Beberapa saat menjelang tengah malam, Paula dan Rafa bersiap untuk pulang. Saat Paula memakai jaketnya, dia berbalik dan menatap Lily. "Jadi, kita tetap akan pergi ke pesta kantor besok malam, kan?"
"Aku tidak tahu." Jawab Lily sambil mengerutkan keningnya.
"Kenapa begitu?" Tanya Paula.
"Setelah malam ini, hal terakhir yang ingin aku lakukan adalah menonton film horor sambil makan ice cream dan makan cemilan pedas." Jawab Lily.
"Rafa akan kerja lembur dan kau juga sudah berjanji akan menjadi teman kencanku. Selain itu, kau juga belum lama bergabung di perusahaan, kau harus banyak bersosialisasi." Kata Paula.
Lily menghembuskan nafas tanda kekalahan. Dia benci mengakui kalau apa yang di katakan Paula ada benarnya. Setelah empat tahun menjalani pekerjaannya yang sebelumnya, akhirnya dia pindah ke perusahaan barunya atas permintaan salah satu mantan bosnya yang menggunakan pengaruhnya. Lagi pula pekerjaannya yang sekarang dia mendapat gaji yang cukup besar dari sebelumnya. "Baiklah, aku akan pergi."
Paula tersenyum penuh kemenangan. "Bagus. Pakailah pakaian yang super seksi. Karena ini adalah acara pesta natal, pasti akan ada lebih banyak pria lajang yang memenuhi syarat di perusahaan kita."
"Biar kutebak, kau akan merekomendasikan gaun hitam yang kau pilihkan untukku saat kita berbelanja dua minggu lalu?" Tanya Lily sambil memutar bola matanya.
"Oh, gaun punggung terbuka itu?" Tanya Paula bersemangat.
Lily hanya balas mengangguk.
"Tentu saja, kau akan membuat banyak pria berlutut padamu." Balas Paula.
Lily menggelengkan kepalanya dan tertawa ringan sambil memberi ke dua sahabatnya pelukan cepat lalu mereka berjalan ke luar teras. "Hati-hati di jalan." Kata Lily sambil melambaikan tangan untuk terakhir kalinya sebelum menutup pintu. Dia berjalan kembali ke ruang tengah dan menjatuhkan dirinya di sofa di samping Dani. Sambil mendesah panjang dan mencengkeram salah satu bantal ke dadanya.
"Ini tidak baik." Kata Dani.
"Apanya?" Tanya Lily.
"Semua yang kau lakukan ini akan terus berlanjut." Jawab Dani.
"Apa yang aku lakukan? Aku pikir sudah saatnya untuk kau berhenti minum apalagi kalau kau tidak ingin tinggal di sini malam ini." Kata Lily sambil merampas kaleng bir dari tangan Dani.
"Kau tidak bahagia, aku tahu itu." Kata Dani.
"Tentu saja. Tanggal ini akan selalu membuatku merasa sedih." Jawab Lily.
"Lebih dari itu." Kata Dani sambil menggeleng kemudian membungkuk lebih dekat sampai paha dan bahu mereka bersentuhan. "Jujur padaku."
"Kau tahu semuanya." Kata Lily sambil menunduk.
"Seorang bayi?" Tanya Dani.
Lily hanya balas mengangguk.
"Apakah itu karena pembicaraanku terakhir dengan Ryan?" Tanya Dani kemudian Lily melihatnya sambil mengangkat bahu. "Aku tidak akan pernah lupa bagaimana bahagianya dia saat itu. Aku pikir aku tidak pernah melihatnya sebahagia itu, kecuali di pesta pertunangan kalian, 'Dani, kau tidak akan percaya, Aku akan menjadi seorang ayah.'" Kata Dani sambil tersenyum sedih.
Air mata mulai mengalir di pipi Lily saat ingatan yang menyakitkan itu terbesit di ingatannya. Menstruasinya terlambat dua minggu. Emosinya sangat kacau saat mengira dia hamil, tapi Ryan sangan bahagia saat itu. Meskipun mereka sudah bertunangan selama setahun, Lily bersih keras untuk menunggu sampai selesai melahirkan baru akan mengadakan pernikahan. Lagi pula masih ada saat itu Ryan juga harus menyelesaikan praktek kedokterannya tapi Ryan tidak peduli padahal itu. Dia hanya menginginkan Lily menjadi isterinya.
Sampai akhirnya mereka dalam perjalanan pulang dari dokter kandungan dan kecelakaan itu terjadi yang membuat Lily harus kehilangan Ryan dan anaknya.
Menangis. Lily menyeka air matanya dengan punggung tangannya.
Dani mengulurkan tangannya dan menarik Lily ke dalam pelukannya membuat isak tangisnya menjadi lebih keras. "Lily, dia meninggal sebagai pria yang sangat bahagia di dunia. Bersyukurlah untuk hal itu."
"Aku... tapi dia seharusnya tidak meninggal. Dia seharusnya berada di sini bersama kita. Harusnya dia sudah menjadi dokter yang hebat seperti Rafa dan kami.. kami seharusnya sudah memiliki anak." Kata Lily di sela isak tangisnya.
"Tidak baik berkata seperti itu." Kata Dani. "Kau harus melanjutkan hidupmu. Ryan ingin kau bahagia. menemukan orang lain dan habiskan hidup bersama dan menjadi seorang ibu."
Saat Dani menyebutkan kata 'ibu', napas Lily tercekat. Sebuah ide yang gila yang menghantuinya selama berbulan-bulan muncul lagi. "Dan, kalau aku memintamu untuk melakukan sesuatu untukku, apakah kau mau melakukannya?"
"Apakah ada alasan untukku mengatakan tidak?" Tanya Dani penasaran. "Apa itu?"
Lily ragu-ragu. Dia menarik napas dalam-dalam dan mengumpulkan semua keberaniannya. "Apakah kau mau memiliki anak denganku?"
Dani terkejut dan langsung melompat berdiri. "Apa katamu?"
"Kau satu-satunya pria yang aku cintai selain Ryan. Aku ingin kau memberiku seorang anak yang selalu aku inginkan." Kata Lily.
Mata Dani melebar. "Lily, apakah kau ingat kalau aku ini gay dan sedang menjalin hubungan dengan pria yang aku cintai? aku tidak bisa..." Dani terhenti dan menyisir rambutnya dengan tangannya. "Aku bahkan tidak tahu bagaimana bisa melakukannya denganmu."
Dengan ekspresi terkejut sekaligus bingung Lily tidak bisa menahan tawanya. "Aku tidak memintamu untuk tidur denganku untuk bisa memberiku seorang anak."
"Bukan begitu?" Tanya Dani kebingungan.
Lily menggelengkan kepalanya. "Tidak. Tentu saja tidak. Maksudku aku ingin kau menjadi pendonor sperma untukku, bukan tidur denganku."
Dani menatapnya selama beberapa detik. "terima kasih Tuhan."
"Tapi terima kasih karena sudah memberitahuku kalau tidur denganku akan menjadi mimpi buruk terbesar dalam hidupmu." Kata Lily sambil menyeka hidungnya.
Dani duduk kembali di sofa sambil tersenyum. "Jangan tersinggung."
"Aku mengerti." Jawab Lily.
"Aku hanya berpikir bagaimana caranya aku berciuman dengan seorang gadis. Aku yakin selama lima detik aku langsung tahu aku ingin mengakhirinya." Kata Dani dan membuat Lily tertawa.
Setelah keheningan beberapa menit yang canggung, Dani menghela napas panjang. "Kau akhirnya akan membahas tentang bayi lagi, kan?"
"Aku tidak percaya kau akan sangat terkejut dengan semua itu. Kau tahu betapa aku sangat menginginkan seorang anak dan bagaimana aku selalu menginginkan keluarga yang besar. Aku akan berumur tiga puluh dalam beberapa bulan. Kalau bukan sekarang kapan lagi." Kata Lily.
"Jadi kenapa kau tidak mencari pria dan memiliki bayi bersama. Kau tahu, contohnya teman kantormu. Dan Rafa juga pasti mengenal beberapa pria yang seksi dan baik untukmu." Tanya Dani.
"Aku tidak pernah menjalin hubungan serius sejak Ryan pergi. dan aku tidak yakin apakah memang ada orang lain di luar sana yang memenuhi syarat untuk berhubungan denganku." Jawab Lily.
"Tap kau bahkan belum mencobanya. Maksudku, dengan riwayat penyakit kanker dari ibumu dan Ryan yang membuatmu menutup diri begitu lama. Mungkin ini sudah waktunya untuk pergi keluar dan kembali kehidupan yang nyata." Kata Dani.
"Kau tidak mengerti maksudku? Aku hanya ingin seorang bayi. Aku sudah kehilangan orang-orang yang aku cintai. Aku hanya ingin membawa sebuah kehidupan dari dalam diriku, bagian dari diriku." Kata Lily sambil menggelengkan kepalanya.
"Lily..."
"Aku sangat ingin memiliki seorang bayi. Aku mohon Dan." Kata Lily.
Dani mengambil kaleng bir dan menenggak semua isinya dengan frustrasi. "Tapi kenapa harus aku? Kenapa kau tidak cari pria lain yang mau mendonorkan spermanya padamu? Mungkin kau akan mendapat pria tampan dan IQ 170?"
"Karena aku tidak peduli dengan pria tampan dan IQ tinggi." Jawab Lily.
"terima kasih banyak." Balas Dani sambil mendengus.
Lily memutar matanya. "Bukan itu maksudku. Aku berpikir jauh ke depan, tapi karena kita sedang membicarakan ini, ya, kau memiliki DNA yang bagus tentang penampilan atau kecerdasan."
"terserah." Gerutu Dani sebelum mengambil kaleng bir lain dan meneguknya kemudian menjatuhkan dirinya kembali ke sofa di samping Lily.
"Apa kau tidak mengerti masalahnya? Jika aku tidak bisa memiliki bayi dari pacarku aku tetap ingin punya bayi dari orang yang aku cintai. Aku tahu kalau kau akan menjadi ayah yang baik. Dan coba pikirkan orangtuamu. Bayiku akan memiliki kakek dan nenek juga. Dan saudara-saudaramu juga akan mencintai bayimu." Kata Lily.
"Benar." Kata Dani masih tidak menatap Lily.
Lily mendesah. Dia tahu kalau dia baru saja menyatakan sebuah bayangan dan membuat Dani memikirkan dan memproses semuanya. "Aku minta maaf karena sudah melibatkanmu." Kata Lily lalu bangun dari sofa.
"Baiklah." Kata Dani
"Apa?" Tanya Lily sambil mengangkat alisnya.
Dani menghembuskan napasnya dengan keras. "Aku setuju untuk menjadi pendonor untukmu."
"benarkah?" Tanya Lily tidak percaya.
Dani hanya balas mengangguk,.
"Tapi apa kau yakin? Kau tidak butuh waktu untuk memikirkannya?" Tanya Lily lagi.
"Tidak."
Lily berteriak karena senang dan melingkarkan lengannya ke leher Dani dengan erat. "Aku tidak percaya kau mau melakukannya. Terima kasih."
Dani balas memeluknya tanpa berkata satu kata pun.
"Tapi apa yang membuatmu berubah pikiran?" Tanya Lily.
"Ryan." Jawab Dani singkat.
Campuran air mata bahagia dan kesedihan terkumpul di mata Lily. "Aku tidak pernah merasa cukup untuk berterima kasih padamu karena mau melakukannya untukku."
Etan bergegas masuk melalui sebuah pintu besar yang terbuat dari kaca yang cukup keras dan tebal. Dia mengangguk pada beberapa rekan kerjanya. Jari-jarinya merapikan dasinya dan jas yang dia pakai. Dia baru saja memakai setelan itu selama tiga puluh menit dan itu sudah terasa seperti mencekiknya. Melihat teman kerjanya, Fredi. Dia bergegas menyelip di antara beberapa orang sambil menyapa mereka dengan senyuman singkat untuk menghampirinya."Halo, teman. Bagaimana keadaanmu?" Tanya Fredi.Etan tidak memberinya tanggapan apa pun dan langsung merampas segelas air soda dari tangan Fredi dan menegaknya dalam satu tegukan dengan tidak sabar. "Seburuk itukah?" Tanya Fredi sambil tersenyum."Maaf, aku sudah berada dalam neraka acara keluarga sepanjang hari ini." Jawab Etan."Acara baptisan itu?" Tanya Fredi lagi.Etan mengangguk. "Acaranya dimulai tengah hari, tapi ada pesta di rumah saudara perempuanku." Etan bergidik saat memikirkan bagaimana dia disudutkan oleh masing-masing saudara perem
Lily merasa pria itu sedang menatapnya lagi... dan tersenyum. Setelah melihat pria tampan yang tidak sengaja dia tabrak tadi sedang menatapnya dari seberang ruangan yang penuh sesak. Lily bersumpah untuk tidak melihat ke arahnya lagi. Sebagai gantinya, dia mencoba memusatkan perhatian pada percakapan antara Paula dan para gadis lainnya dari lantai yang sama dengannya. Tapi saat dia mengintip dari sudut matanya, dia berhasil melihat pria itu tidak malu karena tertangkap basah sedang menatapnya. Dan itulah permainan yang sudah mereka mainkan selama lima menit terakhir. Mencuri pandang sebentar dan tersenyum satu sama lain."Dengan siapa kau tersenyum?" Tanya Paula."Tidak ada." Jawab Lily berbohong. "Oh, kukira kau sedang mencari mangsa." Kata Paula sambil tersenyum. "Tidak." Protes Lily."Jadi siapa pria itu?" Tanya Paula sambil memutar matanya.Lily mendesah kalah. "Baiklah. Aku tidak sengaja bertemu dengan beberapa menit lalu dalam perjalanan kembali dari kamar mandi. Dia terliha
Lily melirik ponselnya sambil meringis. Lalu lintas yang menyebalkan. Tidak peduli dia berangkat tiga puluh menit lebih awal atau satu jam lebih awal, tidak mengubah apa pun kalau dia akan terlambat karena kemacetan. Dia berjalan kaki menyusuri trotoar menggunakan heels ke arah sebuah cafe. Wajahnya tersenyum lebar saat melihat Dani melambaikan tangan dari meja dekat jendela.Saat dia membuka pintu, bel lonceng berbunyi di atas kepalanya. "Aku benar-benar minta maaf. Aku sudah berangkat lebih awal. Aku bersumpah." Kata Lily saat sampai di tempat Dani."Tidak masalah. Aku sudah memesan untukmu." Kata Dani sambil tersenyum."Terima kasih." Lily duduk di hadapannya sambil membuka jaket dari bahunya saat dia melihat tatapan Dani yang sedikit gelisah dan di tambah ada sebuah memar biru di pelipisnya. "Apa kau baik-baik saja?""Jeri dan aku bertengkar." Kata Dani sambil mendesah."Kalian tidak putus, kan?" Kata Lily sambil mengulurkan tangan dan meremas tangan Dani.Air mata mengenang di ma
Beberapa minggu kemudian Lily berdiri di belakang meja untuk mengagumi hasil kerja kerasnya. Senyum pendek penuh kepuasan terlihat di wajahnya. Entah bagaimana dia bisa menciptakan keajaiban, berhasil mengubah ruang konferensi lantai 4 yang suram dan berantakan menjadi bernuansa merah muda dan terlihat sangat indah seperti yang dia bayangkan. Dia sangat bangga pada dirinya saat ini mengingat mendekorasi dan merencanakan pesta sama sekali bukan keahliannya. Memiringkan kepalanya, dia memperhatikan spanduk 'It's a baby girl' yang tergantung sedikit miring ke kiri. Setelah dia membetulkannya, ujung-ujung jarinya merapikan bagian atas taplak meja warna pink pucat yang di hiasi dengan minuman dan hadiah yang di bungkus kertas warna-warni dari tamu yang akan datang.Dia merapikan sehelai rambut yang menutupi wajahnya dan mencoba menyelipkan rambutnya di belakang telinganya. 'Ya, sebenarnya pesta seperti inilah yang aku inginkan untuk acara baby showerku. Jika aku bisa mengadakannya suatu s
Etan menggosok matanya yang kabur. Dia mengintip melalui sela jari-jarinya melihat jam di layar komputer, sudah jam tujuh lewat. Bahkan jika dia ingin menyelesaikan proyek itu, otaknya sudah terlalu panas. Dia hampir tidak bisa membaca kata-kata di depannya. Dia mematikan komputernya, pikirannya lumayan tenang karena dia baru saja di promosikan sebagai wakil direktur tim pemasaran yang berarti dia bisa menunggu sampai besok pagi dan tidak akan ada orang yang akan memarahinya jika mengulur-mengulur waktu.Sambil mengerang, Etan bangun dari kursinya dan meregangkan tangannya ke atas kepalanya. Dia meraih tasnya dan berjalan menuju pintu. Saat dia mematikan lampu ruangannya, perutnya bergemuruh. Mungkin tidak ada makanan di rumahnya untuk di makan, jadi dia memutuskan untuk membeli sesuatu saat di perjalanan pulang. Sesaat terlintas di benaknya harapan ada seorang wanita menunggunya dengan makanan masakan rumahan. Dia langsung segera menggelengkan kepalanya untuk mengusir pemikiran sepe
Sambil menggelengkan kepalanya Etan mulai berjalan melintasi lobi dan menuju toilet. Dia mengetuk pintu dan mendengar suara tinggi dari dalam kamar mandi. "Pergi Dani! Tidak ada lagi yang harus aku katakan. Kau baru saja mempermalukanku di depan bajingan terkenal di perusahaan ini!" Teriak Lily."Seorang bajingan ya?" Gumam Etan pelan. Julukan yang tidak pantas dia banggakan, terutama berasal dari seorang wanita. Dia sudah terbiasa mendengar hal yang lebih menyanjung dari mereka. Setidaknya di awal sebelum dia bergerak pergi menjauhi mereka dan berubah menjadi julukan yang menjijikkan yang di lempar ke wajahnya. "Aku tidak akan meninggalkan kamar mandi ini sampai kau pergi!" Teriak Lily lagi.Etan mendesah. Dia gadis yang memiliki tekad, itu sudah jelas, belum lagi dia terlihat keras kepala. Di dalam pikiran Etan terlintas kembali bagaimana cantik dan seksinya dia dalam balutan gaun hijau saat pesta perusahaan, bagaimana gaun hijaunya yang ketat melekat ketat pada tubuhnya membuatny
Ketika pintu tertutup, Lily menghembuskan napasnya yang sudah lama dia tahan dengan suara desahan yang berlebihan. Merasa lelah, dia bersandar di meja wastafel. 'Pergi minum dengan Etan Benedict, apa kau sudah gila? Setiap wanita di gedung ini tahu reputasinya. "Tidur dengan mereka dan tinggalkan mereka", kecuali kau sudah siap patah hati. Kau seharusnya menjauhi dia." Batin Lily. Ingatan tentang pertemuan mereka di pesta waktu itu terlintas seperti badai yang merasuk ke dalam benaknya.Menjadi orang baru dalam perusahaan, Lily mengawasi setiap pria lajang. Setelah memergoki Etan yang sering menatapnya beberapa kali, dengan polosnya dia menanyakan pada Paula siapa pria itu. Paula langsung menggelengkan kepalanya begitu cepat, Lily yakin lehernya akan mengalami asam urat. "Dia pria penggoda. Jadi kau harus menjauh darinya kecuali kau memang ingin tidur dengannya." Kata Paula. Wanita yang lain menimpali dengan cerita yang sangat detail mengenai Etan yang terkenal suka memburu wanita y
"Apa yang salah dengan baby shower? Apakah ada yang mabuk karena minum alkohol dan tidak ingin bermain permainan 'tebak apa yang ada isi di dalam popok?" Tanya Etan setengah becanda.Baiklah, bukan itu pertanyaan yang Lily bayangkan. "Bagaimana kau tahu acara yang ada di baby shower?" Tanya Lily."Aku punya kakak perempuan. Percayalah, aku sudah menghabiskan waktuku di acara baby shower yang mereka adakan." Jawab etan sambil meringis."Aku bisa menebak kalau kau terpaksa mengikuti acara itu." Kata Lily sambil tersenyum."Jadi, apa yang terjadi?" Tanya Etan."Tidak ada yang terjadi. Hanya saja rasanya lebih sulit dari pada yang aku bayangkan." Jawab Lily sambil mengangkat bahu."Karena kau menginginkan seorang bayi?" Tanya Etan.Lily terkejut dan hampir menjatuhkan kentang gorengnya. "Bagaimana bisa kau...?""Dani yang menceritakannya padaku." Jawab Etan.Mata Lily melebar karena terkejut dan merasa panas di kedua pipi dan telinganya. "Benarkah? Apa lagi yang dia katakan?"Etan mengang
Lily berjalan menuju ke dalam kamar dan terkesiap. Taburan kelopak mawar merah berserakan di lantai sampai tempat tidur. Di atas meja ada botol champange dengan merek yang berbeda dari yang di restoran tadi di dinginkan dalam sebuah wadah perak dan dua gelas di sampingnya. Sebuah mangkuk strawberry berlumuran coklat membuat perutnya menggeram. Dia mengalihkan pandangannya dan melihat deretan lilin di lantai menunggu untuk di nyalakan dan sebuah kotak di atas tempat tidur dengan pembungkus berwarna merah muda.Lily menoleh kembali ke arah Etan yang sedang mengangkat bahunya untuk melepaskan jasnya. "Kau melakukan semua ini untukku?""Aku tidak ingin menerima pujiannya, para pegawai hotel yang melakukan ini semua, lilin aroma buah dan bunganya." Jawabnya sambil melemparkan kunci kamar ke atas meja. Melihat ekspresi Lily yang kebingungan, Etan tertawa ringan. "apa yang kau pikirkan? Sebuuah tempat tidur sempit dan seks kilat? Aku tahu ini hanya soal membuatmu hamil tapi biarkan aku memb
Lily memandang ke arah ponselnya berkali-kali. "Sial, sial, sial!" Dia sekarang sudah terlambat lima belas menit, dan pesannya belum di balas oleh Etan. Dia takut kalau saja Etan marah dan pergi begitu saja. Lagi pula, Etan tidak perlu untuk menunggu mendapatkan wanita yang bersedia membuka tangannya untuk menangkapnnya di tempat tidur. Ponselnya bergetar saat dia berhasil memarkir mobilnya di parkiran luar hotel. Dia merogoh dalam tasnya untuk mencari ponselnya. Dia langsung membuka ponsel itu dan jantungnya berdetak dengan sangat kencang.Lebih baik kau segera kemari. Jangan mandi air dingin karena itu akan meredakan hasratmu malam ini."Permisi!" Dengan pikirannya yang masih di penuhi oleh Etan, dia bahkan tidak menyadari kalau seorang pria sedang berdiri di samping pintu mobilnya yang terbuka setengah sedang memandangnya dengan penuh harap karena dia menghalangi pria itu yang ingin masuk ke dalam mobilnya. "Oh, maafkan aku." Kata Lily.Lily melangkah keluar dari mobil sambil t
Pada saat mendengar bel pintu, Lily melemparkan gaunnya begitu saja dan bergegas menyusuri lorong menuju pintu untuk membiarkan Paula masuk. bersamaan dengan pintu terbuka Paula langsung bertanya, "Bagaimana keadaanmu?"Lily mengerang. "Seharusnya aku bertemu dengan Etan satu jam lagi dan aku merasa akan muntah setiap saat. Aku mungkin membutuhkan pil penenang untuk membuatku melewati malam ini.""Aku bisa membayangkannya." Jawab Paula saat dia melangkah masuk ke ruang depan. "Tidak perlu takut. Aku sekarang di sini untuk bicara denganmu agar kau tidak bunuh diri dan meyakinkanmu bahwa kau terlihat sangat luar biasa."Lily langsung memeluk Paula. "Kau tidak tahu betapa berartinya itu untukku.""Terima kasih, aku senang melakukan ini." Dia menepuk punggung Lily. "Lagi pula kau selama ini juga sudah membantuku melewati berbagai hubunganku yang kacau selama bertahun-tahun. Aku merasa berhutang padamu." Mereka berjalan menyusuri lorong dan memasuki kamar tidur Lily."Jadi, apa yang akan
Beberapa hari kemudian ketika Lily melihat ke arah pintu, dia melihat sosok Etan sedang berdiri di ambang pintu ruang kerjanya. sambil memegang telepon Lily memberi isyarat pada Etan untuk masuk ke dalam ruangannya. Saat Etan melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya, dengan enggan Lily mengalihkan perhatiannya pada figur ketampanan Etan untuk kembali fokus pada suara di teleponnya. "Ya, aku akan mengaturnya. Sekali lagi terima kasih." Lily menutup teleponnya lalu menulikan sesuatu di buku agendanya. Setelah selesai, Lily berbalik dan tersenyum pada Etan."Aku senang kau bisa menemuiku hari ini." Kata Lily."Aku selalu senang bisa meluangkan waktuku untukmu Lily." Jawab Etan. Lily kesal pada dirinya sendiri ketika Etan tersenyum padanya membuat pipinya menjadi terasa panas. "Aku pikir alasanmu memintaku datang ke sini karena kau menerima tawaranku." Kata Etan sambil mencondongkan badannya ke depan, telapak tangannya bertumpu di atas meja Lily. Wajah Etan hanya beberapa inci dari wajah L
Keesokan harinya saat jam makan siang, Paula berjalan melintasi pintu ruang kerja Lily dan melemparkan dompetnya di atas meja kerja Lily. "Apa pun kondisinya jangan biarkan aku mendekati mesin otomatis jajanan itu. Seminggu lagi aku punya janji untuk mencoba gaunku dan selama itu aku hanya boleh makan salad sayur atau pun buah."Lily tertawa tidak begitu antusias. Di benaknya dia masih memikirkan kejadian tadi malam, dia terlalu sibuk mengurusi diet Paula agar terlihat ramping saat menggunakan gaun pengantinnya. Sepanjang malam dia tidak bisa tidur, mencoba untuk membuang ingatan itu saat pikirannya terus berkutat dengan tawaran yang di berikan Etan. Namun sebagian besar dia terjaga sepanjang malam karena bibirnya masih terasa bengkak akibat dari ciuman ganas Etan.Setelah menjatuhkan tubuhnya di atas kursi, Paula memiringkan kepalanya ke arah Lily. "Ada apa denganmu?""Tidak ada apa-apa." Jawab Lily berbohong.Paula menatapnya sambil membuka tutupan tupperware-nya. "Omong kosong. kau
"Dan aku berjanji pada Dani aku akan memastikan kau sampai ke mobilmu dengan selamat." Kata Etan.Lily berusaha melawan debar jantungnya melihat kebaikan hati Etan. "Terima kasih. Kau baik sekali." Dia menunjuk ke arah lorong yang menurun. "Mobilku parkir di sana.""Aku akan mengantarmu." Ketika Lily menatapnya dengan sinis, Etan tersenyum. "kau tahu, untuk membuktikan etika kesopanan seorang pria pada wanita.""Baiklah kalau begitu." Jawab Lily.Suara sepatu mereka bergema di lantai beton, mengisi kesunyian. "Jadi, kau tinggal dekat sini?" Tanya Etan."Tidak. Sekitar tiga puluh menitan dari sini." Jawab Lily."Tidak terlalu baik mengendarai mobil sendirian, terutama saat jalanan sepi." kata Etan.Lily menundukkan kepalanya untuk menahan tawanya pada usaha Etan untuk basa basi. "Apa yang lucu?" Tanya Etan.Lily tersenyum. "Aku hanya penasaran kapan kau mungkin akan menyinggung masalah cuaca." "Begitu buruk, ya?" Tanya Etan."Tidak ada." Jawab Lily singkat.Etan tersenyum ke arahnya.
Lily berjuang melawan emosi yang membanjirinya dengan munculnya kembali ingatannya tentang tunangannya itu. Kekecewaan yang ada sebanyak kesedihannya. Sudah berapa kali dia menyiksa diri karena memundurkan tanggal pernikahan mereka? Pada saat itu, dia pikir itu adalah hal yang masuk akal. Lily ingin menyelesaikan kuliah, kemudian dia menginginkan Ryan menyelesaikan sisa prakteknya pada sekolah kedokteran. Dan juga tentang kehamilannya. Etan membawanya keluar dari lamunannya. "Ya Tuhan, aku minta maaf." Kata Etan sambil meringis."terima kasih." Jawab Lily."Sudah berapa lama?" Tanya Etan lagi sambil meneguk minumannya."Empat tahun." Jawab Lily singkat.Etan tersedak oleh birnya yang baru saja dia minum. Setelah dia pulih dari batuk, dia mengangkat kepalanya dan menatap Lily dengan terkejut. "Kau belum pernah tidur lagi dengan seseorang selama empat tahun?""Belum." Jawab Lily pelan, sambil menjalankan jarinya di sepanjang gelas minumannya. Dia membenci dirinya sendiri karena telah m
"Apa yang salah dengan baby shower? Apakah ada yang mabuk karena minum alkohol dan tidak ingin bermain permainan 'tebak apa yang ada isi di dalam popok?" Tanya Etan setengah becanda.Baiklah, bukan itu pertanyaan yang Lily bayangkan. "Bagaimana kau tahu acara yang ada di baby shower?" Tanya Lily."Aku punya kakak perempuan. Percayalah, aku sudah menghabiskan waktuku di acara baby shower yang mereka adakan." Jawab etan sambil meringis."Aku bisa menebak kalau kau terpaksa mengikuti acara itu." Kata Lily sambil tersenyum."Jadi, apa yang terjadi?" Tanya Etan."Tidak ada yang terjadi. Hanya saja rasanya lebih sulit dari pada yang aku bayangkan." Jawab Lily sambil mengangkat bahu."Karena kau menginginkan seorang bayi?" Tanya Etan.Lily terkejut dan hampir menjatuhkan kentang gorengnya. "Bagaimana bisa kau...?""Dani yang menceritakannya padaku." Jawab Etan.Mata Lily melebar karena terkejut dan merasa panas di kedua pipi dan telinganya. "Benarkah? Apa lagi yang dia katakan?"Etan mengang
Ketika pintu tertutup, Lily menghembuskan napasnya yang sudah lama dia tahan dengan suara desahan yang berlebihan. Merasa lelah, dia bersandar di meja wastafel. 'Pergi minum dengan Etan Benedict, apa kau sudah gila? Setiap wanita di gedung ini tahu reputasinya. "Tidur dengan mereka dan tinggalkan mereka", kecuali kau sudah siap patah hati. Kau seharusnya menjauhi dia." Batin Lily. Ingatan tentang pertemuan mereka di pesta waktu itu terlintas seperti badai yang merasuk ke dalam benaknya.Menjadi orang baru dalam perusahaan, Lily mengawasi setiap pria lajang. Setelah memergoki Etan yang sering menatapnya beberapa kali, dengan polosnya dia menanyakan pada Paula siapa pria itu. Paula langsung menggelengkan kepalanya begitu cepat, Lily yakin lehernya akan mengalami asam urat. "Dia pria penggoda. Jadi kau harus menjauh darinya kecuali kau memang ingin tidur dengannya." Kata Paula. Wanita yang lain menimpali dengan cerita yang sangat detail mengenai Etan yang terkenal suka memburu wanita y