DETAK JANTUNG
“Mama, di mana sepatuku? Kok, enggak ada di rak sepatu!” teriak Sky dari arah kamarnya.
Ratna yang sedang berkutik di dapur sedang menyiapkan bekal Sky pun terkejut mendengar teriakan anaknya itu. Ia pun menghelas napaa sebab hampir di setiap pagi pasti anaknya itu berteriak mencari barangnya, entah itu sepatu, dasi, hingga penghapus pun ia cari. Awalnya Ratna membiarkan anaknya itu agar ia bisa menemukan sepatunya dan mencarinya terlebih dahulu namun Sky tetap berteriak sehingga ia pun harus menghampiri kamar anaknya yang ada di lantai dua.
“Nyari apa lagi sih, Sayang?” tanya Ratna ketika sudah sampai di kamar anaknya. Ia melihat Sky sedang mengacak-acak rak sepatu yang ada di depan pintu kamarnya. Melihat sepatu yang awalnya tadi rapi kini menjadi berantakan, Ratna hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
“Mama lama banget, sih! Sepatu aku hilang sebelah.” Sky menghadap ke arah Ratna dengan wajah yang cemberut.
Tanpa basa-basi Ratna pun menuju ke kamarnya dan mengambil sepatu yang ada di belakang pintu . Setelah itu ia menghampiri Sky yang ada di kamar sebelah lalu Ratna memberikan sepatu itu kepada Sky. Bukannya Sky menerima sepatu itu, tapi Sky menggelengkan kepala dan tetap mengerucutkan bibir.
“Sekarang kenapa lagi?” tanya Ratna yang heran dengan sikap anaknya ini.
“Enggak jadi pakai sepatu yang itu,” tolak Sky yang membelakangi Ratna.
“Lah, kenapa?”
“Enggak, ah, udah gak ingin!" ucap Sky.
“Udah pakai yang ini aja. Jangan rewel, Sayang, nanti telat. Memangnya kamu mau dihukum sama guru yang gemuk seperti kata kamu kemarin?” bujuk Ratna. Mendengar ucapan Ratna, Sky pun membalikan badan dan menggelengkan kepala. “Nah, ayo pakai,” lanjut Ratna.
Meskipun hatinya masih kesal, Sky pun akhirnya mengambil sepatu itu dari tangan Ratna. Bagaimanapun juga, ia harus memakai sepatu itu agar tidak telat masuk sekolah dan tidak dihukum oleh ibu guru gemuk seperti yang ia ceritakan kemarin. Melihat sikap Sky yang kesal, Ratna hanya bisa menahan tawanya.
“Nanti kalau Mama enggak bisa jemput, mau, ya, dijemput sama mbak Ririn?” tanya Ratna dan Sky pun hanya mengangguk setuju. Ririn adalah salah satu pegawai di tokonya.
Tak terasa sudah hampir setahun Ratna dan Sky tinggal di Jakarta ini dan semua pekerjaannya sudah berjalan dengan lancar bahkan Sky juga sudah mulai bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya. Melihat Sky yang semakin hari mempunyai banyak teman, Ratna ikut senang dan bersyukur kepada Allah karena Dia-lah yang membantu dan menemani hidup dan perjuangannya hingga saat ini.
Terkait usaha yang dibangun oleh Ratna saat ini di kota Jakarta adalah sebuah toko yang ia beri nama ‘Skyland’ itu mempunyai tiga lantai. Pada lantai pertama ia gunakan untuk menjual alat tulis perkantoran atau sekolah, lantai keda untuk menjual peralatan kosmetik, dan lantai tiga digunakan sebagai pantry (mushola dan ruang pribadinya). Tak hanya itu saja, lantai ketiga digunakan juga untuk menjalankan usaha toko onlinenya.
Hari ini adalah hari Sabtu dan Sky mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya. Biasanya di jam pertama hingga kedua, para murid akan diajari tentang mata pelajaran umum namun di jam ketiga dan seterusnya diisi oleh ekstrakurikuler. Sky sendiri mengikuti ekstrakulikuler renang karena memang anak itu suka dengan air. Jika ditanya kenapa ia memilih ekstrakurikuler renang, pasti jawabnya ia tidak ingin renang gaya batu seperti yang ia lihat di berita televisi.
Jika hari Sabtu begini, Sky akan pulang sekolah sekitar jam sebelas siang. Akan tetapi, sayangnya hari ini Ratna tidak bisa menjemput Sky karena ia harus bertemu dengan seorang arsitektur yang menangani pembangunan tokonya yang lain. Kalau sudah begini, biasanya Sky akan dijemput oleh Ririn, salah satu pegawai di tokonya.
“Sky, nanti kamu mau balik langsung ke rumah atau balik ke toko dan pulang bareng Mama?” tanya Ratna ketika ia dan Sky sudah ada di dalam mobil.
“Pulang aja, Ma, ada Mbak Ina di rumah, kan?” jawab Sky datar sambil memainkan ipad hitamnya.
“Ada. Ya, udah, nanti Mama pulang agak sore karena ada banyak kerjaan. Kalau kamu lapar, Mama udah buatin makanan di kulkas,” jelas Ratna yang dibalas anggukan kepala oleh Sky.
Sesampainya di parkiran sekolah, Sky pun langsung salim kepada Ratna dan mengecup pipi ibunya. begitupun dengan Ratna yang tak hentinya menciumi pipi gembil Sky. Meskipun setiap hari mereka bersama namun kalau melepas Sky sendiri di sekolah Ratna merasa sedih pasalnya ia takut terjadi apa-apa kepada anaknya.
“Semoga harimu baik-baik saja dan menyenangkan,” ucap Ratna dan Sky pun langsung melambaikan tangan masuk ke halaman sekolahnya.
***
Ratna masih berkutat dengan pekerjaannya. Pekerjaannya hari ini dapat dikatakan cukup padat sebab ada banyak sekali hal yang harus diurus. Di tengah-tengah ia berkutat, tiba-tiba teleponnya berbunyi membuat Ratna berhenti dan mengangkat telepon itu.
“Halo, Rat, bagaimana arsiteknya?” Risti yang menghubunginya.
“Ohh, alhamdulilah dia sangat pandai dan desainnya sangat bagus,” jawab Ratna.
“Syukurlah kalau begitu. Oh ya, besok keluar, yuk? Sekalian kamu ajak Sky juga. Nih, Aurel katanya mau ketemu Sky,” ajak Risti.
“Oh, boleh, sih. Dasar itu anakmu genit, maunya nempel Sky terus,” goda Ratna.
“Ya tidak apa-apa kalaupun Aurel jodohnya Sky, kamu harus kasihin satu usahamu buat dia,” canda Risti.
“Haha ... itu urusan belakang. Oh ya, aku matikan dulu, mau cek barang di lantai satu.” Tak lama kemudian sambungan telepon keduanya terputus.
Setelah itu Ratna turun ke lantai satu untuk mengecek barang dagangannya. Ia melihat keadaan tokonya cukup ramai dengan pembeli sehingga Ratna sangat bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah kepadanya. Menurutnya, setelah ia memiliki Sky di dunia ini semua rezekinya lancar mengalir dan mudah untuk didapatkan. Ia berjalan turun dan menyapa semua pegawainya. Tak lupa ia juga mencari Ririn karena waktu sudah hampir menunjukkan pukul dua belas siang yang menandakan bahwa sebentar lagi waktunya Sky pulang sekolah. Akan tetapi saat ini Ririn tidak ada kata pegawai lain ia sedang keluar.
Sambil menunggu kedatangan Ririn, Ratna pun memutari setiap rak dagangannya dan mengamati setiap pembeli yang datang. Akan tetapi, tiba-tiba ia merasa sedang diamati oleh seseorang. Benar saja, tak lama kemudian ia merasa bahwa namanya dipanggil. Ia pun menoleh ke arah suara itu berasal dan otot-otot lehernya pun menegang ketika melihat siapa orang yang memanggilnya.
Orang tersebut mencoba mendekati dirinya dan membuatnya terpaku di tempat. Akan tetapi, saat satu meter jarak keduanya dekat Ratna mulai dapat menggerakkan tubuhnya dan langsung naik ke lantai tiga dan masuk ke ruangannya. Ia menyembunyikan tubuhnya di balik pintu dengan kaki yang bergetar hebat bahkan jantungnya berdegup sangat sakit. Bagaimana ia bisa bertemu dengan orang itu? Jakarta ini sangat luas tapi mengapa ia bisa bertemu dengannya di sini?
“Ini pasti mimpi!” ucap Ratna yang memerosotkan tubuhnya ke lantai dengan lemas.
HARAPANRatna menatap kosong buku nikah bersampul merah yang ada di depannya. Matanya sangat merah karena terlalu menahan amarah yang membuncah tiba-tiba. Di dalam pikirannya masih terbayang sangat jelas ketika ia diusir dari rumah milik Tristan Adithama dengan cara yang tidak terhormat. Menurutnya, malam itu adalah malam terakhir ia bertemu dengan pria bajingan itu. Namun, siapa sangka, kenangan pahit yang sudah ia bungkus rapat-rapat dan mencoba membuangnya jauh-jauh malah kembali lagi mengenai hatinya yang baru mulai sembuh.“Ini tidak benar. Pria itu bukan Tristan Adithama. Aku mungkin salah lihat,” gerutunya heran dan masih tak percaya dengan sosok yang baru saja ia lihat di lantai satu.“Tapi aku yakin kalau sosok itu adalah bajingan Tristan! Ya, mata hitam gelap tadi mirip matanya.” Semakin ia berpikir dan memikirkan sosok yang tadi ia lihat maka hatinya semakin mengatakan ba
PENIPU“Astaga, ini ruangan kerja atau tempat tinggal orang purba? Sudah bau rokok, jendela enggak dibuka lagi. Lu mau mati membusuk di ruangan yang kayak gini?” gerutu seorang laki-laki berjas hitam saat memasuki sebuah ruangan kerja.Mendengar omelan laki-laki itu membuat mata laki-laki lain mengikuti gerakan orang yang baru masuk ke ruangan kerja. Laki-laki yang tadi duduk di kursi kerja pun berdiri lalu menuju ke arah jendela dan membuka gorden. Cahaya sinar matahari siang saat itu langsung menerobos masuk dan berlomba-lomba untuk menerangi ruangan kerja tersebut. Setelah membuka jendela laki-laki itu pun langsung duduk di sofa panjang dekat dengan meja kerjanya.“Lu itu inget umur, dong. Coba lihat! Sudah berapa batang rokok yang lu hisap? Bukannya mendekatkan diri ke Tuhan, tapi malah ugal-ugalan!” omel laki-laki berjas hitam dengan perasaan yang sangat kesal ketika melihat pu
TAMAN BERMAINDi taman, Ratna sedang memperhatikan Sky dan Aurel yang sedang bersenang-senang di arena bermain. Mata Ratna begitu cerah dan bahagia ketika melihat anak semata wayangnya tersenyum dan tertawa lepas. Dalam hati ia benar-benar sangat bersyukur karena Tuhan telah mengirimkan sosok malaikat kecil yang mampu membuat semua beban di pundaknya terasa hilang dengan hanya menatap tawa Sky.Dikarenakan Ratna sangat terbius dengan tawa Sky, ia sampai tidak sadar telah mengacuhkan Risti yang dari tadi bengong duduk di sampingnya. Sebenarnya, Risti juga ikut bahagia ketika melihat sahabatnya ini tersenyum, tapi kadang kala Ratna sering melupakan sekitarnya ketika bahagia.“Gak bisa gitu, kamu ajak aku ngobrol sebentar? Apa aku hanya patung bagimu?” cibir Risti yang sudah tidak tahan dengan suasana canggung saat ini.Ratna pun terkejut saat Risti mencoba mengajaknya untuk mengobrol. Ia m
BERTEMU LAGI Di ruangan kerja, Tristan sedang berkutat dengan lembaran kertas dan layar komputer yang menyala. Jemarinya terus menekan keyboard tanpa ampun sehingga menimbulkan suara cukup keras. Kedua bola mata itu menatap layar dengan serius seolah ia sedang berfikir bagaimana cara untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, agar ia bisa keluar dari kantor dan mencari tahu tentang Ratna. Namun, tiba-tiba pintu ruangan kerjanya dibuka secara paksa sehingga membuat suara benturan antara pintu dan dinding. Tristan menghentikan gerakan jemarinya dan memutar kursi untuk menghadap ke arah pintu. Ia mengehela napas ketika matanya menangkap bahwa Vio yang membuka pintu dengan wajah cemas.“Gak bisa apa buka pintunya biasa aja? Jangan sampai tangan lu gue patahin,” ucap Tristan datar. Vio mengacuhkan ucapan Tristan dan memilih untuk mondar-mandir sambil kedua tangannya di li
ANAK SIAPA?Tristan berjalan gontai menuju mobilnya sambil memegang pipinya yang masih merah akibat tamparan keras dari Ratna. Ia masuk ke dalam mobil dengan wajah yang benar-benar musam sedangkan Marchela hanya menatapnya datar karena ia benar-benar belum paham tentang apa yang dialami oleh Tristan. Ingin rasanya Marchela bertanya namun ia takut kalau teman papanya itu marah karena raut wajahnya saja sudah tampak tidak bersahabat.Dalam diam Tristan mulai melajukan mobilnya dan sepanjang perjalanan itu pula ia termenung dan mengingat-ingat tentang Ratna dan anak laki-laki yang ada di sampingnya. Dari keakraban Marchela dengan anak laki-laki itu, Tristan menebak bahwa umurnya seusia Marchela yang kira-kira usianya 8 tahun.Semakin ia berpikir maka ia mendapatkan jawaban bahwa saat Ratna meninggalkannya, wanita itu sedang hamil. Tak hanya itu saja, ada banyak sekali pikiran yang sedang bercamuk di dalam kepalanya. Pertanyaan yang co
KAMU DAN SECARIK KERTASTujuh tahun yang lalu….Ratna menguncupkan senyum di sudut bibirnya pada saat ia melihat kertas yang ada di genggamannya sekarang. Hatinya benar-benar sumringah karena tugas sebagai seorang istri telah ia capai saat ini. Ia memejamkan mata dan meletakkan kertas tersebut ke saku baju dan langsung menuju ke arah dapur untuk membuatkan teh hijau yang paling disukai oleh sang suami. Ia mengaduk larutan teh di dalam gelas sambil bersenandung riang. Tidak lama kemudian terdengar suara pintu rumah terbuka. Ia menoleh ke arah pintu dan tersenyum karena sudah tahu siapa pelaku yang membuka pintu tersebut. Tanpa basa-basi ia langsung berlari menuju ke pintu tersebut.“Mas, kamu sudah pulang?” tanyanya ketika ia sudah sampai di pintu tersebut.Ya, orang yang membuka pintu tadi adalah suaminya yang baru saja pulang dari tempat kerja. Bukannya menjawa
KEMBALITujuh Tahun Kemudian…….Ratna terduduk di sebuah halte dekat salah satu taman yang ada di kota Jakarta. Ia memandang kosong kendaraan yang lalu lalang di depan matanya. Sesekali ia juga menyeruput teh poci yang tadi sempat ia beli di penjual kaki lima sekitar taman. Sebenarnya, ia saat ini merasa gamang dengan keputusannya untuk kembali menginjakkan kaki di Kota Jakarta yang menyimpan kenangan pahit di dalam hidupnya. Namun, ia mencoba untuk meyakinkan diri dan mencoba untuk berpikir positif.Ratna mengibaskan tangan karena merasa gerah. Beradaptasi dengan cuaca Jakarta saat ini bukanlah suatu hal yang mudah. Bagaimana tidak, tujuh tahun ini Ratna hidup di kota Bogor yang jelas-jelas mempunyai cuaca dan suhu yang sangat dingin. Bogor tidak panas.Ratna menatap kosong kendaraan yang lalu lalang sambil memikirkan langkah apa selanjutnya yang harus
MEJA YANG HANGATRatna mengemudikan mobilnya dengan santai karena memang hari ini ia tidak ada acara atau pekerjaan berat yang harus ia lakukan. Lagipula semua kebutuhan pindahannya juga sudah diurus oleh petugas jasa pindahan jadi Ratna tinggal menempati rumah barunya saja. Ketika Ratna mengemudi mobil sesekali ia melirik seseorang yang duduk di sampingnya dengan tenang sambil memainkan ipad berwarna hitam. Hati Ratna merasa damai ketika melihat wajah seseorang yang ada di sampingnya karena ketika melihat wajah itu maka semua beban dan lelah yang ia rasakan seolah hilang semuanya.Mobil Ratna sampai di depan rumah barunya. Rumah ini cukup besar dan mempunyai halaman yang cukup luas, bahkan di depan rumah ada taman yang dikelilingi oleh berbagai macam bunga yang indah. Dalam hatinya, ia bersyukur mempunyai sahabat terbaik seperti Risti yang telah mencarikannya rumah sebagus ini.Setelah ia masuk ke dalam kamarnya, Rat
ANAK SIAPA?Tristan berjalan gontai menuju mobilnya sambil memegang pipinya yang masih merah akibat tamparan keras dari Ratna. Ia masuk ke dalam mobil dengan wajah yang benar-benar musam sedangkan Marchela hanya menatapnya datar karena ia benar-benar belum paham tentang apa yang dialami oleh Tristan. Ingin rasanya Marchela bertanya namun ia takut kalau teman papanya itu marah karena raut wajahnya saja sudah tampak tidak bersahabat.Dalam diam Tristan mulai melajukan mobilnya dan sepanjang perjalanan itu pula ia termenung dan mengingat-ingat tentang Ratna dan anak laki-laki yang ada di sampingnya. Dari keakraban Marchela dengan anak laki-laki itu, Tristan menebak bahwa umurnya seusia Marchela yang kira-kira usianya 8 tahun.Semakin ia berpikir maka ia mendapatkan jawaban bahwa saat Ratna meninggalkannya, wanita itu sedang hamil. Tak hanya itu saja, ada banyak sekali pikiran yang sedang bercamuk di dalam kepalanya. Pertanyaan yang co
BERTEMU LAGI Di ruangan kerja, Tristan sedang berkutat dengan lembaran kertas dan layar komputer yang menyala. Jemarinya terus menekan keyboard tanpa ampun sehingga menimbulkan suara cukup keras. Kedua bola mata itu menatap layar dengan serius seolah ia sedang berfikir bagaimana cara untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, agar ia bisa keluar dari kantor dan mencari tahu tentang Ratna. Namun, tiba-tiba pintu ruangan kerjanya dibuka secara paksa sehingga membuat suara benturan antara pintu dan dinding. Tristan menghentikan gerakan jemarinya dan memutar kursi untuk menghadap ke arah pintu. Ia mengehela napas ketika matanya menangkap bahwa Vio yang membuka pintu dengan wajah cemas.“Gak bisa apa buka pintunya biasa aja? Jangan sampai tangan lu gue patahin,” ucap Tristan datar. Vio mengacuhkan ucapan Tristan dan memilih untuk mondar-mandir sambil kedua tangannya di li
TAMAN BERMAINDi taman, Ratna sedang memperhatikan Sky dan Aurel yang sedang bersenang-senang di arena bermain. Mata Ratna begitu cerah dan bahagia ketika melihat anak semata wayangnya tersenyum dan tertawa lepas. Dalam hati ia benar-benar sangat bersyukur karena Tuhan telah mengirimkan sosok malaikat kecil yang mampu membuat semua beban di pundaknya terasa hilang dengan hanya menatap tawa Sky.Dikarenakan Ratna sangat terbius dengan tawa Sky, ia sampai tidak sadar telah mengacuhkan Risti yang dari tadi bengong duduk di sampingnya. Sebenarnya, Risti juga ikut bahagia ketika melihat sahabatnya ini tersenyum, tapi kadang kala Ratna sering melupakan sekitarnya ketika bahagia.“Gak bisa gitu, kamu ajak aku ngobrol sebentar? Apa aku hanya patung bagimu?” cibir Risti yang sudah tidak tahan dengan suasana canggung saat ini.Ratna pun terkejut saat Risti mencoba mengajaknya untuk mengobrol. Ia m
PENIPU“Astaga, ini ruangan kerja atau tempat tinggal orang purba? Sudah bau rokok, jendela enggak dibuka lagi. Lu mau mati membusuk di ruangan yang kayak gini?” gerutu seorang laki-laki berjas hitam saat memasuki sebuah ruangan kerja.Mendengar omelan laki-laki itu membuat mata laki-laki lain mengikuti gerakan orang yang baru masuk ke ruangan kerja. Laki-laki yang tadi duduk di kursi kerja pun berdiri lalu menuju ke arah jendela dan membuka gorden. Cahaya sinar matahari siang saat itu langsung menerobos masuk dan berlomba-lomba untuk menerangi ruangan kerja tersebut. Setelah membuka jendela laki-laki itu pun langsung duduk di sofa panjang dekat dengan meja kerjanya.“Lu itu inget umur, dong. Coba lihat! Sudah berapa batang rokok yang lu hisap? Bukannya mendekatkan diri ke Tuhan, tapi malah ugal-ugalan!” omel laki-laki berjas hitam dengan perasaan yang sangat kesal ketika melihat pu
HARAPANRatna menatap kosong buku nikah bersampul merah yang ada di depannya. Matanya sangat merah karena terlalu menahan amarah yang membuncah tiba-tiba. Di dalam pikirannya masih terbayang sangat jelas ketika ia diusir dari rumah milik Tristan Adithama dengan cara yang tidak terhormat. Menurutnya, malam itu adalah malam terakhir ia bertemu dengan pria bajingan itu. Namun, siapa sangka, kenangan pahit yang sudah ia bungkus rapat-rapat dan mencoba membuangnya jauh-jauh malah kembali lagi mengenai hatinya yang baru mulai sembuh.“Ini tidak benar. Pria itu bukan Tristan Adithama. Aku mungkin salah lihat,” gerutunya heran dan masih tak percaya dengan sosok yang baru saja ia lihat di lantai satu.“Tapi aku yakin kalau sosok itu adalah bajingan Tristan! Ya, mata hitam gelap tadi mirip matanya.” Semakin ia berpikir dan memikirkan sosok yang tadi ia lihat maka hatinya semakin mengatakan ba
DETAK JANTUNG“Mama, di mana sepatuku? Kok, enggak ada di rak sepatu!” teriak Sky dari arah kamarnya.Ratna yang sedang berkutik di dapur sedang menyiapkan bekal Sky pun terkejut mendengar teriakan anaknya itu. Ia pun menghelas napaa sebab hampir di setiap pagi pasti anaknya itu berteriak mencari barangnya, entah itu sepatu, dasi, hingga penghapus pun ia cari. Awalnya Ratna membiarkan anaknya itu agar ia bisa menemukan sepatunya dan mencarinya terlebih dahulu namun Sky tetap berteriak sehingga ia pun harus menghampiri kamar anaknya yang ada di lantai dua.“Nyari apa lagi sih, Sayang?” tanya Ratna ketika sudah sampai di kamar anaknya. Ia melihat Sky sedang mengacak-acak rak sepatu yang ada di depan pintu kamarnya. Melihat sepatu yang awalnya tadi rapi kini menjadi berantakan, Ratna hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.“Mama lama banget, s
PATRICK, TUAN CRAB, DAN TANGKUBAN PERAHU“Mama,” panggil Sky.Mendengar panggilan buah hatinya itu, Ratna langsung mengangkat pandangannya dari layar laptop. Saat ini ia sedang menemani Sky yang sedang asyik menonton kartun kesayangannya, Spongebob. Sambil menemani sang anak menonton kartun, Ratna bekerja dan mengurusi semua usaha online dan kos-kosan yang ia tinggal di Bogor. Untuk urusan rumah kos-kosan yang ada di Bogor, ia sudah menyerahkan kepada tetangganya yang sangat baik dan sudah ia percaya selama ini.“Iya, Sayang, ada apa? Mama lagi kerja, nih,” seru Ratna.Sky menoleh ke arahnya dan ia mendadak menoleh kembali ke arah televisi dan diam. Melihat hal itu, Ratna jadi heran dengan perubahan sikap Sky yang mendadak diam.“Lah, kok, diam? Sky mau apa?” tanya Ratna.“enggak, ah! Mama lagi sibuk, Sky enggak m
MEJA YANG HANGATRatna mengemudikan mobilnya dengan santai karena memang hari ini ia tidak ada acara atau pekerjaan berat yang harus ia lakukan. Lagipula semua kebutuhan pindahannya juga sudah diurus oleh petugas jasa pindahan jadi Ratna tinggal menempati rumah barunya saja. Ketika Ratna mengemudi mobil sesekali ia melirik seseorang yang duduk di sampingnya dengan tenang sambil memainkan ipad berwarna hitam. Hati Ratna merasa damai ketika melihat wajah seseorang yang ada di sampingnya karena ketika melihat wajah itu maka semua beban dan lelah yang ia rasakan seolah hilang semuanya.Mobil Ratna sampai di depan rumah barunya. Rumah ini cukup besar dan mempunyai halaman yang cukup luas, bahkan di depan rumah ada taman yang dikelilingi oleh berbagai macam bunga yang indah. Dalam hatinya, ia bersyukur mempunyai sahabat terbaik seperti Risti yang telah mencarikannya rumah sebagus ini.Setelah ia masuk ke dalam kamarnya, Rat
KEMBALITujuh Tahun Kemudian…….Ratna terduduk di sebuah halte dekat salah satu taman yang ada di kota Jakarta. Ia memandang kosong kendaraan yang lalu lalang di depan matanya. Sesekali ia juga menyeruput teh poci yang tadi sempat ia beli di penjual kaki lima sekitar taman. Sebenarnya, ia saat ini merasa gamang dengan keputusannya untuk kembali menginjakkan kaki di Kota Jakarta yang menyimpan kenangan pahit di dalam hidupnya. Namun, ia mencoba untuk meyakinkan diri dan mencoba untuk berpikir positif.Ratna mengibaskan tangan karena merasa gerah. Beradaptasi dengan cuaca Jakarta saat ini bukanlah suatu hal yang mudah. Bagaimana tidak, tujuh tahun ini Ratna hidup di kota Bogor yang jelas-jelas mempunyai cuaca dan suhu yang sangat dingin. Bogor tidak panas.Ratna menatap kosong kendaraan yang lalu lalang sambil memikirkan langkah apa selanjutnya yang harus