Roland kembali setelah sekitar tiga puluh menit, pria itu datang dengan map coklat yang ia dapatkan entah dari mana. Kakinya melangkah menuju Jason yang terlihat sangat frustrasi.“Pak, saya sudah menyiapkan bukti-buktinya. Saya rasa akan perlu waktu sebelum Nona Tamara selesai di tangani. Mari pergi menangkap pelakunya bersama polisi,” ujar Roland.“Siapa? Siapa bajingan itu?” tanya Jason.“Mantan calon istri Anda, Nona Tamara pelakunya Pak,” papar Roland.“Sialan! Kenapa harus dia! Orang tuanya pasti akan berdalih dia sudah tidak waras!” “Tuhan selalu berada di pihak yang terbaik Pak, saya bertemu dengan psikiater yang menangani Nona Tamara. Dokter itu dilepas izin praktiknya dokternya karena menyalahi sumpah profesi dengan memalsukan diagnosis pasien,” balas Roland.“Katakan langsung pada intinya!” sentak Jason.“Nona Tamara sama sekali tidak gila, wanita itu sepenuhnya berakal sehat,” cetus Roland yang membuat Jason bangkit dari duduknya seketika.“Bajingan itu!” geramnya.“Ayo p
Jason mempercepat langkahnya saat melihat suster berlarian ke IGD. Firasat buruk tentang Nila hinggap dikepalanya. Pria itu lalu menerobos masuk ke dalam IGD.“Pasien tidak tertolong, catat waktu kematiannya,” ujar Dokter tersebut. “Jangan bermain-main dengan ucapan Anda Dok!” sentak Jason berang.“Maaf Pak, kami sudah berusaha. Tapi, waktu Ibu Nila di dunia sudah habis, tuhan lebih menyayangi ... istri Anda?”Jason mengabaikan ucapan dokter tersebut dan langsung mendekati Nila. Pria itu mengguncangkan tubuh wanitanya dengan mata berkaca-kaca.“Nggak La, aku baru ingat, aku baru mau memperbaiki semuanya La. Jangan dulu La!” “Bangun! Haiden masih butuh kamu!” Jason meletakkan kepalanya di dada Nila dengan terus menangis dan memohon agar wanitanya kembali. Pria itu lalu mendongak saat mesin EKG kembali menampilkan detak jantung Nila.“Alhamdulillah, detak jantung pasien kembali.” Dokter tersebut memasang kembali masker oksigen di wajah Nila.Jason tertegun, pria itu terduduk karena k
Setelah beberapa Minggu pemulihan di rumah sakit, hari ini Nila sudah diperbolehkan pulang. Wanita itu memilih beristirahat di rumahnya sendiri, meski sudah ditawarkan untuk tinggal di rumah Santi, ia tetap pada pendiriannya.Saat mobil yang dikendarai oleh Roland berhenti di depan rumah, Jason segera turun dan menggendong Nila masuk ke dalam rumah lalu merebahkan wanita itu di kamarnya.Selama Nila di rumah sakit, Haiden tinggal bersama Santi. Tetapi, sesekali masih menjenguk Nila di rumah sakit saat sedang rindu.Jason lalu naik ke sisi lain kasur dan merebahkan tubuhnya di sebelah Nila. Netranya menatap wajah Nila yang memancarkan kekesalan, namun justru terlihat menggemaskan. Pria itu lalu terkekeh karena salah tingkah.“Ada apa denganmu Mas? Tidak tahukah kamu, bahwa aku sedang marah?” tanya Nila kesal.“Yaya, aku tahu. Hanya saja ekspresimu itu ... lebih terlihat menggemaskan dari pada menyeramkan,” cetus Jason.“Sudah kukatakan aku bisa berjalan sendiri, masih saja digendong. A
Malam harinya Santi sudah tiba, dan lagi-lagi Nila dihadapkan dengan pertengkaran menyebalkan antara Haiden dan Jason yang berebut posisi tidur.“Tidak mau! Pokoknya aku mau di tengah, Mama di kanan Papa di kiri!”“Lalu Papa harus memeluk guling semalaman begitu? Tidak mau! Papa yang di tengah!”“Papa apa-apaan? Kan sudah besar, aku masih kecil, kalau aku tergeser terus jatuh bagaimana? Kan kalau aku di tengah aku pasti aman.”“Tapi kan kalau kamu di tengah nanti ... kalau Papa jatuh bagaimana?”Nila benar-benar tercengang, karena ucapan bodoh Jason. Pria itu benar-benar tidak waras, apa maksudnya itu.“Aku yang di tengah!”“Papa!”“Aku!”“Pa-““Diam!”“Mama yang putuskan, Haiden di tengah, Mama di kiri dan Papa di kanan. Pas bukan? Mama ingin membaca novel dan rak nya ada di sebelah kiri. Tidak menerima bantahan dan sanggahan apa pun!”“Apa-apaan! Masa Haiden di tengah!” protes Jason tak terima.“Ya terus? Masa kamu di tengah Jason di pinggir, nalarnya di mana Pak? Astaga!” keluh Nil
Setelah kejutan pagi yang sudah Jason siapkan sejak jauh-jauh hari dengan mengikuti kursus memasak, kali ini pria itu sedang mempersiapkan agenda keduanya.Karena hanya tinggal berdua di rumah yang cukup besar, masih banyak ruangan kosong di rumah tersebut. Jadilah Jason memilih salah satu ruangan berukuran dua kali dua meter yang tidak memiliki ventilasi udara sama sekali. Bukan tanpa alasan, tujuannya adalah agar tidak ada cahaya yang masuk dari luar.Pria itu berencana mengadakan acara NOBAR setelah Haiden pulang sekolah. Nila sendiri sedang beristirahat setelah meminum obat. Pria itu sengaja menyiapkan segalanya sendiri agar menjadi kejutan untuk Anak dan wanita yang dicintainya.Pria itu memulai dengan memasukkan karpet bulu lingkaran dengan diameter satu meter. Dia juga memosisikan proyektor di tempat terbaik agar gambar terlihat jelas.Pria itu kembali bersama sejenis matras dengan ketebalan tiga sentimeter dan panjang satu meter. Tidak lupa bantal guling untuk keluarga kecilny
Pagi harinya keluarga kecil itu bersiap mengantar Haiden ke sekolah sekaligus memenuhi panggilan untuk mediasi antara keluarga korban dan keluarga Haiden. Nila sudah siap dengan blazer hitam dan span senada sebatas lutut. Wanita itu membantu menyiapkan seragam Haiden.“Nah, sudah tampan! Turun dan katakan pada Om Roland untuk menyiapkan mobil karena hari ini kamu di antar Mama Papa.”“Oke Mama!”Tidak berselang lama setelah Haiden turun, Jason keluar dari kamar mandi dengan menggunakan celana hitam dan kemeja putih. Ia lalu berdiri di depan kaca sembari memasang dasi, rencananya hari ini ia juga akan menghadiri rapat dengan klien yang menurutnya sangat ribet dan cerewet.“La, tolong pasangkan ini. Aku kesal sekali, karena sejak tadi tidak bisa-bisa.”Nila mendekat sembari menertawakan wajah masam Jason. Sejujurnya sejak tadi wanita itu menyadari bagaimana seorang Jason sangat frustrasi perihal memasang dasi. Setelah dasi terpasang, Nila bergerak ke kasur untuk mengambil jas hitam mil
Setelah menemui beberapa klien, Jason dan Nila memutuskan untuk pulang. Awalnya mereka berencana akan mampir untuk melihat kondisi kantor, namun suasana hati keduanya menjadi buruk karena ulah klien yang menurut mereka sangat kolot dan sulit di beri tahu.“Roland, tolong segera urus agar kontrak kita dan pria itu segera berakhir. Jika di awal saja sudah seperti ini, bagaimana ke depannya? Aku malas jika nantinya pria itu membuat masalah di tengah-tengah proyek,” titah Jason sembari mengendurkan ikatan dasinya. Pria itu lalu menghela nafas gusar.“Bertahun-tahun menjadi sekretaris, aku tidak pernah menghadapi klien seperti dia. Diskon enam puluh persen katanya? Aku ragu dia masih waras. Bahkan, jika salah satu anggota perusahaan menjadi klien, mereka hanya dijanjikan diskon sebesar dua puluh persen. Ini minta enam puluh persen, di pikir konstruksi nenek moyangnya? Di pikir beli besi, semen, bayar arsitek, bayar tukang, itu pakai daun kali! Definisi gaya elite ekonomi sulit! Kalau dana
Jason pergi keluar dengan raut wajah panik. Pria itu lalu pergi ke lantai satu untuk menemui Roland. “Roland!” teriaknya di tengah-tengah langkah menuruni tangga.“Ada apa Pak?” tanya Roland dari arah dapur.“Apa yang biasa dilakukan saat seseorang sedang demam?” tanya Jason langsung pada intinya.“Memerikan obat penurun panas?” “Katakan yang benar Land! Nila tubuhnya bergetar hebat, sepeti mengigil kedinginan, tapi dahinya panas. Aku bingung, apa yang harus kulakukan?”“Ada juga yang dikompres dengan air hangat Pak,” cetus Roland.“Yang benar saja, air kan dahinya sudah panas, masa di kompres air panas, makin panas nanti.”“Tentang memberi obat, stoknya habis. Hujan deras dan angin begini pasti menghalangi jarak pandang jika dipaksa berkendara.”“Oh iya! Bagaimana dengan skin to skin? Anda bilang Nona Nila tubuhnya menggigil kedinginan tapi dahinya panas bukan? Biasanya, untuk menyalurkan kehangatan bisa dengan mempertemukan kulit yang sehat dengan kulit yang sakit.”“Kulit sehat? K