan, jadi dijaga betul-betul. Kurangi aktivitas berat dan jangan sampai stres. Saya sudah resepkan vitamin, bisa ditebus di apotek.”“Baik Dok,” balas Jason.“Permisi?” Ketiganya menoleh saat mendengar pintu ruangan di ketuk, rupanya itu adalah Roland. Pria itu kemudian masuk bersama kursi roda.“Ini kursi roda yang Anda minta Pak,” ujar Roland.“Siapkan mobilnya, kita langsung pulang setelah ini. Kamu sudah menyuruh Bayu untuk menjemput Mama dan Haiden bukan?” “Sudah Pak, tapi Madam dan Tuan Muda sudah pulang ke rumah lebih dulu bersama pengawal Madam,” papar Roland.“Ya sudah, siapkan mobilnya.”“Baik, permisi.”Setelah Roland pergi, Jason menggendong Nila lalu mendudukkannya di kursi roda. Pria itu menyempatkan untuk tersenyum pada dokter sebagai bentuk permisi.“Padahal aku bisa jalan loh Mas, ka
Malam ini Nila sedang tidur di pangkuan Jason. Hal ini bukan hal baru sejak Nila mulai mengandung empat bulan lalu. Sekarang ini usia kandungan Nila memang sudah menginjak bulan ke empat. Sejak awal hamil sampai sekarang, Nila benar-benar manja dan lengket dengan Jason.“Mas aku kangen kamu,” rengek wanita itu.“Kangen bagaimana lagi sayang? Kan aku sudah di sini, sama kamu, peluk kamu. Kamu mau apa? Hm?”“Nggak tahu, pokoknya kangen kamu,” ujar Nila.“Mas, perutku sekarang buncit. Kamu masih sayang nggak sama aku?” Jason menangkup wajah Nila sembari mengatakan, “Sayang, dengarkan Mas. Saat sudah mengucap ijab kabul untuk menjadikan kamu bagian dari diri Mas. Di situ Mas sudah siap, menerima lebih dan kurang nya kamu. Setiap manusia pasti akan kehilangan masa-masa mereka saat masih cantik-““Oh, begitu. Jadi, aku sudah kehilangan masa-masa untuk cantik? Aku sudah nggak cantik?”Nila menegakkan tubuhnya yang semula menyandarkan kepalanya di dada bidang suaminya. Wanita itu menatap nyal
Jason benar-benar menunaikan keinginan Nila yang terkesan gila. Kini Jason, Nila dan tentunya Roland sedang dalam perjalanan menuju dermaga. “Nakhodanya sudah tiba Pak, kapal juga sudah di siapkan, barang-barang yang Anda minta sudah tersedia, dan kita akan tiba dalam lima menit lagi,” papar Roland. “Kerja bagus Roland. Setelah ini pulang dan istirahatlah, maaf mengganggumu di tengah malam. Besok sore baru jemput aku dan Nila lagi di sini. Kami akan menghabiskan hari di kapal yacht.” “Baik Pak.” “Mas! Aku lupa bawa susu coklat!” pekik Nila dramatis. “Kamu mengejutkanku sayang! Tentang itu aku sudah mengurusnya. Tenanglah, semua keperluanmu sudah tersedia. Aku akan memastikan kamu tidak kekurangan suatu apa pun.” “Mas kenapa Haiden akhir-akhir ini suka banget sama Mama ya? Apa karena aku cerewet?” “Kamu ngaco sayang, masa tiba-tiba mikir ke sana? Kan memang kalau akhir pekan jadwalnya Haiden sama Mama. Kamu tahu sendiri, Haiden suka sama cucu temannya Mama. Kan kalau Sabtu malam
“Tolong! Tolong! Ziva takut! Papa! Kakak!” Haiden sontak terbangun karena racauan Adiknya, tidak hanya Haiden, Jason dan Nila juga langsung masuk ke kamar.“Adikmu kenapa? Terus kamu kenapa tidur di sini?” tanya Nila.“Ziva demam Ma, tadinya aku mau turun ambil kompres tapi tanganku dipeluk, niatku tunggu dia tenang, ternyata malah ketiduran. Terus ini tadi terbangun gara-gara Ziva mengigau,” jelas Haiden.“Astaga, ya sudah, Mama ambilkan kompres dulu di bawah.” Nila langsung turun dan mengambil alat kompres untuk putrinya.Sementara Jason naik ke sisi lain kasur dan mengecek kondisi putrinya. Jika sakit begini Ziva akan sangat manja pada Papa dan Kakaknya. Nila benar-benar menciptakan saingannya sendiri, terbukti dari seberapa manja Ziva kepada para laki-laki di keluarga ini.Jason memberi ruang untuk Nila mengompres Ziva, sehingga posisinya Nila dan Ziva di tengah-tengah Jason dan Haiden. Setelah selesai mengompres Ziva dan memastikan suhu tubuhnya berangsur-angsur turun, ketiganya
Setelah kepergian Papa dan Kakaknya barulah Ziva bisa bernafas lega. Gadis itu lalu segera masuk ke dalam mobil, dan di susul oleh Kafka.“Untung aku buka pesanmu saat di lampu merah. Memangnya kenapa tidak mau terus terang?” “Kak Kafka nggak sadar juga? Masa setelah lihat reaksi mereka, Kakak masih nggak paham? Kakak sama Papaku itu posesif banget! Dari kecil baru Kakak cowok pertama yang jemput aku keluar, teman mainku semuanya perempuan. Kakakku punya kontak mereka semua, berbohong pun rasanya sia-sia. Pamit kerja kelompok aja respons mereka sudah begitu, bagaimana kalau tadi Kak Kafka terus terang? Sudah jelas aku tidak akan bisa keluar sama sekali Kak. Papa dan Kakakku bahkan bisa menjaga aku di kamar seharian penuh, persetan dengan janji temu mereka,” jelas Ziva.“Sebegitunya?” tanya Kafka tidak habis pikir.“Iya! Udah ayo berangkat Kak, kalau macet bagaimana?” tukas Ziva.“Ya sudah.” Kafka kemudian melajukan mobilnya menuju tujuan mereka. Sepanjang perjalanan Ziva sangat akti
Minggu pagi ini, Nila cukup heran dengan anak-anaknya yang sudah bangun di waktu se pagi ini. Mungkin untuk Haiden itu hal yang wajar, tapi Ziva? Gadis itu bahkan bisa terlelap hingga sore hari jika hari libur seperti ini, alih-alih pergi keluar bersama teman-temannya.Itulah mengapa Haiden kerap memanggilnya putri tidur. Karena kesehariannya memang tidur, tidur, dan tidur. Betapa terkejutnya Nila dan Jason saat sang putri tidur sudah bangun dan mandi di pagi hari.“Dalam rangka apa ini? Kok tuan putrinya Papa pagi-pagi sudah rapi?” Jason merangkul Ziva yang sudah rapi, rambutnya digerai dan dihiasi bandana merah muda.“Ziva ada kerja kelompok Pa,” balas gadis itu.“Alah! Biasanya juga mau ada bencana alam tetap aja tidur. Jujur aja Dek, dalam rangka apa kamu begini?” tanya Haiden yang baru turun dari lantai dua.“Serius!” sergah Ziva dengan wajah kesal.“Mau naik apa? Mobilmu Kakak pakai jalan sama Kak Anna. Mobil Kakak di bengkel, kalau pakai motor nggak enak, pulang malam soalnya,”
Pagi-pagi sekali para orang tua berangka ke bandara dengan menggunakan taksi. Mereka akan pergi ke Surabaya selama tiga hari dua malam. Jadi, selama itu Haiden bertanggung jawab penuh atas adik-adiknya. Saat ini waktu menunjukkan pukul setengah enam pagi, Haiden lalu membangunkan Haira lebih dulu. Pria itu menggedor-gedor kamar Haira, setelah lama tidak ada jawaban akhirnya pria itu masuk.Percuma saja membangunkan Haira dengan cara normal, satu-satunya cara adalah melakukan hal di luar nalar seperti ....“Anjing, ini apaan sih? Ganggu banget senter? Senter apaan warna hijau? Biasanya juga kalau nggak kuning ya putih. Ini kalau pecah begini, bisa di lem nggak ya? Ini juga, tongkat buat bantu menyeberangi jalan? Buang aja mendingan, nanti kalau Ziva tanya pura-pura nggak tau aja.”“KAKAK!” Haira menatap nyalang ke arah kakaknya yang duduk di meja rias dengan santai. Koleksi lightstick nya juga masih pada tempatnya.“Akhirnya ketemu juga, cara ampuh membangunkan putri tidur kita yang
Setelah memutuskan pindah ke pulau Dewata Bali dua belas tahun yang lalu. Kini keempat anak itu sudah beranjak dewasa.Haiden Wirabraja sembilan belas tahun, Mahasiswa semester dua. Haira Ziva Wirabraja empat belas tahun, kelas tiga SMP. Zain Bagaskara tiga belas tahun, kelas dua SMP. Zaira Azura Bagaskara dua belas tahun, kelas satu SMP.Haira, Zain, dan Zaira bersekolah di tempat yang sama. Biasanya Zain dan Zaira akan berangkat bersama Roland dan Jason pergi ke kantor. Sementara Haira akan diantar oleh Haiden. Pria itu memang sangat over protektif pada Haira. Itu semua karena tingkah Haira yang benar-benar sangat centil. Kerap kali Haiden menghadiri panggilan orang tua Haira karena gadis itu menggunakan alat-alat kecantikan di sekolah. Bahkan saat jam olahraga, gadis itu tidak segan membawa pengering rambut karena Haira selalu keramas saat merasa tubuhnya gatal dan berkeringat.Kadang kala karena Haira menggunakan cat kukku, memoles wajahnya dengan make up, menggunakan sepatu puti
“Akh!” Tamara yang merasakan perutnya sangat keram, engap, dan mules sontak menjambak rambut Roland yang terlelap di sebelahnya.“Mas! Perutku! Perutku sakit Mas!” “Aduh, sakit Ra,” keluh Roland saat rambutnya ditarik kuat oleh Tamara.Pria itu kemudian bangun dan langsung menggendong Tamara lalu membawanya ke mobil. Saat melihat Bayu yang sedang berjaga di depan rumah Jason, pria itu segera berteriak.“Bay! Kemari tolong saya!” Bayu segera mendekat lalu menanyakan apa yang sebenarnya terjadi, “Ada apa? Tolong apa?” “Istri saya mau melahirkan, tolong sopiri kami ke rumah sakit,” ujar Roland.Bayu segera naik dan langsung menyopiri Roland ke rumah sakit. Saking paniknya, pria itu sampai lupa meminta izin para Nila.“AAAAAAAA! AYO CEPETAN! PERUTKU SAKIT! INGIN BUANG AIR BESAR RASANYA!”“SAKIT MAS! SAKIT!”“I-iya Ra, ini kepala saya juga sakit kalau kamu jambak begini,” keluh Roland.“Dijambak aja sudah mengeluh! Sini bertukar! Hamil aja kamu, biar tahu rasanya!”Tamara lalu menarik r
Sudah dua tahun terakhir sejak pernikahan Tamara dan Roland. Kini keduanya sudah dikaruniai seorang anak laki-laki berusia satu tahun, bahkan Tamara sedang hamil tua anak kedua mereka. Saat ini Tamara dan Nila sedang berada di salah satu pusat perbelanjaan, mereka mampir ke Playground untuk meninggalkan anak-anak mereka bermain. Sementara Haiden, Haira dan Zain bermain di Playground, Nila dan Tamara pergi makan berdua sekedar untuk melepas rindu.“Anak kamu laki-laki atau perempuan Ra? Duh, pulang-pulang dari Bali sudah besar aja perutmu,” ujar Nila sembari mengelus perut Tamara.“Perempuan La, Zain senang sekali saat tahu punya adik perempuan,” cetus Tamara.“Oh iya, kamu sudah diberi tahu Roland kan? Kalau setelah kamu melahirkan kita akan pindah ke Bali? Aku sama Mas Jason sudah survei rumah yang nanti akan kita tempati di sana.”“Sudah La, kan tinggal menunggu aku melahirkan saja. Rumah di sana juga sudah terisi seratus persen, tinggal menempati.”“Baguslah, kamu ini delapan bula
Pagi ini Jason dan Roland akan membawa istri masing-masing ke pulau Dewata Bali. Dua pasang suami istri itu sudah berada di pesawat. Jason dan Nila duduk di depan kursi Roland dan Tamara.Setelah perjalanan kurang lebih dua jam, akhirnya mereka tiba di pulau Dewata Bali. Saat tiba mereka langsung dijemput oleh sopir di Bandara. Mereka langsung menuju ke vila untuk beristirahat, karena malam ini Roland dan Jason harus menghadiri rapat.Saat ini Nila sedang meminum coklat dingin di tepi kolam renang luar. Tidak lama kemudian Tamara menghampiri dan menyodorkan sebuah bikini kepada Nila.“Nggak bikini nggak Bali La,” cetus wanita itu.Nila lalu menerima bikini yang disodorkan oleh Tamara. Wanita itu menunjukkan layar tab nya pada Tamara, di mana terpampang pantai yang terdekat dari sini. “Mau pergi ke sana?” tawar Nila.“Boleh, berenang dan berjemur di siang hari sepertinya menyenangkan,” balas Tamara.“Haruskah kita membangunkan mereka?” tanya Nila.“Aku rasa tidak perlu, aku tahu tempa
“Aku jadi ikut kamu ke Bali Mas?” tanya Tamara.“Iya, nanti ada Nona Nila juga di sana,” jelas Roland.“Haruskah aku memanggil mereka seperti itu?” tanya Tamara.“Tidak perlu Ra, aku memanggil demikian hanya demi profesionalitas. Kamu, tidak terikat kontrak apa pun sehingga harus memanggil dengan sebutan itu.”“Kita di sana berapa hari Mas? Aku mau siapkan pakaian, kan kamu bilang besok berangkat pagi.”“Bawa saja untuk dua hari, kalau memang lebih lama di sana, kita bisa membeli peralatan di sana,” ujar Roland.Pria itu lalu masuk ke kamar mandi, sedangkan Tamara masih sibuk memilih pakaian miliknya dan suaminya yang akan dipakai ke Bali.Setelah lima belas menit, Roland keluar hanya dengan melilitkan handuk di bagian bawah tubuhnya sehingga mengekspos bagian dadanya.“Aku pakai baju apa Ra?” tanya Roland.“Itu, di atas kasur sudah aku siapkan,” ujar Tamara yang masih sibuk menata pakaian di dalam koper. Sebisa mungkin wanita itu hanya ingin membawa satu koper berisi perlengkapan hid