Jawab saya Valeria."Revan semakin mendekat, wajah mereka begitu dekat hingga Valeria menjadi semakin gugup."Jawab saya atau saya bisa melakukan hal yang tidak bisa kamu bayangkan."Valeria kembali tersentak saat wajah mereka hanya berjarak tinggal beberapa inchi saja."Itu adalah milik saya!" Teriak Valeria kuat saat Revan terus menekan dirinya. Bibir Revan hampir saja menempel jika Valeria tidak segera bertindak. Valeria tersentak saat sebuah senyuman lebar terlihat di wajah Revan Mahendra."I got you. Akhirnya kamu mengaku."Mata Valeria melebar sempurna mendengar ucapan Revan, kepalanya mulai mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi."Bapak menjebak saya?""Saya harus melakukan itu karena kamu selalu menghindar."Valeria seketika terperangah, dengan kesal ia mendorong tubuh Revan dari hadapannya, "Bapak tidak perlu melakukan hal ini untuk membuat saya mengaku, saya pasti akan mengganti kemeja Bapak," lanjut Valeria dengan nafas terengah-engah."Apa?""Bapak membuat keributan k
Valeria yang melihat Laura yang ditarik oleh Erik segera menahan mereka."Ada apa ini?""Ini semua gara-gara kamu, Valeria! Gara-gara kamu!"Valeria terlihat mengerutkan dahinya mendengar teriakan Laura. Namun, belum sempat ia kembali bertanya, Erik terlihat menahan dirinya, "Sebaiknya kamu jangan terlibat, ini keputusan Pak Revan,"Valeria hanya bisa terperangah tidak mengerti. Belum selesai dengan kebingungannya, ponselnya yang berada di dalam saku bajunya bergetar dengan kuat. Valeria segera melihat pesan itu, matanya seketika melebar sempurna melihat siapa yang mengirimkannya, Revan Mahendra."Temui saya sepulang bekerja."Valeria menggigiti jari jemarinya lalu merutuk kuat. Gawat! Revan pasti akan kembali mengungkit pembicaraan mereka tadi. Apa yang harus ia lakukan?Maka sebelum Revan keluar dari ruangannya, Valeria segera melesat keluar dari bilik kerjanya lalu memasuki lift. Sesampainya di sana, Valeria terlihat menghela nafasnya panjang, berpikir bahwa Revan tidak mungkin men
Besoknya Valeria segera bergerak menuju ke ruangan Revan. Emosinya yang belum terkontrol oleh tindakan keluarganya membuat Valeria tidak bisa berpikir dengan jernih. Ia segera mengetuk pintu ruangan Revan dengan terburu membuat Revan yang sedang melihat suatu berkas seketika mengangkat wajahnya."Saya ingin bicara soal penawaran Anda kemarin, Pak,""Setelah kau menghindariku berkali-kali ketika aku ingin bicara, sekarang kau yang menawarkan diri sendiri untuk bicara denganku. Sebenarnya apa yang terjadi? Apa itu karena kejadian di restoran saat itu?"Valeria terhenyak mendengar ucapan Revan yang tepat sasaran. Tidak ingin menjelaskan lebih detail tentang Rio dan Lucia, Valeria segera berkata, "Itu tidak penting untuk kita bahas, yang pasti saya butuh Anda untuk datang ke acara pernikahan mereka yang sepertinya akan diadakan tidak lama lagi.""Wah... Jadi mereka sudah akan menikah? Sepertinya pria itu sudah mengambil keputusan untuk membuangmu. Sebenarnya apa hubunganmu dengannya? Apa
"Mana mungkin, sepertinya Kak Rio salah memberikan kartu kepadaku. Sebentar aku akan bertanya padanya." balas Lucia.Valeria mengangguk, ia terdiam di samping Lucia menunggu adik tirinya itu menelpon Rio. Saat samar-samar ia mendengar suara operator yang mengangkat panggilan Lucia, Valeria hampir saja tergelak. Lucia terlihat menggerutu dengan kesal karena panggilannya terabaikan. Lihat, bukan? Baik Lucia ataupun Rionandra sepertinya mereka banyak beromong besar saja."Bagaimana, Lucia sayang?" ujar Valeria dengan nada sindiran yang masih melekat."Kak Rio sepertinya sedang meeting penting di kantor, aku tidak seharusnya menggangu. Aku akan membeli gaun ini lain kali," balas Lucia dengan tergeragap.Mendengar ucapan Lucia, pegawai yang sejak tadi memperhatikan gerak-gerik Lucia yang angkuh segera berkata, "Tidak bisa, Anda sudah berjalan kesana kemari dengan gaun itu sejak Anda mencobanya, saya khawatir gaun itu akan kotor,""Saya akan membelinya sebentar lagi, kenapa harus ribut sih?
Mata Valeria seketika melebar sempurna mendengar ucapan Revan di hadapannya. Cium? Gila! Kenapa harus ada pilihan seperti itu?"Bapak jangan mengambil kesempatan dalam kesempitan ya!" tukas Valeria tidak senang.Revan terlihat mengulas senyumnya, "Kenapa? Bukankah kita pernah melakukan hal yang lebih dari ini? Kau tidak mau mengulanginya?"Wajah Valeria sudah memerah. Memang mereka pernah melakukan hal yang lebih dari itu sebelum ini, namun itu saat ia sedang mabuk. Sekarang, ia merasa sadar sepenuhnya, bagaimana mungkin mereka bisa mengulangi hal-hal yang begitu intim seperti itu dengan atasannya sendiri?"Tidak, sama sekali tidak!""Kau mau atau tidak, aku akan tetap melakukannya."Valeria seketika tersentak mendengar ucapan Revan. Ia memejamkan matanya dengan cepat ketika wajah Revan semakin mendekat kepadanya.Melihat Valeria yang terpejam, Revan tertegun melihatnya. Wajah cantik itu membuatnya benar-benar gemas.Tuk!"Aww!"Valeria meringis saat merasakan pukulan kecil di keningn
"Aish... Berisik!" umpat Valeria sebal saat mendengar bunyi ponselnya yang berdering dengan teramat nyaring. Karena kejadian sore hari bersama Revan yang begitu mengejutkan, Valeria sampai tidak bisa tidur. Kepalanya terus saja dipenuhi oleh bayangan Revan hingga ia merasa sangat frustasi. Kini saat ia baru tidur beberapa jam ponselnya tiba-tiba berdering. Ini adalah waktu liburnya, sebenarnya siapa yang menelepon dirinya dan mengganggu dirinya yang baru terlelap?Valeria sudah menutup telinga dengan bantal, berharap siapapun yang meneleponnya itu akan menyerah. Namun rupanya pemikirannya salah, hingga deringan ke empat, deringan ponselnya tidak mau berhenti. Astaga.Dengan sebal, Valeria segera meraba-raba nakas mengambil ponselnya yang tergeletak, tanpa melihat siapa yang meneleponnya, Valeria segera mengangkat panggilan itu dengan mata setengah terpejam."Ha-llo? Anda bisa menghubungi saya nanti, saat ini saya sangat mengantuk, jadi–" gumam Valeria kecil."Valeria? Kamu masih tidur
"Wah Kak Val, ku kira kamu tidak akan datang." Sinis Lucia.Mata Rionandra dan Valeria seketika bertatapan. Rio terlihat tertegun melihat penampilan Valeria yang cukup berbeda di bandingkan dengan biasanya. Valeria hanya tersenyum lebar menanggapi sindiran Lucia, "Tentu saja aku harus datang, kau adalah adikku dan Rio bagaimanapun kami pernah punya sejarah hubungan yang rumit dan lama. Ya... Bisa dibilang begitu sebelum kau merebutnya," balas Valeria tajam.Tepat saat ia sedang menyindir Lucia, Kalina dan juga Herman datang."Jika kamu datang ke sini tolong jangan membuat keributan Val," ujar Herman."Ya benar, sudah datang kemari tanpa membawa kado pernikahan, sekarang kamu malah ingin membuat keributan."Valeria seketika mendengus, ia menatap ke arah gaun pengantin yang dikenakan oleh Lucia lalu menarik ujung bajunya, "Sepertinya adik kesayanganku ini tidak mau malu, apa dia tidak berkata bahwa aku memberikan gaun ini untuk kado pernikahannya?"Semua orang terlihat terperangah, Kali
"Kamu sudah menunggu lama, Sayang?"Valeria mengerjapkan matanya, mencoba menetralkan hatinya saat mendengar panggilan lembut yang diucapkan Revan Mahendra. Ia tersenyum dengan kikuk, terlebih saat merasakan ikatan tangan Revan yang menyentuh pinggangnya dengan erat. Valeria menghela nafasnya panjang, tenang... Ia harus tenang."Kamu kekasih Valeria?" Tanya Herman dengan tatapan intimidasi. Pria tua itu terlihat menelisik ke arah sosok Revan di hadapannya.Revan mengulas senyum, tanpa merasa terbebani sama sekali dengan tatapan menghakimi seluruh keluarga Valeria. Ia melepaskan pegangan tangannya di pinggang Valeria lalu berkata, "Ya, saya Revan Mahendra. Senang bertemu dengan Anda, Pak Herman,"Kalina yang mendengar hal itu seketika terperangah, "Revan Mahendra? Apa Anda adalah putera sulung dari Agung Mahendra, pemilik perusahaan Best Building, perusahaan terbaik di kota ini?"Semua orang terlonjak mendengar ucapan Kalina, apalagi Lucia ia tidak menyangka jika pria yang katanya keka