"Selamat, Nyonya, Anda sedang mengandung. Usia janin masih sekitar tiga minggu," ucap dokter wanita yang baru saja selesai memeriksa Celine. Menguatkan perkataan dokter sebelumnya yang mengatakan Celine tengah mengandung. Tentu saja bukan bahagia yang wanita itu rasakan, tapi rasa bingung.
Sama halnya seperti apa yang dirasakan oleh Dominic. Lelaki itu bergeming di sebelahnya dan menatap Celine lekat. Sampai tiga menit berlalu, barulah Dominic mengalihkan pandangannya pada sang dokter. "Apa itu benar? Ini ... tidak salah 'kan?"
"Tidak, Tuan. Istri Anda sedang hamil," jawabnya dengan senyum lebar.
Dominic melirik kembali ke arah Celine. Dia merasa canggung ketika sang dokter menyangka mereka suami-istri. "Hmm, baiklah. Terima kasih, Dok."
"Sama-sama. Tolong perhatikan kondisi istri Anda. Nyonya Celine butuh asupan nutrisi dan pola makah yang teratur."
Dominic tidak membalas. Dia hanya mengangguk sembari membawa Celine keluar dari ruangan. Wani
"Tidak, bukan aku. Itu ...."Dominic melirik ke sisi lain. Dia ragu untuk mengatakannya. Masalah mungkin akan semakin runyam ketika dia mengatakan kalau Celine hamil anaknya. Namun, sudah jelas dia terlambat untuk menyembunyikan bukti kehamilan Celine. Dominic mendesah kasar, harusnya wanita itu tidak memintanya dibelikan testpack, karena hasilnya akan tetap positif."Lalu siapa?" Daisy terlihat kebingungan. Dua garis merah itu menandakan kehamilan. Dia tidak mungkin salah. Siapa yang hamil? Daisy mulai berpikir, sampai sebuah nama dan bayangan seseorang melintas begitu saja dalam benaknya. Matanya spontan terbelalak. "Celine? Apa Celine hamil?""Ma, tolong biarkan aku sendiri.""Tidak, katakan pada Mama! Apa tebakan Mama benar? Apa Celine hamil? Dia ... tidak hamil anakmu 'kan?" Daisy memicing curiga. Tangan tuanya yang memegang dua testpack itu terlihat gemetar. Daisy semakin bingung jika tebakannya benar. Bagaimana caranya membereskan semua yang sang anak laku
"Sial, aku hampir tidak bisa menahan diri."Dominic masuk ke ruangannya dalam keadaan penuh emosi. Urat-urat di sekitar area pelipisnya tanpak bermunculan. Terlihat juga di tangan dan leher. Rapat sengketa tanah yang tidak terduga cukup membuatnya naik darah. Dia hampir naik pitam karena tanah milik perusahaannya hendak digugat. Namun untunglah, sertifikat dan hak milik sudah jelas di tangannya. Sayangnya, drama kecil ini membuatnya jengkel. Padahal Dominic harap, di perusahaannya tidak akan ada masalah. Cukup masalah kehidupan dan asmaranya saja yang rumit. Jangan pekerjaannya juga."Apa Anda mau saya buatkan sesuatu?"Dominic melirik Celine yang kini sudah lebih baik. Dia tersenyum lemah dan menggeleng. "Tidak, aku tidak mau apa pun selain kau. Istirahat sebentar lagi, bisa kau temani aku?"Celine tidak langsung mengiyakan. Dia terdiam dan menatap ragu. Seolah takut jika Dominic akan melakukan sesuatu. Celine belum siap jika harus melayani lelaki itu kembali. P
"Tolong ajukan perceraian untuk suamimu."Celine baru saja selesai makan ketika Dominic memberikan selembar kertas ke hadapannya. Dia tidak langsung mengambilnya dan malah menatap Dominic dengan kening berkerut. Celine bingung mendengar kata 'perceraian' dalam kalimat yang terlontar dari mulut lelaki itu. Namun begitu dia melihat kertas yang diberikan Dominic, Celine akhirnya paham apa maksud perkataannya. "Kenapa? Untuk apa kau melakukan ini? Kenapa kau mengaturku?"Dominic terlihat menghembuskan napas kasar dan duduk di sampingnya. Sorot tegas terlihat di matanya. "Kau hamil anakku. Jadi, tidak ada alasan bagimu untuk mempertahankan rumah tanggamu. Kalau tidak sekarang, kau juga akan bercerai dengan Rayyan saat dia tahu kau hamil anakku."Kedua alis tebal Celine berkerut. Dia tidak setuju dengan cara pandang Dominic dan perintah lelaki itu yang menyuruhnya bercerai. "Aku tidak mau.""Celine, bercerailah dari Rayyan, karena aku akan menikahimu.""A-APA?"
"Celine, kau harus ingat kata-kataku, orang yang harus kaujauhi selain Jared adalah Tiffany. Jangan dekati dia."Dominic berucap dengan pandangan yang lurus ke depan. Menatap jalanan yang terlihat ramai begitu mereka pulang. Untung saja dia tadi melihat Celine dan bisa membawa wanita itu pergi sebelum Tiffany membawanya. Dominic tidak tahu apa yang akan terjadi seandainya dia terlambat."Kenapa memangnya? Apa karena dia mantanmu? Kau takut?" desak Celine sembari mendekatkan dirinya. Dia menatap Dominic tajam. Jangan katakan, lelaki itu masih memiliki perasaan untuk Tiffany?"Aku tidak bisa menjelaskannya. Ini terlalu rumit, aku tidak mau dia menyakitimu.""Dia hanya sakit hati karena kau memutuskan pertunangan begitu saja. Kau memang berengsek."Mendengar kata 'berengsek', Dominic spontan melirik ke arah Celine dengan bingung. Dia bisa melihat tatapan kesal di mata wanita itu. "Kenapa aku yang berengsek? Wanita itu yang mengkhianatiku. Dia membuatk
Celine berdiri di depan pintu kamar sang anak. Dia berpikir sesaat, sebelum kemudian membuka pintu dengan pelan. Di meja belajar, terlihat Arion tengah sibuk mengerjakan tugas dan kedatangannya jelas mengganggu kegiatan sang anak."Mama, ada apa? Al lagi ngerjain tugas."Senyum lebar membingkai wajah cantik Celine. Dia dengan pelan melangkah mendekati putranya dan duduk tepat di samping Arion. Tangannya terulur menyentuh kepala anaknya dan memerhatikan apa yang ditulis. Sayangnya, saat dia hendak membacanya, Arion sudah lebih dulu menutup bukunya dengan cemas."Kenapa ditutup? Mama mau lihat, Al nulis apa.""Bukan apa-apa, Ma. Al mau ngerjain matematika dulu." Arion segera memasukkan buku yang tadi dia tutup ke mejanya dan kembali menulis tugas lain.Celine penasaran, tapi dia memilih tidak bertanya lebih lanjut. Ada hal lain yang lebih penting dari itu. "Al, kata Papa, Al berkelahi, ya? Kenapa Al melakukan itu? Mama dan Papa nggak pernah ngajari
"Jadi, apa yang kalian lakukan sekarang?"Daisy menatap lekat Dominic dan Celine bergantian yang kini duduk di hadapannya. Pertemuan tak terduga saat makan siang, membuatnya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Tentu saja kemunculannya yang mendadak seperti ini berhasil membuat anaknya serta Celine kaget."Apa yang Mama lakukan sekarang?" Dominic balik bertanya."Mama sedang bertanya, bisa kamu serius?"Dominic seketika memutar bola matanya dan mendesah kasar. "Kami sedang makan, sampai Mama datang dan mengganggu.""Di ruangan private seperti ini?" Daisy mencondongkan tubuhnya dan menatap penuh selidik pada Dominic. Dia mencium niat busuk sang anak. Lalu pandangannya kemudian beralih pada Celine. Tatapannya terlihat datar, tidak seperti sebelumnya yang penuh senyum. "Kamu, kenapa kamu bersedia pergi dengannya? Kenapa tidak menolak? Bagaimana jika Dominic melakukan sesuatu yang buruk padamu?"Celine tergagap. "I-itu—""Ma, berhenti me
"Kau sekarang puas?" Celine mendelik tajam ke arah Dominic. Dia keluar dari restoran dalam keadaan kalut setengah bingung. Perkataan Daisy membuatnya merasa terusik. Dia terganggu dan tidak bisa berhenti memikirkannya. Bercerai dan menikah dengan Dominic atau berpisah dengan anak yang bahkan belum dia lihat."Tidak. Aku belum puas sebelum kau menjadi milikku."Tempat parkir yang cukup sepi, membuat Dominic tidak ragu untuk merangkul pinggang ramping wanitanya. Dia berniat mencuri ciuman di bibir Celine, sayangnya secepat kilat wanita itu menghindarinya."Berhenti melakukannya di tempat umum." Celine menutup wajah Dominic dengan salah satu tangannya, namun lelaki itu tanpa diduga malah menjilat tangannya dan membuat Celine kembali menariknya. Dia sampai harus mengeluarkan tisu basah untuk membersihkannya. "Itu sangat menjijikkan.""Apa pun tentangmu, tidak ada yang menjijikkan bagiku."Celine hanya bisa mendengkus kasar. Dia tidak percaya dengan ucapan
Isak tangis memenuhi area pemakaman. Celine bersimpuh di pusara sang mertua bersama suaminya. Tragedi kecelakaan itu telah menjadi akhir bagi kehidupan Mira. Celine tidak menyangka jika mertuanya akan pergi meninggalkannya begitu saja. Menyisakan luka mendalam bagi dia dan suaminya. Beberapa dari keluarga Rayyan turut hadir dan juga ikut bersedih. Meski tidak ada yang bisa merasakan kesedihan mendalam seperti apa yang dirasakan sang suami.Celine merasa bersalah dan hanya bisa menyalahkan dirinya atas meninggalnya Mira. Ini salahnya yang tidak bisa menahan mertuanya lebih kuat atau mungkin, ini salahnya karena dia menarik Mira yang ingin pergi. Hanya karena dia takut Mira akan mengadukan perbuatannya pada Rayyan, dia telah bertindak egois dan menyebabkan mertuanya meregang nyawa.'Bu, maafkan aku,' sesal Celine dalam hati.Suasana di pemakaman itu mendung dan kini awan hitam sudah berkumpul. Membuat satu persatu orang-orang di pemakaman mulai beranjak dan pergi.