Atmosfer ruangan terasa sangat tegang, saat seorang wanita paruh baya tengah duduk sembari menyilangkan kedua kaki. Mata tuanya menatap tajam sang anak dan wanita yang dia temui berada di rumah anaknya. "Bisa kalian jelaskan, apa yang sebenarnya terjadi di antara kalian? Terutama kamu, Dominic! Jelaskan semuanya pada Mama."
Dominic masih terlihat santai. Perhatiannya terus tertuju pada Celine. Tidak menghiraukan keberadaan sang mama, dia justru mengusap lembut wajah wanitanya. Sayangnya, semua itu berlawanan dengan Celine yang ketakutan. "Dominic! Jawab Mama!""Ma, Celine sedang sakit. Tidak bisakah kita membahasnya nanti?" tegurnya. Dominic merasakan Celine tengah ketakutan. Dulu dia pun begitu ketika Jerry berkata akan mengatakan ini pada orang tuanya, tapi sekarang ... dia sudah tidak peduli. Meski dia akan dibuang dan namanya dicoret dari daftar keluarga sekali pun."Karena itu, cepat jelaskan semuanya kalau kamu tidak mau Celine kenapa-kenapa!" desak DDaisy dan Dominic terdiam melihat kemunculan Celine dari balik pintu. Wanita itu tidak benar-benar masuk dan beristirahat. Namun diam-diam mendengarkan. Suara Daisy yang terlampau keras saat berucap, tentu bisa sangat mudah didengar oleh Celine. Semua perkataannya tanpa terkecuali."Kau ... apa kau yang melakukannya?"Pertanyaan kembali berulang saat tidak ada jawaban yang keluar dari bibir keduanya. Matanya mulai berkaca-kaca. Namun tak sedikit pun, Celine bergerak dari tempatnya. Dia masih diam dan memandang lekat keduanya. Kenyataan ini, Celine harap tidaklah benar. Dia harap, Dominic tidak melakukannya. Bagaimana mungkin lelaki itu penyebab suaminya celaka?"Katakanlah sekarang. Celine harus tahu semuanya, apa yang terjadi satu tahun lalu dan apa yang terjadi beberapa bulan lalu. Mama tidak mau menyembunyikannya lagi."Dominic menatap ragu mamanya. Kedua tangannya mengepal erat. Sesaat, dia memejamkan matanya dan mengingat kembali peristiwa satu tahun lalu di
"Lepaskan Celine.""Tidak akan."Dominic menggelengkan kepalanya dengan tegas. Setelah mengantar Celine pulang ke rumahnya, kini dia harus kembali berhadapan dengan Daisy yang masih belum menentukan hukumannya. Sayangnya, Dominic tidak peduli dengan apa yang akan dilakukan mamanya. Asal itu tidak menghalanginya untuk bersama Celine."Sebenarnya apa yang kamu inginkan? Dia wanita yang sudah menikah!""Aku menginginkannya. Aku ingin membuat dia jadi menantu Mama."Daisy terkejut dan tanpa sadar menggebrak meja dengan keras. "KAMU GILA! Itu tidak bisa terjadi, dia memiliki suami!"Dominic tidak terusik sama sekali oleh perkataan Daisy. Dia justru bersandar sembari menyilangkan kedua kakinya. "Mama menginginkan dia jadi istriku 'kan? Aku akan mengabulkannya, tapi Mama harus membantuku untuk membuat Celine bercerai dengan suaminya."Daisy hampir tertawa mendengar perkataan anaknya. Dulu dia memang berpikir seperti itu, tapi merusak k
Dominic menatap kumpulan orang-orang yang menari di bawah lampu yang berkelap-kelip. Musik DJ menambah suasana di area dance floor semakin semarak. Namun tidak sedikit pun dia tertarik untuk ikut bercampur baur dengan mereka. Dia ke sini untuk melupakan patah hatinya karena seorang wanita. Meski tentu itu sulit. Sangat sulit.Sudah dua hari semenjak hubungannya dengan Celine ketahuan mamanya dan sejak itu pula, Celine menghindarinya. Dua hari, wanita itu selalu menghindar saat bertemu. Tidak menyapa dan pergi terburu-buru setelah memberikan berkas di kantor. Menyelesaikan tugas dengan cepat, lalu pulang lebih awal. Itu membuat hubungan mereka menjadi canggung. Mungkin lebih baik jika Celine marah dari pada mendiamkannya.Ini memang kesalahannya. Dia menutupi semuanya. Kecelakaan yang menimpa Rayyan dan keegoisannya yang menginginkan wanita itu ada di dekatnya. Ini salahnya, tapi Dominic tidak bisa mengatakan kalau dia menyesal. Kenyataannya, dia sangat menikmati
Dominic memasuki kantor dengan ekspresi tanpa semangat. Kepalanya masih berdenyut sakit karena dia minum terlalu banyak. Rasanya dia ingin tidur sepanjang hari, tapi pekerjaan hari ini begitu banyak. Dia juga ingin berbicara dengan Celine. Tentu setelah dirinya pulang dari klub, dia dimarahi habis-habisan. Dominic merasa seperti kembali menjadi anak kecil yang dimarahi orang tuanya karena melakukan kesalahan. Walau pun papanya hanya menegur tindakannya. Tidak seperti mamanya yang membuat gendang telinganya serasa ingin pecah."Pagi, Pak."Beberapa karyawan menyapa saat Dominic berjalan menuju lorong ke arah ruanganya. Namun hanya balasan dingin yang diterima. Bahkan lelaki itu tidak melirik dan hanya fokus menatap ke depan. Dominic terus berjalan seperti orang yang linglung. Tujuannya hanya satu, cepat sampai di ruangannya.Hingga akhirnya, dia berdiri tepat di ruangannya. Sebelum masuk, Dominic menghembuskan napas kasar. Setiap pagi, Celine biasanya sudah duduk
"Selamat, Nyonya, Anda sedang mengandung. Usia janin masih sekitar tiga minggu," ucap dokter wanita yang baru saja selesai memeriksa Celine. Menguatkan perkataan dokter sebelumnya yang mengatakan Celine tengah mengandung. Tentu saja bukan bahagia yang wanita itu rasakan, tapi rasa bingung.Sama halnya seperti apa yang dirasakan oleh Dominic. Lelaki itu bergeming di sebelahnya dan menatap Celine lekat. Sampai tiga menit berlalu, barulah Dominic mengalihkan pandangannya pada sang dokter. "Apa itu benar? Ini ... tidak salah 'kan?""Tidak, Tuan. Istri Anda sedang hamil," jawabnya dengan senyum lebar.Dominic melirik kembali ke arah Celine. Dia merasa canggung ketika sang dokter menyangka mereka suami-istri. "Hmm, baiklah. Terima kasih, Dok.""Sama-sama. Tolong perhatikan kondisi istri Anda. Nyonya Celine butuh asupan nutrisi dan pola makah yang teratur."Dominic tidak membalas. Dia hanya mengangguk sembari membawa Celine keluar dari ruangan. Wani
"Tidak, bukan aku. Itu ...."Dominic melirik ke sisi lain. Dia ragu untuk mengatakannya. Masalah mungkin akan semakin runyam ketika dia mengatakan kalau Celine hamil anaknya. Namun, sudah jelas dia terlambat untuk menyembunyikan bukti kehamilan Celine. Dominic mendesah kasar, harusnya wanita itu tidak memintanya dibelikan testpack, karena hasilnya akan tetap positif."Lalu siapa?" Daisy terlihat kebingungan. Dua garis merah itu menandakan kehamilan. Dia tidak mungkin salah. Siapa yang hamil? Daisy mulai berpikir, sampai sebuah nama dan bayangan seseorang melintas begitu saja dalam benaknya. Matanya spontan terbelalak. "Celine? Apa Celine hamil?""Ma, tolong biarkan aku sendiri.""Tidak, katakan pada Mama! Apa tebakan Mama benar? Apa Celine hamil? Dia ... tidak hamil anakmu 'kan?" Daisy memicing curiga. Tangan tuanya yang memegang dua testpack itu terlihat gemetar. Daisy semakin bingung jika tebakannya benar. Bagaimana caranya membereskan semua yang sang anak laku
"Sial, aku hampir tidak bisa menahan diri."Dominic masuk ke ruangannya dalam keadaan penuh emosi. Urat-urat di sekitar area pelipisnya tanpak bermunculan. Terlihat juga di tangan dan leher. Rapat sengketa tanah yang tidak terduga cukup membuatnya naik darah. Dia hampir naik pitam karena tanah milik perusahaannya hendak digugat. Namun untunglah, sertifikat dan hak milik sudah jelas di tangannya. Sayangnya, drama kecil ini membuatnya jengkel. Padahal Dominic harap, di perusahaannya tidak akan ada masalah. Cukup masalah kehidupan dan asmaranya saja yang rumit. Jangan pekerjaannya juga."Apa Anda mau saya buatkan sesuatu?"Dominic melirik Celine yang kini sudah lebih baik. Dia tersenyum lemah dan menggeleng. "Tidak, aku tidak mau apa pun selain kau. Istirahat sebentar lagi, bisa kau temani aku?"Celine tidak langsung mengiyakan. Dia terdiam dan menatap ragu. Seolah takut jika Dominic akan melakukan sesuatu. Celine belum siap jika harus melayani lelaki itu kembali. P
"Tolong ajukan perceraian untuk suamimu."Celine baru saja selesai makan ketika Dominic memberikan selembar kertas ke hadapannya. Dia tidak langsung mengambilnya dan malah menatap Dominic dengan kening berkerut. Celine bingung mendengar kata 'perceraian' dalam kalimat yang terlontar dari mulut lelaki itu. Namun begitu dia melihat kertas yang diberikan Dominic, Celine akhirnya paham apa maksud perkataannya. "Kenapa? Untuk apa kau melakukan ini? Kenapa kau mengaturku?"Dominic terlihat menghembuskan napas kasar dan duduk di sampingnya. Sorot tegas terlihat di matanya. "Kau hamil anakku. Jadi, tidak ada alasan bagimu untuk mempertahankan rumah tanggamu. Kalau tidak sekarang, kau juga akan bercerai dengan Rayyan saat dia tahu kau hamil anakku."Kedua alis tebal Celine berkerut. Dia tidak setuju dengan cara pandang Dominic dan perintah lelaki itu yang menyuruhnya bercerai. "Aku tidak mau.""Celine, bercerailah dari Rayyan, karena aku akan menikahimu.""A-APA?"
Cup.Sebuah kecupan lembut menyentak kesadaran Celine dari lamunannya. Dia menoleh ke arah suaminya yang kini memeluk erat tubuhnya. Bibirnya mengukir senyum manis ketika Dominic mencuri satu ciuman di sana. Sungguh, Celine tidak percaya dengan kenyataan bahwa kini dia menikah dengan lelaki licik yang menjeratnya.Pernikahan yang melelahkan tadi pagi, membuat Celine akhirnya bisa beristirahat sejenak setelah pesta resepsi dan segala adat istiadatnya. Meski sekarang, dia tentu akan melaksanakan kewajibannya sebagai istri Dominic. Melayani suaminya."Kenapa kau belum tidur? Apa ada yang mengganggumu?" tanya Dominic sambil meletakkan kepalanya di pundak Celine. Dia meraih tangan istrinya, namun Dominic mengernyit bingung menyadari ada sesuatu yang dipegang oleh Celine. Dia menarik benda itu dan melihatnya. Membuat Celine mau tak mau ikut berbalik. "Apa ini?""Itu—""Rayyan?"Dominic menatap benda yang ternyata adalah foto Rayyan dan Celine dengan Arion. Ke
Celine terdiam menatap pantulan dirinya depan cermin. Dia tengah mencocokkan gaun pernikahannya dengan Dominic. Setelah lebih dari tiga bulan sejak kematian Rayyan dan persiapan pernikahan, dia akhirnya akan segera menyandang status sebagai istri dari Dominic. Lelaki yang dia cintai sekaligus ayah dari anaknya.Pandangan Celine kemudian terpaku pada perutnya yang membesar. Dia mengusap lembut calon anaknya. Gaun pengantin itu sengaja dibuat besar di bagian perut dan tidak terlalu ketat agar dia tidak terlalu sesak karena perutnya yang buncit. Celine harap dia tidak akan menyesal dengan pilihannya. Dia juga berharap Dominic mengubah sikap buruknya. Meski memang, lelaki itu menjadi lebih perhatian padanya. Namun kadang kala, Dominic keras kepala dan masih tidak mau mengalah dalam beberapa hal. Terutama masalah Dominic yang berubah menjadi sangat overprotektif. Baik padanya atau pada Arion. Dia kadang harus memasang ekspresi marah dulu agar Dominic mengalah.Celine
Celine tersenyum menatap anaknya yang tidur nyenyak bersama Dominic. Arion benar-benar tampak sangat akrab dengan lelaki itu. Celine tidak percaya, hubungan Dominic dengan Arion bisa sedekat ini. Haruskah dia menikah dengan Dominic? Tapi Celine belum melupakan Rayyan, suaminya yang meninggal karena menyelamatkannya. Semua itu membuatnya kembali sedih.Air mata tanpa sadar kembali menetes. Celine mengusapnya kasar dan berbalik untuk pergi. Namun saat dia akan menutup pintu, terlihat Dominic yang terbangun. Lelaki itu mengusap matanya dan menoleh. Lalu bangkit dan menghampirinya."Celine?""Maaf, apa aku membangunkanmu?" tanyanya dengan wajah tidak enak ketika Dominic berjalan mendekat. Celine bisa melihat wajah lelaki itu yang tampak mengantuk. Dia merasa bersalah karena mengganggunya."Tidak, maaf aku ketiduran. Aku tidak sengaja." Dominic tersenyum seraya menutup pintu kamar dan membiarkan Arion sendiri."Kenapa minta maaf? Tidurlah kembali, seperti yang ka
Celine menatap kejauhan rumah milik Dominic. Dia merasa gelisah dan tidak tenang. Celine penasaran, tapi dia ragu untuk mendekat. Ada banyak rasa takut yang menguasainya. Setelah satu minggu lalu berbincang ringan dengan mantan managernya, Celine memutuskan untuk melihat keadaan Dominic dari jauh. Sayangnya, dari jarak seperti ini, dia tidak menemukan siapa pun dan tidak tahu keadaan Dominic.Haruskah dia melangkah lebih dekat?Tidak, Celine merasa bersalah. Dia payah. Dia sudah berjanji untuk pergi dan tidak berhubungan lagi dengan Dominic. Lelaki itu juga pasti sudah membaca surat yang dia titipkan pada Marta. Bagaimana mungkin dia membatalkan niatnya dan menjilat ludahnya sendiri? Jangan konyol! Dia tidak boleh kembali kembali pada Dominic.Kepalanya terus berusaha menahannya dan memintanya untuk berbalik pergi meninggalkan rumah yang ada di seberang jalan. Namun hatinya menyuruhnya tetap melangkah. Pergi menemui Dominic dan memastikan keadaannya. Kepalanya terasa
Dominic keluar dari ruang meeting dengan dibantu Jerry. Dia akhirnya harus turun dari posisinya sebagai CEO dan menerima surat pengunduran diri dari Celine. Dominic bisa menerima dia diturunkan, tapi dia tidak bisa menerima saat mengetahui fakta bahwa Celine pergi darinya. Wanita itu meninggalkan rumah lama dan entah pergi ke mana. Itu membuat hatinya kacau. Dominic merasakan sakit di dadanya. Dia ingin mencari keberadaan Celine dan mendapatkan wanita itu kembali. Dominic sudah berjanji pada Rayyan dan dirinya yang akan menjaga mereka. "Jerry, apa Celine sudah ditemukan?" "Belum, Tuan. Kami masih mencarinya," ucap Jerry sambil membawa turun Dominic menuju mobil di area basement. "Apa tidak ada yang tahu, dia pergi ke mana?" "Tidak, tapi saya diberikan sebuah surat dari seorang wanita tua bernama Marta. Beliau bilang, itu dari Nyonya Celine untuk Anda." Jerry membantu Dominic masuk ke dalam mobil dengan susah payah. Hingga kemudian dia segera berjalan kembali menuju kemudinya. Sebel
Setelah seminggu lebih berada di dalam rumah sakit dan tidak bisa ke mana-mana, akhirnya sekarang Dominic sudah diizinkan untuk pulang, meski itu atas dasar pemaksaan. Dia bisa istirahat di rumah. Sayangnya, seolah baru usai masalah yang dia hadapi, Dominic menerima kabar dari ayahnya yang cukup buruk. Scandal yang menjeratnya enam tahun lalu dan perselingkuhannya terungkap. Beberapa investor ada yang menarik diri dari proyek baru mereka dan saham perusahaan turun drastis. Para pemegang saham pun menuntut diadakan rapat.Dominic tahu pada akhirnya ini akan terjadi. Dia mau tak mau harus mengakui kesalahannya dan menerima konsekuensi atas perbuatannya. Mungkin dia akan diturunkan secara tidak hormat atau bahkan dipenjara. Namun untuk yang kedua, dia tidak mendengar adanya tuntutan, Celine tidak menuntutnya. Apa orang tuanya sudah mengantisipasi hal ini?"Kamu tenang saja. Jangan terlalu memikirkan itu. Tugasmu adalah menyembuhkan diri," ucap Daisy seolah tahu apa yang
Di dalam sebuah padang rumput yang luas, Dominic berdiri kebingungan. Dia tidak tahu di mana dia berada saat ini. Hanya desiran angin yang terdengar. Dia bergeming untuk sejenak. Sampai rasa takut mulai menguasainya. Tidak ada Celine, Arion atau orang tuanya. Tidak ada jalan keluar yang terlihat dan tidak ada seorang pun di sini.Apa dia sudah mati?Pertanyaan itu memenuhi isi kepalanya. Membuatnya ketakutan dan tanpa sadar berlari ke depan. Namun sayangnya, dia tidak melihat jalan keluar. Semuanya hanya padang rumput. Dia yang berlari tanpa alas kaki, tentu saja membuat duri-duri melukai kakinya, hingga mengeluarkan darah. Meski hal tersebut sama sekali tidak membuatnya memelankan langkah kakinya.Sayangnya, di sana Dominic seolah berputar-putar dan hanya rasa lelah yang dia dapat. Suara napasnya yang saling memburu terdengar jelas. Sampai akhirnya, Dominic memutuskan untuk berhenti. Dia jatuh terduduk di antara rerumputan itu. Satu persatu, air matanya berjatu
Pandangan Celine mulai buram oleh air mata. Hatinya hancur saat melihat orang yang dia cintai telah pergi meninggalkannya. Bukan tempat atau waktu yang menjadi pembatas, tapi alam lain. Dia tidak kuasa untuk menahan tangisnya dan jatuh di atas makam itu. Beribu penyesalan atas pengkhianatan yang dia lakukan, kini membuat dadanya terasa amat sangat sakit. Pedang berkarat seolah menembus dan mengoyak tubuhnya menjadi serpihan kecil. Beberapa orang yang datang untuk mendoakan, mulai pergi perlahan dan meninggalkannya yang kini merasakan kehilangan.Penyesalannya terlambat. Celine tidak bisa meminta maaf pada sosok yang dia sakiti. Orang yang selalu menjaganya selama ini dan melindunginya saat dia jatuh. Rayyan telah menghukumnya dengan penyesalan yang begitu dalam. Lelaki itu pada akhirnya telah pergi membawa separuh hatinya. Celine menyesal, tapi dia terlambat untuk mengungkapkan penyesalannya."Ra-rayyan maafkan aku. A-aku bukan istri yang b-baik untukmu. Maafkan aku,"
"Lepaskan Dominic, atau aku akan menembakmu," ancam Celine sambil menodongkan senjata tepat ke arah Jared. Namun lelaki itu terlalu cerdik, hingga menarik tubuh Dominic dan membuatnya sebagai tameng.Celine menelan ludahnya kasar. Air mata lagi-lagi menetes tanpa dikomando. Kondisi Dominic yang dalam keadaan memperihatinkan, membuat hatinya teriris. Lelaki itu menggeleng dan memerintahkan untuk dia pergi. Akan tetapi, Celine tidak mengindahkan. Dia tetap berdiri pada posisinya. Meski pegangan tangannya pada pistol terlihat gemetar, tapi itu tidak menyurutkannya untuk meninggalkan lelaki itu begitu saja."Dia lelaki yang membuat hidupmu menderita. Dia meniduri dan menghamilimu begitu saja. Bukankah seharusnya kau membunuhnya?" ucap Jared sambil mengangkat dagu Dominic dan membuat wajah lelaki itu terlihat oleh Celine.Pandangannya berubah gemetar. Dia tidak suka situasi ini. Celine membencinya. Dominic memang bersalah, tapi saat ini lelaki itu sudah mengakui semu