“Pak, ada apa?"
Julia yang sejak tadi tidak tenang bekerja setelah kekacauan yang terjadi, mendadak ikut panik begitu melihat Arjuna berlari menuju ruangan Yudhistira. Dan memintanya untuk ikut dengannya. “Jul, ke sini sebentar.” Julia menuruti Arjuna. Perempuan itu lantas mengekori Arjuna untuk menuju ruangan Yudhistira sekarang. Baru saja Arjuna mendorong pintu ruangan Yudhistira, pria itu langsung bangkit dan berjalan mendekati Arjuna. “Gimana?” tanya Yudhistira saat itu. “Mahesa kritis sekarang, Dhis. Gue minta tolong lo sama Sena standby di kantor, sama Julia. Gue sama Bayu mau ke rumah sakit sekarang." Tiba-tiba kepala Yudhistira berdengung. Pun begitu dengan Julia yang membuka mulutnya lebar-lebar seolah tidak percaya dengan ucapan Arjuna baru saja. "Gimana kejadiannya, Pak?" “Mahesa dikeroyok sama orang-orang suruhannya Bara, dan gue terlambat datang untuk menyelamatkannya. Sekarang dia sedang ditangani oleh dokter di rumah sakit, dan saya mau ke sana.” “OMG! Pak Mahesa,” kata Julia yang seketika ikut lemas begitu mendengar ucapan Arjuna. “Shit! Terus gimana kondisinya Sasi?" tanya Yudhistira dengan cepat. "Untungnya dia nggak kenapa-napa, dan kondisi bayinya juga baik-baik saja. Hanya saja dia pasti terpukul dengan kondisi Mahesa sekarang." "Bangsat!" umpat Yudhistira frustasi. “Lo handle semua dan Jul—" Arjuna menoleh ke arah Julia, “Saya minta tolong jangan sampai berita ini tersebar di seluruh penjuru kantor. Gue bakalan berusaha mengendalikan media dari rumah sakit nanti. Pokoknya kekacauan hari ini, terutama di kantor, tolong dikendalikan.” “Baik, Pak.” “Gue cabut sekarang.” Arjuna menepuk bahu Yudhistira, setelah menyerahkan semua kendali kepadanya, Arjuna lantas bergegas meninggalkan Diamond Group detik itu juga. “Ada apa?” Antasena yang baru saja melihat Arjuna berlari menuju lift, lantas menghampiri ruangan Yudhistira. Lalu mendapati Yudhistira dan Julia masih berada di sana. “Mahesa kritis, Sen. Arjuna sama Bayu ke rumah sakit sekarang. Untuk sementara waktu kerjaan kita take over bertiga.” “Sialan! Kenapa bisa kecolongan begini, sih? Dia sengaja mancing bedebah itu, tapi ternyata dia juga terluka?” Antasena hanya menggelengkan kepalanya. “Sasi gimana?” “Katanya aman, Sen. Cuma lo tahu sendiri, Sasi pasti nggak akan baik-baik saja setelah semua ini.” “Bangsat! Mana Sasi lagi hamil pula.” “Nah itu makanya.” Julia mengurut kepalanya yang terasa pening. Mendadak tubuhnya seperti melayang, rasa sakit yang dirasakan Julia saat ini semakin bertambah begitu mendengar kabar tentang atasannya yang kini sedang terbaring koma. “Pak Mahesa pasti baik-baik saja, kan Pak?” tanya Julia seolah ingin memastikan. “Dia pasti baik-baik saja, Jul. Kamu yang tenang, okay?” Julia mencoba mengenyahkan pikiran buruknya, lalu mengangguk. “Iya, Pak. Kalau begitu saya kembali ke meja saya dulu, ya?” “Oke.” Yudhistira membiarkan Julia keluar dari ruangannya. Pun begitu dengan Antasena yang juga meninggalkan ruangannya. Kini tinggal Yudhistira seorang diri di ruangannya. Pikirannya yang kacau, bahkan untuk sekadar membaca berkas laporannya saja, Yudhistira tidak bisa berkonsentrasi. Pria itu lantas bangkit dari duduknya, dan bergegas menuju pantry untuk sekadar membuat kopi di sana. Tetapi, mendadak langkahnya terhenti begitu tatapannya kini tertuju pada Julia yang tengah… “Jul?” Yudhistira seketika membelalak, dan cepat-cepat Julia mengenakan kembali syal di lehernya. Namun terlambat bagi perempuan itu untuk menutupi segalanya lantaran Yudhistira telah melihat semuanya. “Pak, lepaskan,” pinta Julia seketika panik. “Nggak akan. Saya nggak akan melepaskannya sebelum saya tahu apa yang terjadi sama kamu,” ujar Yudhistira dingin. Julia menunduk dalam-dalam. Kepalanya mendadak terasa pening. Tubuhnya tiba-tiba saja terhuyung, bersamaan dengan segalanya berubah menjadi gelap. Yudhistira dengan sigap menangkap Julia ke dalam pelukannya, seketika panik kembali menyelimutinya. “Shit!” Yudhistira menggendong Julia, lalu membawa perempuan itu ke ruangannya. Beruntung suasana lantai ruangannya sepi, tidak ada yang melihatnya di sana. Di ruangan Yudhistira terdapat sofa panjang yang biasanya digunakan untuk bersantai anggota Diamond Squad. Yudhistira lantas membaringkan Julia di sana, lalu dia bingung harus melakukan apa setelah ini. Samar sekali Yudhistira melihat memar-memar di leher Julia. Hatinya seperti baru saja dicabik-cabik, binatang macam apa yang melakukan semua itu kepada Julia? “Jul…” Yudhistira menepuk wajah Julia dengan lembut. Pria itu baru saja hendak bangkit untuk memanggil dokter yang bertugas di kantornya sore ini, tetapi Julia sudah lebih dulu bangun dan menahan pria itu untuk tidak pergi. “Pak…” Yudhistira lantas menoleh dengan cepat. Pria itu lantas berdiri dengan lututnya sembari menatap lekat ke arah Julia. Atau lebih tepatnya tengah mencemaskannya. “Jul? Apa yang kamu rasakan sekarang? Saya panggilkan dokter dulu, okay?” Julia lantas menggeleng. “Jangan, Pak. Saya baik-baik saja.” “Baik-baik saja gimana? Wajah kamu pucat begini, Julia!” Dengan susah payah Julia berusaha untuk mengubah posisinya menjadi duduk, lalu menggeleng sekali lagi. “Maaf, Pak. Saya nggak bisa menepati janji saya buat nggak sakit sama Bapak.” Ingatan Yudhistira pada kejadian seminggu yang lalu, kini kembali terngiang di kepalanya. Mendadak kepalanya terasa berat, segala pikiran buruk yang selama ini bercokol di hatinya lantas kembali menyembul ke permukaan. “Pak…” “Kamu sakit, Julia. Kamu harus ke dokter,” kata pria itu dengan tatapan nanar. “Saya nggak apa-apa, Pak. Saya—” “Buka baju kamu sekarang!” pinta Yudhistira dengan suara tercekat. Julia yang mendengar hal itu, lantas mengangkat wajahnya dengan cepat. “Pak, Bapak mau bertindak asusila sama saya? Saya—” Yudhistira mulai kehilangan kesadarannya. Pria itu lantas bangkit berdiri, lalu berjalan mendekati pintu ruangannya, kemudian menguncinya sebanyak dua kali. Julia seketika membelalak. Jantungnya mendadak berdebar kencang, dia mulai ketakutan begitu melihat Yudhistira terlihat berbeda dari biasanya. “Saya bilang, buka baju kamu, Jul!” “Pak…” Yudhistira tidak mengindahkan peringatan Julia. Dengan cepat pria itu memaksa Julia untuk membuka blouse yang dikenakan perempuan itu. Awalnya Julia berusaha memberontak, tetapi apa daya yang dimilikinya tidak sebanding dengan Yudhistira. “BAPAK!” Julia terisak begitu blouse yang dikenakannya kini sudah tak lagi beraturan dan sebagian mengekspos leher dan bahu mulusnya. Pun begitu dengan Yudhistira yang seketika tergamam di tempatnya. Melihat ada banyak luka lebam dan sayatan di sana, sejenak membuat hati pria itu mencelos oleh sebab tak jelas. “Jawab, Jul. Siapa yang melakukan semua ini, hm?” tanya pria itu dengan tatapan nanar. Julia semakin terisak dengan wajahnya yang menunduk. Kedua tangannya mencengkram blouse bagian depannya yang kini sudah terkoyak akibat ulah Yudhistira. Julia mulai kelimpungan. “Saya baik-baik saja, Pak.” “Baik-baik saja kamu bilang?” ujar Yudhistira tak terima. “Saya menahan diri setelah sekian lama untuk tidak melakukan apa yang baru saja saya lakukan, Jul. Tapi kamu lihat sekarang, hm? Kamu bahkan nggak baik-baik saja, Julia!” Julia menggeleng di sela isakan tangisnya. Yudhistira terduduk lesu di lantai ruangannya, tepat di hadapan Julia yang kini tengah menangis. Kedua tangannya mengepal dengan erat. Ingin sekali pria itu murka, namun dia tidak tahu harus murka kepada siapa. “Dia yang melakukannya, kan?” desak Yudhistira dengan cepat. “Pacar kamu yang melakukan semua ini, kan Jul?” Sementara Julia enggan menjawabnya. “It’s okay, Jul, kalau kamu nggak mau menjawabnya. Saya akan mencari tahu jawaban sendiri.” “Pak!” sengal Julia tidak habis pikir dengan sikap Yudhistira. “Tolong jangan ikut campur urusan saya, Pak. Saya nggak mau timbul masalah lain.” “Ini sudah jadi masalah, Jul. Kamu gila atau bagaimana, hah?” bentak Yudhistira murka. Julia yang terkejut dengan suara keras Yudhistira sudah lebih dulu kehilangan kata-kata. Mulutnya tertutup dengan rapat, mencoba menghalau rasa sesak yang kini mulai menjalar di tubuhnya. “Ini masalah pribadi saya, Pak. Bapak nggak berhak untuk ikut campur masalah saya. Tolong jangan pernah melanggar batas personal yang ada di antara saya dengan Bapak!” “Come on, Julie Lavanya. Hubungan yang seperti itu tidak baik buat kamu.” “Tahu apa Bapak soal baik dan tidak baik buat saya?” Julia mencoba memberanikan diri untuk menatap Yudhistira. “Ini nggak ada hubungannya sama kerjaan, Pak. Tolong Bapak juga menghargai privasi saya.” Julia membenarkan posisi pakaiannya, lalu dia bangkit dari duduknya dan langsung bergegas meninggalkan ruangan Yudhistira detik itu juga. Selama beberapa saat, Yudhistira diam termenung. Beberapa kali dia meraup wajahnya dengan gusar, dia bahkan mulai kebingungan dengan sikapnya terhadap Julia. Dia tidak pernah menyangka jika luka-luka Julia yang dilihatnya tadi akan seberpengaruh itu dalam diri seorang Yudhistira. Mengingatkannya pada luka di masa lalu. “Lo pasti sudah gila, Dhis.” *** Terima kasih sudah mampir dan membaca, ya!“Bagaimana kondisinya Mahesa, J?”Pertanyaan itu meluncur bebas dari bibir Yudhistira, membuat Arjuna yang tadinya sibuk dengan iPad miliknya, lantas menoleh. Baru saja dia tiba di sana bersama Antasena usai jam kerja berakhir.“Belum ada perkembangan apa-apa. Gue kayaknya bakalan di sini nemenin Tante Citra.”Yudhistira meraup wajahnya dengan gusar. “Terus Sasi? Dia dirawat di sini juga, kan? Bagaimana kondisinya?”Arjuna mengangguk. “Iya. Sejak tadi dia sama Yura dan Krisna. Gue nggak berani nemuin dia, karena dia pasti masih terguncang dan jelas membutuhkan waktu untuk sendiri.”“Benar. Mending biarin dia tenang dulu, deh.”“Terus komplotannya Bara?”“Semua tersangka sudah ditangkap. Bahkan termasuk Abhimana dan Dinar yang ikut terseret dalam kasus ini untuk penyidikan. Bayu lagi ngurusin semuanya.”“Bangsat memang. Motifnya apa, coba?”“Kalau dari rekaman yang gue ambil dari yang dibawa Mahesa, Bara ingin balas dendam atas hancurnya Diandra, dan karirnya. Termasuk Saras, news anch
Yudhistira ingin menenggelamkan dirinya di laut Antartika detik ini juga.Bagaimana bisa dia bertindak impulsif seperti yang dilakukannya semalam? Meskipun dia juga tidak memungkirinya, akhir-akhir ini Julia terlalu mempengaruhinya.Seolah tak cukup dengan tindakannya, Yudhistira selalu menghabiskan malamnya selama seminggu lebih untuk berdiam diri tanpa melakukan apa-apa di depan rumah Julia.Seolah ada yang menarik paksa dirinya untuk tenggelam ke dalam rumitnya hubungan perempuan itu dan kekasihnya.Menghela nafas panjang, Yudistira menyandarkan punggungnya ke belakang. Mendadak kepalanya terasa pening, bersamaan dengan seseorang yang baru saja muncul dari balik pintu ruangannya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.Siapa lagi kalau bukan Bayusuta atau anggota Diamond Squad lainnya? Tidak orang yang berani melakukannya, sekalipun itu Julia.“Kenapa lo lesu gitu?” tanya Bayusuta sembari mengangsurkan paper cup ke arah Yudhistira, seolah tahu jika pria itu membutuhkan energi untuk me
“Julia?”Perempuan itu lantas menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya. “Ya, Pak?”Yudhistira yang saat ini terlihat lelah berjalan menghampirinya. “Pulang sama siapa?” tanyanya saat sadar Julia tengah bersiap-siap untuk pulang.“Dijemput, Pak,” jawab Julia dengan suara tercekat.Pertemuan siang tadi berlangsung baik-baik saja. Julia hanya tidak menyangka jika Aditya yang merupakan keponakan Yosha, akan turut hadir dalam pertemuan tersebut.Dan tentu saja suasana meja makan siang tadi berubah menjadi tak nyaman. Pun begitu dengan Yudhistira yang sadar siapa sosok Aditya. Seolah ingin menunjukkan posisinya, pria itu secara terang-terangan merayu Julia, di hadapan Aditya. Dasar orang gila!“Sama pacar kamu, ya?”Julia mengangguk.“Boleh nggak, sih kalau saya khawatir?” ujar Yudhistira dengan tenang. “Boleh nggak, kamu pulang sama saya saja?”“Saya sudah punya pacar, Pak.” Seolah Julia ingin mengingatkan posisi Yudhistira sekali lagi. “Lagipula saya baik-baik saja. Jadi Bapak nggak pe
Yudhistira merasa gusar sekarang. Melihat Julia dan Aditya baru saja meninggalkan kantor, entah kenapa hatinya mendadak berubah jadi tak tenang.Oleh Yudhistira, katakan saja dia benar-benar gila sekarang. Kegusarannya kali ini benar-benar tak lagi bisa dikendalikannya. Pria itu lantas melajukan mobilnya, membuntuti mobil yang sudah lebih dulu berjalan di depan sana yang diyakini adalah mobil Aditya.Sampai akhirnya Yudhistira menghentikan mobilnya tak jauh dari rumah Julia. Berkali-kali pria itu membuang napas, bahkan dia tidak menyadari apa yang sedang dilakukannya sekarang."Lo gila, Dhis!" gumam pria itu pada dirinya sendiri.Bayangan bagaimana Julia dilukai sebanyak itu, mengingatkannya pada seseorang. Dan entah mengapa Yudhistira bisa tenggelam sampai sejauh ini.Entah sudah berapa lama, Yudhistira berdiam diri tanpa melakukan apa-apa di sana. Sesekali dia menoleh, dan berharap jika Aditya akan segera bergegas pergi. Semakin lama pria itu berada di sana, semakin membuat pertahan
"Kamu pengen tahu rasanya senikmat apa bercinta yang sebenarnya?"Julia seketika membelalak."Begini, Julia."Kedua tangan Yudhistira lantas melingkar di pinggang Julia, lalu pria itu mulai mendekatkan wajahnya untuk melekatkan bibirnya di atas bibir perempuan itu. Julia sempat menahan napas selama beberapa detik. Dia berusaha untuk memberontak, namun kedua tangan Yudhistira yang melingkar di pinggangnya sudah lebih dulu menahannya agar tidak bisa mengelak.Jantungnya mendadak berdebar begitu kencang. Julia masih mencoba mencerna apa yang saat ini tengah terjadi, namun saat perempuan itu bisa merasakan desiran hebat yang memenuhi hatinya, Julia akhirnya memejamkan matanya.Dibiarkannya Yudhistira menyapu bibirnya dengan penuh kelembutan. Kedua tangannya mengusap punggung Julia dengan pelan, bersamaan dengan desahan pelan meluncur dari bibir perempuan itu.Yudhistira yang lebih dulu menarik diri. Dia sadar sepenuhnya dengan kegilaan macam apa yang baru saja dilakukannya. Sepasang mata
[Yudhistira Ghautama: Saya sudah di depan.]Melihat ponselnya bergetar, Julia yang tadinya sibuk memoleskan concealer di lehernya, seketika melebarkan matanya. Cepat-cepat perempuan itu mengetikkan pesan balasan di sana.[Sebentar, ya Pak. Saya ganti pakaian dulu.][Yudhistira Ghautama: Santai saja, Syg.][Yudhistira Ghautama: Eh, apa terlalu cepat saya memanggil kamu dengan sebutan ‘sayang’ ya?]Alih-alih membalas pesan itu, Julia diam-diam tersenyum melihat tingkah Yudhistira. Terus terang dia tidak menyangka jika Yudhistira akan… semanis itu. Selama ini dia mengenal banyak pria di kantornya, hanya saja, dia tidak pernah mengira akan sedekat ini dengan Yudhistira.“OMG! Kamu pasti gila, Jul. Semalam kamu ngapain, coba?”Julia ingin sekali mengutuk dalam hatinya. Entah mengapa bersama pria itu, Julia merasa berbeda. Lebih ke… Julia merasa benar-benar dihargai olehnya sekaligus dia merasa nyaman.“Ingat Julia, kamu nggak boleh kebablasan. Kamu sudah punya Aditya,” cegahnya pada diriny
Julia tidak tahu harus bereaksi seperti apa saat tiba-tiba Marsya memeluknya. Terlebih saat dia diperkenalkan sebagai calon istri Yudhistira. Apakah pria-pria yang ada di sekitarnya akan segila ini pada waktunya? Julia memaksakan dirinya untuk tersenyum.“Saya Marsya, Mamanya Yudhis.” Marsya yang pertama kali menarik diri, lalu menggenggam kedua tangan Julia dengan hangat.“Saya Julia, Tante.”“Julia ini sekretarisnya Yudhis di kantor, Ma.”Marsya menoleh ke arah Yudhistira dan Julia secara bergantian. “Oh, ya? Jangan bilang kamu di kantor genit-genit, ya? Sampai-sampai bilang Julia ini calon istri kamu.”Yudhistira tertawa. “Nggak, Ma. Yudhis memang maunya sama dia, kok.”“Tapi dia mau, nggak sama kamu? Jangan-jangan kamu paksa lagi, Dhis?”Lagi-lagi Yudhistira hanya tertawa. Marsya lantas mengusap lengan Julia, yang sepertinya tampak kesal mendengar penuturan Yudhistira yang terlalu percaya diri.“Maafin anak Tante, ya Julia. Yudhis memang nggak pandai berbasa-basi, tapi anaknya bai
"Mbak Julia?"Suara vokal seorang perempuan, sejenak membuat Julia dan Yudhistira lantas menoleh."Karina?"Perempuan yang dipanggil Karina itu lantas menghampiri Julia, lalu mendaratkan kecupan di wajah perempuan itu. Julia tidak menyangka jika akan dipertemukan dengan adik sang kekasih di tempat seperti ini."Aku pikir, Mbak Julia jalan sama Mas Adit. Mbak Julia sama siapa?" tanya Karina penasaran.Julia lantas menoleh ke belakang. Dia tampak sedikit gelagapan. "Oh, ya Rin. Kenalkan ini atasan saya di kantor.""Yudhistira.""Saya Karina, calon adik iparnya Mbak Julia." Karina lantas menoleh ke arah Julia. "Mbak kenapa nggak bilang, sih kalau bos Mbak ganteng begini? Beda, ya sama yang Pak Mahesa itu? Mbak udah pindah divisi?""Beliau salah satu petinggi di kantor juga, Rin. Satu tim dengan Pak Mahesa juga, kok."Karina manggut-manggut, tatapannya tak lepas dari menatap Yudhistira."Single, kan Mbak?" bisik Karina lirih."Rin…" Lalu Karina terkekeh."Mbak duduk bentar, deh. Ada yang