JULIA mendudukkan dirinya di salah satu sudut kafe yang ada di bilangan Jakarta. Pikirannya berkecamuk, suara Lalisa dan Yudhistira kemarin-kemarin kini terngiang di kepalanya.Ada saat di mana Julia menganggap bahwa Yudhistira benar-benar sudah tidak menganggap Lalisa ada—hanya sebagai mantannya, tapi pemandangan yang dilihatnya tadi, membuat Julia harus memikirkan kembali kejujuran kekasihnya itu.Tadinya, Julia ingin memberinya kejutan. Jarak dari kediamannya menuju Sanatorium Dharmawangsa tidak terlalu jauh. Hanya membutuhkan waktu kurang lebih lima belas menit, dan dia akan tiba di sana.Selama ini Julia mencoba melawan Lalisa. Mencoba menyadarkan di mana tempat sang mantan Yudhistira itu seharusnya. Tapi kenyataan bahwa dia harus melihat pemandangan seperti tadi, hatinya terasa perih.Julia menghela napas panjang. Mengabaikan semua panggilan-panggilan yang masuk ke dalam ponselnya—terutama panggilan dari Yudhistira, perempuan itu perlu mendinginkan pikirannya untuk sementara."J
[Aku nggak apa-apa kok, Sa. Thanks, ya.]Julia lantas menyimpan ponselnya ke dalam saku celananya, lalu kembali fokus dengan yang lainnya.Waktu sudah menunjuk angka delapan malam saat Yudhistira akhirnya dipindahkan ke ruang perawatan beberapa jam yang lalu."Biar saya yang jagain Pak Yudhistira, Pak. Kata dokter kondisi Pak Yudhistira sudah mulai stabil. Tinggal nunggu dia sadar. Pak Arjuna, Pak Bayusuta, sama Pak Antasena pasti sibuk, kan? Tanggal merah seperti ini kalian pasti ada acara masing-masing. Saya ditinggal nggak apa-apa, kok.”"Saya nggak ada jadwal kencan, kok Jul." Arjuna mengangkat wajahnya dari layar ponselnya untuk menoleh ke arah Julia."Apalagi saya… saya sudah menolak permintaan panggilan dari wanita manapun,” sambung Bayusuta dengan cepat."Dasar tukang tebar benih!" sungut Julia kepada dua pria yang ada di hadapannya, lalu menoleh ke arah Antasena. "Pak Antasena diam saja? Pasti ada acara, kan? Ditinggal saja nggak apa-apa, Pak."Antasena manggut-manggut. "Sebe
“Sasi hari ini udah lahiran. Kita ke rumah sakit sekarang atau bagaimana?” Suara Arjuna membuat Bayusuta dan Julia yang tengah berdiskusi perihal pekerjaan lantas menoleh.Julia yang tadinya fokus dengan laporannya, lantas menegakkan posisi berdirinya. “Serius, Pak? Caesar, kan ya?”“Iya, Jul. Anaknya kembar.” Arjuna lantas meraih gagang telepon, mencoba menghubungi Yudhistira dan Antasena yang sibuk di ruangan masing-masing agar segera merapat ke ruangan Bayusuta.“Aduh, pasti ganteng sama cantik kayak orang tuanya,” katanya kemudian.Bayusuta mencebikkan bibir. “Yakali, Jul. Bibitnya aja unggul gitu. Bebeb Sasi udah cantik dari lahir. Mahesa menang kaya doang sebenarnya, gantengan juga saya!” kelakarnya tak terima.“Kalau gantengan Bapak, nggak mungkin nikahnya belakangan dong, Pak? Mana diobral pula! Buruan cari calon istri biar nggak kelihatan nggak laku gitu,” cibir Julia dengan entengnya.“Sembarangan! Mentang-mentang kamu udah punya pacar!” sungut Bayusuta tak terima, sementara
"Gimana rencana pernikahan lo sama Julia?" tembak Mahesa begitu mereka tiba di luar ruang rawat Sasi dan duduk di sana. "Beneran udah yakin sama Julia?""Lo ngetes keseriusan gue sama sekretaris lo?" Yudhistira terkekeh. "Come on, Sa. Gue bahkan udah sempat ketemu sama papanya Julia untuk meminta restu, dan direstuin."Mahesa mengedikkan bahu. "In case lo kumat-kumatan lagi. Gue masih belum percaya aja kalau lo sama Julia.""Sama kalau soal itu. Jadi gimana keputusannya? Kapan gue last day?" tanya Yudhistira memastikan."Lo kayaknya pengen banget hengkang dari kantor, ya? Udah ngerasa nggak butuh digaji atau ada perusahaan lain yang kasih gaji lo lebih gede?" sindir Mahesa dengan tenang.Yudhistira seketika tergelak. "Gue udah nggak sabar pengen nikah, Sa."Mahesa menaikkan satu alisnya ke atas. "Nggak sabar pengen bikin anak?""Kalau itu… udah gue cicil. Nggak mau aja kesaing sama lo. Lo udah ada dua, gue juga pengen minimal bikin satu.""Kabar nyokap lo gimana?""Sehat. Akhir-akhir
"Oh, jadi tadi Mas mampir ke panti dulu?"Yudhistira yang tadinya fokus dengan ponselnya, lantas tertegun begitu melihat penampilan Julia.Julia baru saja menyelesaikan riasannya, dan saat ini berjalan mendekatinya dengan satu tangannya yang sibuk memasang anting."Mas?"Baru sedetik kemudian, Yudhistira mengerjap. "Ya gimana, Bee?""Mas ngalamun, ya?""Nggak, kok. Kamu tadi bilang apa?""Mas habis dari jenguk Tante Marsya, ya?"Yudhistira lantas mengangguk. "Iya, Bee. Tadi aku mampir ke panti bentar buat nganterin makanan kesukaan Mama, baru setelah itu ke sini."Pria itu lantas bangkit dari duduknya. Lalu berjalan mendekati Julia yang tampak kesulitan memasang antingnya."Mas, tolong dong!""Harus ditolong banget?""Aku nggak bisa ngunci ini, Mas. Mas nggak mau nolongin?" sungut perempuan itu kesal.Yudhistira menghela napas, tapi akhirnya dia membantu Julia mengenakan anting yang dikenakannya. "Kamu lupa terakhir kali kamu minta tolong aku buat kucirin rambut kamu, terus berakhir j
Setelah memberikan selamat kepada Gauri dan suaminya, Julia dan Yudhistira akhirnya memisahkan diri dengan teman-temannya yang lain.Suasana yang mendadak berubah menjadi canggung, lantaran Julia jarang berkumpul dengan teman-temannya. Akhirnya mereka memilih untuk menghabiskan sisa waktu yang ada di salah satu sudut ruang ballroom.Keduanya duduk berhadapan di salah satu kursi yang sengaja ditata di bagian ruangan tersebut. Ruangan itu langsung menghadap ke arah kolam renang hotel.Yudhistira sedang menikmati kopinya, sementara Julia menikmati es krim rasa coco pandan dengan wajah yang menggemaskan.Sesekali Yudhistira tersenyum melihat bagaimana ekspresi Julia yang sedikit-sedikit berubah. Hatinya bahagia sekaligus hangat.Sadar jika tengah diperhatikan, perempuan itu melirik ke arah Yudhistira. "Kenapa, sih ngeliatnya gitu banget?""Emang nggak boleh?""Boleh, sih. Tapi bayar, ya?""Besok aku lunasin di depan penghulu," jawab Yudhistira dengan entengnya."Bisaan banget, ya?""Mau g
"Mas Yudhistira!" teriak Julia dengan cepat, mendadak dia merasa cemas."Mau apa lo, Brengsek?!" sambar Yudhistira dengan tatapan tajam.Julia berusaha keras menahan Yudhistira untuk tidak murka dengan Aditya. Suasana mendadak berubah menjadi tegang saat pria itu hampir saja mendaratkan pukulan di wajah Aditya, sementara Julia sudah ketakutan karenanya."Mas, stop, Mas. Aditya nggak ngapa-ngapain aku. Dia cuma mau—""Mau apa?" potong Yudhistira dengan cepat."Mas, udah, ya? Lepasin Aditya dulu." Julia mencoba menenangkan kekasihnya. "Aditya nggak ngapa-ngapain aku, kok Mas. Dia nggak mungkin macam-macam sama aku,” ujar perempuan itu berusaha untuk meyakinkan pria itu.Baru setelahnya, Yudhistira melepaskan cengkramannya dari kerah Aditya. Mendorong pria itu agar menjauh, dan langsung menggenggam lengan Julia. Berusaha melindunginya lantaran dia takut kalau-kalau Aditya akan menyerangnya.“Kita pergi dari sini,” ujar Yudhistira dengan cepat.Namun baru saja pria itu hendak melangkahkan
Yudhistira membelokkan mobilnya menuju pelataran parkir di salah satu toko perhiasan yang ada di bilangan Jakarta. Setelah memarkirkan mobilnya dengan sempurna, keduanya lantas turun dari mobil. Yudhistira menjulurkan tangannya ke depan, menggandeng tangan Julia dengan posesif.“Kamu udah sempat bilang sama Om Nicolas belum, Bee?” tanya pria itu kemudian.“Belum, Mas. Nanti sampai rumah aja kali, ya aku telepon Papa? Kayaknya Papa juga lagi sibuk sekarang.”“Sibuk sama bisnisnya dengan teman yang dari Surabaya itu, ya?”Julia lantas menoleh. “Mas tahu dari mana? Papa cerita sama kamu, ya?”“Hm-mm. Waktu aku ke rumah kamu, Om Nicolas cerita banyak hal. Ya, begitulah ngobrolin soal bisnis.”“Papa tuh suka banget kalau ngomongin soal bisnis dan perekonomian negara. Kayaknya Mas sama Papa cocok, sih kalau udah sama-sama.”“Cocok jadi menantunya gitu, ya?” Sementara Julia memilih untuk tidak menjawab.Alih-alih menyiapkan lamaran yang romantis seperti yang selalu diidam-idamkan oleh keban
JULIA menggeliat di atas tempat tidurnya. Matanya mengerjap menatap langit-langit kamarnya pagi itu. Samar-samar suara kicauan burung terdengar dari luar kamarnya. Aroma wangi dupa khas Bali dan hawa sejuk yang menyelinap masuk, membuat perempuan itu kembali menaikkan selimutnya tinggi-tinggi demi menghalau rasa dingin.Julia lantas menolehkan wajahnya ke samping, dan mendapati suaminya masih terlelap dalam tidurnya. Dia memiringkan badannya agar bisa menatap Yudhistira dengan leluasa bersamaan dengan rasa nyeri pada pangkal pahanya.Julia tersenyum masam. Perempuan itu baru tahu jika hanya dengan menatap tubuhnya yang telanjang bulat, suaminya akan berubah menjadi liar dan maniak. Bahkan dia tidak menyangka jika Yudhistira akan memborgolnya di tiang ranjang, sementara pria itu mencumbuinya dengan membabi buta.“Mas…” desah perempuan itu leher.Satu kakinya diangkat ke atas, sementara kedua tangannya berada di atas tiang ranjang tidurnya dengan posisi tangannya diborgol. Tubuh perempu
“Bee…”“Iya, Mas?”“Kamu istri aku, kan?”Butuh jeda selama beberapa saat bagi Julia memahami kalimat yang baru saja dilontarkan Yudhistira. Namun saat pria itu semakin merapatkan tubuhnya agar mendekat, Yudhistira memiringkan wajahnya lalu mencium bibirnya Julia dengan singkat.“I want you, Bee,” bisiknya dan detik itu juga sekujur tubuh Julia meremang.Tidak memberikan kesempatan Julia menjawab ucapannya, pria itu sudah lebih dulu membungkam bibir Julia dengan bibirnya. Rasa hangat yang mendadak menjalar di tubuhnya seketika membuat Julia mempererat pelukannya sembari melingkarkan kedua tangannya ke belakang kepala Yudhistira.Ciuman yang semula lembut, berubah menjadi terburu-buru. Yudhistira semakin memperdalam ciumannya. Gerakannya yang tak sabaran menciptakan gelombang air di sekitarnya, dan hal itu membuat mereka kesulitan bergerak. Dengan mengangkat tubuh Julia sedikit, Yudhistira lantas bergerak ke tepi. Merapatkan tubuh istrinya ke pinggiran kolam, lalu mendesaknya di sana.
Pesawat komersial yang diterbangkan dari Jakarta akhirnya mendarat sempurna di Pulau Dewata. Dengan langkah pelan, Yudhistira bahkan sejak tadi enggan melepaskan genggaman tangannya pada Julia.“Aku mau ke toilet dulu, Mas. Mas mau ikut?” Yudhistira menurunkan pandangannya pada tangan mereka yang saling bertautan, lalu terkekeh.“Aku tunggu di sini, ya Bee.”“Iya.”Julia lantas berjalan meninggalkan Yudhistira untuk menyelesaikan urusannya di toilet. Sementara pria itu berdiri merapat ke dinding. Tangannya menyentuh ponselnya, sibuk memastikan jika mobil yang telah disewanya sudah berada di bandara. Pun begitu dengan hotel yang akan digunakan untuk menginap selama tiga hari ke depan.“Udah?” Yudhistira menegakkan posisi berdirinya lalu menghampiri Julia yang baru saja keluar dari toilet. “Udah, Mas. Kita ambil koper dulu, kan?”“Iya. Kebetulan juga mobil yang disewa kita udah menunggu di area penjemputan.”“Mas mau bawa mobil sendiri?”“Iya, dong Bee. Aku lebih nyaman nyetir sendiri
“Kalau gitu aku siapin airnya dulu, ya Mas.”Namun baru saja Julia hendak bangkit dari duduknya, Yudhistira sudah lebih dulu menahannya. Julia lantas kembali duduk di pangkuan pria itu dengan tatapannya tertoleh ke arahnya.“Kamu lagi nggak menghindari aku kan, Bee?” tembak pria itu dengan cepat.Julia memalingkan wajah sambil menggigit bibirnya. “Mas… aku sedikit gugup.”“Gugup kenapa?” tanya Yudhistira pura-pura.Julia menautkan kedua tangannya di atas pangkuannya, masih menghindari tatapan Yudhistira. “Kita mau malam pertama sekarang?”Dan detik itu juga Yudhistira tertawa. “Really, Bee?”“Mas, kok ketawa, sih? Emang ada yang salah sama pertanyaan aku, ya?” tanya perempuan itu dengan wajahnya yang ditekuk.“Bee, astaga. Kamu dari tadi menghindari aku cuma karena kepikiran soal malam pertama?”Julia menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Bibirnya terkatup rapat dengan wajahnya yang ditekuk. Agak kesal lantaran Yudhistira justru menertawainya.“Mas, aku serius, lho.”Yudhistira lan
"Titip Julia, ya Nak. Babak baru dalam hidup kalian baru saja dimulai. Papa berharap kamu bisa menjaga Julia." Lalu Nicolas menoleh ke arah Julia. "Baktimu sekarang untuk suami. Jadi istri yang baik, ya Nduk.""Iya, Pa."“Saya akan menjaga Julia, Pa.”Julia memeluk Nicolas dengan erat, air matanya jatuh membasahi wajah cantiknya. Dia tidak pernah merasakan sebahagia ini sampai-sampai dia terharu dan hanya bisa menangis."Selamat, ya Sayang. Semoga kalian bisa menjalani bahtera rumah tangga dengan baik. Mama akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian berdua."Julia lantas menarik diri lalu berhambur memeluk Marsya. Dia bisa merasakan hangatnya pelukan sang ibu. Ada kebahagiaan tersendiri yang kini tengah dirasakan Julia."Makasih banyak, Ma."Sementara Yudhistira menepuk punggung keduanya, ikut merasakan kelegaan yang luar biasa.Masih diselimuti dengan suasana haru, Julia berulang kali menundukkan wajahnya. Perempuan itu khawatir jika penampilannya kali ini sudah berantakan akiba
JULIA diam mematung di depan layar kaca yang berukuran cukup besar saat Disha sibuk merias wajahnya. Jantungnya berdegup kencang, lantaran hari ini akan menjadi hari bersejarah dalam hidupnya.Dengan riasan yang sederhana juga balutan dress berwarna putih gading. Julia terlihat begitu cantik dan memesona. Tidak ada riasan mewah dan berlebihan. Karena sejak awal mereka memutuskan untuk menggelar pernikahan sederhana di salah satu hotel berbintang lima di Jakarta.Pun begitu dengan tamu yang diundang. Sebagian dari mereka hanyalah staf Diamond Group dan kerabat keluarga terdekat yang kebanyakan dari mereka dibawa dari Yogyakarta. "Gugup ya, Mbak? Mbak cantik banget, kok. Mas Yudhistira pasti pangling banget lihat Mbak Julia nanti.”Suara teguran Disha yang memecah keheningan sontak membuat Julia yang tadinya hanya diam, lantas memaksakan diri untuk tersenyum sembari menatap Disha dari pantulan kaca yang ada di hadapannya."Kelihatan, ya?"Disha mengulas senyum. "Banget. Santai, Mbak. M
"Apa beneran kita nggak bisa ketemu, Bee? Sebentar saja gitu? Aku kangen sama kamu."Terdengar kekehan dari seberang sana, dan Yudhistira menyadari jika calon istrinya itu tengah menertawakannya."Apa cuma aku yang kangen sama kamu, sementara kamu nggak kangen?" ujar pria itu setelah tak kunjung mendapatkan jawaban dari Julia.Bagaimana bisa pria yang besok akan menyandingnya di hadapan penghulu, juga berdiri di sampingnya di atas pelaminan itu terlihat kecewa seperti bocah tantrum?"Bee…""Astaga, Mas. Kamu nggak paham makna pingitan atau gimana, sih?""Emang nggak paham! Aku kangen sama kamu, titik. Dan sekarang aku pengen banget ketemu sama kamu!" sahut Yudhistira dengan cepat."Tinggal menghitung jam saja, Mas. Nanti malam aku sama Papa dan kerabat yang lainnya bakalan ke hotel, kok.""Jadi kita bisa ketemu nanti malam?""Nggak, dong. Kita ketemunya besok pas mau dirias."Yudhistira meraup wajahnya dengan gusar. Dia sangat yakin jika tradisi pingitan ini tidak semua orang melakuka
“Bee, belum siap?”Julia baru saja selesai melangsungkan ritual mandinya. Dia masih mengenakan handuk yang melilit tubuhnya saat Yudhistira baru saja tiba di rumahnya."Maaf, Mas. Tadi Disha telepon. Aku sampai lupa waktu pas ngebahas soal dekorasi dan venue sama dia. Makanya aku baru selesai mandi. Aku ganti baju dulu, deh.""Ya udah."Julia lantas menghilang dari balik pintu kamarnya, sementara Yudhistira menunggunya di sofa dengan satu tangannya yang memegang ponselnya.PENANGKARAN BUAYA DIAMOND GROUPBayusuta Bimantara: @Yudhistira lo di mana, Nyet? Belum sampai venue juga?Yudhistira Ghautama: barusan kelar mandiin Julia.Bayusuta Bimantara: Bangsat! Bisa-bisanya lo!Yudhistira Ghautama: apaan sih lo? Kalau kangen bilang!Bayusuta Bimantara: Jijik!Yudhistira Ghautama: Mentang-mentang sekarang udah ada Dek @Divya ya, Beb?La Divya Kamandaka: apa nih saya disebut-sebut?Bayusuta Bimantara: Sejak kapan ada anak bayi di grup ini, sih?Yudhistira Ghautama: Hai, Dek @Divya ❤Bayusuta
Yudhistira terkekeh saat Mahesa membanting pintu pantry sembari menahan wajah kesalnya. Pria itu menoleh ke arah Julia lalu mendaratkan kecupan singkat di bibir perempuan itu."Mumpung si Anak Singa udah nggak ada, mau dilanjut lagi?"Seketika Julia membelalak. "Mas!"Yudhistira terkekeh. Dia meraih sejumput rambut perempuan itu, lalu menyelipkannya ke belakang telinga. Wajah Julia yang terlihat sedikit berantakan membuat Yudhistira tidak habis pikir dengan tindakannya barusan."Aku tunggu di kantin nanti jam satu ya, Bee. Makan siang bareng sama sekalian bahas persiapan pernikahan kita.""Harus banget dibahas di kantor?""Kalau bahasnya di rumah kamu atau di apartemenku, bisa-bisa malah bahas yang lain-lain, Bee." Yudhistira mengerling nakal ke arah Julia. "Nggak tahu aja kalau nunggu dua bulan lamanya itu berasa kayak dua abad! Kasian yang di bawah sana udah meronta-ronta pengen diajak goyang.""Astaga, Mas! Yang ini dulu gimana? Pak Mahesa pasti ngamuk sama aku," ujar Julia dengan