[Aditya: Sayang, nggak lupa, kan kalau besok Mama ulang tahun? Mama ngadain pesta kecil-kecilan di rumah. Besok aku jemput jam 7, ya?]Lalu di bawahnya, sebuah pesan dari Karina muncul tak berselang lama.[Karina: Mbak Julie, temenin nyari kado buat Mama, yuk! Kangen banget udah lama nggak ketemu.]Alih-alih membalas pesan Aditya, Julia justru memilih untuk membalas pesan Karina.[Julie: Boleh, tapi Mbak nggak bawa mobil, Rin. Kamu jemput Mbak di kantor, ya?][Karina: OKE BANGET DONG! Kali aja aku bisa ketemu sama Mas Yudhistira, ya kan? Aku kangen sama dia jugaaaak!][Julie: Anak kecil jangan genit, ah!][Karina: Ini nggak genit, Mbak. Tapi orang-orang menyebutnya usaha. Sekarang zaman emansipasi wanita. Kalau aku nggak jemput bola, bisa-bisa bolanya diambil duluan!][Julie: Dia terlalu tua buat kamu, Rin.][Karina: Gapapa, Mbak. Emang lagi zamannya, kan banyak sugar baby bertebaran?][Julie: Kamu mau jadi sugar baby-nya dia?][Karina: WKWKWK, kalo sugar daddy-nya seganteng dan se-ha
"Mbak, Mas Yudhistira barusan DM aku.""Hah? DM apaan emangnya?""Mau nyusul ke sini katanya," ujar perempuan itu dengan tenang.Julia seketika membelalak. "Terus kamu iyain?"Karina mengedikkan bahunya. "Iya. Habisan ganteng. Terus tanya-tanya gitu aku lagi di mana. Aku jawab aja lagi di sini."Julia kembali menyesap minumannya, tidak percaya dengan ucapan Karina barusan. Entah mengapa dia sedikit kesal lantaran Karina bisa sedekat itu dengan Yudhistira. Dia jadi penasaran sejauh apa hubungan mereka."Kamu sering kontak-kontakan sama Pak Yudhistira, ya Rin?" tanya Julia senormal mungkin."Lumayan, Mbak. Mas Yudhistira itu kalau kutebak orangnya suka gabut, deh. Dia suka lihat-lihat story di akunku gitu.""Oh ya?"Karina mengangguk cepat. "Mbak Julia jarang banget bikin story, sih. Coba deh, sesekali bikin. Kali aja nanti dilihatin sama Mas Yudhistira.""Biar apa?""Biar Mbak tahu kalau Mas Yudhistira itu segabut itu," jawab Karina sembari terkekeh.Tidak ada yang bersuara setelahnya.
Sepanjang perjalanan menuju apartemen, mobil yang dikendarai mereka melaju dengan kecepatan pelan. Mengingat bahwa hujan sedang turun deras-derasnya, ditambah lagi petir yang menggelegar. Yudhistira tidak ingin mengambil resiko.“Saya heran, kenapa Tuhan mengabulkan doanya Bapak dengan mudahnya, sih?” protes perempuan itu, masih saja tidak terima.“Doa cowok yang teraniaya itu biasanya gampang terkabulnya, Julie.” Yudhistira terkekeh. “Kenapa kamu kayak nggak suka banget berlama-lamaan sama saya, sih?”“Nggak gitu!” protesnya tak terima. “Lagian, siapa yang menganiaya Bapak, coba?”“Siapa lagi kalau bukan cewek yang sekarang lagi menggantungkan perasaan saya?”Seketika Julia membelalak. Dia sadar bahwa ucapan Yudhistira ini meskipun terdengar hanya bercanda, tapi Julia tahu jika pria itu sengaja menyindirnya.“Sindir terooooos!” sungut perempuan itu kesal.Sementara Yudhistira hanya tertawa, sambil sesekali mendaratkan kecupan singkat di punggung tangan Julia. “Bercanda, Sayang…”Sete
Kesalahan besar yang telah dilakukan Yudhistira hari ini terlalu banyak.Seperti…Dia berdoa agar hujan, dia lupa membawa mobilnya ke bengkel hingga akhirnya mobil miliknya mogok, lalu membiarkan Julia hujan-hujanan, dan terakhir dia membawa perempuan itu ke apartemennya.Entah sudah berapa kali Yudhistira mengutuk dalam hatinya. Julia yang terlihat seperti sedang menggodanya saat ini, membuat suasana di sekitarnya semakin memanas. Padahal dia sangat yakin jika di luar sana hujan sedang turun deras-derasnya.“Julie, kenapa nggak pakai celananya?”Julia berjalan dengan hanya mengenakan kemeja kebesaran milik Yudhistira yang menutupi kakinya sebatas paha.“Celana Bapak kedodoran pas saya pakai, Pak. Padahal udah saya ikat kencang tali kolornya,” sungut perempuan itu lirih.“Terus? Kamu mau berkeliaran di apartemen saya dengan…” Yudhistira menggeleng sekali lagi. “Dengan penampilan seperti ini?”“Mau gimana lagi? Bapak nggak ada celana yang lebih kecil? Punya pacarnya Bapak gitu?”Yudhis
"Pak?"Masih dalam kondisi mereka yang sama-sama polos, Julia melingkarkan tangannya di atas perut Yudhistira dengan posisi wajahnya yang menyuruk di dada pria itu.Setelah pergulatan panas yang baru saja terjadi—entah sudah kedua atau ketiga kali pelepasan, tubuh keduanya terasa lelah luar biasa."Iya, Sayang?""Bapak bercanda, kan waktu tadi bilang kalau Bapak nggak pernah bawa perempuan ke sini?"Yudhistira menurunkan pandangannya, lalu sesekali mendaratkan kecupan singkat di puncak kepala Julia."Kenapa? Kamu nggak percaya?"Julia menggeleng dan hal itu seketika memancing tawa pria itu."Saya serius, Julie.""Bohong!""Kamu ini tanya, sudah saya jawab jujur, tapi kamunya nggak percaya gini, sih? Makin sayang tahu, nggak.""Dih, saya serius, Pak.""Saya nggak pernah bawa perempuan yang saya ajak tidur untuk mengetahui kehidupan pribadi saya, Julia, itu kalau yang bikin kamu penasaran."Karena bagi saya, apartemen ini sudah memasuki batas personal saya. Maka tidak ada yang boleh mel
"Selamat pagi, Mbak Julia Sayang. Cerah banget, ya pagi ini? Sarapan apa barusan, Mbak?"Julia yang sudah bisa membaca gelagat Rayya, hanya tersenyum kecil. "Udah deh, Ray. To the point aja, saya sibuk banget hari ini.""Dih, Mbak Julia jarang digombalin sama cowok, ya? Heran, susah amat dimodusinnya!" ujar Rayya sembari bersungut-sungut.Pernah. "Kalau kamu mau tanya soal Pak Mahesa, dia masih belum bisa masuk, Ray. Kemungkinan kalau perkiraan saya, sih sampai Mbak Mawar Eva lahiran."Rayya membelalak. "Mbak Mawar Eva? Istrinya Pak Mahesa bukannya Bu Sasi, ya Mbak?""Kamu ngaku-ngaku suka digombalin sama cowok, tapi panggilan kesayangan aja masa nggak paham, sih Ray?""Oh, jadi Mbak Mawar Eva itu panggilan kesayangannya Mbak Julia ke Bu Sasi, ya? Saya pikir artis yang imut itu, Mbak!" Rayya mendengus pelan. "Yah, kangen sama Pak Mahesa, Mbak.""Kangen sama suami orang? Please, deh Ray! Bangun kamu!"Rayya mencebikkan bibir. "Ya udah, sih ngecengin squad lainnya aja, gimana?" ujar Ray
"Sekian presentasi dari saya. Ada pertanyaan?"Semua mata kita tertuju pada Lalisa yang baru saja selesai memaparkan presentasinya pagi itu. Perempuan itu memang terlihat memukau di depan sana. Pun begitu Julia yang mengakuinya."Wah! Keren sekali Bu Lalisa programnya. Saya setuju dengan ide itu, karena tidak secara langsung bisa membantu untuk promosi juga.""Betul, Pak Bayusuta. Intinya memang kami ingin membuat sesuatu yang berbeda dengan yang lainnya." Lalu Lalisa menatap satu per satu peserta meeting. "Well, jika tidak ada lagi, saya tutup presentasi hari ini. Terima kasih."Meeting selama dua jam lamanya akhirnya berakhir. Semua peserta sudah bersiap-siap untuk keluar dari ruang meeting itu saat suara Lalisa terdengar."Mas Yudhistira sibuk, ya?" Pertanyaan itu kontan membuat tidak hanya Yudhistira, tapi juga yang lainnya menoleh ke arahnya. "Ada yang mau saya bicarakan, Mas. Bisa ngobrol sebentar?""Wah, kayaknya ngopi enak, nih!" ujar Bayusuta dengan cepat. "J, Sen, Jul, ke ro
"Mbak Julia, bisa bicara sebentar?"Usai meeting sore itu, semua orang sudah meninggalkan ruangan tersebut tanpa terkecuali Yudhistira. Menyisakan Julia dan Lalisa yang masih membereskan berkas-berkas yang ada di atas meja. Seharian penuh pekerjaan Julia hanya diisi dengan meeting bersama dengan Lalisa, dan membuat kepala Julia mendadak pening. "Mau bicara apa, Bu?""Jangan panggil saya 'Bu' dong, Mbak. Saya terlihat tua, ya?""Saya lebih nyaman memanggil Bu Lalisa dengan sebutan itu, Bu. Saya nggak mau disebut tidak sopan."Lalisa manggut-manggut mendengar ucapan Julia, lalu dia berjalan mendekati perempuan itu. "Saya dengar Mbak Julia sama Mas Yudhistira mau nikah? Benar, ya Mbak?"Julia terhenyak selama beberapa saat. Rupanya Yudhistira tidak pernah main-main dengan ucapannya. Dia benar-benar mengakuinya dengan Lalisa tentang hubungan mereka."Mbak Julia pasti sudah tahu kalau saya adalah mantannya Mas Yudhistira, kan? Cinta pertamanya.""Iya, Mbak.""Saya pikir Mas Yudhistira n