Lily merasa pria itu sedang menatapnya lagi... dan tersenyum. Setelah melihat pria tampan yang tidak sengaja dia tabrak tadi sedang menatapnya dari seberang ruangan yang penuh sesak. Lily bersumpah untuk tidak melihat ke arahnya lagi. Sebagai gantinya, dia mencoba memusatkan perhatian pada percakapan antara Paula dan para gadis lainnya dari lantai yang sama dengannya. Tapi saat dia mengintip dari sudut matanya, dia berhasil melihat pria itu tidak malu karena tertangkap basah sedang menatapnya.
Dan itulah permainan yang sudah mereka mainkan selama lima menit terakhir. Mencuri pandang sebentar dan tersenyum satu sama lain.
"Dengan siapa kau tersenyum?" Tanya Paula.
"Tidak ada." Jawab Lily berbohong.
"Oh, kukira kau sedang mencari mangsa." Kata Paula sambil tersenyum.
"Tidak." Protes Lily.
"Jadi siapa pria itu?" Tanya Paula sambil memutar matanya.
Lily mendesah kalah. "Baiklah. Aku tidak sengaja bertemu dengan beberapa menit lalu dalam perjalanan kembali dari kamar mandi. Dia terlihat menarik, tapi aku terlalu malu karena heelsku tersangkut di karpet untuk mengobrol dengannya" Jelas Lily.
Paula tersenyum nakal. "Apa dia seksi?"
Tanpa melirik ke arah pria itu, Lily bisa melihat pria itu sedang berdiri di depannya. "yah, dia benar-benar tampan."
Mata Paula melebar. "Kau menyebut seorang pria tampan."
"Aku benar-benar ingin tahu siapa dia. Aku rasa aku ingin bicara dengannya lagi." Kata Lily malu-malu.
"Bicara dengannya? Tidak sayang, kami akan membuatmu berkencan. Maksudku, aku tidak pernah melihatmu bertingkah seperti ini pada pria dalam waktu yang lama." Kata Paula.
"Jadi di mana dia?" tanya Tessa.
"Jangan terlalu jelas. Tapi dia bersandar di salah satu tiang marmer dan sedang menatap ke arah sini." Kata Lily.
Lily tidak bisa melihat seperti apa tanggapan mereka pada pria misterius yang di ceritakannya sampai Lily melihat Paula tersentak ngeri. "Ada apa? Siapa dia?"
"Tidak ada. Nama pria itu Etan. Etan Benedict." Jawab Tessa.
"Dan?" Tanya Lily menunggu kelanjutannya.
Paula menggelengkan kepalanya dengan membabi buta. "Dia tidur dengan siapa pun, Lily. jadi kau harus menjauh darinya kecuali jika kau ingin dimanfaatkan olehnya." Kata Paula.
Tessa mengangguk. "Dia punya reputasi buruk pada wanita. Aku dengar dia hanya bisa bekerja dengan sekretaris wanita yang sudah tua karena kalau tidak dia pasti akan tidur dengan mereka." Jelas Tessa dengan jijik.
Mata Lily melebar terkejut. "Benarkah?"
"Dia tertangkap basah saat pesta amal tahun lalu dengan celananya di sekitar pergelangan kakinya saat dia sedang melakukan 'itu' dengan istri seorang penyumbang." Kata Ika, seorang temannya yang lain.
"Tidak ada yang tahu persis berapa banyak wanita yang sudah dia tiduri di tempat kerja kita." Kata Paula.
"Ya Tuhan." Gumam Lily. Bagaimana dia bisa berpapasan dengan bajingan seperti itu? Saat dia melirik ke arah pria itu lagi, pria itu masih menatapnya atau lebih tepatnya sedang tersenyum padanya.
"Aku pikir dia akan datang ke arah sini." Kata Paula.
"Kalian meninggalkanku sendiri dengan bajingan itu?" tanya Lily terkejut saat melihat teman-temannya beringsut menjauh.
"Kau akan baik-baik saja. Katakan saja padanya untuk menjauh." Kata Paula.
"Terima kasih banyak." Kata Lily dengan cemberut.
Dengan kesombongan yang pasti dalam setiap langkahnya Etan melangkah mendekatinya. "Halo lagi"
"Halo." Jawab Lily singkat.
"Aku pikir setelah pertemuan awal kita, kita tidak pernah mendapat kesempatan untuk berkenalan secara resmi. Aku Etan Benedict." Katanya.
"Ya, aku tahu." Jawab Lily.
"Kau tahu?" tanya Etan sambil mengangkat sebelah alisnya.
"Reputasimu sudah mendahuluimu." Jawab Lily sambil tersenyum.
"Jadi wanita cantik sepertimu dari devisi personalia tahu semua tentang eksploitasi pemasaranku?" Tanya Etan lagi.
"Bagaimana kau tahu kalau aku..."
""Aku punya mata-mata, terutama mereka mengenal wanita seksi yang bernama Lily dari devisi personalia." Kata Etan sambil tersenyum.
Lily berusaha keras mengalihkan pandangan darinya. ya Tuhan, dia sangat sombong. Jika ada satu hal yang tidak bisa dia hadapi dalam diri seseorang adalah ego dan dia tidak yakin apakah dia pernah bertemu dengan pria yang lebih memikirkan dirinya sendiri dari pada Etan.
"Jadi bagaimana menurutmu jika kita keluar dari sini dan mungkin kembali ke tempatmu? Tempat di mana kita bisa saling mengenal sedikit lebih jauh." tanya Etan sambil merendahkan suaranya.
"Apa kau sedang bertanya padaku, pak Benedict?" tanya Lily singkat.
Mata Etan melebar karena terkejut. "Kau bisa memanggilku Etan, dan yang aku inginkan adalah pergi ke tempat yang tidak terlalu ramai. Kita bisa mampir ke cafe dulu kalau kau mau."
Lily menyilangkan lengan di depan dadanya. "Aku yakin kalau kau lebih suka membuatku mabuk agar aku akan tidur dengan secara suka rela denganmu, kan? Maksudku, kemungkinan apa kau benar-benar ingin mendengar pendapatku tentang masalah ekonomi atau siapa yang akan memenangkan piala sepak bola tahun ini?"
"Apa maksudmu?" Tanya Etan kebingungan.
"Oh, aku pikir kau hanya mendengar yang baik saja tentangku. Aku yakin kau tidak biasa di tolak. Tapi dengarkan dengan seksama saat aku mengatakan bahwa aku tidak menghargai ajakan lain di luar perusahaan." jelas Lily.
"Benarkah begitu?" Tanya Etan.
"Benar." Jawab Lily singkat.
Etan membungkuk mendekatinya. "Sayang, jika kau takut teman-temanmu berpikiran buruk tentangmu karena ingin tidur denganku, jadi kita tidak harus pergi bersama. Tidak ada yang akan tahu kecuali kau dan aku."
"Aku tidak mau tidur denganmu." Kata Lily sambil mundur selangkah.
Etan tersenyum. "tentu saja kau mau." Dia dengan ringan mengetuk pelipisnya. "Pikiranmu menyuruhmu menolakku karena reputasiku, tapi tubuhmu mengatakan sebaliknya."
"Kurasa kau salah." Kata Lily. Dia tidak suka dengan kenyataan kalau tubuhnya bereaksi pada Etan.
Sambil membungkuk, napas Etan terdengar terengah-engah di telinganya. "Lalu kenapa payudaramu tiba-tiba mengeras?"
Lily tersentak dengan ketidaksopanan pria itu yang terang-terangan menatap pada dadanya. "Karena ini desember dan udaranya dingin. Kau harus lihat di mana kita berdiri. tepat di bawah ac." Lily menggelengkan kepalanya dan menatap Etan dengan ekspresi jiijik. "Jujur saja, kau benar-benar menjijikkan."
"Berhubungan saat marah bisa menjadi sangat menggairahkan dan jika aku boleh bertaruh, kau sudah lama tidak melakukannya." Etan mengedipkan matanya dan menarik Lily ke arahnya. "Kau bisa menumpahkan semuanya padaku." Lanjutnya dengan penuh kemenangan.
Lily mendorongnya dengan kasar. "Aku akan mengatakan ini untuk yang terakhir kalinya. Kau adalah orang terakhir yang akan aku tiduri tapi itu pun jika kau memang ingin mau tidur denganmu. Mungkin ini membuatmu terkejut, tapi aku punya prinsip dan juga keraguan dan semuanya mengatakan padaku kalau kau adalah salah satu bajingan paling egois yang pernah aku temui. Dan tetap di sini bersamamu dan membiarkanmu menyentuh seinci tubuhku akan menjadi hal paling rendah yang pernah aku lakukan. jadi aku dengan hormat memintamu untuk menjauh dari pandanganku. Karena dengan cara apa pun aku akan membuatmu pergi. Entah aku akan memanggil keamanan atau menendangmu agar kau pergi."
Mulut Etan menganga kaget sebelum matanya menyipit pada Lily.
"Baiklah kalau begitu." Kata Etan kemudian dia berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Lily.
Paula dan yang lainnya bergegas menghampirinya. "Ya Tuhan, kau luar biasa Em!" Kata Paula.
"Kau mendengarnya?" tanya Lily.
Paula mengangguk. "kami mencoba untuk tidak menguping, tapi kami tidak bisa menahannya."
Tessa tersenyum. "Kau benar-benar mengatakannya."
"Aku rasa sudah aku katakan dengan jelas." Jawab Lily.
Ika menepuk punggung Lily. "kau harus benar-benar bangga pada dirimu sendiri. Kurasa dia tidak pernah menemui wanita yang bicara seperti itu padanya."
Lily mendesah. Dia tidak tahu bagaimana perasaannya. Sekarang setelah adernalin itu tidak lagi memompa tubuhnya, dia tidak merasa sombong. Sabagai gantinya, dia merasa malu dengan apa yang dia katakan pada Etan . Dia hanya bisa berharap untuk tidak pernah bertemu dengannya lagi selamanya.
Paula meraih tangannya. "Ayolah, mari kita cari minuman untuk merayakannya."
Lily tertawa. "Kau serius?"
"Ya, kita semua harus bersulang pada hari kau menolaknya." Kata Tessa.
"Apakah kalian keberatan kalau kita melakukannya di tempat lain? Aku tidak ingin menanggung resiko bertemu dengannya lagi malam ini." Kata Lily.
"Dia sudah pergi." Kata Ika.
"Benarkah?" Tanya Lily.
"Dia langsung pergi keluar tepat setelah kau menolaknya." jawab Tessa sambil mengangguk.
Paula tersenyum, "Jadi kita tempat ini sepenuhnya adalah milik kita untuk minum dan bersantai. Oke?"
"Baiklah." Jawab Lily sambil tersenyum. Tidak ada lagi yang dia ingin lakukan saat ini selain melupakan pertemuannya dengan Etan Benedict.
Lily melirik ponselnya sambil meringis. Lalu lintas yang menyebalkan. Tidak peduli dia berangkat tiga puluh menit lebih awal atau satu jam lebih awal, tidak mengubah apa pun kalau dia akan terlambat karena kemacetan. Dia berjalan kaki menyusuri trotoar menggunakan heels ke arah sebuah cafe. Wajahnya tersenyum lebar saat melihat Dani melambaikan tangan dari meja dekat jendela.Saat dia membuka pintu, bel lonceng berbunyi di atas kepalanya. "Aku benar-benar minta maaf. Aku sudah berangkat lebih awal. Aku bersumpah." Kata Lily saat sampai di tempat Dani."Tidak masalah. Aku sudah memesan untukmu." Kata Dani sambil tersenyum."Terima kasih." Lily duduk di hadapannya sambil membuka jaket dari bahunya saat dia melihat tatapan Dani yang sedikit gelisah dan di tambah ada sebuah memar biru di pelipisnya. "Apa kau baik-baik saja?""Jeri dan aku bertengkar." Kata Dani sambil mendesah."Kalian tidak putus, kan?" Kata Lily sambil mengulurkan tangan dan meremas tangan Dani.Air mata mengenang di ma
Beberapa minggu kemudian Lily berdiri di belakang meja untuk mengagumi hasil kerja kerasnya. Senyum pendek penuh kepuasan terlihat di wajahnya. Entah bagaimana dia bisa menciptakan keajaiban, berhasil mengubah ruang konferensi lantai 4 yang suram dan berantakan menjadi bernuansa merah muda dan terlihat sangat indah seperti yang dia bayangkan. Dia sangat bangga pada dirinya saat ini mengingat mendekorasi dan merencanakan pesta sama sekali bukan keahliannya. Memiringkan kepalanya, dia memperhatikan spanduk 'It's a baby girl' yang tergantung sedikit miring ke kiri. Setelah dia membetulkannya, ujung-ujung jarinya merapikan bagian atas taplak meja warna pink pucat yang di hiasi dengan minuman dan hadiah yang di bungkus kertas warna-warni dari tamu yang akan datang.Dia merapikan sehelai rambut yang menutupi wajahnya dan mencoba menyelipkan rambutnya di belakang telinganya. 'Ya, sebenarnya pesta seperti inilah yang aku inginkan untuk acara baby showerku. Jika aku bisa mengadakannya suatu s
Etan menggosok matanya yang kabur. Dia mengintip melalui sela jari-jarinya melihat jam di layar komputer, sudah jam tujuh lewat. Bahkan jika dia ingin menyelesaikan proyek itu, otaknya sudah terlalu panas. Dia hampir tidak bisa membaca kata-kata di depannya. Dia mematikan komputernya, pikirannya lumayan tenang karena dia baru saja di promosikan sebagai wakil direktur tim pemasaran yang berarti dia bisa menunggu sampai besok pagi dan tidak akan ada orang yang akan memarahinya jika mengulur-mengulur waktu.Sambil mengerang, Etan bangun dari kursinya dan meregangkan tangannya ke atas kepalanya. Dia meraih tasnya dan berjalan menuju pintu. Saat dia mematikan lampu ruangannya, perutnya bergemuruh. Mungkin tidak ada makanan di rumahnya untuk di makan, jadi dia memutuskan untuk membeli sesuatu saat di perjalanan pulang. Sesaat terlintas di benaknya harapan ada seorang wanita menunggunya dengan makanan masakan rumahan. Dia langsung segera menggelengkan kepalanya untuk mengusir pemikiran sepe
Sambil menggelengkan kepalanya Etan mulai berjalan melintasi lobi dan menuju toilet. Dia mengetuk pintu dan mendengar suara tinggi dari dalam kamar mandi. "Pergi Dani! Tidak ada lagi yang harus aku katakan. Kau baru saja mempermalukanku di depan bajingan terkenal di perusahaan ini!" Teriak Lily."Seorang bajingan ya?" Gumam Etan pelan. Julukan yang tidak pantas dia banggakan, terutama berasal dari seorang wanita. Dia sudah terbiasa mendengar hal yang lebih menyanjung dari mereka. Setidaknya di awal sebelum dia bergerak pergi menjauhi mereka dan berubah menjadi julukan yang menjijikkan yang di lempar ke wajahnya. "Aku tidak akan meninggalkan kamar mandi ini sampai kau pergi!" Teriak Lily lagi.Etan mendesah. Dia gadis yang memiliki tekad, itu sudah jelas, belum lagi dia terlihat keras kepala. Di dalam pikiran Etan terlintas kembali bagaimana cantik dan seksinya dia dalam balutan gaun hijau saat pesta perusahaan, bagaimana gaun hijaunya yang ketat melekat ketat pada tubuhnya membuatny
Ketika pintu tertutup, Lily menghembuskan napasnya yang sudah lama dia tahan dengan suara desahan yang berlebihan. Merasa lelah, dia bersandar di meja wastafel. 'Pergi minum dengan Etan Benedict, apa kau sudah gila? Setiap wanita di gedung ini tahu reputasinya. "Tidur dengan mereka dan tinggalkan mereka", kecuali kau sudah siap patah hati. Kau seharusnya menjauhi dia." Batin Lily. Ingatan tentang pertemuan mereka di pesta waktu itu terlintas seperti badai yang merasuk ke dalam benaknya.Menjadi orang baru dalam perusahaan, Lily mengawasi setiap pria lajang. Setelah memergoki Etan yang sering menatapnya beberapa kali, dengan polosnya dia menanyakan pada Paula siapa pria itu. Paula langsung menggelengkan kepalanya begitu cepat, Lily yakin lehernya akan mengalami asam urat. "Dia pria penggoda. Jadi kau harus menjauh darinya kecuali kau memang ingin tidur dengannya." Kata Paula. Wanita yang lain menimpali dengan cerita yang sangat detail mengenai Etan yang terkenal suka memburu wanita y
"Apa yang salah dengan baby shower? Apakah ada yang mabuk karena minum alkohol dan tidak ingin bermain permainan 'tebak apa yang ada isi di dalam popok?" Tanya Etan setengah becanda.Baiklah, bukan itu pertanyaan yang Lily bayangkan. "Bagaimana kau tahu acara yang ada di baby shower?" Tanya Lily."Aku punya kakak perempuan. Percayalah, aku sudah menghabiskan waktuku di acara baby shower yang mereka adakan." Jawab etan sambil meringis."Aku bisa menebak kalau kau terpaksa mengikuti acara itu." Kata Lily sambil tersenyum."Jadi, apa yang terjadi?" Tanya Etan."Tidak ada yang terjadi. Hanya saja rasanya lebih sulit dari pada yang aku bayangkan." Jawab Lily sambil mengangkat bahu."Karena kau menginginkan seorang bayi?" Tanya Etan.Lily terkejut dan hampir menjatuhkan kentang gorengnya. "Bagaimana bisa kau...?""Dani yang menceritakannya padaku." Jawab Etan.Mata Lily melebar karena terkejut dan merasa panas di kedua pipi dan telinganya. "Benarkah? Apa lagi yang dia katakan?"Etan mengang
Lily berjuang melawan emosi yang membanjirinya dengan munculnya kembali ingatannya tentang tunangannya itu. Kekecewaan yang ada sebanyak kesedihannya. Sudah berapa kali dia menyiksa diri karena memundurkan tanggal pernikahan mereka? Pada saat itu, dia pikir itu adalah hal yang masuk akal. Lily ingin menyelesaikan kuliah, kemudian dia menginginkan Ryan menyelesaikan sisa prakteknya pada sekolah kedokteran. Dan juga tentang kehamilannya. Etan membawanya keluar dari lamunannya. "Ya Tuhan, aku minta maaf." Kata Etan sambil meringis."terima kasih." Jawab Lily."Sudah berapa lama?" Tanya Etan lagi sambil meneguk minumannya."Empat tahun." Jawab Lily singkat.Etan tersedak oleh birnya yang baru saja dia minum. Setelah dia pulih dari batuk, dia mengangkat kepalanya dan menatap Lily dengan terkejut. "Kau belum pernah tidur lagi dengan seseorang selama empat tahun?""Belum." Jawab Lily pelan, sambil menjalankan jarinya di sepanjang gelas minumannya. Dia membenci dirinya sendiri karena telah m
"Dan aku berjanji pada Dani aku akan memastikan kau sampai ke mobilmu dengan selamat." Kata Etan.Lily berusaha melawan debar jantungnya melihat kebaikan hati Etan. "Terima kasih. Kau baik sekali." Dia menunjuk ke arah lorong yang menurun. "Mobilku parkir di sana.""Aku akan mengantarmu." Ketika Lily menatapnya dengan sinis, Etan tersenyum. "kau tahu, untuk membuktikan etika kesopanan seorang pria pada wanita.""Baiklah kalau begitu." Jawab Lily.Suara sepatu mereka bergema di lantai beton, mengisi kesunyian. "Jadi, kau tinggal dekat sini?" Tanya Etan."Tidak. Sekitar tiga puluh menitan dari sini." Jawab Lily."Tidak terlalu baik mengendarai mobil sendirian, terutama saat jalanan sepi." kata Etan.Lily menundukkan kepalanya untuk menahan tawanya pada usaha Etan untuk basa basi. "Apa yang lucu?" Tanya Etan.Lily tersenyum. "Aku hanya penasaran kapan kau mungkin akan menyinggung masalah cuaca." "Begitu buruk, ya?" Tanya Etan."Tidak ada." Jawab Lily singkat.Etan tersenyum ke arahnya.
Lily berjalan menuju ke dalam kamar dan terkesiap. Taburan kelopak mawar merah berserakan di lantai sampai tempat tidur. Di atas meja ada botol champange dengan merek yang berbeda dari yang di restoran tadi di dinginkan dalam sebuah wadah perak dan dua gelas di sampingnya. Sebuah mangkuk strawberry berlumuran coklat membuat perutnya menggeram. Dia mengalihkan pandangannya dan melihat deretan lilin di lantai menunggu untuk di nyalakan dan sebuah kotak di atas tempat tidur dengan pembungkus berwarna merah muda.Lily menoleh kembali ke arah Etan yang sedang mengangkat bahunya untuk melepaskan jasnya. "Kau melakukan semua ini untukku?""Aku tidak ingin menerima pujiannya, para pegawai hotel yang melakukan ini semua, lilin aroma buah dan bunganya." Jawabnya sambil melemparkan kunci kamar ke atas meja. Melihat ekspresi Lily yang kebingungan, Etan tertawa ringan. "apa yang kau pikirkan? Sebuuah tempat tidur sempit dan seks kilat? Aku tahu ini hanya soal membuatmu hamil tapi biarkan aku memb
Lily memandang ke arah ponselnya berkali-kali. "Sial, sial, sial!" Dia sekarang sudah terlambat lima belas menit, dan pesannya belum di balas oleh Etan. Dia takut kalau saja Etan marah dan pergi begitu saja. Lagi pula, Etan tidak perlu untuk menunggu mendapatkan wanita yang bersedia membuka tangannya untuk menangkapnnya di tempat tidur. Ponselnya bergetar saat dia berhasil memarkir mobilnya di parkiran luar hotel. Dia merogoh dalam tasnya untuk mencari ponselnya. Dia langsung membuka ponsel itu dan jantungnya berdetak dengan sangat kencang.Lebih baik kau segera kemari. Jangan mandi air dingin karena itu akan meredakan hasratmu malam ini."Permisi!" Dengan pikirannya yang masih di penuhi oleh Etan, dia bahkan tidak menyadari kalau seorang pria sedang berdiri di samping pintu mobilnya yang terbuka setengah sedang memandangnya dengan penuh harap karena dia menghalangi pria itu yang ingin masuk ke dalam mobilnya. "Oh, maafkan aku." Kata Lily.Lily melangkah keluar dari mobil sambil t
Pada saat mendengar bel pintu, Lily melemparkan gaunnya begitu saja dan bergegas menyusuri lorong menuju pintu untuk membiarkan Paula masuk. bersamaan dengan pintu terbuka Paula langsung bertanya, "Bagaimana keadaanmu?"Lily mengerang. "Seharusnya aku bertemu dengan Etan satu jam lagi dan aku merasa akan muntah setiap saat. Aku mungkin membutuhkan pil penenang untuk membuatku melewati malam ini.""Aku bisa membayangkannya." Jawab Paula saat dia melangkah masuk ke ruang depan. "Tidak perlu takut. Aku sekarang di sini untuk bicara denganmu agar kau tidak bunuh diri dan meyakinkanmu bahwa kau terlihat sangat luar biasa."Lily langsung memeluk Paula. "Kau tidak tahu betapa berartinya itu untukku.""Terima kasih, aku senang melakukan ini." Dia menepuk punggung Lily. "Lagi pula kau selama ini juga sudah membantuku melewati berbagai hubunganku yang kacau selama bertahun-tahun. Aku merasa berhutang padamu." Mereka berjalan menyusuri lorong dan memasuki kamar tidur Lily."Jadi, apa yang akan
Beberapa hari kemudian ketika Lily melihat ke arah pintu, dia melihat sosok Etan sedang berdiri di ambang pintu ruang kerjanya. sambil memegang telepon Lily memberi isyarat pada Etan untuk masuk ke dalam ruangannya. Saat Etan melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya, dengan enggan Lily mengalihkan perhatiannya pada figur ketampanan Etan untuk kembali fokus pada suara di teleponnya. "Ya, aku akan mengaturnya. Sekali lagi terima kasih." Lily menutup teleponnya lalu menulikan sesuatu di buku agendanya. Setelah selesai, Lily berbalik dan tersenyum pada Etan."Aku senang kau bisa menemuiku hari ini." Kata Lily."Aku selalu senang bisa meluangkan waktuku untukmu Lily." Jawab Etan. Lily kesal pada dirinya sendiri ketika Etan tersenyum padanya membuat pipinya menjadi terasa panas. "Aku pikir alasanmu memintaku datang ke sini karena kau menerima tawaranku." Kata Etan sambil mencondongkan badannya ke depan, telapak tangannya bertumpu di atas meja Lily. Wajah Etan hanya beberapa inci dari wajah L
Keesokan harinya saat jam makan siang, Paula berjalan melintasi pintu ruang kerja Lily dan melemparkan dompetnya di atas meja kerja Lily. "Apa pun kondisinya jangan biarkan aku mendekati mesin otomatis jajanan itu. Seminggu lagi aku punya janji untuk mencoba gaunku dan selama itu aku hanya boleh makan salad sayur atau pun buah."Lily tertawa tidak begitu antusias. Di benaknya dia masih memikirkan kejadian tadi malam, dia terlalu sibuk mengurusi diet Paula agar terlihat ramping saat menggunakan gaun pengantinnya. Sepanjang malam dia tidak bisa tidur, mencoba untuk membuang ingatan itu saat pikirannya terus berkutat dengan tawaran yang di berikan Etan. Namun sebagian besar dia terjaga sepanjang malam karena bibirnya masih terasa bengkak akibat dari ciuman ganas Etan.Setelah menjatuhkan tubuhnya di atas kursi, Paula memiringkan kepalanya ke arah Lily. "Ada apa denganmu?""Tidak ada apa-apa." Jawab Lily berbohong.Paula menatapnya sambil membuka tutupan tupperware-nya. "Omong kosong. kau
"Dan aku berjanji pada Dani aku akan memastikan kau sampai ke mobilmu dengan selamat." Kata Etan.Lily berusaha melawan debar jantungnya melihat kebaikan hati Etan. "Terima kasih. Kau baik sekali." Dia menunjuk ke arah lorong yang menurun. "Mobilku parkir di sana.""Aku akan mengantarmu." Ketika Lily menatapnya dengan sinis, Etan tersenyum. "kau tahu, untuk membuktikan etika kesopanan seorang pria pada wanita.""Baiklah kalau begitu." Jawab Lily.Suara sepatu mereka bergema di lantai beton, mengisi kesunyian. "Jadi, kau tinggal dekat sini?" Tanya Etan."Tidak. Sekitar tiga puluh menitan dari sini." Jawab Lily."Tidak terlalu baik mengendarai mobil sendirian, terutama saat jalanan sepi." kata Etan.Lily menundukkan kepalanya untuk menahan tawanya pada usaha Etan untuk basa basi. "Apa yang lucu?" Tanya Etan.Lily tersenyum. "Aku hanya penasaran kapan kau mungkin akan menyinggung masalah cuaca." "Begitu buruk, ya?" Tanya Etan."Tidak ada." Jawab Lily singkat.Etan tersenyum ke arahnya.
Lily berjuang melawan emosi yang membanjirinya dengan munculnya kembali ingatannya tentang tunangannya itu. Kekecewaan yang ada sebanyak kesedihannya. Sudah berapa kali dia menyiksa diri karena memundurkan tanggal pernikahan mereka? Pada saat itu, dia pikir itu adalah hal yang masuk akal. Lily ingin menyelesaikan kuliah, kemudian dia menginginkan Ryan menyelesaikan sisa prakteknya pada sekolah kedokteran. Dan juga tentang kehamilannya. Etan membawanya keluar dari lamunannya. "Ya Tuhan, aku minta maaf." Kata Etan sambil meringis."terima kasih." Jawab Lily."Sudah berapa lama?" Tanya Etan lagi sambil meneguk minumannya."Empat tahun." Jawab Lily singkat.Etan tersedak oleh birnya yang baru saja dia minum. Setelah dia pulih dari batuk, dia mengangkat kepalanya dan menatap Lily dengan terkejut. "Kau belum pernah tidur lagi dengan seseorang selama empat tahun?""Belum." Jawab Lily pelan, sambil menjalankan jarinya di sepanjang gelas minumannya. Dia membenci dirinya sendiri karena telah m
"Apa yang salah dengan baby shower? Apakah ada yang mabuk karena minum alkohol dan tidak ingin bermain permainan 'tebak apa yang ada isi di dalam popok?" Tanya Etan setengah becanda.Baiklah, bukan itu pertanyaan yang Lily bayangkan. "Bagaimana kau tahu acara yang ada di baby shower?" Tanya Lily."Aku punya kakak perempuan. Percayalah, aku sudah menghabiskan waktuku di acara baby shower yang mereka adakan." Jawab etan sambil meringis."Aku bisa menebak kalau kau terpaksa mengikuti acara itu." Kata Lily sambil tersenyum."Jadi, apa yang terjadi?" Tanya Etan."Tidak ada yang terjadi. Hanya saja rasanya lebih sulit dari pada yang aku bayangkan." Jawab Lily sambil mengangkat bahu."Karena kau menginginkan seorang bayi?" Tanya Etan.Lily terkejut dan hampir menjatuhkan kentang gorengnya. "Bagaimana bisa kau...?""Dani yang menceritakannya padaku." Jawab Etan.Mata Lily melebar karena terkejut dan merasa panas di kedua pipi dan telinganya. "Benarkah? Apa lagi yang dia katakan?"Etan mengang
Ketika pintu tertutup, Lily menghembuskan napasnya yang sudah lama dia tahan dengan suara desahan yang berlebihan. Merasa lelah, dia bersandar di meja wastafel. 'Pergi minum dengan Etan Benedict, apa kau sudah gila? Setiap wanita di gedung ini tahu reputasinya. "Tidur dengan mereka dan tinggalkan mereka", kecuali kau sudah siap patah hati. Kau seharusnya menjauhi dia." Batin Lily. Ingatan tentang pertemuan mereka di pesta waktu itu terlintas seperti badai yang merasuk ke dalam benaknya.Menjadi orang baru dalam perusahaan, Lily mengawasi setiap pria lajang. Setelah memergoki Etan yang sering menatapnya beberapa kali, dengan polosnya dia menanyakan pada Paula siapa pria itu. Paula langsung menggelengkan kepalanya begitu cepat, Lily yakin lehernya akan mengalami asam urat. "Dia pria penggoda. Jadi kau harus menjauh darinya kecuali kau memang ingin tidur dengannya." Kata Paula. Wanita yang lain menimpali dengan cerita yang sangat detail mengenai Etan yang terkenal suka memburu wanita y