Satu telepon dari ayahnya berhasil menghancurkan hubungan seksualnya dengan Lidia selamanya. Ada apa dengan wanita dan pertemuan keluarga? Terakhir kali Etan berani membawa seorang gadis ke sekitar keluarganya hampir enam tahun yang lalu. Baru dua tahun sejak dia menyelesaikan masalahnya dengan mantannya itu. Pada saat itu dia tidak memikirkan apa pun saat mengajak teman kencannya ke acara keluarga. Lagi pula, itu hanya acara BBQ atau begitulah yang dia pikirkan. Tapi saat wanita itu bertemu dengan keluarganya, yang bisa dia dengar hanyalah pembicaraan mengenai pernikahan.
Dua hari kemudian wanita itu mulai menyebut mereka sebagai "kami", dan Etan langsung berhenti menghubunginya. Dia tidak melakukan hubungan yang menyangkut "kami".
Etan tidak pernah melakukannya dan tidak akan pernah melakukannya.
Baiklah, itu tidak sepenuhnya benar. Dia sudah pernah mencoba berpacaran dan bahkan bertunangan, tapi dia terluka sampai dia bersumpah tidak akan melakukannya lagi. Tujuh tahun kemudian, dia senang mendapat julukan bajingan playboy. Meskipun berbeda jauh dari misi keluarganya yang ingin membuatnya menikah dan memiliki banyak anak.
Setelah mandi dan bercukur Etan memakai jas terbaiknya sebelum menuju pintu untuk pergi menjemput ayahnya. Tapi seperti yang dia duga, ayahnya sudah menunggunya di depan pintu rumahnya.
"Sekarang baru jam sepuluh." Kata Etan saat membuka pintu lebar-lebar.
"Aku tidak mengatakan apa pun." Jawab ayahnya.
Etan tersenyum. "Aku hanya mengatakannya sebelum papa coba mengatakan kalau aku terlambat." Kata Etan sambil berjalan menuju mobilnya yang di ikuti oleh ayahnya.
"Apakah kau kira aku ini adalah pria tua yang suka menggerutu?" Tanya ayahnya sambil cemberut.
"Sedikit." Jawab Etan singkat sambil membuka pintu mobil kemudian masuk ke sisi pengemudi sedangkan ayahnya masuk ke sisi sebelahnya.
"Pasti karena aku menghabiskan akhir pekan bersama teman-temanku. Mereka mulai mempengaruhiku." Kata ayahnya sambil tertawa.
"Aku yakin begitu." Jawab Etan sambil tersenyum.
"Apa kau ingat hadiah untuk Theo?" Tanya ayahnya.
"Ya aku ingat." Jawab Etan sambil memutar matanya sambil mengendarai mobilnya ke arah gereja.
"Aku hanya bertanya. Kenapa kau marah? Tidak cukup tidur semalam?" Tanya ayahnya.
"Aku menolak menjawab yang satu itu." Kata Etan
"Kedengarannya cukup rumit. Kau seharusnya membawa wanita itu ke pembaptisan." Kata ayahnya.
"Aku rasa itu tidak perlu." Kata Etan.
"Malu dengan keluargamu?" Tanya ayahnya.
"Tentu saja tidak. Dia hanya teman kencan tapi kami bukan apa-apa lagi." Jawab Etan.
Ayahnya mendesah. "Aku masih berharap suatu hari nanti sebelum aku meninggal, aku bisa menggendong putra atau putrimu."
Etan tidak bisa menahan diri dan menyentak tangannya di setir dan menyebabkan mobil sedikit bergoyang. "Bisakah papa membantuku, aku ingin melewati hari ini tanpa merasa buruk sedikit pun."
"Jadi apakah itu salahku kalau aku berharap kau menikah dan punya anak?" Tanya ayahnya dengan nada kesal.
Etan mengarahkan mobil ke tempat parkir di belakang gereja sambil menggerutu. "Aku akan mengatakan ini untuk terakhir kalinya di hari ini, dan kemudian aku selesai dengan pembicaraan ini. Hal yang aku lakukan sebagai orang tua adalah berdiri sebagai orang tua baptis Theo, hanya itu."
Ayahnya mengangguk sedih. "Baiklah, aku mengerti."
"Baiklah, sekarang ayo masuk. Tidak baik merusak suasana di hari cicitmu di baptis, kan?" Kata Etan sambil tersenyum.
"Kau benar." Balas ayahnya sambil tersenyum.
Setelah keluar dari mobil, Etan menuju bagasi belakang. Dia mengeluarkan sebuah tas toko yang berisi salib Theo yang masih terbungkus di dalamnya. Meski dia sudah mencari yang paling kecil, Etan membayangkan salib itu akan menjadi kecil di tangan Theo ketika bayi itu mulai tumbuh. Anak itu beru berumur enam minggu, dia terlalu kecil untuk di baptis tapi karena sekarang sudah menjelang natal, inilah saat terbaik untuk mengumpulkan semua keluarga, Termasuk saudara perempuannya Anne yang tinggal di luar kota.
Saat mereka masuk ke dalam gereja, ayahnya memberi isyarat pada Etan ke salah satu sisi ruangan. Ketika dia membuka pintu, dia melihat saudara perempuannya dan keluarga yang lainnya. Semua keponakan perempuan dan laki-lakinya ingin memeluknya dan menceritakan padanya tentang apa yang terjadi di sekolah atau latihan sepak bola atau latihan-latihannya. Etan memberi mereka perhatian penuh hingga akhirnya mereka meninggalkannya dan dia bisa menarik napas lega.
Setelah menyerahkan hadiah Theo pada saudara iparnya, Gio, dia menoleh pada kakaknya, Angel yang menyenggolnya. "Inikah si ayah baptis?"
Etan tersenyum. "Itulah aku."
Angel memeluknya erat. "Kami merasa senang karena kau akhirnya setuju untuk melakukan ini untuk Theo. Dia bayi kecil yang beruntung."
Etan menarik diri dan menatap kakaknya. "Sejujurnya aku masih heran, bagaimana bisa aku masuk daftar calon ayah baptis? Maksudku... Bagaimana aku mengatakannya... bukankah ada pilihan lain yang lebih cocok?"
"kau adalah satu-satunya di dunia ini yang di inginkan Amanda." Kata Angel.
Sebuah senyum lembut tergambar di wajah Etan saat Angel menyebut nama Amanda. Dia selalu berusaha keras untuk tidak pilih kasih dengan para keponakannya yang lain, tapi dia selali memiliki ikatan yang kuat dengan Amanda.
Sambil melepaskan kancing jasnya Etan melirik ke sekeliling ruangan. "Ngomong-ngomong, di mana Amanda dan bayi kecilnya?"
Angel tertawa. "Oh, Amanda ada di dalam bersama Theo. Dia bilang dia ingin berdoa sebelum mulai."
Etan mengangguk saat ruangan itu terdengar mulai riuh dengan kedatangan keponakan-keponakannya yang lebih muda yang berlarian masuk keluar ruangan. "Aku akan pergi dan duduk sebentar dengan Amanda. " Kata Etan merasa ingin melarikan diri sebentar dari kekacauan dan keriuhan keluarganya.
"Mungkin sebaiknya kau berhenti dan masuk ke ruang pengakuan dosa dulu." Goda Angel.
Etan membalas godaan kakaknya dengan terkekeh. Etan berjalan masuk ke dalam ruang ibadah dan melihat Amanda sedang berlutut di bangku deretan paling depan. Dia berjalan dan menyadari kalau Amanda sudah selesai berdoa dan hanya menatap salib raksasa di depannya. Etan membuat tanda salib sebelum duduk di bangku di samping Amanda.
"Hei, mama." Sapa Etan dengan suara rendah hampir berbisik.
Amanda berbalik dan tersenyum. Dia memasukkan rosario ke dalam saku gaunnya dan duduk kembali. "Hei Pam. Senang kau bisa datang."
Etan menggelengkan kepalanya pada julukan lama itu untuknya. Sebagai cucu pertama, Amanda menghabiskan banyak waktu dengan kakek dan neneknya. Saat pertama kali mulai bicara dia tidak bisa menyebut 'paman Etan'. Tapi dia hanya bisa menyebut 'Pam'. Tidak satu pun dari keponakannya yang kain memanggilnya begitu karena itu adalah salah satu dari ikatan khusus mereka.
Etan mengulurkan lehernya dan untuk mengintip Theo yang sedang tertidur pulas di sebuah keranjang khusus bayi di samping Amanda. "Kau tahu kalau aku tidak akan melewatkan ini untuk apa pun di dunia ini. Maksudku, untuk pria muda sepertiku yang menjadi ayah baptis keponakannya."
"Percayalah, aku sangat bersyukur dengan keberadaanmu." Kata Amanda menatapnya dari atas ke bawah sebelum menggelengkan kepalanya. "Aku yakin kau memiliki malam yang liar semalam."
"Apa yang membuatmu mengatakan hal itu?" Tanya Etan bingung.
"Dari lingkaran hitam di bawah matamu dan fakta opa meneleponku dua kali pagi ini untuk mendengar apakah aku sudah mendengar kabar darimu."
Etan menyapukan tangan ke wajahnya. "Benarkah? Tapi aku pikir aku terlihat sangat menakjubkan."
"Sangat sombong." Amanda tertawa kecil. "Kau yakin kita tidak perlu membasuhmu dengan air suci dulu?"
"Hah, sangat lucu. Ibumu sudah menyuruhku agak aku masuk ke dalam ruang pengakuan dosa sebelum menemuimu." Kata Etan.
"Aku yakin dia benar. Maksudku, kapan terakhir kali kau berada di gereja?" Tanya Amanda.
Etan mengangkat alisnya. "Apa ini, apakah kau dan ibumu sengaja melakukan ini padaku?"
"Kau selalu memiliki pengaruh buruk, tapi aku tetap mencintaimu." Kata Amanda sambil tertawa.
Etan setengah menunduk untuk mencium pipi Amanda. "Dan aku juga mencintaimu, meskipun terkadang kau seperti hama kecil yang menjengkelkan." Kata Etan sambil mengedipkan sebelah matanya. "Kita menghabiskan waktu yang menyenangkan bersama, kan?""Tentu saja." Balas Amanda.Mereka terdiam selama beberapa detik. "Jadi bagaimana keadaanmu?" Tanya Etan mengarah kepalanya kearah Theo. "Menjadi ibu baru dan segalanya.""Aku baik-baik saja." Jawab Amanda sambil memainkan ujung gaunnya."Sekarang kau sudah mulai berbohong pada paman favoritmu, apakah kau tahu kalau itu sama sekali tidak sopan?" Tanya Etan sambil melipat tangannya di dadanya.Amanda menghela napas dan menyingkirkan beberapa helai rambut dari wajahnya menggunakan tangannya. "Baiklah, maafkan aku. Menjadi orang tua tunggal jauh lebih sulit dari yang aku kira, bahkan dengan bantuan ayah dan ibu. Aku selalu stres dan lelah setiap saat mencoba menyelesaikan kuliahku, dan secara mental, aku tidak baik-baik saja. Kau senang?" "Oh, sa
Merapikan alat makan terakhir di atas meja, Lily Rosanna melangkah mundur untuk mengamati bagaimana tampilan meja yang dia tata. Bukan berarti ke tiga sahabatnya benar-benar peduli dengan apa yang sudah dia lakukan. Tapi sisi lain dari Lily merasa perlu agar semuanya terlihat sempurna. Ada cahaya lilin yang berkedip-kedip di dalam ruangan sementara musik lembut mengisi ruangan yang sepi. Meski sekarang sudah hampir Natal, ruangan itu tidak di penuhi dekorasi natal, atau mungkin belum. Sebagai gantinya Lily menaruh bunga mawar putih segar dalam vas yang dia beri air dan di taruh di atas sebuah lemari laci empat yang dia beli di toko bunga. Dan di antara vas bunga itu terdapat bingkai fotonya bersama tunangannya di sebelah kanan dan bingkai fotonya bersama sahabatnya di sebelah kiri. Hari ini tanggal 16 Desember adalah hari peringatan lima tahun kematian tunangannya. Hari yang menjadi akhir dari kehidupan sempurna mereka bersama. Semua itu di renggut oleh sopir mabuk yang melewati gar
Beberapa saat menjelang tengah malam, Paula dan Rafa bersiap untuk pulang. Saat Paula memakai jaketnya, dia berbalik dan menatap Lily. "Jadi, kita tetap akan pergi ke pesta kantor besok malam, kan?""Aku tidak tahu." Jawab Lily sambil mengerutkan keningnya."Kenapa begitu?" Tanya Paula."Setelah malam ini, hal terakhir yang ingin aku lakukan adalah menonton film horor sambil makan ice cream dan makan cemilan pedas." Jawab Lily."Rafa akan kerja lembur dan kau juga sudah berjanji akan menjadi teman kencanku. Selain itu, kau juga belum lama bergabung di perusahaan, kau harus banyak bersosialisasi." Kata Paula.Lily menghembuskan nafas tanda kekalahan. Dia benci mengakui kalau apa yang di katakan Paula ada benarnya. Setelah empat tahun menjalani pekerjaannya yang sebelumnya, akhirnya dia pindah ke perusahaan barunya atas permintaan salah satu mantan bosnya yang menggunakan pengaruhnya. Lagi pula pekerjaannya yang sekarang dia mendapat gaji yang cukup besar dari sebelumnya. "Baiklah, aku
Etan bergegas masuk melalui sebuah pintu besar yang terbuat dari kaca yang cukup keras dan tebal. Dia mengangguk pada beberapa rekan kerjanya. Jari-jarinya merapikan dasinya dan jas yang dia pakai. Dia baru saja memakai setelan itu selama tiga puluh menit dan itu sudah terasa seperti mencekiknya. Melihat teman kerjanya, Fredi. Dia bergegas menyelip di antara beberapa orang sambil menyapa mereka dengan senyuman singkat untuk menghampirinya."Halo, teman. Bagaimana keadaanmu?" Tanya Fredi.Etan tidak memberinya tanggapan apa pun dan langsung merampas segelas air soda dari tangan Fredi dan menegaknya dalam satu tegukan dengan tidak sabar. "Seburuk itukah?" Tanya Fredi sambil tersenyum."Maaf, aku sudah berada dalam neraka acara keluarga sepanjang hari ini." Jawab Etan."Acara baptisan itu?" Tanya Fredi lagi.Etan mengangguk. "Acaranya dimulai tengah hari, tapi ada pesta di rumah saudara perempuanku." Etan bergidik saat memikirkan bagaimana dia disudutkan oleh masing-masing saudara perem
Lily merasa pria itu sedang menatapnya lagi... dan tersenyum. Setelah melihat pria tampan yang tidak sengaja dia tabrak tadi sedang menatapnya dari seberang ruangan yang penuh sesak. Lily bersumpah untuk tidak melihat ke arahnya lagi. Sebagai gantinya, dia mencoba memusatkan perhatian pada percakapan antara Paula dan para gadis lainnya dari lantai yang sama dengannya. Tapi saat dia mengintip dari sudut matanya, dia berhasil melihat pria itu tidak malu karena tertangkap basah sedang menatapnya. Dan itulah permainan yang sudah mereka mainkan selama lima menit terakhir. Mencuri pandang sebentar dan tersenyum satu sama lain."Dengan siapa kau tersenyum?" Tanya Paula."Tidak ada." Jawab Lily berbohong. "Oh, kukira kau sedang mencari mangsa." Kata Paula sambil tersenyum. "Tidak." Protes Lily."Jadi siapa pria itu?" Tanya Paula sambil memutar matanya.Lily mendesah kalah. "Baiklah. Aku tidak sengaja bertemu dengan beberapa menit lalu dalam perjalanan kembali dari kamar mandi. Dia terliha
Lily melirik ponselnya sambil meringis. Lalu lintas yang menyebalkan. Tidak peduli dia berangkat tiga puluh menit lebih awal atau satu jam lebih awal, tidak mengubah apa pun kalau dia akan terlambat karena kemacetan. Dia berjalan kaki menyusuri trotoar menggunakan heels ke arah sebuah cafe. Wajahnya tersenyum lebar saat melihat Dani melambaikan tangan dari meja dekat jendela.Saat dia membuka pintu, bel lonceng berbunyi di atas kepalanya. "Aku benar-benar minta maaf. Aku sudah berangkat lebih awal. Aku bersumpah." Kata Lily saat sampai di tempat Dani."Tidak masalah. Aku sudah memesan untukmu." Kata Dani sambil tersenyum."Terima kasih." Lily duduk di hadapannya sambil membuka jaket dari bahunya saat dia melihat tatapan Dani yang sedikit gelisah dan di tambah ada sebuah memar biru di pelipisnya. "Apa kau baik-baik saja?""Jeri dan aku bertengkar." Kata Dani sambil mendesah."Kalian tidak putus, kan?" Kata Lily sambil mengulurkan tangan dan meremas tangan Dani.Air mata mengenang di ma
Beberapa minggu kemudian Lily berdiri di belakang meja untuk mengagumi hasil kerja kerasnya. Senyum pendek penuh kepuasan terlihat di wajahnya. Entah bagaimana dia bisa menciptakan keajaiban, berhasil mengubah ruang konferensi lantai 4 yang suram dan berantakan menjadi bernuansa merah muda dan terlihat sangat indah seperti yang dia bayangkan. Dia sangat bangga pada dirinya saat ini mengingat mendekorasi dan merencanakan pesta sama sekali bukan keahliannya. Memiringkan kepalanya, dia memperhatikan spanduk 'It's a baby girl' yang tergantung sedikit miring ke kiri. Setelah dia membetulkannya, ujung-ujung jarinya merapikan bagian atas taplak meja warna pink pucat yang di hiasi dengan minuman dan hadiah yang di bungkus kertas warna-warni dari tamu yang akan datang.Dia merapikan sehelai rambut yang menutupi wajahnya dan mencoba menyelipkan rambutnya di belakang telinganya. 'Ya, sebenarnya pesta seperti inilah yang aku inginkan untuk acara baby showerku. Jika aku bisa mengadakannya suatu s
Etan menggosok matanya yang kabur. Dia mengintip melalui sela jari-jarinya melihat jam di layar komputer, sudah jam tujuh lewat. Bahkan jika dia ingin menyelesaikan proyek itu, otaknya sudah terlalu panas. Dia hampir tidak bisa membaca kata-kata di depannya. Dia mematikan komputernya, pikirannya lumayan tenang karena dia baru saja di promosikan sebagai wakil direktur tim pemasaran yang berarti dia bisa menunggu sampai besok pagi dan tidak akan ada orang yang akan memarahinya jika mengulur-mengulur waktu.Sambil mengerang, Etan bangun dari kursinya dan meregangkan tangannya ke atas kepalanya. Dia meraih tasnya dan berjalan menuju pintu. Saat dia mematikan lampu ruangannya, perutnya bergemuruh. Mungkin tidak ada makanan di rumahnya untuk di makan, jadi dia memutuskan untuk membeli sesuatu saat di perjalanan pulang. Sesaat terlintas di benaknya harapan ada seorang wanita menunggunya dengan makanan masakan rumahan. Dia langsung segera menggelengkan kepalanya untuk mengusir pemikiran sepe
Lily berjalan menuju ke dalam kamar dan terkesiap. Taburan kelopak mawar merah berserakan di lantai sampai tempat tidur. Di atas meja ada botol champange dengan merek yang berbeda dari yang di restoran tadi di dinginkan dalam sebuah wadah perak dan dua gelas di sampingnya. Sebuah mangkuk strawberry berlumuran coklat membuat perutnya menggeram. Dia mengalihkan pandangannya dan melihat deretan lilin di lantai menunggu untuk di nyalakan dan sebuah kotak di atas tempat tidur dengan pembungkus berwarna merah muda.Lily menoleh kembali ke arah Etan yang sedang mengangkat bahunya untuk melepaskan jasnya. "Kau melakukan semua ini untukku?""Aku tidak ingin menerima pujiannya, para pegawai hotel yang melakukan ini semua, lilin aroma buah dan bunganya." Jawabnya sambil melemparkan kunci kamar ke atas meja. Melihat ekspresi Lily yang kebingungan, Etan tertawa ringan. "apa yang kau pikirkan? Sebuuah tempat tidur sempit dan seks kilat? Aku tahu ini hanya soal membuatmu hamil tapi biarkan aku memb
Lily memandang ke arah ponselnya berkali-kali. "Sial, sial, sial!" Dia sekarang sudah terlambat lima belas menit, dan pesannya belum di balas oleh Etan. Dia takut kalau saja Etan marah dan pergi begitu saja. Lagi pula, Etan tidak perlu untuk menunggu mendapatkan wanita yang bersedia membuka tangannya untuk menangkapnnya di tempat tidur. Ponselnya bergetar saat dia berhasil memarkir mobilnya di parkiran luar hotel. Dia merogoh dalam tasnya untuk mencari ponselnya. Dia langsung membuka ponsel itu dan jantungnya berdetak dengan sangat kencang.Lebih baik kau segera kemari. Jangan mandi air dingin karena itu akan meredakan hasratmu malam ini."Permisi!" Dengan pikirannya yang masih di penuhi oleh Etan, dia bahkan tidak menyadari kalau seorang pria sedang berdiri di samping pintu mobilnya yang terbuka setengah sedang memandangnya dengan penuh harap karena dia menghalangi pria itu yang ingin masuk ke dalam mobilnya. "Oh, maafkan aku." Kata Lily.Lily melangkah keluar dari mobil sambil t
Pada saat mendengar bel pintu, Lily melemparkan gaunnya begitu saja dan bergegas menyusuri lorong menuju pintu untuk membiarkan Paula masuk. bersamaan dengan pintu terbuka Paula langsung bertanya, "Bagaimana keadaanmu?"Lily mengerang. "Seharusnya aku bertemu dengan Etan satu jam lagi dan aku merasa akan muntah setiap saat. Aku mungkin membutuhkan pil penenang untuk membuatku melewati malam ini.""Aku bisa membayangkannya." Jawab Paula saat dia melangkah masuk ke ruang depan. "Tidak perlu takut. Aku sekarang di sini untuk bicara denganmu agar kau tidak bunuh diri dan meyakinkanmu bahwa kau terlihat sangat luar biasa."Lily langsung memeluk Paula. "Kau tidak tahu betapa berartinya itu untukku.""Terima kasih, aku senang melakukan ini." Dia menepuk punggung Lily. "Lagi pula kau selama ini juga sudah membantuku melewati berbagai hubunganku yang kacau selama bertahun-tahun. Aku merasa berhutang padamu." Mereka berjalan menyusuri lorong dan memasuki kamar tidur Lily."Jadi, apa yang akan
Beberapa hari kemudian ketika Lily melihat ke arah pintu, dia melihat sosok Etan sedang berdiri di ambang pintu ruang kerjanya. sambil memegang telepon Lily memberi isyarat pada Etan untuk masuk ke dalam ruangannya. Saat Etan melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya, dengan enggan Lily mengalihkan perhatiannya pada figur ketampanan Etan untuk kembali fokus pada suara di teleponnya. "Ya, aku akan mengaturnya. Sekali lagi terima kasih." Lily menutup teleponnya lalu menulikan sesuatu di buku agendanya. Setelah selesai, Lily berbalik dan tersenyum pada Etan."Aku senang kau bisa menemuiku hari ini." Kata Lily."Aku selalu senang bisa meluangkan waktuku untukmu Lily." Jawab Etan. Lily kesal pada dirinya sendiri ketika Etan tersenyum padanya membuat pipinya menjadi terasa panas. "Aku pikir alasanmu memintaku datang ke sini karena kau menerima tawaranku." Kata Etan sambil mencondongkan badannya ke depan, telapak tangannya bertumpu di atas meja Lily. Wajah Etan hanya beberapa inci dari wajah L
Keesokan harinya saat jam makan siang, Paula berjalan melintasi pintu ruang kerja Lily dan melemparkan dompetnya di atas meja kerja Lily. "Apa pun kondisinya jangan biarkan aku mendekati mesin otomatis jajanan itu. Seminggu lagi aku punya janji untuk mencoba gaunku dan selama itu aku hanya boleh makan salad sayur atau pun buah."Lily tertawa tidak begitu antusias. Di benaknya dia masih memikirkan kejadian tadi malam, dia terlalu sibuk mengurusi diet Paula agar terlihat ramping saat menggunakan gaun pengantinnya. Sepanjang malam dia tidak bisa tidur, mencoba untuk membuang ingatan itu saat pikirannya terus berkutat dengan tawaran yang di berikan Etan. Namun sebagian besar dia terjaga sepanjang malam karena bibirnya masih terasa bengkak akibat dari ciuman ganas Etan.Setelah menjatuhkan tubuhnya di atas kursi, Paula memiringkan kepalanya ke arah Lily. "Ada apa denganmu?""Tidak ada apa-apa." Jawab Lily berbohong.Paula menatapnya sambil membuka tutupan tupperware-nya. "Omong kosong. kau
"Dan aku berjanji pada Dani aku akan memastikan kau sampai ke mobilmu dengan selamat." Kata Etan.Lily berusaha melawan debar jantungnya melihat kebaikan hati Etan. "Terima kasih. Kau baik sekali." Dia menunjuk ke arah lorong yang menurun. "Mobilku parkir di sana.""Aku akan mengantarmu." Ketika Lily menatapnya dengan sinis, Etan tersenyum. "kau tahu, untuk membuktikan etika kesopanan seorang pria pada wanita.""Baiklah kalau begitu." Jawab Lily.Suara sepatu mereka bergema di lantai beton, mengisi kesunyian. "Jadi, kau tinggal dekat sini?" Tanya Etan."Tidak. Sekitar tiga puluh menitan dari sini." Jawab Lily."Tidak terlalu baik mengendarai mobil sendirian, terutama saat jalanan sepi." kata Etan.Lily menundukkan kepalanya untuk menahan tawanya pada usaha Etan untuk basa basi. "Apa yang lucu?" Tanya Etan.Lily tersenyum. "Aku hanya penasaran kapan kau mungkin akan menyinggung masalah cuaca." "Begitu buruk, ya?" Tanya Etan."Tidak ada." Jawab Lily singkat.Etan tersenyum ke arahnya.
Lily berjuang melawan emosi yang membanjirinya dengan munculnya kembali ingatannya tentang tunangannya itu. Kekecewaan yang ada sebanyak kesedihannya. Sudah berapa kali dia menyiksa diri karena memundurkan tanggal pernikahan mereka? Pada saat itu, dia pikir itu adalah hal yang masuk akal. Lily ingin menyelesaikan kuliah, kemudian dia menginginkan Ryan menyelesaikan sisa prakteknya pada sekolah kedokteran. Dan juga tentang kehamilannya. Etan membawanya keluar dari lamunannya. "Ya Tuhan, aku minta maaf." Kata Etan sambil meringis."terima kasih." Jawab Lily."Sudah berapa lama?" Tanya Etan lagi sambil meneguk minumannya."Empat tahun." Jawab Lily singkat.Etan tersedak oleh birnya yang baru saja dia minum. Setelah dia pulih dari batuk, dia mengangkat kepalanya dan menatap Lily dengan terkejut. "Kau belum pernah tidur lagi dengan seseorang selama empat tahun?""Belum." Jawab Lily pelan, sambil menjalankan jarinya di sepanjang gelas minumannya. Dia membenci dirinya sendiri karena telah m
"Apa yang salah dengan baby shower? Apakah ada yang mabuk karena minum alkohol dan tidak ingin bermain permainan 'tebak apa yang ada isi di dalam popok?" Tanya Etan setengah becanda.Baiklah, bukan itu pertanyaan yang Lily bayangkan. "Bagaimana kau tahu acara yang ada di baby shower?" Tanya Lily."Aku punya kakak perempuan. Percayalah, aku sudah menghabiskan waktuku di acara baby shower yang mereka adakan." Jawab etan sambil meringis."Aku bisa menebak kalau kau terpaksa mengikuti acara itu." Kata Lily sambil tersenyum."Jadi, apa yang terjadi?" Tanya Etan."Tidak ada yang terjadi. Hanya saja rasanya lebih sulit dari pada yang aku bayangkan." Jawab Lily sambil mengangkat bahu."Karena kau menginginkan seorang bayi?" Tanya Etan.Lily terkejut dan hampir menjatuhkan kentang gorengnya. "Bagaimana bisa kau...?""Dani yang menceritakannya padaku." Jawab Etan.Mata Lily melebar karena terkejut dan merasa panas di kedua pipi dan telinganya. "Benarkah? Apa lagi yang dia katakan?"Etan mengang
Ketika pintu tertutup, Lily menghembuskan napasnya yang sudah lama dia tahan dengan suara desahan yang berlebihan. Merasa lelah, dia bersandar di meja wastafel. 'Pergi minum dengan Etan Benedict, apa kau sudah gila? Setiap wanita di gedung ini tahu reputasinya. "Tidur dengan mereka dan tinggalkan mereka", kecuali kau sudah siap patah hati. Kau seharusnya menjauhi dia." Batin Lily. Ingatan tentang pertemuan mereka di pesta waktu itu terlintas seperti badai yang merasuk ke dalam benaknya.Menjadi orang baru dalam perusahaan, Lily mengawasi setiap pria lajang. Setelah memergoki Etan yang sering menatapnya beberapa kali, dengan polosnya dia menanyakan pada Paula siapa pria itu. Paula langsung menggelengkan kepalanya begitu cepat, Lily yakin lehernya akan mengalami asam urat. "Dia pria penggoda. Jadi kau harus menjauh darinya kecuali kau memang ingin tidur dengannya." Kata Paula. Wanita yang lain menimpali dengan cerita yang sangat detail mengenai Etan yang terkenal suka memburu wanita y