"Mas, apaan sih pakai video call segala?"Suara teguran Julia dari seberang sana, membuat Yudhistira lantas terkekeh. Pria itu menerbitkan senyumannya begitu melihat wajah Julia."Kangen, Bee. Emang nggak boleh video call, ya?"Julia terkekeh. "Ya boleh. Mas lagi sarapan, ya?""Iya, Bee. Kamu sendiri yang nyuruh aku buat mengatur pola makanku, kan? Sekarang aku selalu nurutin apa kata kamu. Kamu lagi di mana, sih?"Aku lagi di belakang rumah, Mas. Tadi habis lihat Mbak Ira nyiramin tanaman-tanaman di belakang rumah, akunya jadi pengen ikut gerak.”“Astaga, Bee. Kamu bukannya harus istirahat, ya? Jangan melakukan apa-apa, biar Mbak Ira yang melakukannya.”“Iya, iya. Ini aku juga udah duduk, kok Mas. Sebenarnya aku udah sehat, Mas. I swear, I feel better right now” Julia tersenyum kecil. Meskipun dia diharuskan beristirahat di rumah, Julia merasa tak lagi kesepian lantaran ada Mbak Ira yang sementara waktu menemaninya di rumah. Yudhistira sengaja menyewa seorang asisten rumah tangga sej
“Kenapa muka lo ditekuk kayak lipatan lemak gitu?” Yudhistira menghela napas. Membiarkan Arjuna, Bayusuta, dan Antasena duduk di sofa ruangannya dengan satu tangannya yang memegang segelas kopi masing-masing. Ketiganya baru saja selesai waktu istirahatnya di Despresso Coffee, sementara Yudhistira memilih untuk tidak bergabung dengan mereka lantaran masih ada laporan yang harus dikerjakannya.“Semenjak Julia nggak masuk, nggak ada yang beliin kopi gue,” kelakar Bayusuta dengan entengnya.“Beli sendiri lo!” sungut Yudhistira terlihat kesal.“Iye, iyeee. Nyebelin amat lo lama-lama. Emang biasanya Julia yang beliin kita kopi, kan?”“Kalian ngapain di sini, sih? Nggak ada kerjaan apa?” tanya Yudhistira heran.“Mau ngehibur lo yang lagi bete,” jawab Bayusuta dengan enteng. “Itu si Nenek Sihir pagi-pagi ngapain nemuin lo tadi?”“Nggak apa-apa.” Yudhistira mendesah lelah, lalu bangkit dari duduknya dan langsung bergabung dengan sahabatnya di sofa. “By the way, kapan project dengan Pak Anwar
"Julie seharian ini baik-baik saja, kan Mbak?" tanya Yudhistira kepada Mbak Ira, pria itu baru saja membereskan piring-piring yang digunakan untuk makan malamnya tadi."Baik, kok Mas Yudhistira. Malah udah kelihatan bugar dan segar habis potong rambut tadi,” jawab Mbak Ira kemudian.Yudhistira mengangguk, lalu menoleh ke arah Julia yang saat ini tengah duduk di sofa dengan setoples keripik kentang di pangkuannya, dengan tatapannya terarah pada kotak catur di atas mejanya. Perempuan itu sedang menyusun papan tersebut, lantaran setelah ini mereka akan bermain."Makasih banyak udah bantu saya jagain Julie, ya Mbak.""Sama-sama Mas Yudhistira, lagian saya kalau di rumah juga nggak banyak yang dikerjakan. Sekarang di sini saya bisa melakukan banyak kerjaan, rasanya senang. Mbak Julie ini pacarnya Mas Yudhistira gitu, ya?”"Iya, Mbak Ira. Rencananya saya pengen ngajak dia nikah.”"Wah, saya ikut bahagia, Mas. Semoga juga Ibu lekas pulih dan membaik, ya Mas. Rasanya kangen sekali, sudah bert
YUDHISTIRA sadar betul apa yang harus dilakukannya saat ini. Biar bagaimanapun Julia adalah tujuan hidupnya sekarang. Maka dia perlu memastikan apa yang hendak dilakukannya nanti bisa berjalan sesuai dengan rencananya.Yudhistira mengangkat tangannya ke depan. Lalu mengetuk pintu yang ada di hadapannya. Tak berselang lama, suara langkah seseorang dari dalam terdengar. Yudhistira mundur selangkah, bersamaan dengan pintu yang ada di hadapannya terbuka. Memunculkan Sasi yang tengah berbadan dua, dengan senyuman memukaunya."Mas Yudhistira?""Hai, Sasi. Apa kabar?""Baik, Mas. Mas Yudhistira apa kabar?""Baik juga. Mahesa ada?"Sasi mengangguk kecil. "Ada, Mas. Barusan banget kami baru selesai sarapan. Sekarang Mas Mahesa lagi di taman belakang sambil baca koran. Masuk, Mas.""Iya."Sasi mendorong pintu ke belakang dan membiarkan Yudhistira melangkah masuk ke dalam. Semenjak Mahesa dirawat di rumah sakit selama sebulan, lalu dia diizinkan untuk pulang, ini pertama kalinya Yudhistira meng
"Mbak Julia, udah sehat beneran, kan? Sakit apa, sih Mbak?""Sakit hati, Ray."Rayya mencebikkan bibirnya. Lalu memutar matanya seperti yang selalu dilakukannya. "Kan udah ada penawarnya. Gosip di kantor, mah nggak usah diambil ati kali, Mbak. Netizen mah diiyain juga mingkem, kok.""Iya, Ray. Saya mah bodo amat, kok. Tapi kamu pasti kaget, ya?""Jelas lah, Mbak!" sungut Rayya berpura-pura kesal. "Dari lantai satu sampai lantai lima puluh dua, coba bayangkan dong! Cuma saya doang yang dekat sama Mbak Julia, kan? Bisa-bisanya Mbak nggak bilang kalau udah ada pacar! Udah gitu pacarnya salah satu BoD di sini pula!""Dekat karena biar kaku gampang nyari info soal Pak Mahesa, kan, Ray?""Dih, Mbak Julia kok nyinyir kayak netizen, sih?" Rayya lantas memindahkan potongan bistik ke piring Julia, lalu tersenyum. "Mbak harus makan yang banyak. Ngelawan netizen yang suka nyinyir butuh tenaga, lho."Julia terkekeh. Dari sekian staf Diamond Group yang ada di gedung yang sama, memang hanya Rayya ya
Julia menghela napas panjang. Tatapannya nanar ke depan, menatap pemandangan kota Jakarta yang terlihat indah, tapi tidak dengan pikirannya yang terlihat kacau.Saat perempuan itu tenggelam oleh pikirannya, ponselnya berdering. Julia merogoh saku celananya, lalu cepat-cepat perempuan itu mengangkat panggilan tersebut."Ya, Pak?""Jul, where are you?""Di rooftop, Pak. Bapak perlu sesuatu? Saya turun seka—""Nggak usah, Jul. Kamu lagi istirahat, kan? Nanti saja."Usai mengakhiri panggilannya, Julia menghela napas. Perempuan itu lantas menyimpan ponselnya, lalu bergegas bersiap-siap untuk turun tapi keberadaan Arjuna sudah lebih dulu membuat langkah Julia terhenti."Pak Arjuna nyari saya?""Nggak, kok Jul. Saya juga mau cari angin."Julia manggut-manggut lalu menoleh ke depan. Keduanya kembali tenggelam dalam keterdiaman, sibuk dengan pikiran masing-masing. "Saya juga nggak rela kalau Yudhistira resign, kok Jul."Suara Arjuna membuat Julia mengerjapkan matanya. Perempuan itu lantas men
YUDHISTIRA menghela napas panjang. Di tengah kemacetan yang kini mengular di hadapannya, sesekali pria itu melirik ke samping. Ada sebuah buket bunga yang sengaja disiapkannya untuk sang ibu.[Bee ❤: Mas, lagi di mana? Kok nggak ada kabar sejak semalam?]Yudhistira menerbitkan senyuman. Pria itu lantas meraih earphone-nya, kemudian memasangnya di telinga. Mencoba menghubungi Julia detik itu juga."Kangen, ya?" ujar Yudhistira begitu panggilannya tersambung dengan perempuan itu.Julia mencebikkan bibirnya di seberang sana. "Mas di mana, sih? Seneng banget ngilang-ngilangan, ya?""Bilang kangen dulu, dong Bee. Kali aja habis itu, tiba-tiba aja aku ada di samping kamu."Julia mendesah pelan. "Emang kamu anggota The Eternal?"Yudhistira terkekeh. "Lagi apa, Bee?""Lagi nungguin kabar pacar tapi nggak kunjung kasih kabar!" sungut perempuan itu dari seberang sana.Yudhistira menarik ujung bibirnya ke atas, tak langsung menjawab, lantaran lampu sudah menyala hijau. Pria itu lantas menginjak
YUDHISTIRA tertegun. Dia tidak pernah menyangka jika Lalisa akan bertindak sejauh ini. Datang dan menemui ibunya bukanlah satu hal yang pernah diharapkannya dari perempuan itu, terlebih saat dia pernah ditinggalkan olehnya di masa lalu. Kini tidak ada yang tersisa lagi untuknya."Mama istirahat, ya? Minggu depan aku bakalan ngajak Julia ke sini, hm? Mama pasti jauh lebih tahu bagaimana ngomongin soal rencana pernikahanku sama dia langsung. Pokoknya aku nurut Mama aja."Marsya menggenggam tangannya Yudhistira dengan erat. "Mama nggak pernah lihat senyum kamu selebar ini, Sayang.""Emang biasanya kayak apa, Ma?"Perempuan itu menggeleng. "Beda pokoknya. Mama jadi nggak sabar pengen ketemu sama Julia, Sayang." Lalu pandangan Marsya bergerak ke samping, menatap Lalisa yang berdiri tak jauh darinya. "Kamu akan antar Lalisa pulang juga, kan?"Yudhistira menoleh ke arah Lalisa selama beberapa saat, sebelum kembali menoleh ke arah ibunya. "Yudhistira mau bicara sebentar sama Lalisa, Ma. Sekar
JULIA menggeliat di atas tempat tidurnya. Matanya mengerjap menatap langit-langit kamarnya pagi itu. Samar-samar suara kicauan burung terdengar dari luar kamarnya. Aroma wangi dupa khas Bali dan hawa sejuk yang menyelinap masuk, membuat perempuan itu kembali menaikkan selimutnya tinggi-tinggi demi menghalau rasa dingin.Julia lantas menolehkan wajahnya ke samping, dan mendapati suaminya masih terlelap dalam tidurnya. Dia memiringkan badannya agar bisa menatap Yudhistira dengan leluasa bersamaan dengan rasa nyeri pada pangkal pahanya.Julia tersenyum masam. Perempuan itu baru tahu jika hanya dengan menatap tubuhnya yang telanjang bulat, suaminya akan berubah menjadi liar dan maniak. Bahkan dia tidak menyangka jika Yudhistira akan memborgolnya di tiang ranjang, sementara pria itu mencumbuinya dengan membabi buta.“Mas…” desah perempuan itu leher.Satu kakinya diangkat ke atas, sementara kedua tangannya berada di atas tiang ranjang tidurnya dengan posisi tangannya diborgol. Tubuh perempu
“Bee…”“Iya, Mas?”“Kamu istri aku, kan?”Butuh jeda selama beberapa saat bagi Julia memahami kalimat yang baru saja dilontarkan Yudhistira. Namun saat pria itu semakin merapatkan tubuhnya agar mendekat, Yudhistira memiringkan wajahnya lalu mencium bibirnya Julia dengan singkat.“I want you, Bee,” bisiknya dan detik itu juga sekujur tubuh Julia meremang.Tidak memberikan kesempatan Julia menjawab ucapannya, pria itu sudah lebih dulu membungkam bibir Julia dengan bibirnya. Rasa hangat yang mendadak menjalar di tubuhnya seketika membuat Julia mempererat pelukannya sembari melingkarkan kedua tangannya ke belakang kepala Yudhistira.Ciuman yang semula lembut, berubah menjadi terburu-buru. Yudhistira semakin memperdalam ciumannya. Gerakannya yang tak sabaran menciptakan gelombang air di sekitarnya, dan hal itu membuat mereka kesulitan bergerak. Dengan mengangkat tubuh Julia sedikit, Yudhistira lantas bergerak ke tepi. Merapatkan tubuh istrinya ke pinggiran kolam, lalu mendesaknya di sana.
Pesawat komersial yang diterbangkan dari Jakarta akhirnya mendarat sempurna di Pulau Dewata. Dengan langkah pelan, Yudhistira bahkan sejak tadi enggan melepaskan genggaman tangannya pada Julia.“Aku mau ke toilet dulu, Mas. Mas mau ikut?” Yudhistira menurunkan pandangannya pada tangan mereka yang saling bertautan, lalu terkekeh.“Aku tunggu di sini, ya Bee.”“Iya.”Julia lantas berjalan meninggalkan Yudhistira untuk menyelesaikan urusannya di toilet. Sementara pria itu berdiri merapat ke dinding. Tangannya menyentuh ponselnya, sibuk memastikan jika mobil yang telah disewanya sudah berada di bandara. Pun begitu dengan hotel yang akan digunakan untuk menginap selama tiga hari ke depan.“Udah?” Yudhistira menegakkan posisi berdirinya lalu menghampiri Julia yang baru saja keluar dari toilet. “Udah, Mas. Kita ambil koper dulu, kan?”“Iya. Kebetulan juga mobil yang disewa kita udah menunggu di area penjemputan.”“Mas mau bawa mobil sendiri?”“Iya, dong Bee. Aku lebih nyaman nyetir sendiri
“Kalau gitu aku siapin airnya dulu, ya Mas.”Namun baru saja Julia hendak bangkit dari duduknya, Yudhistira sudah lebih dulu menahannya. Julia lantas kembali duduk di pangkuan pria itu dengan tatapannya tertoleh ke arahnya.“Kamu lagi nggak menghindari aku kan, Bee?” tembak pria itu dengan cepat.Julia memalingkan wajah sambil menggigit bibirnya. “Mas… aku sedikit gugup.”“Gugup kenapa?” tanya Yudhistira pura-pura.Julia menautkan kedua tangannya di atas pangkuannya, masih menghindari tatapan Yudhistira. “Kita mau malam pertama sekarang?”Dan detik itu juga Yudhistira tertawa. “Really, Bee?”“Mas, kok ketawa, sih? Emang ada yang salah sama pertanyaan aku, ya?” tanya perempuan itu dengan wajahnya yang ditekuk.“Bee, astaga. Kamu dari tadi menghindari aku cuma karena kepikiran soal malam pertama?”Julia menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Bibirnya terkatup rapat dengan wajahnya yang ditekuk. Agak kesal lantaran Yudhistira justru menertawainya.“Mas, aku serius, lho.”Yudhistira lan
"Titip Julia, ya Nak. Babak baru dalam hidup kalian baru saja dimulai. Papa berharap kamu bisa menjaga Julia." Lalu Nicolas menoleh ke arah Julia. "Baktimu sekarang untuk suami. Jadi istri yang baik, ya Nduk.""Iya, Pa."“Saya akan menjaga Julia, Pa.”Julia memeluk Nicolas dengan erat, air matanya jatuh membasahi wajah cantiknya. Dia tidak pernah merasakan sebahagia ini sampai-sampai dia terharu dan hanya bisa menangis."Selamat, ya Sayang. Semoga kalian bisa menjalani bahtera rumah tangga dengan baik. Mama akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian berdua."Julia lantas menarik diri lalu berhambur memeluk Marsya. Dia bisa merasakan hangatnya pelukan sang ibu. Ada kebahagiaan tersendiri yang kini tengah dirasakan Julia."Makasih banyak, Ma."Sementara Yudhistira menepuk punggung keduanya, ikut merasakan kelegaan yang luar biasa.Masih diselimuti dengan suasana haru, Julia berulang kali menundukkan wajahnya. Perempuan itu khawatir jika penampilannya kali ini sudah berantakan akiba
JULIA diam mematung di depan layar kaca yang berukuran cukup besar saat Disha sibuk merias wajahnya. Jantungnya berdegup kencang, lantaran hari ini akan menjadi hari bersejarah dalam hidupnya.Dengan riasan yang sederhana juga balutan dress berwarna putih gading. Julia terlihat begitu cantik dan memesona. Tidak ada riasan mewah dan berlebihan. Karena sejak awal mereka memutuskan untuk menggelar pernikahan sederhana di salah satu hotel berbintang lima di Jakarta.Pun begitu dengan tamu yang diundang. Sebagian dari mereka hanyalah staf Diamond Group dan kerabat keluarga terdekat yang kebanyakan dari mereka dibawa dari Yogyakarta. "Gugup ya, Mbak? Mbak cantik banget, kok. Mas Yudhistira pasti pangling banget lihat Mbak Julia nanti.”Suara teguran Disha yang memecah keheningan sontak membuat Julia yang tadinya hanya diam, lantas memaksakan diri untuk tersenyum sembari menatap Disha dari pantulan kaca yang ada di hadapannya."Kelihatan, ya?"Disha mengulas senyum. "Banget. Santai, Mbak. M
"Apa beneran kita nggak bisa ketemu, Bee? Sebentar saja gitu? Aku kangen sama kamu."Terdengar kekehan dari seberang sana, dan Yudhistira menyadari jika calon istrinya itu tengah menertawakannya."Apa cuma aku yang kangen sama kamu, sementara kamu nggak kangen?" ujar pria itu setelah tak kunjung mendapatkan jawaban dari Julia.Bagaimana bisa pria yang besok akan menyandingnya di hadapan penghulu, juga berdiri di sampingnya di atas pelaminan itu terlihat kecewa seperti bocah tantrum?"Bee…""Astaga, Mas. Kamu nggak paham makna pingitan atau gimana, sih?""Emang nggak paham! Aku kangen sama kamu, titik. Dan sekarang aku pengen banget ketemu sama kamu!" sahut Yudhistira dengan cepat."Tinggal menghitung jam saja, Mas. Nanti malam aku sama Papa dan kerabat yang lainnya bakalan ke hotel, kok.""Jadi kita bisa ketemu nanti malam?""Nggak, dong. Kita ketemunya besok pas mau dirias."Yudhistira meraup wajahnya dengan gusar. Dia sangat yakin jika tradisi pingitan ini tidak semua orang melakuka
“Bee, belum siap?”Julia baru saja selesai melangsungkan ritual mandinya. Dia masih mengenakan handuk yang melilit tubuhnya saat Yudhistira baru saja tiba di rumahnya."Maaf, Mas. Tadi Disha telepon. Aku sampai lupa waktu pas ngebahas soal dekorasi dan venue sama dia. Makanya aku baru selesai mandi. Aku ganti baju dulu, deh.""Ya udah."Julia lantas menghilang dari balik pintu kamarnya, sementara Yudhistira menunggunya di sofa dengan satu tangannya yang memegang ponselnya.PENANGKARAN BUAYA DIAMOND GROUPBayusuta Bimantara: @Yudhistira lo di mana, Nyet? Belum sampai venue juga?Yudhistira Ghautama: barusan kelar mandiin Julia.Bayusuta Bimantara: Bangsat! Bisa-bisanya lo!Yudhistira Ghautama: apaan sih lo? Kalau kangen bilang!Bayusuta Bimantara: Jijik!Yudhistira Ghautama: Mentang-mentang sekarang udah ada Dek @Divya ya, Beb?La Divya Kamandaka: apa nih saya disebut-sebut?Bayusuta Bimantara: Sejak kapan ada anak bayi di grup ini, sih?Yudhistira Ghautama: Hai, Dek @Divya ❤Bayusuta
Yudhistira terkekeh saat Mahesa membanting pintu pantry sembari menahan wajah kesalnya. Pria itu menoleh ke arah Julia lalu mendaratkan kecupan singkat di bibir perempuan itu."Mumpung si Anak Singa udah nggak ada, mau dilanjut lagi?"Seketika Julia membelalak. "Mas!"Yudhistira terkekeh. Dia meraih sejumput rambut perempuan itu, lalu menyelipkannya ke belakang telinga. Wajah Julia yang terlihat sedikit berantakan membuat Yudhistira tidak habis pikir dengan tindakannya barusan."Aku tunggu di kantin nanti jam satu ya, Bee. Makan siang bareng sama sekalian bahas persiapan pernikahan kita.""Harus banget dibahas di kantor?""Kalau bahasnya di rumah kamu atau di apartemenku, bisa-bisa malah bahas yang lain-lain, Bee." Yudhistira mengerling nakal ke arah Julia. "Nggak tahu aja kalau nunggu dua bulan lamanya itu berasa kayak dua abad! Kasian yang di bawah sana udah meronta-ronta pengen diajak goyang.""Astaga, Mas! Yang ini dulu gimana? Pak Mahesa pasti ngamuk sama aku," ujar Julia dengan