Beranda / CEO / Jerat Gairah Pewaris Arogan / 21. Pernikahan Terkutuk

Share

21. Pernikahan Terkutuk

Penulis: Klandestin
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Dengar ini baik-baik. Jangan sekalipun kau mencoba untuk mencurangiku! Telah kubayar mahal dirimu dan kau tau berapa harga yang harus kau bayar andai kau melanggar peraturanku!” Bengis Drew menatap tajam Adrienne. Walau masih ada sisa-sisa nafsu yang berkeliaran liar di kepalanya, Drew masih sanggup mengintimidasi Adrienne.

Memutar bola matanya malas dengan tubuh yang terasa sangat lebah seperti kehilangan seluruh daya sebab Drew begitu menguras energinya, Adrienne merasa kesal. Sial memang, niat hati ia kemari untuk melancarkan aksinya, justru ia mendapatkan ancaman seperti ini.

“Berhenti mengancamku seperti itu. Aku pun malas dan lelah jika terus bersitegang denganmu setiap hari dan hanya akur ketika bercinta!” Adrienne bangkit dari posisi rebahannya. Duduk di pinggir meja kerja Drew sambil mengatur napas yang tersengal-sengal.

Kekehan rendah Drew mengalun di telinga Adrienne. Wanita itu tahu, Drew mengejeknya. Memang wanita keras kepala mana yang sudi manut terhadap pria seper
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Jerat Gairah Pewaris Arogan   22. Kesabaran Yang Terus Diuji

    Adrienne melenggang keluar ruangan dengan kesal. Rasa marah sekaligus malu, bercampur menjadi satu. Raut wajahnya benar-benar menggambarkan kemarahan yang tak mampu lagi dia tahan.“Dasar pria keparat tak punya hati! Sudah kuberikan perhatian, masih juga menjunjung gengsi setinggi langit. Pantas saja dia tak pernah menemukan wanita yang tulus mencintainya!” gerutunya sembari menghentak-hentakan kaki dengan cukup kasar.Sepanjang perjalanan menuju lobi dihabiskan Adrienne dengan menggerutui suami keparatnya itu. Upayanya untuk mengambil hati Drew gagal total. Sungguh menaklukkan lelaki itu benar-benar sulit.Yang lebih menyakitkan lagi, setelah mengajukan pertanyaan menohok pada Adrienne, pria itu lantas mengusirnya secara terang-terangan pun tak peduli dengan perasaan istrinya. Adrienne benar-benar merasa terhina dengan sikap suaminya.Berilah panci gosong pada Adrienne. Dia ingin menutup wajahnya dengan panci! Atau akan ia gunakan untuk menimpuk wajah Drew dengan bokong panci itu.Di

  • Jerat Gairah Pewaris Arogan   23. Ketegangan

    Adrienne menatap datar Allena dengan manik hitamnya. Wajahnya terlihat biasa-biasa saja yang mana hal tersebut tentu saja membuat Allena semakin geram melihatnya. Semua orang terlihat begitu penasaran dengan respon apa yang akan Adrienne berikan. Namun, ternyata perempuan itu memilih diam, lalu memicingkan senyum acuh ke arah Allena. Seolah-olah memang dia tak begitu berminat meladeni perempuan itu.“Kau tersenyum? Masih tidak sadar diri juga?” sinis Allena yang tak suka dengan respon Adrienne.Dua perempuan dengan penampilan yang cukup kontras itu semakin menjadi pusat perhatian karyawan Lykos Company. Allena yang terlihat lebih sexy dan glamour, sedangkan Adrienne terlihat begitu elegan dan anggun dengan rambut tergerainya. Semua terlihat cukup penasaran dengan pertengkaran mereka berdua.“Kita lihat, apa yang akan dilakukan Nyonya Adrienne kepada perempuan itu,” ujar salah satu staf perempuan berambut sebahu pada teman di sampingnya.“Sudahlah Mey, tak seharusnya kita di sini. Ayo

  • Jerat Gairah Pewaris Arogan   24. Pertanyaan Anna

    Adrienne melangkah pergi dengan perasaan puas. Setidaknya dia masih bisa membalas hinaan Allena dengan begitu telak. Kini, senyum manis nan sinis merekah menghiasi wajah wanita cantik itu. “Ayo kita kembali, Jay!” ajak Adrienne pada sang supir yang baru saja datang menghampirinya.Selama perjalanan Adrienne hanya memilih diam. Dia duduk bersandar tanpa sedikit pun berselera untuk memulai pembicaraan. Netranya menatap nanar ke luar jendela. Melihat betapa padatnya kendaraan yang berlalu lalang di jam kantor.Anna yang duduk di kursi samping kemudi, hanya bisa menghela napas pelan. Dia menatap sekilas ke arah Adrienne dengan perasaan penuh tanya. Namun, dia memilih untuk tetap diam dan tak bertanya perihal apapun, sampai Adrienne sendiri yang menceritakan semuanya padanya.Adrienne masih terlihat melamun, bahkan hingga mobil memasuki mansion mewah milik Drew. Tidak tidak, itu bukan mansion melainkan paguyuban setan berbalut intan berlian—tempatnya terkurung bersama luka dan derita.“Ny

  • Jerat Gairah Pewaris Arogan   25. Kapan Kau Hamil?

    Adrienne terhenyak menelan ludahnya kasar, dia tak menyangka Anna akan menanyakan hal itu.“Apa dia menyadarinya?” Adrienne pun bermonolog dalam hati. Matanya menatap lekat ke arah Anna cukup lama. Sambil ia berusaha menetralkan mimik wajahnya agar tak tampak mencurigakan di mata Anna. “Ma-maaf, Nyonya. Saya terlalu lancang menanyakan hal tersebut pada Anda.” Anna pun segera—menunduk merutuki kelakuan konyolnya.“Ah, apa kau bercanda, Anna? Aku hamil?” Adrienne berusaha tertawa untuk menutupi ketegangannya. “Tentu tidak, Anna. Aku mual karena aroma garlic dari roti itu sangatlah kuat.”Dia beranggapan semua orang di rumah ini adalah orang-orang munafik. Faktanya, mereka pasti tahu kalau Drew memiliki wanita lain. Dan lebih parahnya, keduanya sudah bertunangan. Hanya saja, sayang seribu sayang, Allena tak dapat memberikan Drew keturunan sebab kecelakaan yang pernah menimpa Allena dan membuat rahim wanita itu terpaksa diangkat. Namun, semua orang memilih bungkam seribu bahasa. Membiar

  • Jerat Gairah Pewaris Arogan   26. Dosa Apa?

    Kata-kata yang terlontar dari mulut Drew benar-benar membuat Adrienne terdiam. Suasana hatinya anjlok begitu saja. Jangankan membalas ucapan sang suami. Melanjutkan makan es krim pun dia enggan sekali.Manik hitamnya melirik ke sekitar, berharap tak ada yang mendengar percakapannya dengan sang suami. Siapa juga yang tak akan malu, jika Drew berbicara semesum itu.Ditambah pertanyaan terakhir Drew yang membuatnya geram. Seolah-olah dirinya hanya dianggap sebagai penghasil keturunan yang tak layak dihargai. Karena tidak ada perlawanan apapun dari Adrienne, Drew pun memilih bangkit dari posisinya. Lelaki itu berniat untuk membersihkan diri dari berbagai beban pikiran pekerjaan dan tuntutan keluarga.“Kau pikirkan ucapanku tadi. Semakin cepat kau memberi aku keturunan, semakin tenang pula hidupku! Kau pahami itu baik-baik!” ucap Drew sambil melenggang meninggalkan Adrienne sendirian.Setelah Drew meninggalkannya, Adrienne masih mematung. Tidak biasanya dia diam saja mendengar sindiran Dre

  • Jerat Gairah Pewaris Arogan   27. Pemeriksaan Rutin

    Mengusik Allena? Sungguh kurang kerjaan sekali bukan jika Adrienne melakukannya? Lagipula takkan ia mengusik Allena jika wanita itu tak lebih dulu memulai perkara dengnnya.Malas berdebat dengan Drew, Adrienne memilih untuk mengistirahatkan diri dengan tubuh yang terasa lelah pun pikiran nan kacau balau, serta hatinya yang turut menjerit sakit. Lagi dan lagi, Drew lebih mengutamakan Allena ketimbang dirinya.Lengang jalanan kini tampak ramai lalu-lalang kendaraan seiring dengan matahari yang menaiki singgasananya dengan agung, cahayanya masuk melalui celah-celah jendela kamar Adrienne. Perlahan, kelopak mata wanita itu mulai bergerak, ia membuka mata.“Hari yang sama,” gumam Adrienne lalu menyibak selimut yang membungkus tubuhnya.Hari ini, Adrienne harus melakukan tes kesehatan rutin sesuai dengan perintah Drew semalam tepat sebelum dirinya terlelap. Seperti biasa, Drew akan absen menemani Adrienne periksa, pria itu hanya bisa menyuruhnya saja. Entah kapan Drew akan menemani wanita it

  • Jerat Gairah Pewaris Arogan   28. Teman Lama

    Gelisah masih melanda Adrienne setelah pemeriksaan tadi. Otaknya terus berusaha memikirkan rangkaian kalimat apa yang akan ia sampaikan pada Drew setelah ini andaikata pria itu menanyakan hasil pemeriksaannya, bahkan bisa jadi pula Drew akan menanyakan apakah dirinya telah hamil kah belum. Manik hitam Adrienne terus menatap pada birunya langit nan amat cerah, kontras pun dengan suasana hatinya yang amat tak menentu. Cemas semakin merundung, semakin menjalar seiring dengan laju mobil yang melesat dengan kecepatan cukup cepat karena ia tak kunjung menemukan jawaban yang sekiranya dapat dipercaya Drew. “Maaf, Nyonya. Anda baik-baik saja? Apakah terjadi sesuatu atau kabar buruk dari hasil pemeriksaan Anda?” tanya Anna yang terlihat ikut penasaran akan kegelisahan Adrienne. Adrienne terkesiap. Ia mengedipkan mata, lalu menggeleng. “Tidak ada. Kukatakan aku baik-baik saja. Bisakah kita berhenti sebentar? Aku cukup lapar,” pinta Adrienne sembari membenahi posisi duduknya. “Baik, Nyonya,

  • Jerat Gairah Pewaris Arogan   29. Biarkan Aku Merasakannya!

    Adrienne terhenyak mendengar pertanyaan yang terlontar dari bibir Drew. Matanya nyaris membelalak, tetapi berhasil ia kendalikan agar tak membuat Drew curiga padanya.Wanita itu cukup gelagapan, otaknya kembali terpacu untuk memikirkan jawaban yang harus disampaikan pada Drew. Namun, kembali Adrienne harus merutuk ketika ia tak menemukan jawaban apapun.“Kenapa kau diam? Kau menyembunyikan sesuatu dariku?” Drew memicingkan mata, menyelidik Adrienne yang tak kunjung menjawab pertanyaannya.Adrienne berdehem pelan. “Tidak ada yang menarik dari hasil pemeriksaan. Hasilnya sama seperti sebelum-sebelumnya.” Ia terus berusaha bersikap senormal mungkin agar Drew tak semakin curiga. Bahkan Adrienne berjuang mati-matian menahan suaranya agar tak gemetar.Alih-alih menjawab dengan jujur bahwa dirinya tengah mengandung anak dari pria matang di depannya, Adrienne justru menciptakan scenario baru. Benar, dirinya belum siap untuk memberitahu Drew akan kehamilannya di tengah kondisi hubungan mereka

Bab terbaru

  • Jerat Gairah Pewaris Arogan   57

    Malam semakin larut, Drew tak kunjung kembali ke rumah. Adrienne duduk di tepi ranjang dengan perasaan yang sulit digambarkan. Pikirannya penuh dengan berbagai macam perasaan yang saling bertubrukan. Dia merasakan kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan yang tak tertahankan. Sambil memandang keluar jendela, batinnya bertanya-tanya, “Bagaimana nasibku kedepannya?” Haruskah dia terus bertahan dalam pernikahan ini, atau tetap sesuai rencana awal, nekad pergi dengan konsekwensi yang mungkin akan lebih menyakitkan?Bagaimana mungkin dia bisa bertahan dalam pernikahan seperti ini? Semua impiannya dulu tentang masa depan bersama Drew, seolah lenyap. Dia merasa terjebak dalam perangkap yang tidak bisa dia hindari. Mencoba lari pun, tak ada jalan.“Aku tahu ini sulit, Adrienne. Tapi kamu harus ingat bahwa kamu lebih kuat dari yang kamu kira. Jangan biarkan mereka mengendalikan hidupmu. Kamu punya hak untuk bahagia dan bebas,” ucapnya dengan mata terpejam. Dia berusaha menguatkan dirinya. Dia ya

  • Jerat Gairah Pewaris Arogan   56.

    “Aku sudah mengatakan sejujurnya. Jika kau ingin aku cepat hamil, buat aku selalu merasa bahagia. Karena dengan meningkatnya hormon endorfin pada diriku, akan mempercepat kemungkinan pembuahan hasil!” jelas Adrienne dengan begitu percaya diri. padahal dia sendiri tidak tahu apakan itu ada hubungannya kah tidak. Dia hanya berbohong untuk meluluhkan lagi hati Drew yang malam-malam begini kembali membahas perihal anak. “Ck! Itu hanya alasan untuk menutupi ketidakmampuanmu agar cepat hamil, bukan?!” cerca Drew. “Oke, terserah! Aku sudah mengatakan yang sebenarnya!” Mereka terus saja berdebat tentang penyebab Adrienne tak kunjung hamil Keduanya sama-sama tak ingin mengalah dan justru saling menyalahkan. Hingga perdebatan itu akhirnya terhenti, saat seorang ajudan tiba-tiba menghampiri mereka berdua. “Kau! Kenapa lancang sekali masuk ke kamar tanpa mengetuk pintu?!” cerca Drew yang terlihat tidak suka dengan kedatangan ajudannya. “Maaf, Sir. Ada tamu yang mencari Anda,” jawab ajudan te

  • Jerat Gairah Pewaris Arogan   55.

    Drew menatap pemandangan kota dari jendela kantornya dengan perasaan campur aduk. Suara hiruk-pikuk dari jalanan yang biasanya memberinya sedikit ketenangan kini justru terasa mengganggu. Segala sesuatu di luar sana terlihat normal, sementara di dalam dirinya, segala sesuatunya berantakan. Ia merasakan tekanan yang terus meningkat dari berbagai sisi: perusahaan yang sedang diguncang serangan siber, desakan dari ayahnya untuk segera memiliki anak, dan ketegangan yang terus memuncak dalam rumah tangganya dengan Adrienne.Dia tahu, untuk menjaga segalanya tetap berjalan, dia tidak bisa membiarkan emosinya menguasai dirinya. Namun, setiap kali dia berpikir tentang situasi di rumah—tentang Adrienne dan apa yang diharapkan darinya—Drew merasa seperti berada di ambang ledakan. Ini bukan hanya tentang pewaris keluarga atau mempertahankan kendali atas perusahaan. Ini adalah tentang menjaga fasad yang selama ini dia bangun; bahwa dirinya adalah pria yang memegang kendali penuh, baik dalam bis

  • Jerat Gairah Pewaris Arogan   54.

    Drew terdiam sejenak setelah mendengar ucapan Adrienne. Napasnya yang tadi memburu perlahan mulai mereda, namun tatapannya tetap tajam. Dia melepaskan cengkeramannya dari rahang Adrienne tanpa melepas penyatuan keduanya. “Kau pikir kau bisa mengaturku?” Suaranya rendah, tapi mengandung ancaman yang jelas.Adrienne mendorong perut Drew, mencoba menciptakan jarak sejauh mungkin dari Drew. Matanya masih dipenuhi ketakutan, tapi dia tidak ingin menunjukkan kelemahannya lebih dari ini. Dia harus kuat, untuk dirinya sendiri.“Aku hanya ingin kau memilih, Drew. Aku istrimu,” katanya dengan suara serak. “Bukan alat untuk melahirkan anak saat kau mau.”Drew mendengus, semakin kesal hatinya hingga ia kembali bergerak. Memenui Adrienne sedalam mungkin dan lingkar mata Adrienne semakin memerah. “Jangan berpikir kau bisa mengatur hidupku. Anak itu harus ada, dan kau yang akan memberikannya padaku.”Adrienne menatapnya tanpa berkata apa-apa. Dia tahu percuma berdebat sekarang. Drew akan selalu men

  • Jerat Gairah Pewaris Arogan   53

    Keesokan harinya, Adrienne dikejutkan dengan kedatangan ayah mertuanya di mansion secara tiba-tiba. Dalton Hidalgo bertolak bersama kedua ajudan yang setia berjalan di belakangnya. Adrienne yang belum siap dengan kehadiran Dalton, langsung buru-buru memastikan penampilannya agar tak buruk sekali di hadapan paruh baya itu. Sementara Drew yang sedang berkutat dengan layar monitor dengan kepala berdenyut sakit, turut terkejut karena Dalton tidak mengabarinya sama sekali. Ia bergegas keluar menghampiri ayahnya. “Selamat datang, Dad,” sapa Drew berpelukan singkat dengan Dalton. Singkat Dalton menepuk punggung Drew. “Mana menantuku?” tanyanya. “Aku membuatnya kelelahan hingga pagi buta. Rien masih di kamar,” balas Drew dengan tenang. Seolah jawaban dari pertanyaan Dalton sudah direncanakan. Begitulah piciknya Drew. “Sopan bicara seperti itu sama orang tua?” Drew terkekeh rendah melihat mata Dalton yang memicing sinis. Ia mengajak Dalton ke ruang kerja setelah meminta maid agar menyiap

  • Jerat Gairah Pewaris Arogan   52.

    Adrienne memutuskan untuk pergi ke ruang santai dan mencoba mengalihkan perasaannya dengan hal lain. Setibanya di ruang bersantai, ia meraih remote televisi dan menyalakan layar, meskipun dia tidak benar-benar tertarik pada apa yang sedang terpampang di layar televisi kini. Dia hanya butuh sesuatu untuk membuat pikirannya tetap sibuk. Namun, suara dari televisi justru terasa samar, tidak bisa menandingi kegelisahan yang terus mengganggu pikirannya.Tak lama kemudian, suara langkah Drew terdengar mendekat. Adrienne segera berusaha mengatur ekspresinya, berusaha agar terlihat biasa saja. Drew masuk datang dengan rambut setengah basah, mengenakan kaos polo putih dan celana santai krem.“Kau di sini,” kata Drew datar sambil sesekali menatap layar ponsel.“Iya,” jawab Adrienne singkat, tanpa menoleh ke arahnya.Drew tidak banyak bicara, lalu duduk di sofa, tak jauh dari tempat Adrienne berada. Suasana di antara mereka terasa sedikit canggung, tetapi Adrienne berusaha mengabaikannya.Drew

  • Jerat Gairah Pewaris Arogan   51

    Allena mendengus lalu terkekeh di seberang telepon. Ia tak memikirkan perasaan Adrienne sama sekali, tak peduli bahwa seharusnya sesama perempuan turut merasakan sakit ketika diperlakukan tidak adil. “Kau selalu tahu bagaimana membuatku merasa lebih baik, meskipun caramu sering membuatku kesal.”Drew terkekeh pelan. “Setidaknya aku tahu bagaimana membuatmu senang,” jawab Drew dengan nada ringan, meski pikirannya masih dipenuhi dengan berbagai masalah.“Kenapa tidak kembali ke apartemen? Kau senang sekali berdua bersamanya daripada denganku?” Allena mengubah topik, suaranya terdengar sangat menyebalkan. Drew membuang napas panjang seraya memijat kening pelan. Ia sendiri tak tahu mengapa ingin sekali kembali ke mansion. Bisa dikatakan bahwa dirinya akan selalu pulang menemui Allena jika fisik dan otaknya tengah benar-benar lelah, lalu berakhir kelelahan berdua dengan Allena. Menyatu dan saling berbagi keringat. “Nanti aku bertolak setelah urusan di kantor selesai. Uang yang kukirim s

  • Jerat Gairah Pewaris Arogan   50

    Keesokan paginya, Adrienne terbangun lebih awal dari biasanya. Dia merasa sedikit lebih segar setelah tidur malam yang panjang, meskipun pikiran tentang sikap Drew dan masalah di perusahaan suaminya itu masih membayangi.Saat sedang menyiapkan sarapan ringan di dapur, Adrienne mendengar pintu depan terbuka. Ia menoleh dan melihat Drew masuk dengan wajah sangat kusut dan kelelahan. Kantung mata Drew menghitam, dan bahunya sedikit turun, jelas bahwa Drew melalui banyak waktu dengan penuh tekanan dan kerja keras.Drew memberikan jas pada maid seperti biasa, lalu berjalan menuju meja makan, di mana Adrienne sudah menyiapkan secangkir kopi untuknya. Tanpa banyak bicara, ia mengambil cangkir itu dan menghirup kopi panasnya, mencoba menghilangkan rasa lelah yang menumpuk.Adrienne memperhatikan Drew dengan cermat. “Bagaimana situasinya?” tanya Adrienne berinisiatif dengan nada tenang, meskipun ia sudah bisa menebak jawabannya dari penampilan Drew saat ini.Drew mengangguk pelan, meletakkan

  • Jerat Gairah Pewaris Arogan   49.

    “Drew, ini masalah besar,” kata Adrienne, suaranya mantap. “Kau harus kembali ke Toronto dan mengurus ini langsung. Jangan memaksakan diri untuk tetap di sini.”Drew memandang Adrienne, ragu. “Aku tak ingin menghancurkan kesenanganmu. Kita bisa tetap berlibur di sini, dan aku bisa bekerja dari sini sementara.” Adrienne menggeleng. “Ck, jangan jadi atasan yang hanya tau kesenangannya sendiri, Drew. Kau perlu berada di sana. Perusahaanmu butuh kehadiranmu!” Drew terdiam sejenak, mempertimbangkan kata-kata Adrienne. Ia tahu bahwa Adrienne benar, dan masalah di perusahaan tidak bisa ditunda. Hanya dengan berada di Toronto, ia bisa mengatasi situasi dengan cepat.“Baiklah,” kata Drew akhirnya. “Kita akan kembali ke Toronto malam ini.”Adrienne mengangguk. “Aku akan segera mengemas barang-barang kita.” Drew menghubungi Walter lagi, memberi tahu bahwa ia akan segera kembali ke Toronto. Sementara itu, Adrienne mulai mengemas barang-barang mereka di villa begitu sampai. Meskipun ada rasa kec

DMCA.com Protection Status