Sudah siap jadi saksi ijab kabulnya Felix menikahi Veronica? Haha Yuk komen dan vote ya :D
"Kau tidak ingin menambahkan beberapa poin lagi?"Felix bertanya setelah Veronica memutar layar komputer untuk ia perlihatkan, telah selesai memasukkan poin-poin keinginannya yang membuat posisinya setara sebagai istri Felix, jika mereka memang benar-benar harus menikah. "Tidak. Itu sudah cukup!" Veronica menuliskan jika Felix tidak boleh menyakitinya, dirinya juga bukan budak yang tidak boleh menolak keinginan aneh Felix serta poin lainnya seandainya mereka memiliki anak dan keadaan menuntut mereka bercerai, Veronica tetap memiliki hak bertemu anaknya sebagai ibu yang melahirkan. Felix mengganti judul surat perjanjian yang sebelumnya adalah perjanjian nikah kontrak menjadi 'Perjanjian Cinta Felix dengan Veronica'. Terdengar ironis, karena Felix masih menolak mengakui perasaannya pada Veronica. Meski ia terkesan sengaja memanipulasi agar cantik itu mau menikah dengannya. Bahkan, batangnya tadi malam sudah separuh masuk ke dalam celah lembut Veronica. "Oke, itu bagus!" tanggap Vero
"Kakak yakin akan menikah?" Selena bertanya kembali memastikan keputusan Veronica yang akan menikah. "Mereka keluarga Salvatore, kak ..." Veronica membawa Selena duduk pada kursi, menggenggam erat telapak tangan adik perempuannya itu yang terasa dingin, "Ya, aku akan menikah dengan Felix Salvatore." sahut Veronica sembari menganggukkan kepala samar pada Selena. "Bagaimana kalau mereka tau jika kita adalah keturunan Papa, orang yang menyebabkan tragedi kematian Ibu dan paman mereka? "Kita berbeda dengan Efka." tukas Veronica cepat, menolak menyebut 'papa' ke pria yang juga telah menghancurkan keluarganya. "Ini sangat berisiko, kakak. Bagaimana jika mereka menyiksamu nanti? Aku tidak bisa membantumu ..." suara Selena semakin mencicit pedih. Veronica merengkuh kepala Selena untuk dia bawa ke depan dadanya, "Tidak akan terjadi hal yang buruk, selama kita berdua hidup. Percayalah, kakakmu ini bukanlah wanita lemah yang bisa ditindas lelaki." Selena mendongakkan wajahnya memandang lek
Usai menyantap hidangan bersama keluarganya, Felix membawa Veronica ke kamar pengantin mereka yang telah dipersiapkan dan dihiasi oleh Susie, Aghna juga Zeze. Hari masih menjelang sore, cuaca di luar terlihat sejuk tetapi di dalam kamar, kipas dari pendingin central hotel cukup dingin.Veronica merasakan tubuhnya merinding begitu memasuki ruangan kamar. Dimana Felix tidak melepaskan pegangan tangan dari pinggang rampingnya. Felix meraih remot AC di atas meja dan menyettingnya ke suhu paling dingin. Hidung Felix bisa mencium aroma dari sesuatu yang ia pinta Hvitserk siapkan sewaktu di parkir hotel, menguar dari bungkusan pewangi, tergantung di depan AC. Sudut bibir Felix menyunggingkan senyuman tipis, memuji ide luarbiasa Hvitserk, menggantungkan aroma zat perangsang di AC. "Apa kau gerah? Ingin mengganti gaunmu?" Felix menoleh bertanya pada Veronica yang sedang mengusap ujung hidungnya, berdiri di depan jendela kaca besar memperhatikan pemandangan luar. "Ada apa? Kau alergi aroma
Veronica bergegas meraih pakaian dalamnya yang terjatuh ke lantai oleh Felix, begitu ia melihat wajah suaminya tersebut mengeras serius saat menerima panggilan telpon yang samar-samar telinganya mendengar kalimat 'kecelakaan di restoran'. Felix pun juga menjangkau pakaiannya untuk ia pakai dengan sangat cepat setelah menutup panggilan telpon dari anak buahnya. "Ada apa?" Veronica memberanikan diri bertanya sesudah Felix mereguk besar air minum dalam gelas yang baru saja ia tuangkan di meja bar dan meletakkan gelas kosongnya ke atas meja. dekat Veronica. "Ada yang perlu ku lakukan. Tunggu saja di sini, nanti aku kembali." Veronica sudah bangkit dari ranjang sejak tadi, menggoyangkan tubuhnya, memakai gaun pengantinnya kembali tetapi bagian punggung terbuka karena kesulitan untuk mengancingkannya seorang diri. Felix sudah memakai sepatunya, melangkah terburu-buru menuju pintu, namun teriakan Veronica yang berlari di belakangnya, sontak membuat kening Felix mengernyit heran. "Ku bi
"Selena ...!"Mobil Felix belum berhenti sempurna, tapi Veronica sudah melompat turun dan berlari ke arah tenaga medis yang hendak memasukkan brangkar membawa Selena ke dalam ambulance untuk dibawa pergi ke rumah sakit setelah diberikan penanganan darurat. Bibir Selena tersenyum tipis, menyingkirkan nebulizer yang membantu pernapasan sesaknya, mengulurkan tangan meraih telapak tangan Veronica yang langsung menggenggamnya erat. "Kakak ...maaf, aku tidak bisa menyelamatkan para chef kita." Selena memang sedang berada di area bartender bersama Keanu sewaktu mendengar suara ledakan di dapur restoran. Ada lima chef yang sedang bekerja di dapur, tiga orang tewas terpanggang oleh ledakan gas, dua orang lainnya berhasil diselamatkan oleh Selena.Namun gedung restoran ambruk, Selena bersama dua orang chef hampir tertimpa tiang dan atap yang jatuh. Akibatnya mereka menjadi terkunci tidak bisa membuka pintu keluar dari area dapur yang tertutup puing.Keanu dan karyawan restoran berhasil meng
Di kediaman Felix, Zeze baru saja turun dari pohon, memetik banyak buah lemon bersama pelayan, untuk nanti diolah menjadi selai. "Zee, ada semut berdempetan!" Freyaa berteriak dengan suara sangat pelan mengibaskan telapak tangan agar saudarinya itu datang mendekat. "Aku sudah melihatnya sejak tadi, mereka terus berduaan!" tambah Freyaa sembari menunjuk dua ekor semut hitam berukuran besar sedang terlihat menyatu di dahan daun lemon. "Oh itu mereka sedang kawin." Zeze memberitahu asal pada Freyaa. Susie yang sedang mengumpulkan lemon ke dalam keranjang bersama pelayan, mengerutkan keningnya menahan senyum melirik Zeze yang sering berkata ceplos pada Freyaa. Sedangkan para pelayan menggigit bibir mereka masing-masing agar tidak meledakkan tawa. Sejak ada Zeze dan Freyaa, kediaman Felix tidak lagi sepi, dingin dan kaku seperti di Cape Town. Sepanjang hari, ada saja tingkah lucu menggemaskan dari Zeze dan Freyaa. Gelak tawa mereka yang melengking ceria, membuat para pelayan ikut senyu
Ketika Aghna terhuyung mendengar perkataan Felix kecelakaan, Freyaa langsung meluncur dari gendongan Mammina-nya itu, berlari mengejar Sandi yang menuju garasi mobil. "Freyaa?!"Sandi terkejut melihat Freyaa telah naik, duduk pada kursi penumpang dan mencoba menarik sabuk pengaman yang sulit dia lakukan, sementara pintu di sampingnya masih belum ia tutup."Eyaa mau bertemu paman!" ucap Freyaa menoleh dengan tatapan serius juga sangat tajam pada Sandi yang akhirnya menganggukkan kepala, membantu menarik sabuk pengaman ke depan tubuh gadis kecil mereka itu juga menutup pintu mobil. Baru saja mobil yang dikemudikan Sandi keluar dari halaman, ponsel dalam kantung celananya berdering, "Ya. Freyaa ada bersamaku. Jangan kuatir." Sandi langsung memberikan jawaban pada Susie yang menghubunginya. Sandi menoleh sekilas pada Freyaa yang menatap lurus tidak berkedip ke arah depan. Sandi seolah diingatkan pada kecilnya Zetha yang terlihat sangat menakutkan ketika serius. Di tempat lain, Alfred M
Keanu masuk ke dalam ruangan perawatan Selena, membawa tentengan makanan juga camilan kesukaan istrinya itu. "Pergilah. Malam ini aku akan berjaga di sini." ucap Keanu sembari menganggukkan kepala pada Felix, lalu ke Veronica. "Uhm, kabari aku kalau Selena sudah bangun." Veronica tidak punya alasan lagi menolak ajakan Felix pergi makan malam. Lagipula Veronica juga perlu menjaga kedekatannya dengan Felix agar ia bisa menguak tujuan pria tampan itu menikahinya. Felix menarik Freyaa di sofa yang telah menghabiskan puding susu ke gendongannya dan gadis kecil tersebut melambaikan tangan pada Keanu yang juga balas melambai sambil tersenyum tipis. Freyaa sama seperti Zeze, mereka tak akan bisa dekat dengan seseorang jika orang tersebut tidak memiliki hati yang tulus. Begitu mereka tiba di lorong rumah sakit, "Tunggu sebentar, ada yang perlu ku lakukan." ucap Felix menoleh pada Veronica, hendak menyerahkan Freyaa di gendongannya. Veronica langsung menggamit lengan Felix, "Aku ikut den
"Sister ...!" Felix berteriak terkejut mendapati ruangan tengah kediamannya terang benderang, ada tujuh ranjang portable tersusun dengan tubuh anak buahnya di atasnya, sementara Zetha dan Simon masih belum selesai melakukan operasi darurat mengeluarkan peluru dari John.Hvitserk sudah dipindahkan ke dalam ruangan perawatan yang dijaga oleh ketat beberapa pelayan wanita.Luciano, Billy yang sudah terbiasa melihat tindakan perawat di rumah sakit Siniy Dom, Nyaksimvol, Rusia, serta para pelayan lainnya di kediaman ikut membantu membebat lengan, perut, menghentikan pendarahan para anak buah Felix yang terluka menunggu giliran ditangani oleh Zetha dan Simon,Charles di bagian dapur tidak bisa diam. Ia memerintahkan pelayan bawahannya menyiapkan bubur, minuman serta makanan besar untuk Zetha, Luciano, Simon serta Felix, juga pria itu bolak balik memastikan air hangat serta kain lap tersedia untuk membantu melancarkan pekerjaan Zetha serta Simon.&
"Kau pemlik gallery lukisan!" Felix masih ingat lukisan yang ia pinta John membelinya untuk di dalam ruangan kerja Veronica memiliki kamera tersembunyi. Felix sebenarnya sudah pernah bertemu dengan pria pemilik gallery lukisan tersebut yang mengadu tentang perusahaan supplier milik keluarganya terancam bangkrut karena Alfred Mussolini terus meminta upeti.Sang pria sudah berdiri, membungkukkan tubuhnya hormat pada Felix, "Ikutlah denganku, maka keponakan Anda akan aman." Entah berapa banyak informasi yang didapatkan oleh pria di depannya, tapi bibir Felix menyeringaikan senyuman tipis dengan tatapan berkilat kejam memindai sang pria pemilik gallery lukisan."Kau tau tentang keponakanku?" pancing Felix seraya tersenyum seakan mengendorkan kewaspadaannya. "Keponakan Anda menjadi inang racun The Queen. Bukankah Anda sedang mencari keberadaannya saat ini?" jawab sang pria ditanggapi anggukan samar Felix. "Racun dalam tubuh Anda bisa memanggil inang The Queen kembali. Karena itu Anda h
Felix berhasil menarik tubuh besar Hvitserk keluar dari mobil dan membawanya menjauh sebelum van meledak dengan api membubung tinggi. "Perintahkan yang lain menangkap mereka semuanya, Knox! Jangan ada satupun yang lolos!" titah Felix pada Knox yang sudah melompat melindungi bosnya itu dari tembakan dengan membidik tepat sasaran menjatuhkan anak buah Alfred yang bersembunyi di dalam gedung, atas atap serta gang-gang gelap. Tangan Hvitserk menggapai mencengkeram bagian depan pakaian Felix yang memeluknya, "Temukan istrimu sebelum Edward membunuhnya dalam kecelakaan." "Simpan tenagamu, jangan banyak bicara!" Felix berusaha memapah Hvitserk menuju mobilnya. "Edward, dia adalah sepupunya Veronica dan pria itu ingin istrimu mati dalam kecelakaan." Hvitserk tidak menghiraukan teguran Felix, ia tetap menyampaikan info dengan lancar dalam satu tarkan napasnya sebelum semuanya terlambat. Felix membolakan netranya memandang Hvitserk yang menggerakkan kepala membuat anggukan dan susah payah
"Mister Salvatore ..." Lorenza menyentuh lembut lengan Felix, karena tiba-tiba bos tampannya itu terdiam setelah mendengar perkataannya. "Aku harus pergi. Jaga dirimu, Lo!"Felix bangkit berdiri dari duduknya, menoleh sekilas pada Lorenza ketika mengucapkan perkataannya, kemudian beralih menatap lurus ke netra Hvitserk yang reflek mengikuti bangkit dari kursinya dengan tetap tidak melepaskan lengan dari pinggang Erika. "Arkada menyuntikkan racun modifikasi pada Zee," bisik Felix ke Hvitserk yang refleks mengeratkan pelukan lengannya ke pinggang Erika. Erika tidak tahu apa yang sedang terjadi, tetapi melihat wajah tegang Felix dan Hvitserk yang semakin mengeratkan lengan, gadis itu tdak banyak berkata, refleks mengikuti Hvitserk. "Ku pikir kalian sibuk menggoda wanita, tak akan pernah tau jika Zeze sedang kritis!" sebuah suara bergema masuk melalui headset mini dalam telinga Felix dan Hvitserk. "Ku pikir kau mencintai Veronica ..." ejek Luca terdengar sinis di telinga Felix. San
Mengetahui Zeze pergi menghilang membawa Veronica dan Freyaa bersamanya, Zetha, Luciano Sky dan Simon langsung meninggalkan pekerjaan mereka pada team dokter Siniy Dom, terbang menggunakan jet tempur menuju Amalfi membawa Billy, asisten Felix. Bagaimanapun, Zetha dan Luciano berharap, Freyaa yang jenius bisa meninggalkan 'pesan' diam-diam untuk mereka di kediaman Felix. Zetha dan Lucano hanya tidak menduga, Freyaa sama sekali belum mengetahui keadaan Zeze yang keracunan. Jika tidak, tak mungkin gadis jenius itu tidak akan bertindak meninggalkan remah nasi agar ditemukan oleh Luca, Simon, dan kedua orangtua mereka. "Apa kau tak bisa makan lagi? Ada apa denganmu? Kenapa kau masuk anginnya lama sekali?!" Freyaa menghampiri Zeze yang duduk termenung di balkon kamar, menatap kegelapan malam yang sengaja gadis itu matikan beberapa lampu, membuat cahaya sangat redup.Sebelumnya Zeze meninggalkan Freyaa dan Veronica di meja makan dengan alasan buang air. namun sebenarnya memuntahkan cairan
"Owh ...?!" telinga Arkada masih mendengar gumaman Hvitserk yang seolah pria itu maklum karena ada anak buahnya mengelilingi. Tapi ...Arkada si pemuda sombong lagi picik yang hanya peduli akan kebutuhan sela pahanya, sama sekali tidak menduga jika akan mendapat serangan secepat kilat dari Hvitserk.Hvitserk memberikan totokan ke urat nadi Arkada, menjalar ke siku bagian dalam dan pundaknya serta leher samping yang mengantarkan dorongan sesak ke rongga dada Arkada karena pasokan oksigen seakan terhenti selama beberapa detik sehingga otomatis genggamannya pada jemari Erika terlepas begitu saja. "Kau?" bibir Arkada berdesis emosi melihat Erika mengulum senyum memandang Hvitserk, dimana pinggang gadis itu sudah berada dalam rangkulan lengan Hvitserk. "Aku apa?" ejek Hvitserk menyeringaikan senyum sinis, "Sudah ku peringatkan, jangan coba-coba mendekati wanitaku. Ini kedua kalinya kau ku lepaskan, tapi tidak untuk ketiga kali!" tambah Hvitserk seraya membawa Erika pergi dari hadapan Ar
"Fells? Ada apa?"Hvitserk yang sedang memperhatikan para artis di agency Mussolini memberikan pertunjukan penyambutan untuk para tamu di atas panggung, merasakan firasat tidak nyaman, langsung menoleh pada Felix di sebelahnya. "Perhatikan sekeliling, segera tangkap Ivar dan Bobby begtu mereka menampakkan diri." ucap Felix dengan nada bergetar sembari satu telapak tangan menekan dada kirinya yang terasa sangat sesak. Sebuah firasat juga dirasakan oleh Felix. Firasat yang membuatnya kesulitan bernapas sehingga harus menekan dadanya sedikit lebih kuat. "Kau ...kau kenapa? Apakah ada sesuatu dalam minuman itu?" Hvitserk mengerutkan keningnya kuatir melihat reaksi wajah Felix yang terlihat sedikit pucat. Felix menggelengkan kepalanya samar, "Fokus pada apa yang ku sebutkan tadi."Beberapa saat lalu, ketika Hvitserk sedang asyik mengedarkan pandangannya memindai para artis Mussolini, mencari keberadaan Erika yang sudah berjanji jika malam ini adalah hari terakhirnya ia berada di bawah
Luca kembali memutar ulang rekaman dari bandul kalung Zeze, "Aku keracunan dan tidak berselera makan ..." keningnya semakin berkerut dalam. Siapapun di keluarga Salvatore tahu jika Simon, Zeze dan Freyaa menuruni bakat kedua orangtua mereka, Zetha dan Luciano Sky yang kebal terhadap berbagai jenis racun. Namun kini, Zeze keracunan. Luca bisa memastikan itu bukanlah racun biasa yang alami melainkan sudah dimodifikasi. "Racun apa yang bisa membuat darahmu tercemar dan kekebalan tubuh kalian hancur?" Luca mengirimkan pesan pada Simon yang sudah berulang kali menghubungi Zeze, tetapi tidak tersambung. "Racun yang sudah dimodifikas dengan darah murni seperti penelitian Efka Reager dahulu." balas Simon menghubungi Luca dengan panggilan video, "Paman bisa menghubungi Zeze? Didi dan Mumma sudah menelponnya, tapi ponselnya tidak aktif." Sudah menjadi kebiasaan bagi Luciano akan menghubungi kedua putrinya setiap hari, entah sedang berada dimanapun ia, Zetha dan Simon berada. "Zeze bersama F
Hvitserk sudah menyiapkan tempat tinggal pribadinya di luar kediaman Felix, kini pria itu membawa Erika ke apartemen pribadinya tersebut. "Ini, tempat tinggalmu?"Erika mengikuti Hvitserk memasuki ruangan apartemen type studio yang hanya memiliki satu ruang kamar tidur menghadap laut tenang jauh dari hiruk pikuk peselancar ataupun pantai penuh turis. "Ya. Kau bisa tinggal di sini." Hvitserk yang berada di depan Erika menjawab cepat, lalu menoleh ke belakang, menangkup wajah Erika yang kini tepat berada di depannya tersebut dengan kedua tangan, "Arkada tidak akan tinggal diam sampai pria bajingan itu melecehkanmu." Erika bukan tipikal wanita yang mudah percaya pada pria, tetapi kini hatinya merasa nyaman tanpa keraguan pada Hvitserk yang sudah menarik satu pergelangan tangannya, membuka satu-satunya pintu kamar dalam unit apartemen tersebut. Melihat tatapan ragu dari Erika yang bahasa tubuhnya juga jelas terlihat sangat kikuk, Hvitserk memegangi kedua pundak gadisnya, "Aku tidak t