“Anda benar-benar tidak bahagia dengannya?”Adrienne bergeming mendengar pertanyaan yang terucap dari mulut dokter tersebut. Dia tak pernah menceritakan pada siapapun tentang deritanya, bahkan tak ada yang tahu jika ia dan Drew hanya menjalin ikatan pernikahan penuh manipulasi selain para pekerja di mansion Drew.Namun, darimana dokter ini tahu bahwa ia memang tak pernah merasakan bahagia dengan Drew? Seketika Adrienne menangkap satu sinyal yang membuat matanya terbelalak, baru sadar akan sesuatu setelah sekian lamanya. “Anda sudah sangat lama bekerja dengan keluarga Hidalgo. Tak mungkin tidak mengetahui apa yang ada dalam benakku saat ini!”Melihat tatapan sinis bercampur marah Adrienne, helaan napas berat si dokter sontak terlolos begitu saja sambil pria itu membetulkan letak kacamatanya. “Kami tidak bisa melakukan apa-apa saat tau beliau memutuskan untuk menikahi Anda. Bahkan Mr. Edgar dan Mrs. Emily pun tak bisa menentang keputusan Mr. Hidalgo pertama. Sebab itu saya mengerti kena
Adrienne tidak tahu ingin bicara apa melihat apa yang Drew lakukan sekarang. Seperti terkena sihir, Drew melaksanakan celetukan dokter tadi. Padahal Adrienne tak berpikir sama sekali sampai Drew membawanya ke tempat ini.Hotel kelas bintang lima Drew pilih malam ini, menyewa satu kamar penthouse suite. Terletak di paling atas bangunan dengan pemandangan paling terbaik juga fasilitas terlengkap juga mewah.Bibir Adrienne terbuka kecil, matanya berkedip beberapa kali. Sesekali dia melihat pada Drew, seolah bertanya ‘apa maksudnya semua ini?’ Akan tetapi pria matang itu bersikap acuh tak peduli. Walaupun dirinya tahu kebingungan yang melanda Adrienne sekarang.Berdiri di depan pintu kamar, mata Adrienne mengekori kemana Drew berjalan dan melakukan aktivitas. Dilihat pria itu tengah melepas jam tangan dan ia letakkan di atas nakas.Lalu Adrienne meneguk ludah ketika tiba-tiba Drew topless di hadapannya.Kekar dada Drew ditumbuhi bulu-bulu halus. Bertelanjang dada hanya menggunakan bokser
Simalakama. Enggan menerima ajakan, tetapi malas mendebat. Menerima pun Adrienne merasa malas dan takut. Adrienne tak mau kedekatannya dengan Drew membuat pria itu menyadari kehamilannya karena mau bagaimana pun Drew adalah pria pemilik IQ cukup tinggi. Sekali boleh lah Drew tak menyadari perutnya yang mulai membuncit, tetapi mau sampai kapan pria itu tidak sadar? Semua tidak ada yang tidak mungkin. Akan tetapi, Adrienne pun merasa bahwa dirinya butuh hiburan. Dia butuh liburan, otaknya perlu direfresh kembali setelah berbulan-bulan mengalami tekanan hebat.Menimbang-nimbang pertanyaan Drew dengan cukup lama sambil bersandar pada dada suaminya yang tiba-tiba baik itu. Saking sibuknya Adrienne berpikir, wanita itu sampai-sampai tak merasakan bahwa telapak tangan Drew sudah aktif bekerja pada tubuhnya. “Mau sampai kapan kau diam?” bisik Drew di telinga Adrienne. Seperti tukang pijat profesional, tangan Drew bergerak andal di atas dada istrinya. Tersentak sudah Adrienne. Dan detik i
Pagi yang jelas tak seperti biasanya. Dingin kini telah menjadi hangat. Tak ada tatapan sinis di antara dua kubu yang selalu mengibarkan bendera perang.Berpelukan mesra di bawah gelungan selimut, saling memberikan kehangatan layaknya dua orang yang saling mencintai. Tenggelam tubuh Adrienne dalam pelukan Drew. Merasakan hangat aliran darah yang menjalari tiap nadinya.“Drew.”“Hm?”“Aku sesak.”Jujur, pelukan Drew sangat nyaman, tapi juga sangat menyesakkan Adrienne. Bayangkan saja, tubuh tinggi besar Drew mengunci Adrienne yang tingginya hanya 160 cm, sedang pria itu memiliki tinggi lebih kurang 190 cm. Bisa dibayangkan betapa mungil Adrienne di mata Drew.Mendengar itu, Drew lantas melonggarkan pelukan. Membuka kelopak mata, Drew menunduk, menatap Adrienne. “Kau bahagia pagi ini?”“Eung ....” Adrienne mengerjab, tak tahu ingin menjawab apa. Bohong jika dia tidak senang, tetapi Adrienne takut. “Aku tak mau senang dulu. Kadang kala sikap lelaki selalu berubah-ubah seperti apa inginny
“Kenapa kau selalu memanggilku Angel? Namaku bukan itu.”“Karena aku ingin,” balas Drew dengan ekspresi watados. “Kau memiliki trauma dengan kolam?”“Dari mana kau tau?”“Ekspresi wajahmu.”Adrienn menghela napas panjang. Sebenarnya bukan ia trauma terhadap kolam renang, melainkan ia trauma dengan kedalamannya. Dulu sekali saat ia masih anak-anak, Bondar pernah menceburkan dirinya ke danau hanya karena Adrienne memecahkan mug antic kesayangannya. Ketika itu Adrienne nyaris mati, napasnya sudah di tenggorokan. Beruntung ada orang yang melihat dirinya dan menyelamatkan Adrienne.Akibat kejadian itu, Adrienne cukup takut dengan kedalaman air. Dulu bahkan Adrienne selalu tantrum tiap kali melihat sungai, danau atau apapun. Namun, saat ini dia sudah semakin baik mengendalikan ketakutannya.“Sudahlah, aku tak mau. Kau saja. Tolong bantu aku naik ke atas. Lukaku juga belum kering,” cakapnya memelas pada Drew.Drew mendadak tuli, seperti orang mengidam, Drew ingin sekali berenang dengan Adrie
Petugas hotel itu terbelalak, wajahnya berubah pias dengan nyali yang semakin menciut ketika kini Drew berdiri menjulang di hadapannya, menghalangi tubuh Adrienne. Dia sama sekali tidak tahu jika wanita yang tadi ditatap adalah wanita dari pria sangat berpengaruh di Toronto. Habislah sudah riwayatnya kini. “Ma-maafkan saya, Sir. Saya–” Suaranya menggantung di udara. Belum selesai dirinya, Drew lebih dulu memotong. “Kau hanya ingin basa basi ha?” “Ti-tidak. Saya kesini ingin membersihkan kamar Anda, Sir,” jawabnya menundukkan pandangan tak berani bertatap dengan Drew. “Pergi! Saya tak butuh tenagamu!” usir Drew. “Kau berlebihan sekali. Dia hanya ingin melaksanakan tugasnya, Drew!” protes Adrienne tak suka dengan cara Drew. Sontak saja mata gelap Drew menatap tajam Adrienne. “Aku menyuruhmu berbicara?!” sinis Drew. “Kau—”“Kau suka ditatap olehnya?!” Drew berseru. Suaranya terdengar meninggi satu oktaf. Lingkar matanya semakin menggelap tak tertolong. Entah mengapa dia merasa pan
“Jika aku marah, bukankah kau juga tidak akan peduli, huh?” Alih-alih cemburu atau apapun, Adrienne justru bertanya sesuatu yang menyudutkan Drew Richard Hidalgo. “Kau terlalu pandai membalikkan kata-kataku, Angel!” Memang dasarnya sama-sama memiliki karakter dan watak keras juga sedikit mempunyai pemikiran nan tak waras, jika berbincang berdua, mereka terlihat seperti sepasang orang gila yang sedang menertawakan satu sama lain. “Aku diberkati mulut oleh Tuhan untuk bicara dan melawan orang-orang yang pantas kulawan. Dan kali ini berkat Tuhan, kugunakan untuk melawan pria sinting sepertimu,” timpal Adrienne tersenyum manis. Senyum manis dengan tatapan sinis. Drew tertawa pelan, lalu mengangguk membenarkan kata-kata Adrienne yang tidak ada salahnya sama sekali. “Sudahlah, aku mau mandi! Tertawa saja kau terus sampai kering gigimu!” tukas Adrienne. Ia beranjak, berdiri meninggalkan tempat duduknya. Masuk ke dalam kamar dan membiarkan Drew menatap punggungnya. “Dibanding
Sungguh sangat disayangkan jika Adrienne mengetahui akal bulus Drew yang hanya sok bersikap baik demi dirinya bisa hamil. Terlihat mulus seakan amat tulus, Drew dengan segala kecerdasan dan kemampuan manipulasinya kian ia gunakan pada sang istri.Hanya tersedak sedikit, telaten sekali Drew mengurus Adrienne seperti seorang ayah yang menemukan puterinya sakit. Segala perhatian ia curahkan. Segala kelembutan ia tampakkan pada istrinya. Seolah-olah ia ingin dunia tahu bahwa Adrienne Maizahira adalah cintanya.Padahal fakta yang terjadi Adrienne Mizahira adalah jalang pribadi yang ia nikahi.“Sudahlah, aku baik-baik saja.” Adrienne mendorong pelan pundak Drew agar menyingkir dari hadapannya.“Sakit?”Pertanyaan Drew dibalas gelengan kepala oleh Adrienne. Wanita itu lantas berdiri setelah menyambar selembar tissue guna membersihkan hidungnya. Melangkah menuju toilet kering, Adrienne membasuh mulut dan hidung di sana.Meninggalkan Drew yang kembali membuka ponsel lalu mengirim pesan yang ta