Share

Bab 6. Merampas Kehormatan

“Aku cuma ingin mengecek keadaanmu.”

Samuel menyentuh pipi Ivy tapi ia menolak dengan berlari mundur. Samuel terus mengejar hingga Ivy terpojok di dinding.

“Pe—pergi! Aku ingin keluar! Aku mau jalan-jalan dengan Bella!”

“HAHAHA!”

Samuel terbahak-bahak sampai air matanya keluar. Ivy berusaha menggunakan kesempatan itu dengan melarikan diri, tapi Samuel tetap berhasil menarik tangannya bahkan mendorong tubuhnya hingga terjatuh di kasur.

“Kenapa alasanmu sangat bodoh? Kenapa pula kau mendatangi perempuan yang tidur dengan suamimu sendiri?” tanya Samuel dengan tangan kanan yang menahan kedua tangan Ivy di atas kepala, sedangkan tangan lainnya sudah menjelajah ke tiap lekuk tubuh Ivy.

“Le—lepas!”

Ivy mulai menangis. Kakinya menendang-nendang udara, berharap bisa menumbangkan Samuel.

“Pergi dari sini! Pergi!” pekiknya, putus asa.

“Kau tak perlu mengusirku. Kita bisa bersenang-senang di sini. Jangan mau kalah dengan suamimu.”

“Sam! Jangan!”

Wajah Samuel tenggelam dalam lehernya. Ivy sontak menggigit telinga Samuel yang berada di dekatnya hingga ia melepaskan cengkraman.

“Dasar wanita gila!” seru Samuel sambil mengelus telinganya.

Ivy meraih ponsel di nakas dan segera menghubungi Noah saat ada kesempatan.

“Noah!”

Namun, kesadaran Samuel kembali dan merampas ponsel itu untuk mematikan panggilan.

“Noah tak akan menolongmu!” lolongnya.

Samuel kembali tertawa dengan kejam seolah-olah siap menerkam hewan buruannya. Ia kembali membanting tubuh Ivy ke ranjang dan menindihnya.

“Bagaimana bisa Noah menolong seseorang yang ingin dia bunuh?”

Ivy yang semula masih berontak untuk melepaskan diri, langsung tersentak saat mendengar ucapan Noah.

“Apa maksudmu?”

Ivy yakin kalau pendengarannya tak bermasalah. Ia yakin kalau Samuel mengatakan bahwa Noah akan membunuhnya.

“Apa maksudmu tadi?!” Ivy mengulang dengan suara yang lebih serak.

“Oh? Jadi, kau tak tahu kalau kau hanya alat untuk balas dendam karena ayahmu telah membunuh keluarga—”

Ucapan Samuel terhenti saat ada suara ketukan di pintu. Samuel berdesis kesal dan mencoba mengabaikannya. Ia ingin segera bersenang-senang dengan Ivy, tapi ketukan itu tak kunjung berhenti.

“Sialan! Siapa itu?!”

Samuel membuka pintu dengan marah. Kemudian, matanya membelalak terkejut saat melihat Noah di depannya.

“Bukannya dia tadi bilang mau meeting?” pikirnya.

Noah menatapnya dengan tajam, lalu masuk ke dalam kamar dan mendapati keadaan Ivy dengan pakaian yang penuh sobekan di atas tempat tidur.

“Apa yang terjadi di sini?” tanyanya dengan suara rendah.

“Istrimu menggodaku. Dia tiba-tiba menyuruhku datang ke sini dan mengajakku tidur dengannya,” balas Samuel dengan cepat.

Ivy yang masih berusaha melilitkan tubuhnya dengan selimut, langsung menggeleng saat mendengar tuduhan itu.

“Ti—tidak! Dia berbohong!” pekik Ivy.

Samuel kembali menyahut, “Untuk apa aku berbohong? Kau temanku! Kau tentu lebih mengenal aku daripada dia!”

Ivy bisa melihat mata Noah yang biasanya menatapnya dengan tajam sekarang berubah menjadi jijik seakan dirinya orang yang kotor dan najis.

“Aku baru tahu kalau selain cacat, kau juga sangat murahan,” hina Noah.

Samuel senang karena Noah lebih percaya padanya. Namun, kebahagiaan itu hanya berlangsung beberapa detik karena Noah langsung menendangnya keluar dari kamar.

“Sial! Celanaku masih di dalam!” pekiknya sambil menutupi tubuh bagian bawahnya dengan tangan.

Noah memang mendengar gedoran pintu itu, tapi ia tak peduli. Fokusnya hanya tertuju pada Ivy yang masih gemetar di atas tempat tidur.

Tatapan pria itu menggelap, terus tertuju pada Ivy yang masih gemetar di atas tempat tidur. Sembari membuka sabuk celananya, pria itu mendesis, “Kau benar-benar harus dihukum.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status