Ivy tak bisa menyentuh makanan dan minumannya sama sekali. Ia hanya duduk dengan tegang sambil berusaha menghindari tatapan Ezra.“Betapa bodohnya aku yang baru menyadarinya,” ucap Ezra.Ivy menghela napas panjang. Dia sudah mengatakan hal yang sama selama lima kali.“Kau harus janji tak akan membocorkan pada siapapun,” balas Ivy, persis lima kali pula.Ezra terkekeh. “Bukannya kau harus memberiku jaminan agar tutup mulut?”“Jaminan apa? Aku kan juga sudah sering membantumu.” Ivy menatap Ezra dengan kesal.“Tapi kau tetap tak memberikan data Ivy dan Clara padaku.”Ivy mendengus, “Kau sungguh tak tahu malu ya? Padahal sudah ketahuan akan mengulik informasi tentangku tapi tetap mengakuinya.”Ezra hanya mengangkat kedua bahunya dengan senyum yang masih lebar. Tatapan Ezra memang biasa saja, tapi Ivy merasa sangat terintimidasi karena dia rekan hacker yang mengetahui tentangnya.“Kau tahu kan kalau kau tak bisa mengancamku? Karena aku juga memegang banyak rahasiamu,” tutur Ivy.Ezra menga
Dua bulan kemudian….Ivy sedang menunggu Noah turun dan berniat mengajaknya sarapan bersama. Sudah satu jam ia menunggu dengan mata yang kantuk karena akhir-akhir ini ia mengalami insomsia.Ivy hampir terlelap sampai akhirnya mendengar derap langkah Noah. Sontak ia berjalan mendekat ke arah tangga dengan senyuman lebar.“Noah, ayo sarapan. Aku sudah memasak nasi goreng omlet-”Ucapan Ivy terhenti saat Noah melewatinya begitu saja. Noah bahkan tak melihat ke arahnya barang sedetik. Seolah-olah keberadaannya seperti makhluk gaib yang tak nampak.“Sepertinya aku harus makan sendiri lagi,” gumam Ivy sambil berlalu ke ruang makan.Punggungnya masih tegak. Pun wajahnya masih dihiasi dengan senyuman kecil, tapi saat satu suapan masuk ke mulutnya… satu per satu tetes air mata mengalir di pipinya.Sudah dua bulan ini Noah puasa bicara padanya. Sejak perdebatannya dengan Ezra di restauran malam itu, Noah benar-benar tak menganggapnya ada.Pada awalnya, Ivy mengira kalau Noah perlu waktu karena
Mata Ivy tak bisa berpaling dari wajah Noah. Setelah dua bulan lamanya, akhirnya mereka bisa berada di ruang yang sama dengan tatapan Noah yang tertuju padanya.Ezra dan Samuel sudah dilerai oleh staff keamanan dan diusir secara paksa. Meninggalkan Noah dan Ivy dalam ruang kamar yang seperti kapal pecah.Noah tetap dingin dan tak bicara meski sudah lima belas menit sejak kepergian Samuel dan Ezra. Ivy sendiri tak berani membuka suara. Ia hanya duduk di tepian kasur dengan tangan yang masih menyengkram erat selimut yang menutupi tubuhnya.“Apa kau semurahan itu?”“Noah….”Ivy tak mengira kalau kalimat pertama yang Noah keluarkan setelah puasa bicara dua bulan terdengan sangat menyakitkan. Namun, Noah terlihat tak merasa bersalah.Noah bahkan menuding-nuding Ivy dengan rahang tegasnya yang penuh amarah.“Bisa-bisanya kau memanggil dua lelaki sekaligus untuk tidur denganmu. Kau sangat kesepian ya tak pernah kusentuh?”“Aku baru saja dilecehkan dan hampir diperkosa oleh temanmu! Teganya k
Ivy tak pernah bertemu lagi dengan Ezra sejak makan malam waktu itu. Ia tak mau pertemuannya dengan Ezra membuat Noah semakin marah, sehingga ia benar-benar menjaga jarak dan bahkan mengabaikan semua pesan dan telepon Ezra.Kini, Ivy merasa kalau ia tak perlu menghindar lagi dari Ezra karena Noah tetap tak akan percaya padanya. Dan ia harus bertemu Ezra secepatnya untuk mengetahui apa motif Ezra menyadapnya.Ivy harus menemukan alat itu dan memberi penegasan pada Ezra agar berhenti melakukan hal berlebihan hanya untuk mendekatinya.“Kau baik-baik saja?” Ezra bertanya dengan raut khawatir saat Ivy mengambil duduk di depannya.Pertemuan mereka kali ini di sebuah kafe yang tak jauh dari kompleks perumahan.“Tidak.” Ivy menjawab dengan gelengan tegas.Ya, tak perlu berbohong di depan Ezra. Dia tahu jelas bagaimana keadaannya. Tak mungkin ada perempuan yang baik-baik saja setelah hampir diperkosa.“Kau-”Pada awalnya, Ivy ingin segela mencercea Ezra tentang alat penyadap itu. Namun, ia bar
Semua gosip tentang Ivy dan Ezra telah turun dair berbagai media. Tak ada lagi satu portal berita pun yang membahas mereka.Rupanya kekuasaan Ezra tak main-main. Entah dia menggunakan kuasa sebagai CEO atau turun sendiri sebagai hacker. Yang jelas, Ivy sangat berterima kasih atas usahanya.“Kenapa kau di sini? Tak di rumah kekasihmu itu?”Ivy baru keluar dari kamar dan sudah mendapatkan sapaan panas dari Noah.Sejak kemarin, Noah memang sudah berbicara padanya tapi semua kata yang terucap dari mulutnya hanyalah penghinaan dan kesakitan.“Aku tak punya hubungan apa-apa dengan Ezra,” jawab Ivy dengan tegas.Noah menaikkan satu alisnya, lalu tertawa, “Oh ya? Kau bahkan pernah bermalam di rumahnya dan sering menemuinya diam-diam.”“Sudah kubilang kalau waktu itu aku tak tidur dengannya. Dia hanya menawarkan tempat istirahat,” sahut Ivy dengan cepat.Ivy pikir, masalah lama itu sudah selesai. Noah pun sudah mengatakan sendiri kalau ia percaya pada alasannya, tapi kenapa sekarang berubah?“
Noah menyita ponselnya dan tak mengizinkannya keluar rumah sama sekali semenjak gosip itu beredar. Semua ini mengingatkan Ivy pada apa yang dilakukan ayahnya dulu.Ayah yang selalu menjadikan rumah sebagai penjara dan tak memberikan akses komunikasi apapun hingga ia akhirnya belajar menjadi seorang hacker. Ivy tak terlalu masalah dengan hukuman yang Noah berikan. Toh, ia sudah biasa dikurung seumur hidupnya. Noah pun tak pernah menyakitinya secara fisik, jadi semuanya akan baik-baik saja.Setidaknya itulah yang Ivy pikirkan. Sampai di suatu sore, ia melihat Noah masuk dengan seroang perempuan. Hatinya sudah cukup sakit apabila perempuan itu adalah perempuan yang disewa untuk melayaninya, tapi dia adalah adiknya… Clara.“Kenapa kau datang bersama Noah?” tanya Ivy.Clara menatap Noah, lalu menggandeng lengannya dengan amat mesra. Ivy memandangnya tak percaya, apalagi saat Noah tak bereaksi apa-apa dengan genggaman Clara.“Noah mengajakku mampir sebentar karena ada barangnya yang tertin
Ivy mengalihkan pandangan ke luar jendela saat mendengar derit pintu terbuka. Ia lebih memilih memandangi rumah-rumah megah di kompleks perumahannya daripada Noah yang kini sudah berkacak pinggang di belakangnya."Mau sampai kapan kau begini?"Dari suara Noah, Ivy tahu kalau suaminya sudah frustrasi menghadapinya.Tapi, ia tak peduli. Karena tak akan ada yang peduli juga padanya.“Kau pikir dengan apatis seperti ini kau mampu membuatku luluh?”Noah memaksa membalikkan tubuhnya agar menghadapnya. Ivy sama sekali tak berekspresi meski kedua tangan Noah menekan bahunya dengan kuat.“Kau tak bisa mati dengan bunuh diri. Tak akan bisa. Jika kau harus mati, maka itu di tanganku. Begitu pula dengan adik dan ayahmu.”Noah melengos pergi setelah memborbardir Ivy dengan peringatan sekaligus ancaman.Kaki Ivy tak bisa menahan lebih lama lagi. Ia jatuh ke lantai yang dingin dengan mata hampanya.Sudah tiga hari sejak ia kehilangan akal dan pergi keluar rumah tanpa arah. Kini, ia tak hanya dikuru
Rasanya baru beberapa jam yang lalu Ivy terkurung di kamarnya, kini ia kembali terkurung tetapi di ruang yang berbeda. Ruang gelap dan sempit yang telah menjadi temannya selama belasan tahun.Ivy berjalan mundur sampai punggungnya menabrak dinding saat rungunya mendengar derap langkah kaki mendekat. Saat knop pintu itu berputar, Ivy rasanya tak bisa bernapas.“Bagaimana rasanya kembali ke tempatmu?” tanya Evan dengan tawanya.Ivy hanya diam. Dari pintu yang terbuka, akhirnya ada cahaya yang bisa masuk hingga ia melihat dengan jelas bagaimana raut wajah ayahnya.“Ayah… Ayah, aku mau pulang,” ucap Ivy dengan tergagap.“Pulang? Bukannya ini rumahmu?” sahut Evan.Langkah Evan makin mendekat. Ivy ingin kabur, tapi ia tak bisa kemana-mana. Tubuhnya makin bergetar saat melihat ayahnya mengambil tongkat bisbol yang tersimpan di balik pintu.“Bukannya kau merindukannya?” tanyanya dengan tawa yang kian meledak.Ivy menggeleng. Matanya sudah berembun karena air mata yang siap tumpah.“Ayah, jang
Noah menahan diri untuk tidak tertawa ketika mendengar pengakuan Clara. Ia tetap berlagak terkejut dan keheranan. Ia mengangkat satu alisnya. Rupanya alasan itu yang Clara gunakan untuk menutupi kebohongannya.“Keguguran? Bagaimana bisa?” tanya Noah, masih mengikuti permainan yang Clara buat.“Aku keguguran beberapa hari yang lalu karena jatuh di kamar mandi,” balas Clara dengan sendu. Matanya berkaca-kaca saat menatap Noah. Dan Noah harus mengakui kalau perempuan ini memang sangat layak mendapatkan penghargaan sebagai aktris terbaik sepanjang masa.“Kenapa kau tak bilang?” sahut Noah. Suaranya mulai lelah karena segala kebohongan Clara.“Karena aku takut kau akan meninggalkanku jika aku tak hamil….”Kali ini, Clara berkata dengan jujur. Ia mungkin berbohong tentang semuanya, termasuk kegugurannya. Namun, ia sungguh-sungguh saat mengatakan takut kehilangan Noh.“Aku memang akan meninggalkanmu,” ucap Noah dengan tegas.Clara melebarkan matanya. Ia pun meraih lengan Noah dan menggengg
Keesokan harinya, Noah terbangun dengan semangat penuh. Setelah beberapa waktu seperti mayat hidup, baru kali ini ia menjadi lebih bersemangat.Semua ini dikarenakan ia tahu kalau kebusukan Clara akan terbongkar sepenuhnya. Ia bahkan sengaja bangun lebih awal dan menunggu Clara di ruang tengah sampai pukul delapan pagi.“Noah, kau tak berangkat kerja?” Clara bertanya dengan terkejut.Pasalnya, biasanya Noah sudah berangkat ke kantor pagi buta sehingga Clara tak mengira Noah masih berada di rumah. Padahal ia ingin menghindari Noah hari ini karena terlalu takut diajak ke dokter kandungan.“Aku sengaja mengambil cuti hari ini,” balas Noah. “Cuti? Kenapa?” Clara melebarkan matanya. Noah adalah orang yang gila kerja sehingga mengambil cuti adalah hal yang aneh untuknya.“Karena aku tak sabar melihat keadaan bayiku.”Noah mengulas senyum selebar mungkin. Ia menyukai bagaimana raut muka Clara menjadi tegang, tetapi masih berusaha tetap terlihat tenang. “Astaga… kau tak perlu sampai mengam
Kyla meraih ponselnya dengan cepat dan menekan kontak Noah. Setelah beberapa nada hubung, akhirnya Noah mengangkat panggilannya.“Halo, Kyla? Ada apa?” tanya Noah.Dari suaranya, Kyla tahu kalau Noah cukup terkejut saat menerima panggilannya. Mereka memang bukan teman dekat, jadi mustahil menghubungi jika tak ada hal penting.“Aku ingin mengatakan sesuatu padamu tentang Clara,” jawab Kyla dengan cepat.Di seberang sana, Noah yang sedang tenggelam dalam kertas-kertas pekerjaan langsung terdiam saat mendengar ucapan Kyla. Ia bahkan berdiri dari duduknya dengan raut wajah penasaran.“Katakan. Katakan apapun yang kau ketahui tentangnya,” ucap Noah dengan lebih tegas.Kyla menelan salivanya dengan susah payah. Suara Noah sangat berat dan menyeramkan hingga membuatnya tak berkutik.“Gawat! Noah marah,” batin Kyla.Kyla sangat gugup dan khawatir, tetapi ia sudah terlanjur menghubungi Noah dan tak bisa bersembunyi lagi.“Baru saja Clara menghubungiku untuk meminta dibuatkan surat keterangan h
Kyla mengerutkan dahinya saat mendengar permintaan Clara yang sangat tak tahu diri. Hal ini membuat suasana hatinya jadi makin memburuk.“Kau harus membantuku,” pinta Clara dengan penuh tekanan. Kyla menyandarkan punggungnya ke kursi dengan lelah. Padahal, ia baru menyelesaikan operasi besar yang berlangsung selama tiga jam. Ia sangat lelah, lapar, haus, dan mengantuk, tetapi saat masuk ke ruang kerjanya malah harus menerima telepon bodoh seperti ini.“Kenapa aku harus membantumu? Aku tak berhutang apa-apa padamu,” desis Kyla.“Aku akan mengabulkan semua permintaanmu! Aku janji! Kau hanya perlu melakukan itu saja agar Noah percaya kalau aku hamil anaknya.”Kyla sudah berniat untuk mengakhiri panggilan itu secara sepihak karena terlalu malas berdebat dengan Clara. Namun, ucapan Clara barusan membuatnya cukup terkejut. Ia bahkan langsung duduk tegak di kursinya.“Apa maksudmu?” tanya Kyla dengan bingung.“Aku harus membuat Noah percaya kalau aku mengandung anaknya. Dengan begitu, dia a
Ruang makan itu masih dipenuhi dengan dentingan sendok, garpu, dan piring. Noah dan Clara masih terlihat menikmati makanannya.“Aku senang sekali kau menyukai masakanku. Kapan-kapan akan kumasakkan lagi ya?” ucap Clara dengan senang hati.“Ya, boleh. Aku menantikan maskaanmu,” jawab Noah.Clara membalas dengan senyuman yang kian lebar. Ia meraih piring lauk dan kembali meletakkan beberapa daging di piring nasi Noah. “Makanlah yang banyak!”“Hm. Terima kasih.”Noah berusaha keras untuk menelan makanan itu. Tenggorokannya terus tercekat tiap ia menelan daging itu. Setelah menghabiskan makanannya, ia pun menyiapkan diri untuk berbicara mengenai tes kehamilan pada Clara.“Apa besok kau ada acara?” tanya Noah. Bola mata Clara makin berbinar mendengarnya. “Tidak! Tidak ada! Kenapa? Apa kau akan mengajakku berkencan?” tanyanya kemudian.Sudut bibir Noah terasa kaku karena harus terus terangkat, tetapi ia tetap mempertahankan senyumannya agar Clara terus menatapnya penuh cinta.“Bagaimana
“Noah, bagaimana hasil sidang pertamanya?”Noah baru membuka pintu rumah dan dihadapkan dengan Clara yang bertanya dengan tak tahu malu. Sebisa mungkin Noah menekan emosinya untuk tak menampar perempuan itu dan terus melangkah menaiki tangga menuju kamar. “Kau dan Ivy tetap bercerai, kan? Mediasinya tak berjalan lancar, kan?” tanya Clara. Clara terus mengikuti langkah Noah hingga di puncak tangga. Ia bahkan menahan lengan Noah yang akan berjalan masuk ke dalam kamarnya.“Noah, kenapa kau tak menjawabku? Aku menunggu seharian di sini dengan gugup,” ucap Clara.“Menunggu seharian di rumah dengan gugup?” ulang Noah dengan rahang mengeras.Tatapan mematikan dari Noah membuat pegangan Clara di lengannya terlepas. Clara berjalan mundur secara spontan dan menahan napasnya. “Kenapa dia menatapku seperti itu? Apa dia sudah tahu?” pikir Clara. Ketakutan mendominasi perasaan Clara, tetapi ia berusaha menyembunyikannya sebaik mungkin. “Iya! Aku menunggumu! Jadi, bagaimana hasilnya?” Clara t
Setelah terdiam cukup lama memandangi data Clara, tiba-tiba saja Noah teringat pesan Ezra yang meminta agar ia memastikan kehamilan Clara setelah melaksanakan tugas pertamanyaIa pun segera menghubungi Ezra lagi untuk memberitahu penemuannya yang penting ini. Ia yakin Ezra tak akan kalah terkejut saat mengetahui siapa penjahat yang berusaha mencelakai Ivy.“Halo, Ezra?” Noah memanggil Ezra dengan menggebu-gebu saat panggilan itu akhirnya terhubung.“Halo? Ya? Kenapa?”Suara Ezra terdengar lebih lirih dari sebelumnya, bahkan terkesan sedang berbisik-bisik karena takut ketahuan.“Kau dimana?” tanya Noah pada akhirnya.Di seberang telepon, Ezra melirik ke arah Ivy yang sedang terlelap di ranjang rumah sakit. Ia pun berdiri karena tak ingin suaranya mengganggu waktu istirahat Ivy.“Sedang di rumah,” balas Ezra, memilih berbohong karena ia tak mau Noah tahu kalau Ivy dirawat di rumah sakit. Noah pasti memaksa datang jika saja dia tahu.“Kau sudah mengantar Ivy kembali ke hotel? Apa dia ba
Noah sudah menggenggam nomor plat mobil yang berusaha menabrak Ivy. Ia juga sudah memiliki salinan rekaman CCTV sebagai pegangan bukti yang cukup kuat apabila si penabrak tak mau mengakui kesalahannya.Sayangnya, setelah melakukan pelacakan, mobil itu rupanya bukan milik pribadi perseorangan melainkan mobil sewaan. Jadi di sinilah ia sekarang, berdiri di depan Rental Mobil Jaya dengan penuh harapan.“Kau akan tertangkap sebentar lagi, Brengsek,” desis Noah selagi kakinya mengambil langkah cepat untuk memasuki tempat penyewaan mobil itu. “Selamat sore. Ada yang bisa saya bantu? Bapak mau rental mobil yang apa dan berapa lama?”Seorang pegawai perempuan dengan rambut hitam panjang menyapa Noah saat Noah memasuki lobi. Senyumnya terulas lebar untuk memberikan pelayanan terbaik. “Aku ingin bertanya siapa orang yang menyewa mobil ini pagi hari tadi,” ucap Noah sambil menyerahkan foto mobil yang terparkir di pengadilan agama. Senyum di bibir pegawai perempuan itu menjadi kaku. Dia melih
Ezra masih mendengar tangisan Noah dari seberang telepon yang tak kunjung reda. Ia pun merasa pusing melihat keadaan noah yang jadi seperti ini.“Aku dijebak, Ezra. Aku yakin aku sudah dijebak oleh Clara… tapi aku tak tahu bagaimana cara membuktikannya,” ucap Noah di tengah isakannya. Kepala Ezra rasanya ditimpuk oleh batu besar. Ia merasa empati dengan keadaan Noah, tetapi juga kesal jika mengingat betapa menyebalkannya Noah selama ini.“Apalagi, Clara sekarang hamil. Aku seperti sedang di ujung jurang kematian,” lanjut Noah. Tangisannya makin menggema hingga Ezra harus menjauhkan ponselnya dari telinga demi kesehatan gendang telinganya. Situasi Noah memang sangat rumit. Mendengar Noah menangis saja sudah cukup mengejutkannya, ditambah kabar kehamilan Clara. Ia jadi berpikir, bagaimana keadaan Noah jika dia tahu kalau Ivy juga tengah mengandung anaknya?“Sudah berapa lama kandungan Clara?” tanya Ezra pada akhirnya. “Aku tidak tahu.”Akan tetapi, jawaban Noah membuatnya tercengang