Ivy tersentak saat pintu kamar ditutup dengan keras oleh Noah. Namun, ia sudah menduganya.“Jelaskan padaku,” pinta Noah dengan rahang sempurna mengeras.“Aku tahu kalau kau akan salah paham. Tapi sungguh, tak ada apa-apa denganku dan Ezra,” terang Ivy, seyakin mungkin.“Kalau kau tahu aku akan salah paham, kenapa kau tetap melakukannya? Kau bilang hanya butuh waktu sebentar untuk cari angin! Kenapa malah menginap di tempatnya?!”Ivy bisa melihat otot-otot di leher Noah karena pekikannya yang makin meninggi.“Kami tidak sengaja bertemu! Demi Tuhan, aku dan Ezra tak berbuat apapun!”“Bagaimana kau bisa membuktikannya?!”Dengan kesadaran penuh, Ivy membuka satu per satu kancing baju tidurnya hingga membuat mata Noah membelalak.“Kau bisa melihat kalau tak ada jejak apapun di tubuhku.”Noah menghela napas panjang. Ia mendekat dan kembali mengancing satu per satu.“Kau tak perlu melakukannya,” ucap Noah dengan suara yang lebih rendah.“Kau bilang aku harus membuktikannya.” Ivy masih bersi
“Sayang, kau harus makan.”Noah meletakkan bubur di nakas sebelah tempat tidur. Tangannya mengelus bahu Ivy yang memunggunginya, tapi Ivy tetap tak bereaksi.“Ivy.”Ivy hanya menggeleng dan mengeratkan selimut yang menutupi tubuhnya.“Aku di ruang kerja, kalau kau butuh apa-apa… datanglah. Jangan lupa dimakan.”Noah tak bisa melakukan apa-apa selain memberikan waktu dan ruang bagi Ivy untuk sendiri.Sudah hampir semingu Ivy terlihat seperti mayat hidup. Ia belum bisa berdamai dengan kenyataan kalau Clara tak menyayanginya dan bahkan berusaha untuk menyakitinya dengan menggoda Noah.“Bagaimana bisa semua ini terjadi?” Hanya iu yang terus bernaung di benak dan pikiran Ivy.“Apa rasa sayangku padanya kurang sampai dia tega melakukannya?”Lagi-lagi Ivy menangis.Dadanya terasa sangat sesak dan sakit hingga ia kesulitan bernapas. Tubuhnya bahkan ikut lemas dan tak bertenaga.Ia sering merasakan sakit. Hidupnya dilalui dengan siksaan, tapi baru kali ini ia merasa begitu tersiksa padahal ta
Ivy tak pernah mengira kalau pengkhiatan akan sesakit ini. Sejak pulang dari kafe, ia lebih banyak diam dan meminta Noah benar-benar memberinya waktu sendiri.Maka, di sinilah ia sekarang. Di depan laptop yang sudah lama tak ia gunakan.“Aku pasti sudah gila,” gumam Ivy sambil menggigit bibir bawahnya.Ia ingin menyadap ponsel Clara. Suatu hal yang tak pernah ia kira akan terjadi.“Aku harus melakukannya untuk membuktikan ucapan Clara,” yakin Ivy.Jauh di dalam hati kecilnya, ia masih tak percaya dengan semua ucapan dan sikap Clara. Oleh karena itu, ia berharap menemukan kenyataan lain; Clara sedang bercanda, misalnya.Hanya perlu menunggu beberapa detik hingga Ivy bisa mengakses semua ruang obrolan Clara.“Nasibmu jelek sekali.”Dahi Ivy berkerut kala melihat satu pesan baru dari seseorang bernama Rere. Ivy pun segera mengekliknya untuk membuat seluruh percakapan.“Kakakmu sangat egois sekali. Aku prihatin mendengar ceritamu.”Setiap Ivy membaca semua pesan yang dikirim Clara untuk R
Ivy tahu kalau riwayatnya sudah tamat saat kelepasan memanggil Ezra di situ rahasia.Ezra bukan orang bodoh yang akan diam saja identitasnya terungkap, pasti dia juga akan melakukan segalanya untuk mengungkap identitasnya.“Apa aku mengaku saja sebelum dia tahu lebih dulu?” gumam Ivy, kebingungan.“Jangan pikirkan tentang Clara.”Noah yang baru masuk kabar tiba-tiba bersuara hingga membuat Ivy menoleh padanya.“Kau terlihat sangat khawatir dan gugup. Tenang, Sayang.”Noah mengelus puncak kepalanya dengan penuh kasih sayang, membuat hati Ivy terenyuh.Di antara beribu masalah yang datang, setidaknya saat ini ia memiliki Noah di sisinya.“Iya,” balas Ivy dengan mencoba tersenyum.“Apa kau mau jalan-jalan? Aku bisa memesan tiket-”Ucapan Noah terpotong oleh nada dering ponsel Ivy yang berada tepat di sebelah laptop. Sontak Ivy segera beranjak dan mengambil ponselnya saat menyadari kalau Ezra yang menelfonnya.“Aku angkat telepo dulu,” pamit Ivy.Jantung Ivy berdebar kian kencang saat kel
Ivy tak bisa menyentuh makanan dan minumannya sama sekali. Ia hanya duduk dengan tegang sambil berusaha menghindari tatapan Ezra.“Betapa bodohnya aku yang baru menyadarinya,” ucap Ezra.Ivy menghela napas panjang. Dia sudah mengatakan hal yang sama selama lima kali.“Kau harus janji tak akan membocorkan pada siapapun,” balas Ivy, persis lima kali pula.Ezra terkekeh. “Bukannya kau harus memberiku jaminan agar tutup mulut?”“Jaminan apa? Aku kan juga sudah sering membantumu.” Ivy menatap Ezra dengan kesal.“Tapi kau tetap tak memberikan data Ivy dan Clara padaku.”Ivy mendengus, “Kau sungguh tak tahu malu ya? Padahal sudah ketahuan akan mengulik informasi tentangku tapi tetap mengakuinya.”Ezra hanya mengangkat kedua bahunya dengan senyum yang masih lebar. Tatapan Ezra memang biasa saja, tapi Ivy merasa sangat terintimidasi karena dia rekan hacker yang mengetahui tentangnya.“Kau tahu kan kalau kau tak bisa mengancamku? Karena aku juga memegang banyak rahasiamu,” tutur Ivy.Ezra menga
Dua bulan kemudian….Ivy sedang menunggu Noah turun dan berniat mengajaknya sarapan bersama. Sudah satu jam ia menunggu dengan mata yang kantuk karena akhir-akhir ini ia mengalami insomsia.Ivy hampir terlelap sampai akhirnya mendengar derap langkah Noah. Sontak ia berjalan mendekat ke arah tangga dengan senyuman lebar.“Noah, ayo sarapan. Aku sudah memasak nasi goreng omlet-”Ucapan Ivy terhenti saat Noah melewatinya begitu saja. Noah bahkan tak melihat ke arahnya barang sedetik. Seolah-olah keberadaannya seperti makhluk gaib yang tak nampak.“Sepertinya aku harus makan sendiri lagi,” gumam Ivy sambil berlalu ke ruang makan.Punggungnya masih tegak. Pun wajahnya masih dihiasi dengan senyuman kecil, tapi saat satu suapan masuk ke mulutnya… satu per satu tetes air mata mengalir di pipinya.Sudah dua bulan ini Noah puasa bicara padanya. Sejak perdebatannya dengan Ezra di restauran malam itu, Noah benar-benar tak menganggapnya ada.Pada awalnya, Ivy mengira kalau Noah perlu waktu karena
Mata Ivy tak bisa berpaling dari wajah Noah. Setelah dua bulan lamanya, akhirnya mereka bisa berada di ruang yang sama dengan tatapan Noah yang tertuju padanya.Ezra dan Samuel sudah dilerai oleh staff keamanan dan diusir secara paksa. Meninggalkan Noah dan Ivy dalam ruang kamar yang seperti kapal pecah.Noah tetap dingin dan tak bicara meski sudah lima belas menit sejak kepergian Samuel dan Ezra. Ivy sendiri tak berani membuka suara. Ia hanya duduk di tepian kasur dengan tangan yang masih menyengkram erat selimut yang menutupi tubuhnya.“Apa kau semurahan itu?”“Noah….”Ivy tak mengira kalau kalimat pertama yang Noah keluarkan setelah puasa bicara dua bulan terdengan sangat menyakitkan. Namun, Noah terlihat tak merasa bersalah.Noah bahkan menuding-nuding Ivy dengan rahang tegasnya yang penuh amarah.“Bisa-bisanya kau memanggil dua lelaki sekaligus untuk tidur denganmu. Kau sangat kesepian ya tak pernah kusentuh?”“Aku baru saja dilecehkan dan hampir diperkosa oleh temanmu! Teganya k
Ivy tak pernah bertemu lagi dengan Ezra sejak makan malam waktu itu. Ia tak mau pertemuannya dengan Ezra membuat Noah semakin marah, sehingga ia benar-benar menjaga jarak dan bahkan mengabaikan semua pesan dan telepon Ezra.Kini, Ivy merasa kalau ia tak perlu menghindar lagi dari Ezra karena Noah tetap tak akan percaya padanya. Dan ia harus bertemu Ezra secepatnya untuk mengetahui apa motif Ezra menyadapnya.Ivy harus menemukan alat itu dan memberi penegasan pada Ezra agar berhenti melakukan hal berlebihan hanya untuk mendekatinya.“Kau baik-baik saja?” Ezra bertanya dengan raut khawatir saat Ivy mengambil duduk di depannya.Pertemuan mereka kali ini di sebuah kafe yang tak jauh dari kompleks perumahan.“Tidak.” Ivy menjawab dengan gelengan tegas.Ya, tak perlu berbohong di depan Ezra. Dia tahu jelas bagaimana keadaannya. Tak mungkin ada perempuan yang baik-baik saja setelah hampir diperkosa.“Kau-”Pada awalnya, Ivy ingin segela mencercea Ezra tentang alat penyadap itu. Namun, ia bar
Sudah satu minggu berlalu sejak siaran langsung yang dilakukan Ivy menggambarkan seluruh negeri. Sampai saat ini, banyak orang yang ikut mengawal kasusnya, bahkan ada beberapa pihak yang ikut angkat suara mengenai kelicikan dan kejahatan Evan.Akan tetapi, Ivy masih gundah karena tidak ada tanda-tanda kemunculan Evan. Ia tak tahu sembunyi dimana ayahnya sampai tak ada orang yang berhasil menemukannya.“Ivy! Ivy!” Ivy yang baru melamun di taman belakang, terkejut saat mendengar teriakan Noah. Ketika ia menoleh, Noah menatapnya dengan mata penuh keharuan.“Ada apa?” tanya Ivy.“Evan sudah ditemukan di bandara. Dia akan melakukan perjalanan ke Amerika. Beruntung pihak bandara sudah mengetahui wajah Evan yang tersebar luas dan segera melaporkan ke pihak berwajib,” jelas Ezra dengan helaan napas lega. Mendengar hal itu, Ivy tak kuasa untuk menangis bahagia. Perasaan gundah yang semula memenuhi dirinya telah sirna seutuhnya.“Kita berhasil, Ivy! Kita berhasil menangkapnya!” seru Noah deng
Clara mengerti dengan suasana tegang yang tiba-tiba memenuhi ruangan. Ia pun paham dengan tatapan tajam dari Noah dan Ezra yang belum percaya kepadanya, meskipun ia sudah sepenuhnya bertaubat.Ia sudah melakukan banyak kejahatan dan menghancurkan hidup Ivy, jadi ia paham dengan perasaan Noah dan Ezra. Oleh karena itu, ia tak tersinggung meski ditatap dengan tajam.“Clara….” Ivy menoleh ke arah Clara dengan mata merahnya.Clara ingin memeluk Ivy, tetapi ia tak bisa melakukannya karena kedua tangannya sudah diborgol. Maka, ia hanya memberikan seulas senyuman dan kembali fokus menatap kamera.“Mungkin kalian terkejut melihat borgol di tangan saya, jadi saya ingin mengungkap kalau saya memang akan ditangkap karena saya terlibat dalam penculikan kakak saya,” tukas Clara.Noah dan Ezra baru bisa bernapas lega setelah mendengar ucapan Clara. Kini, mereka bisa mempercayai Clara sepenuhnya karena perempuan itu benar-benar terlihat tulus dengan mengungkap kejahatannya sendiri.“Kalian mungkin t
Ivy duduk dengan tegak. Di depan wajahnya sudah terdapat kamera yang menyalah merah, sedangkan di belakang kamera terdapat Noah, Ezra, Bibi Puja, dan Clara.Mereka sudah memutuskan untuk melakukan siaran langsung di kediaman Ezra karena Ezra memiliki banyak alat perlengkapan di bidang teknologi. Tanpa waktu panjang, Ezra dan Ivy mencoba menyusun semuanya sampai siap diluncurkan.“Aku benar-benar takjub melihat kalian,” komentar Noah saat Ivy dan Ezra sibuk menyiapkan senjata.“Sekarang kau sadar kalau sudah menikah dengan perempuan hebat?” tanya Ezra.“Aku memang sudah sadar dari dulu karena buktinya hanya Ivy yang bisa menaklukkan hatiku,” jawab Noah.Ivy hanya tersenyum saat mendengar ucapan penuh rayuan dari Noah. Setidaknya hal itu mampu untuk menenangkan dirinya yang sedang dilanda kegugupan.“Kau siap, Ivy?” tanya Ezra.Ivy mengangguk. “Ya. Mulailah.”Sebelum Ezra menekan tombol merah di komputer yang nantinya akan meretas semua media di indonesia, tangannya sudah berkeringat di
Ivy menunggu kedatangan Ezra dengan gugup. Meskipun Clara dan Noah terus menanyakan perihal maksudnya, ia tetap tak bisa menjawab.“Tunggu Ezra datang,” balasnya secara berulang kali ketika Clara bertanya ada apa.Ezra juga memegang peran penting dalam rencananya. Ia dan Ezra harus bekerja sama agar semuanya rencana berjalan dengan baik.Setelah menunggu selama hampir tiga puluh menit, akhirnya Ezra datang bersama Bibi Puja. Mereka berdua masuk ke ruangan Clara dengan raut panik. “Bibi Puja?” tanya Clara.Bibi Puja yang sudah panik semakin gelagapan karena melihat Clara. Ia bahkan langsung bersembunyi di belakang tubuh Ezra karena takut berhadapan dengan Clara.“Jadi kau tiba-tiba hilang ternyata ikut dengan mereka?” tanya Clara, lagi.“Ya. Bibi Puja yang membantu Noah dan Ezra,” sahut Ivy.Bibi Puja masih berdiri di belakang Ezra dengan gemetar. Ia takut Clara akan memarahinya ataupun memukulnya. Akan tetapi, Clara tak bereaksi apa-apa selain mengangguk.“Oh.”Melihat reaksi Clara y
“Keadaanmu sudah sangat membaik. Kau minum obat secara teratur, melakukan terapi dan konsultasi rutin, juga mengerjakan semua tugas yang saya berikan.”Dokter Serlyn tersenyum manis saat mengungkap kemajuan keadaan Ivy. Akan tetapi, ia tahu kalau Ivy sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Meskipun ia melihat senyum Ivy sekarang, gurat wajahnya yang kaku tak bisa mengelabui matanya. “Jadi, apa ada yang mengganggumu lagi akhir-akhir ini?” tanyanya kemudian. Ivy mengangguk kaku, tetapi mulutnya tak kunjung bersuara hingga Dokter Serlyn mengulangi pertanyaannya.“Apa yang mengganggumu, Ivy? Kau bisa mengatakannya kepadaku,” ujarnya. Ivy memainkan jari-jemarinya ketika otaknya berusaha menyusun kalimat yang pas. Dokter Serlyn dengan sabar menanti sampai Ivy bersuara. “Dokter….” Ivy memanggil Dokter Serlyn dengan gugup.Dokter Serlyn mengangguk. “Ya?”“Menurut Dokter apa saya boleh balas dendam?” tanya Ivy dengan sangat lirih. “Kau ingin balas dendam?” tanya sang dokter, cukup terkejut
Clara sudah dirawat selama satu minggu lebih dan selama itu pula Ivy tak kunjung mendatanginya. Ia sempat terenyuh saat mendengar ucapan Ezra beberapa waktu yang lalu, tetapi semua itu sirna karena Ivy tak kunjung menunjukkan batang hidungnya.“Ezra pasti hanya bermulut besar. Aku yakin Ivy senang melihatku tak berdaya seperti ini,” gumam Clara sambil menatap langit-langit rumah sakit. Ketika Clara hanyut dalam lamunannya, sayup-sayup ia mendengar suara Ivy. Ia melirik pintu ruang kamarnya dan yakin kalau Ivy yang baru saja berteriak di depan kamarnya. Ivy seperti sedang marah kepada Noah karena ia baru mengetahui keadaannya. Mereka terus berdebat alot sampai akhirnya masuk ke dalam ruangannya. Ia pun langsung menutup matanya dan berpura-pura tidur. Clara tak tahu kenapa ia harus berpura-pura di depan Ivy. Harusnya ia langsung berteriak marah kepadanya seperti biasa. Akan tetapi, ia lebih memilih diam dan terus berakting tak sadarkan diri untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.
Clara merasa hidupnya sudah di ambang batas. Ia sudah yakin kalau dirinya akan mati saat disiksa dengan begitu kejam oleh ayahnya karena Ivy berhasil melarikan diri. Ia disekap selama berhari-hari dan akhirnya dibawa pergi dari rumah dengan niatan ingin dibuang.Ayahnya pasti mengira ia sudah menjadi mayat karena diam saja dan terus menutup mata, padahal ia memang sengaja berpura-pura pingsan agar siksaan itu terhenti. Ia juga menahan napasnya saat ayahnya mengecek alur napas di hidungnya.Saat berada di dalam mobil, Clara mendengar desisan ayahnya yang akan melemparkan mayatnya ke dalam lautan. Maka, saat ayahnya berhenti di pemberhentian bensin, ia segera kabur.Ia terus berlari dan bersembunyi hingga akhirnya ia tak sanggup lagi. Ia jatuh pingsan di tepian jalan dekat sungai dan sudah menyerah akan kehidupan.“Sebentar lagi aku pasti mati,” pikirnya.Di detik-detik menyakitkan itu, ia mulai terbayang dengan berbagai memori. Tentang kebersaman dengan mendian ibunya yang menghangatka
Ivy melewati lorong rumah sakit dengan jantung yang terus berdebar kencang. Setelah mendengar apa yang Noah sembunyikan, Ivy tak bisa menahan diri untuk tetap bergelung di atas tempat tidur.“Antarkan aku ke rumah sakit sekarang juga!” seru Ivy dengan berlonjak bangun.Ivy bahkan hampir lupa dengan kecacatan kakinya hingga ia hampir terjatuh dari tepat tidur sewaktu ingin bangun. Noah sontak menahan dirinya dan membantunya bersiap-siap dengan cepat.“Kau harus tenang Ivy. Jaga napasmu,” peringat Noah untuk kesekian kalinya.Noah terus mengatakan hal yang sama sejak membantunya bersiap-siap di rumah, di perjalanan menuju rumah sakit, hingga saat ini. Jika dihitung, mungkin sudah dari seratus kali Noah mengatakannya.“Aku akan tenang seandainya kau tak menyembunyikan hal ini dariku!” seru Ivy.“Aku menyembunyikannya karena tahu kalau kau akan bereaksi seperti ini. Aku tak ingin membuatmu makin khawatir,” ucap Noah.“Siapa yang tidak khawatir kalau adikku ditemukan hampir tewas dan sekar
Setelah Noah lebih tenang, ia melepaskan pelukan secara perlahan. Ivy mengapus air mata di wajah Noah dan memberi kecupan di setiap lekuk wajahnya. Noah pun melakukan hal yang sama.Bibir Noah terhenti cukup lama di bibir Ivy. Ia mengulum lembut bibir itu sembari menggendong tubuh Ivy dengan sigap dan membaringkannya ke tempat tidur. Ciuman itu tak terlepas sama sekali sampai Ivy menepuk-nepuk dadanya karena kehabisan napas.Mereka tak pernah melakukannya sejak Ivy siuman dari komanya. Mungkin sudah satu bulan berlalu Noah menahannya.Noah tahu ia harus memendam seluruh hasratnya karena keadaan Ivy yang masih lemah, sama seperti sekarang. Hanya saja posisi mereka yang sudah sangat dekat dan intim seperti ini membuat Noah lebih sulit menguasai diri.Ivy menyadari suasana yang jadi lebih intens di antara mereka. Kedua tangannya melingkar di leher Noah hingga membuat wajah Noah yang berada di atasnya hampir menempel di wajahnya.“Lakukan saja. Tak apa,” lirih Ivy.Noah menelan ludahnya